Stroke adalah sindrom klinis yang awalnya timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa deficit
neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung menimbulkan kematian
dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatik (Mansjoer,2010).
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan perdarahan
pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf ().
. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Haryono,2014)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik
ETIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth, 2013 :
. Usia
b. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post
monophous sama resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syook
2) Jenis kelamin
3) Riwayat keluarga
PATOFISIOLOGI
Menurut Wijaya &Putri, 2012 :
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah
kesetiap bagian otak terhambat karena thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan
oksigen kejaringan otak. Kurang selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neiron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark.
Kekurangan oksigen pada awanya mungkit akibat dari bekuan darah, udara, plaque, atheroma
fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi rupture dan dapat menyebabkan
hemorhagi.
Pada stroke thrombosis atau metabolic maka otak mengalami iskemia dan infark sulit ditentuak.
Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakanial (TIK) dan kematian pada area yang luas.
Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis dan system
vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah kejaringan otak
terputus selama15 samapai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh
arteri tersebut
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawan dari masa yang luas,
klasifikasi karotis internal terdapat pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma
pada pendarahan sub arachnoid.
5) Ultrasonography Doppler
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada thrombosis, emboli dan TIA, tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik sub arachnoris/pendarahan
intracranial.
8) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes,2000).
9) Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli, dan TIA, sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjuk adanya perdarahan subarachnoid
atau intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
KOMPLIKASI
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pada umumnya pasien tampak lemah
b. Kesadaran : Penurunan kesadaran.
c. TTV : TD meningkat, denyut nadi berfariasi ( fakikardi, brodikardi ), RR
pada umumnya normal, apabila terdapat aneliritis serebral maka suhu
tubuh meningkat.
d. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
e. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg).
f. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
g. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
h. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
i. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
j. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.
k. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
l. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
m. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
n. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam,
dan kurang kerja sama. (Muttaqin, (2008))
4. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial
I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal. (Muttaqin, (2008))
5. Pengkajian Sistem Motorik
a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual
7. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak
stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pengkajian Data Lain
Aktivitas/ Istirahat
1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia),
2) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
3) Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum
4) Gangguan penglihatan
5) Gangguan tingkat kesadaran.
Sirkulasi
1) Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
2) Hipotensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler,
3) Frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
Integritas Ego
1) Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
2) Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,
3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
Eliminasi
1) Perubahan pola berkemih
2) Distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
Makanan/ Cairan
1) Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
2) Kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan,
3) Disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
4) Kesulitan menelan, obesitas.
Neurosensori
1) Sinkope/pusing, sakit kepala,
2) Kelemahan/ kesemutan,
3) Hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan
menurun,
4) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
5) Status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis,
6) Gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang),
7) Gangguan fungsi kognitif (seperti penurunana memori, pemecahan
masalah).
8) Ekstremitas: kelemahan/paralisis kontrralateral, genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral.
9) Pada wajah terjadi paralisis, afasia, kehilangan kemampuan untuk
mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti
gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelainan pada
bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
10) Kehilangan kemampuan menggunakan kemampuan motorik (apraksia).
Ukuran/ reaksi pupil tidak sama.
11) Kekakuan.
12) Kejang.
Kenyamanan / Nyeri
1) Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
3) Pernapasan
4) Merokok
5) Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
6) Timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
7) Keamanan
8) Masalah dengan penglihatan,
9) Perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh,
10) Tidak mampu mengenal objek,
11) Gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
12) Gangguan dalam memutuskan.
13) Interaksi Sosial
14) Masalah bicara,
15) Ketidakmampuan untuk berkomunikasi ((Doenges E, Marilynn,2000).
7) Kolaborasi