Anda di halaman 1dari 91

PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERATIF


FRACTURE DI RSUD dr. KANUDJOSO DJATIWIBOWO
BALIKPAPAN

Oleh :

Nama : Hary Handika Pratama


NIM : P07220117051

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JURUSAN


KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN SAMARINDA
2020

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

84
Pada bab ini peeliti mereview hasil dan pembahasan kasus dari laporan

dinas (octaviana nur) di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan Karya

tulis ilmiah (Krisdiyana, 2019) yang sudah di publish di repository.poltekkes-

kaltim.ac.id. Selanjutnya akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai data

umum data khusus tentang asuhan keperawatan pada klien post operatif fraktur

diruangan flamboyan B di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan

diruangan cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian klien 1 dilakukan di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo

Balikpapan yang terletak di Jalan MT Haryono No. 656 Balikpapan.

RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo atau dahulu dikenal dengan Rumah

Sakit Umum Balikpapan ini dibuka sejak tanggal 12 September 1949.

Fasilitas yang tersedia antara lain: intalasi rawat jalan, instalasi farmasi,

ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24 jam.

Flamboyan B meliputi kasus, Gagal Ginjal Kronik, Penyakit Paru

Obstuktif Kronis, Diabetes Mellitus, Efusi Pleura, Cholelitiasis,

Laparatomy, Fraktur, CHF, CKR, Abses Hepar dan Batu Ureter. Kasus

yang dirawat di ruang Flamboyan E meliputi kasus, Pneumonia, Fraktur,

CKR, CHF, Cholelitiasis, Dyspepsia, Vertigo dan Diabetes Melitus.

Sedangkan penelitian klien 2 dilakukan di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda yang terletak di Jalan Palang Merah Indonesia No. 1

Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda,


Kalimantan Timur. RSUD Abdul Wahab Sjahranie merupakan salah satu

dari dua rumah sakit rujukan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur

dan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Kalimntan Timur yang

berada di kota Samarinda.

Diresmikan sebagai Rumah Sakit dengan nama RSUD Abdul

Wahab Sjahranie pada tanggal 22 Februari 1989. Fasilitas yang tersedia di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie ini antara lain Instalasi Rawat Jalan,

Instalasi farmasi, ruang rawat inap. fisioterapi, dan IGD 24 jam. Untuk

unit rawat inap terdapat beberapa ruangan yaitu Flamboyan, Seruni,

Dahlia, Angsoka, Tulip, Melati, Anggrek, Cempaka, Aster, Edelweis,

Mawar, Bougenvil, Teratai, ICU, ICCU, HCU, Stroke Centre, dan Sakura.

2. Data Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Tabel 4.1 Hasil Anamnesis Klien dengan Fraktur

Identitas Klien Klien 1 Klien 2


Nama Tn. F Tn. B

Jenis Kelamin Laki-Laki Laki-laki

Umur 54 Tahun 41 tahun

Status Perkawinan Menikah Menikah

Pekerjaan Swasta Swasta

Agama Islam Islam

Pendidikan Terakhir SMA SMA

Alamat Jl. D.I Panjaitan RT.36 Jl. Dermaga


Kec.Balikpapan Utara
Diagnosa Medis Close fraktur femur Close Fraktur femur
sinistra dextra

Nomor Register 78.19.XX 01.05.46.xx

MRS / Tgl Pengkajian 07 April 2019 / 8 April 25 April 2019 / 2 Mei


2019
2019

Keluhan utama Klien mengatakan nyeri Nyeri pada kaki kanan


pada kaki kiri yang patah.

Riwayat penyakit sekarang Klien masuk ke IRD Pasien mengatakan


pukul 20.00 dan klien mengalami kecelakaan
mengatakan jatuh dari di tabrak motor,
motor, kaki kiri terasa kemudian pasien dibawa
nyeri. Di IRD pasien ke puskesmas dari
dilakkan pemeriksaan puskesmas pasien di
rontgen dan pemeriksaan rujuk langsung ke IGD
laboratorium, kemudian
pada tanggal 25 April
klien dipindahkan ke
2019. Di IGD pasien
ruangan flamboyan B
pukul 09.00 Wita. mendapat perawatan
dan dilakukan rontgen
kemudian pasien dibawa
ke ok IGD dan
dilakukan oprasi,
kemudian pasien
dipindahkan keruang
perawatan cempaka.

Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan belum Pasien tidak pernah


pernah dirawat di rumah dirawat dirumah sakit
sakit sebelumnya, tidak sebelumnya.
ada riwayat penyakit
kronik dan menular, tidak
ada riwayat operasi
sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan Keluarga mengatakan
keluarga ada yang tidak ada riwayat
memiliki riwayat penyakit diabetes
penyakit keturunan yaitu mellitus dalam keluarga
Hipertensi.
Psikososial Klien dapat a. Persepsi klien
berkomunikasi dengan terhadap
perawat maupun orang penyakitnya adalah
lain sangat baik dan merupakan cobaan
lancar serta menjawab Tuhan
pertanyaan yang diajukan b. Ekspresi klien
oleh perawat. Ekspresi terhadap
klien terhadap penyakitnya adalah
penyakitnya tidak menerima
terdapat gangguan. c. Pasien kooperatif
Reaksi saat berinteraksi saat interaksi
klien dapat kooperatif dan d. Pasien tidak
tidak ada gangguan mengalami ganguan
konsep diri. konsep diri dilihat
dari citra tubuh
persepsi pasien
terhadap kondisi
kakinya tidak jadi
masalah meskipun
harus menggunakan
tongkat saat
berjalan, dari
prilaku pasien
hanya harus
mengikuti anjuran
dari dokter dan
perawat dan pasien
ingin cepat sembuh.
Spiritual Sebelum sakit klien selalu Kebiasaan beribadah
beribadah. Selama di a. Sebelum sakit
rumah sakit klien jarang pasien sering
untuk beribadah. beribadah
b. Setelah sakit
pasien beribadah
hanya kadang
-kadang

Berdasarkan tabel 4.1 ditemukan data dari identitas klien. Pada

klien 1 bernama Tn. F berusia 54 tahun, berjenis kelamin Laki-Laki,

masuk rumah sakit pada tanggal 07 April 2019 dan dilakukan

pengkajian pada tanggal 08 April 2019 dengan diagnosa medis Close

fraktur femur sinistra. Sedangkan pada klien 2 bernama Tn. B berusia

41 tahun, berjenis kelamin Laki-Laki, masuk rumah sakit pada tanggal

25 April 2019 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 02 Mei 2019

dengan diagnosa medis fraktur femur dextra.

Pada pengkajian riwayat kesehatan dalam keluhan utama pada

klien 1 dan klien 2 ditemukan ada persamaan seperti nyeri pada daerah

yang cedera. Pada riwayat kesehatan sekarang ditemukan data klien 1

pada tanggal 07 April 2019 mengalami kecelakaan tunggal dan jatuh

dari motor, kaki kiri terasa nyeri .Sedangkan data klien 2, klien

mengatakan mengalami kecelakaan di tabrak motor, kemudian pasien

dibawa ke puskesmas dari puskesmas pasien di rujuk langsung ke IGD


pada tanggal 25 April 2019. Data dari pengkajian data psikososial pada

klien 1 dan klien 2, ekspresi ke dua klien pada penyakitnya yaitu tidak

tampak tegang dan gelisah.

Tabel 4.2 Hasil observasi dan pemeriksaan fisik pada Klien 1 di RSUD
dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Pemeriksaan fisik Klien 1 Klien 2

1. Keadaan umum Sedang Sedang


Terpasang infus di
tangan kanan, selang
kateter dan terpasang
spalk di kaki kiri dengan
elastis verban.

2. Kesadaran Tingkat kesadaran Compos Mentis


Glasgow Coma Scale E4M6V5
(GCS) E4M6V5
3. Tanda-tanda vital TD : 159/97 mmHg TD :120/80 mmHg
N : 84 x/menit Nadi : 80 kali/menit
S : 360C RR : 19 kali/menit
RR : 20 x/menit Temp : 36.2 oC
MAP : 117,67 mmHg
4. Kenyamanan/nyeri P: klien mengatakan P : fraktur pada kaki
nyeri pada kaki kiri jika kanan
digerakkan Q : seperti tertusuk
Q: klien mengatakana R : paha kanan
nyeri seperti ditusuk- S :6
tusuk T : Hilang timbul
R:klien mengatakan
nyeri pada kaki kiri yang
patah
S: klien mengatakan
skala nyeri 5
T: nyeri terasa saat
digerakkan dan hilang
saat diistirahatkan.

5. Status Fungsional/ Klien mengatakan susah Total skor 7


Aktivitas dan untuk melakukan miring Dengan kategori tingkat
Mobilisasi Barthel kanan dan miring kiri ketergantungan pasien
Indeks. ,klien bisa duduk dengan adalah ketergantungan
bantuan. berat.
Mengendalikan rangsang
defekasi (BAB) : 2
(mandiri)
Mengendalikan rangsang
berkemih (BAK): 2
(mandiri)
Membersihkan diri (cuci
muka, sisir rambut, sikat
gigi): 0 (butuh
pertolongan orang lain)
Penggunaan jamban,
masuk dan keluar: 1
(Perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan
sendiri kegiatan yang
lain)
Makan: 1 (perlu diolong
memotong makanan)
Berubah sikap dari
berbaring ke duduk: 2
(bantuan)
Berpindah/berjalan: 1
(bisa pindah dengan
kursi roda)
Memakai baju: 1
(sebagian dibantu)
Naik turun tangga: 1
(butuh pertolongan)
Mandi: 0 (tergantung
orang lain)
Total Skor: 11
(Ketergantungan
sedang).

6. Pemeriksaan kepala Finger print di tengah Simetris, kepala bersih,


a. Rambut frontal terdehidrasi, kulit penyebarab rambut
kepala bersih, bentuk merata, warna rambut
kepala oval, tidak hitam mulai beruban dan
ditemukan adanya tidak ada kelainan
penonjolan pada tulang
kepala klien, penyebaran
rambut merata, warna
hitam, tidak mudah patah
dan tidak bercabang,
rambut terlihat cerah.

b. Mata Mata lengkap dan Sklera putih,


simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis,
tidak ada pembengkakan palpebra tidak ada
pada kelopak mata, edema, refleks cahaya +,
kornea mata jernih, pupil isokor.
konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor.
c. Hidung Tidak ada pernafasan Pernafasan cuping
cuping hidung, tidak ada hidung tidak ada, posisi
secret atau sumbatan septum nasal simetris,
pada lubang hidung, lubang hidung bersih,
mukosa merah muda, tidak ada penurunan
tidak ada masalah pada ketajaman penciuman
tulang hidung dan posisi dan tidak ada kelainan
septum nasi ditengah.

d. Rongga Mulut Tidak ada sianosis, tidak Warna bibir merah


ada luka, gigi lengkap, muda, lidah warna
warna lidah merah muda, merah muda, mukosa
mukosa bibir lembab, lembab, ukuran tonsil
letak uvula simetris normal, letak uvula
ditengah. simetris ditengah
e. Telinga Daun telinga simetris Kedua lubang telinga
kanan dan kiri, ukuran bersih tidak
sedang, kanalis telinga mengeluarkan cairan.
tidak kotor dan tidak ada
benda asing, ketajaman
pendengaran baik klien
dapat mendengar suara
gesekan jari.

7. Pemeriksaan Leher Posisi trakea simetris di Tidak ada b enjolan


tengah, tidak ada (tidak terdapat
pembesaran pada pembesara n vena
kelenjar tiroid dan jugularis).
kelenjar lympe, denyut
nadi karotis teraba kuat.
8. Pemeriksaan thorak : Bentuk thorak simetris Keluhan :
Sistem Pernafasan (normal chest), pola Pasien tidak ada keluhan
pernafasan normal dan sesak nafas, nyeri waktu
teratur dengan frekuensi bernafas dan batuk.
pernafasan 20x/menit,
tidak terdapat Inspeksi :
penggunaan otot bantu Bentuk dada simetris,
pernafasan, tidak frekuensi nafas 19
terdapat pernafasan kali/menit, irama nafas
cuping hidung. Pada teratur, pernafasan
pemeriksaan vocal cuping hidung tidak ada,
premitus getaran paru penggunaan otot bantu
kanan dan kiri teraba
nafas tidak ada, pasien
sama kuat, suara perkusi
tidak menggunakan alat
sonor, suara nafas
vesikuler, tidak ada suara bantu nafas.
nafas tambahan. Palpasi :
Vokal premitus teraba
diseluruh lapang paru,
Ekspansi paru simetris,
pengembangan sama di
paru kanan dan kiri,
Tidak ada kelainan.

Perkusi :
Sonor, batas paru hepar
ICS 5 dekstra

Auskultasi :
Suara nafas vesikuler
dan tidak ada suara nafas
tambahan.
9. Pemeriksaan jantung : Tidak ada nyeri dada, a. Tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskuler CRT < 3 detik. Ictus nyeri dada
cordis tidak terlihat, ictus b. Inspeksi
cordis teraba di ICS V Tidak terlihat
linea midclavikula kiri , adanya pulsasi iktus
basic jantung terletak di kordis, CRT < 2
ICS III sterna kanan dan detik dan Tidak ada
ICS III sterna kiri suara sianosis
perkusi redup , pinggang c. Palpasi
jantung terletak di ICS Ictus Kordis teraba di
III sampai V sterna ICS 5 dan Akral
kanan suara perkusi Hangat
redup, apeks jantung d. Perkusi
terletak di ICS V - Batas atas : ICS II
midclavikula kiri suara line sternal dekstra
perkusi redup. Bunyi - Batas bawah : ICS
jantung I terdengar lup V line
dan bunyi jantung II midclavicula
terdengar dup. Tidak ada sinistra
bunyi jantung tambahan. - Batas kanan : ICS
III line sternal
dekstra
- Batas kiri : ICS III
line sternal sinistra
e. Auskultasi
- BJ II Aorta : Dub,
reguler dan
intensitas kuat
- BJ II Pulmonal :
Dub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Trikuspid :
Lub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub,
reguler dan
intensitas kuat
- Tidak ada bunyi
jantung tambahan
Tidak ada kelainan
10. Pemeriksaan Sistem BB: 50 kg a. BB : 55 Kg
Pencernaan dan Status TB: 160 cm b. TB : 150 Cm
Nutrisi IMT: 19 kg/m2 c. Asupan makan tidak
Kategori: berat badan berkurang
ideal d. BAB
Tidak ada penurunan - 1 kali sehari
berat badan dalam 6 - Konsistensi lunak
bulan terakhir dan nafsu e. Diet
makan baik. - Frekuensi makan 3
Saat di rumah klien kali sehari
memiliki kebiasaan - Nafsu makan baik
makan dengan nasi, - Porsi makan habis
sayur, dan lauk sejumlah
1 porsi sedang sekali
makan dengan frekuensi
3 kali sehari pada pagi,
siang, dan malam. Saat
di rumah, klien memiliki
kebiasaan minum
sejumlah ± 1500 ml,
minuman yang diminum
oleh klien berupa air
putih. Di rumah sakit,
klien makan dengan nasi,
sayur, lauk dan buah
sejumlah 1 porsi sedang
sekali makan dengan
frekuensi 3 kali sehari
pada pagi, siang, dan
malam. Saat di rumah
sakit, klien minum
sejumlah ± 1500 ml,
minuman yang diminum
oleh klien berupa air
putih. Klien tidak
memiliki pantangan atau
alergi, tidak memiliki
kesulitan dalam
mengunyah dan menelan,
tidak ada mual dan
muntah. Semenjak sakit,
klien dapat makan
sendiri.

Abdomen Bentuk abdomen datar, Inspeksi


tidak ada benjolan atau Inspeksi : bentuk bulat,
massa, tidak ada tidak ada bayangan vena,
bayangan pembuluh tidak terlihat adanya
darah, peristaltik usus 7 benjolan abdomen, tidak
x/menit, tidak ada nyeri ada luka operasi pada
tekan, tidak ada abdomen, dan tidak
pembesaran pada hepar terpasang drain
dan lien. Pada titik Mc.
Burney tidak ditemukan Auskultasi
nyeri tekan, tidak ada Peristaltik
acites. Suara abdomen 16 kali/menit
timpani.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba adanya
massa, dan tidak ada
pembesaran pada hepar
dan lien

Perkusi
Shifting Dullness tidak
ditemukan
Tidak ada nyeri pada
pemeriksaan perkusi
ginjal

11. Sistem Persyarafan Status memori panjang, a. Memori : Panjang


perhatian dapat b. Perhatian : Dapat
mengulang, bahasa baik, mengulang
dapat berorientasi pada c. Bahasa : komunikasi
orang, tempat dan waktu, verbal menggunakan
tidak ada keluhan pusing, bahasa Indonesia
istirahat tidur 6-7 d. Kognisi dan
jam/hari. Klien tidak ada Orientasi : dapat
kesulitan dalam istirahat mengenal orang,
tidur. tempat dan waktu
Pada pemeriksaan saraf e. Refleks Fisiologis
kranial, nervus I klien - Achilles : 2
dapat membedakan bau – - Bisep : 2
bauan, pada nervus II - Trisep : 2
klien dapat melihat dan - Brankioradialis : 2
membaca tanpa f. Tidak ada keluhan
menggunakan kacamata, pusing
pada nervus III klien g. Istirahat/ tidur 6
dapat menggerakkan jam/hari
bola mata ke bawah dan h. Pemeriksaan syaraf
ke samping, pada nervus kranial
IV pupil klien mengecil - N1 : Pasien
saat dirangsang cahaya, mampu
pada nervus V klien membedakan bau
dapat merasakan sensasi - minyak kayu putih
halus dan tajam, pada dan alkohol
nervus VI klien mampu - N2 : Pasien
melihat benda tanpa mampu melihat
menoleh, pada nervus dalam jarak 30 cm
VII klien bisa senyum - N3 : Pasien
dan menutup kelopak mampu
mata dengan tahanan, mengangkat
pada nervus VIII klien kelopak mata
dapat mendengar - N4 : Pasien
gesekan jari, pada nervus mampu
IX uvula klien berada menggerakkan
ditengah dan simetris, bola mata kebawah
pada nervus X klien - N5 : Pasien
dapat menelan, pada mampu
nervus XI klien bisa mengunyah
melawan tahanan pada - N6 : Pasien
pipi dan bahu, pada mampu
nervus XII klien dapat menggerakkan
menggerakkan lidah. mata kesamping
- N7 : Pasien
mampu tersenyum
dan mengangkat
alis mata
- N8 : Pasien
mampu mendengar
dengan baik
- N9 : Pasien
mampu
membedakan rasa
manis dan asam
- N10 : Pasien
mampu menelan
- N11 : Pasien
mampu
menggerakkan
bahu dan melawan
tekanan
- N12 : Pasien
mampu
menjulurkan lidah
dan menggerakkan
lidah keberbagai
arah

12. Sistem Perkemihan Bersih, tidak ada keluhan a. Kebersihan : Bersih


kencing. Klien terpasang b. Kemampuan
kateter ukuran nomor berkemih :
18, produksi urine 1000 Menggunakan alat
ml/hari, warna kuning bantu
dan bau khas. Tidak ada - Jenis : Folley
nyeri tekan dan Chateter
pembesaran pada - Ukuran : 18
kandung kemih. - Hari ke – 5
- Produksi urine
2400ml/hari
- Warna : Kuning
cerah
- Bau : Khas urine
c. Tidak ada distensi
kandung kemih
d. Tidak ada nyeri
tekan pada kandung
kemih
13. Sistem Pergerakan sendi a. Pergerakan sendi
muskuloskeletal dan terbatas, otot simetris bebas
Integumen kanan dan kiri. b. Kekuatan otot
Pada pemeriksaan tangan 5 5
kanan, tangan kiri dan
kaki kanan didapatkan 3 5
kekuatan otot 5,
sedangkan pada kaki kiri
didapatkan kekuatan otot c. Tidak ada kelainan
2. Klien masih bisa tulang belakang
menggerakkan jari-jari d. Post Oprasi ORIF
dan pergelangan kaki. femur hari ke 6
5 5 e. Turgor kulit baik
f. Terdapat Luka
5 2 dengan panjang 20
cm
CRT < 3 detik. g. Terdapat 3 jahitan
Tidak terdapat h. Edema pada kaki
peradangan dan ruam kanan
pada kulit. i. Nilai risiko
Pada penilaian risiko dekubitus , pasien
decubitus, persepsi dalam kategori
sensori 4 yaitu tidak ada rendah yaitu dengan
gangguan, kelembaban 4 15
yaitu jarang basah,
aktivitas 1 yaitu bedfast,
mobilisasi 1 yaitu
immobile sepenuhnya,
nutrisi 4 yaitu sangat
baik, gesekan dan
pergeseran 2 yaitu
potensial bermasalah,
total nilai 16 yaitu low
risk.

14. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran


pada kelenjar tyroid dan kelenjar tyroid, getah
kelenjar getah bening. bening dan trias DM
Tidak terdapat riwayat
luka sebelumnya dan
riwayat amputasi
sebelumnya.

15. Seksualitas dan Bentuk payudara simetris Bentuk payudara


Reproduksi kanan dan kiri, warna simetris kanan dan kiri,
a. Payudara aerola kehitaman, tidak warna aerola kehitaman,
ada benjolan pada axilla tidak ada benjolan pada
dan clavikula. axilla dan clavikula.

b. Genitalia Klien mengatakan sudah Genetalia klien normal,


menikah. tidak ada luka.

16. Keamanan Lingkungan Penilaian risiko klien Total skor penilaian


jatuh dengan skala risiko pasien jatuh
morse. dengan skala morse
Riwayat jatuh yang baru adalah 55
atau 3 bulan terakhir
yaitu 25 (ya), diagnosa
sekunder lebih dari 1
diagnosa yaitu 0 (tidak),
menggunakan alat bantu
yaitu 0 (bedrest),
menggunakan IV dan
kateter yaitu 20 (ya),
kemampuan berjalan
yaitu 10 (lemah), status
mental yaitu 0 (orientasi
sesuai kemampuan diri),
total skor yaitu 55
(Risiko).
17. Personal hygiene Saat di rumah klien a. Mandi 1 kali sehari
memiliki kebiasaan b. Pasien tidak pernah
mandi sebanyak 2 kali keramas
sehari, sikat gigi c. Kuku pasien telihat
sebanyak 2 kali sehari Panjang
dan keramas sebanyak 1 d. Ganti pakaian 2
kali sehari, memotong kali sehari
kuku seminggu sekali e. Sikat gigi 1 hari
saat panjang. Di rumah sekali
sakit, klien diseka 2 kali
sehari,menggosok gigi 2
kali sehari. Klien terlihat
bersih dan rapi. Klien
tidak memiliki kebiasaan
merokok dan meminum
minuman beralkohol.

Berdasarkan tabel 4.2 ditemukan data dari pemeriksaan

kenyamanan dan nyeri pada klien 1 didapatkan nyeri pada kaki kiri

jika digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada kaki kiri yang

patah, skala nyeri 5, nyeri terasa saat digerakkan dan hilang saat

diistirahatkan. Sedangkan pada klien 2 didapatkan nyeri pada paha

kanan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan nyeri yang

dirasakan terus menerus.

Pemeriksaan status fungsional dan aktivitas dan mobilisasi barthel

indeks pada klien 1 total skor nya adalah 11 (ketergantungan sedang)

sedangkan pada klien 2 total skornya adalah 7 (ketergantugan berat).

Pemeriksaan muskuloskeletal dan integument pada klien 1

pemeriksaan tangan kanan, tangan kiri dan kaki kanan didapatkan

kekuatan otot 5, sedangkan pada kaki kiri didapatkan kekuatan otot 2.

Terpasang spalk pada kaki kiri. Sedangkan pada klien 2 pemeriksaan

tangan kanan, tangan kiri, kaki kiri didapatkan kekuatan otot 5,

sedangakan kaki kanan didapatkan kekuatan otot 3.


Pemeriksaan keamanan lingkungan pada klien 1 dengan skala

morse didapatkan total skor yaitu 55 (resiko), sedangkan klien 2

penilaian keamanan lingkungan dengan skala morse didapatkan total

skor yaitu 55 (Risiko).

Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 1 tidak

ditemukan masalah selama di rumah sakit. Personal hygiene pada

klien 1, saat dirumah sakit klien diseka oleh keluarganya sebanyak 2

kali sehari, sedangkan Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan

pada klien 2 didapatkan data bahwa klien mandi 1 kali sehari, tidak

pernah keramas, kuku pasien telihat panjang, Ganti pakaian 2 kali

sehari dan sikat gigi 1 hari sekali.

Tabel 4.3 hasil pemeriksaan penunjang pada klien 1 di RSUD dr.


Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Pemeriks aan
Penunjang Klien 1 Klien 2

Laboratorium Pada tanggal 8 April 2019 Pada tanggal 27 April


a. Hemoglobin: 11.11 2019
(13.0 – 18.0) a. Leukosit 5,57
b. Leukosit: 9.48 (4.00 - b. Eritrosit 3,62
10.00) c. Hemoglobin 14,5
c. Hematokrit: 33,2 (40.0 d. Hematokrit 30,0
– 54.0) e. PLT 338
d. Trombosit: 296 (150- f. Glukosa sewaktu 102
450) g. Ureum 22,6
e. GDS: 135 (< 200) h. Kreatinin 0,7
i. Natrium 139

Tanggal 30 April 2019


a. Leukosit 5,68
b. Eritrosit 3,66
c. Hemoglobin 14,6
d. Hematokrit 30,6
e. PLT 410
f. Glukosa Sewaktu 115
g. Ureum 30,4
Rontgen Pada tanggal 08 April Hasil Rontgen Pasien 1
2019 (Ny.E) pada tanggal 29
Pada hasil pemeriksaan April 2019 yaitu tampak
ditemukan Close fraktur fraktur komunitif 1/3
fibula sinistra setegah distal os femur kanan,
distal terpasang internal fiksasi,
aligament cukup baik,
Trabekulasi tulang
tampak baik.
Kesimpulan : fraktur
komunitif 1/3 distal os
femur kanan, terpasang
internal fiksasi, aligament
cukup baik

EKG Tidak ada Tidak ada


USG Tidak ada Tidak ada
Lain-lain Tidak ada Tidak ada

Berdasarkan tabel 4.3 ditemukan data dari pemeriksaan penunjang

pada klien 1 didapatkan nilai hemoglobin rendah yaitu 11.11 dan nilai

hematokrit rendah yaitu 33.2%. Hasil pemeriksaan rontgen didapatkan

pada klien 1 ditemukan Close fraktur femur sinistra setengah distal,

sedangkan pada klien 2 ditemukan fraktur pada femur dextra.

Tabel 4.4 hasil penatalaksanaan terapi pada Klien 1 di RSUD dr.


Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Klien 1 Klien 2

Pada tanggal 3 Maret 2019 1. Santagesik 1 gr (3x1)


1. Ketorolac 3x30 mg 2. Ceftriaxone 1 gr (2x1)
2. Amlodipin 10 mg 3. Ranitidine 2 ml (3x1)
3. Novorapid 3 x 6 unit
4. Micardic 80 mg
5. Lantus 10 unit

Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan data penatalaksanan terapi

pemberian obat pada klien 1 yaitu ketorolac, amlodipine, novorapid,


micardic, lantus dan Intravenous fluid drop (IVFD). Sedangkan pada

klien 2 yaitu santagesik, ceftriaxone dan ranitidine

Tabel 4.5 Analisa Data Pada Pasien 1 dengan Close fraktur


fibula sinistra setengah distal di ruang flamboan B
RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo

Masalah
No
Data Etiologi Keperawata
.
n
1. Data Subjektif : Agen pencedera Nyeri akut
a) Klien mengatakan fisik
nyeri pada kaki
sebelah kiri mulai
terasa
P: nyeri pada kaki
kiri
Q: nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R: nyeri pada paha
kiri di area operasi
S: skala nyeri 5
T: nyeri yang
dirasakan hilang
timbul
Data Obyektif:
a) Ekspresi wajah
sesekali meringis
menahan nyeri
b) Klien tampak
bersikap protektif
c) TTV:
TD: 120/70 mmHg
N: 78x/menit
S: 36,60C
RR: 20x/menit
2. Subyektif Prosedur invasive Gangguan
(tidak tersedia) integritas kulit/
Obyektif jaringan
a) Terdapat luka
jahitan operasi di
paha kiri, tidak ada
rasa panas dan
pembengkakan,
terdapat sedikit
kemerahan di area
luka operasi
b) Klien tampak
sesekali meringis
akibat nyeri.
3. Subyektif gangguan Gangguan
Masalah
No
Data Etiologi Keperawata
.
n
a) Klien mengatakan musculoskeletal mobilitas fisik
kaki kirinya belum
bisa digerakkan
tetapi masih bisa
merasakan
sentuhan dan jari-
jari kaki bisa
digerakkan.
b) Klien mengatakan
susah untuk
melakukan miring
kiri dan miring ke
kanan
c) Klien mengatakan
nyeri pada kaki
sebelah kiri mulai
terasa
Obyektif
a) Kekuatan otot
5 5

5 2
b) Total skor
pada
mobilisasi
barthel
indeks: 11
(ketergantung
an sedang)
c) Pergerakan
sendi terbatas
4. Subyektif kondisi pasca operasi Risiko jatuh
-
Obyektif
a) Terpasang infus di
tangan kanan, DC
b) Total skor risiko
jatuh dalam skala
morse: 55 (risiko)
c) Pergerakan sendi
terbatas
d) Kekuatan otot
5 5

5 2

Tabel 4.6
Analisa data pasien II ( Tn. B ) dengan post fraktur femur
di ruang cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda tahun 2019
No
Data Etiologi Masalah Keperawatan
.
Data Subjektif : Agen pencedra fisik (D. 0077) Nyeri akut
a. Pasien mengatakan
nyeri pada kaki
kanan bagian paha
nyeri yang
dirasakan pasien
seperti ditusuk
tusuk dengan
sekala nyeri 5 dan
nyeri yang
1. dirasakan hilang
timbul dengan
durasi nyeri saat
nyeri muncul
sekitar 1 – 2 menit
Data Objektif :
a. Wajah pasien
terlihat meringis
b. Terpasang perban
dikaki kanan
c. Pasien menderita
fraktur femur
2. Data Subjektif : Gangguan (D.0054) Gangguan
a. Pasien mengatakan Muskulosekletal mobilitas fisik
sulit bergerak
karena keadaan
kakinya yang
fraktur
b. Pasien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas normal
seperti biasanya
karena fraktur
tersebut
c. Pasien mengatakan
belum bias
menapakan telapak
kaki kanannya
d. Pasien mengatakan
kesulitan berpindah
dari duduk ke
berdiri
Data Objektif :
a. Pasien menderita
fraktur pada kaki
kanan
b. Aktivitas pasien
telihat dibantu oleh
keluarga
No
Data Etiologi Masalah Keperawatan
.
c. Pasien terlihat
kesulitan
membolak balikan
posisi
d. Kekutan otot pada
kaki kanan 3 selain
itu 5
e. Tepasang balutan
perban pada paha
kanan
Data Subjektif : Penurunan Aliran (D.0009) Perfusi Perifer
a. Pasien mengatakan Arteri dan /atau Vena Tidak Efektif
nyeri ekstremitas (edema)
b. Pasien mengtakan
kadang kadang
kakinya keram
3.
c. Pasien mengatakan
kakinya bengkak
Data Objektif :
a. Terlihat edema
pada kaki kanan
pasien
4. Data Subjektif : Kelemahan (D.0109) Defisit
a. Pasien Perawatan Diri
mengatakan sulit
untuk merawat diri
karena
keterbatasan
pergerakan
b. Pasien
mengatakan sehari
hanya 1 kali di
seka
Data Objektif :
a. Pasien dalam
memenuhi
kebutuhan
personal hygiene
dibatu oleh
keluarga
b. Pasien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan
diapers
c. Pasien terpasang
cateter
d. Skor barthel indeks
dengan kategori
tingkat
ketergantungan
total dengan skor 3
No
Data Etiologi Masalah Keperawatan
.

Skala morse pasien 55 Dibuktikan dengan (D.0143) Risiko Jatuh


(resiko tinggi), pasien kekuatan otot
ada riwayat jatuh , menurun
5. pasien terpasang sekang
kateter, infus, dan
pasien berpegangan
dinding saat berjalan

b. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.6 Diagnosa Keperawatan pada klien 1 dengan Post Operatif


Fraktur di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
dan klien 2 dengan Post Operatif Fraktur di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Klien 1 Klien 2
Hari/ Hari/
No. Diagnosa Diagnosa
tanggal tanggal
Keperawatan Keperawatan
ditemukan ditemukan
Post Operatif
1 Senin,8 Nyeri akut b.d agen Kamis,2 (D.0077) Nyeri akut
April 2019 pencedera fisik Mei 2019 berhubungan dengan
(prosedur operasi ) agen pencedera fisik
dibuktikan dengan
wajah pasien tampak
meringis dan pasien
mengeluh nyeri pada
kaki kanan dengan
sekala nyeri 6 dan
durasi nyeri saat timbul
1-2 menit.

2 Senin,8 Gangguan integritas Kamis,2 (D.0054) Gangguan


April 2019 kulit/ jaringan b.d Mei 2019 mobilitas fisik
prosedur invasif berhubungan dengan
. gangguan
muskulosekletal yang
dibuktikan dengan
mengeluh sulit
menggerakan
ekstremitas, kekuatan
otot menurun, dan
Rentang Gerak (ROM)
menurun
3 Senin,8 Gangguan mobilitas Kamis,2 (D.0009) Perfusi
April 2019 fisik b.d gangguan Mei 2019 Perifer Tidak Efektif
musculoskeletal berhubungan dengan
penurunan aliran arteri
dan/atau vena
4 Senin,8 Risiko jatuh d.d kondisi (D.0109) Defisit
April 2019 pasca operasi perawatan diri
berhubungan dengan
kelemahan yang
dibuktikan pasien tidak
mampu
mandi,menggunakan
pakaian,makan, ke
toilet, dan berhias
secara mandiri, dan
minat untuk melakukan
peawatan diri kurang
5 Kamis,2 (D.0143) Risiko Jatuh
Mei 2019 yang dibuktikan
dengan sekala morse
pada pasien 55 ( resiko
tinggi), dan pasien
menggunakan atau
terpasang selang
katater dan infus.

Berdasarkan tabel 4.5 setelah melakukan pengkajian dan

menganalisis data pada klien 1 dan klien 2, ditemukan diagnosa

keperawatan Post operasi Fraktur yang muncul pada klien 1 tanggal 8

April 2019 dan klien 2 tanggal 2 Mei 2019. Pada klien 1 muncul 4

diagnosa keperawatan dan pada klien 2 muncul 5 diagnosa

keperawatan.
b. Perencanaan

Tabel 4.6 Perencanaan pada klien 1 dengan Post Operatif


Fraktur di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
dan klien 2 dengan Post Operatif Fraktur di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Hari/ Dx Tujuan dan Kriteria Perencanaan


Tanggal Keperawatan Hasil
Klien 1 Post operasi
Senin, Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri ( I.08238)
8 April agen keperawatan selama 1 x 8 Observasi
2019 pencedera fisik jam maka tingkat nyeri 1.1 Identifikasi lokasi ,
(prosedur menurun dengan kriteria karakteristik,durasi ,
operasi) hasil : frekuensi ,kualitas dan
a. Mampu intesitas nyeri
mengontrol nyeri 1.2 Identifikasi skala nyeri
(mampu 1.3 Identifikasi respon nyeri
menggunakan non verbal
tehnik non 1.4 Identifikasi factor yang
farmakologi) memperberat dan
b. Melaporkan memperingan nyeri
bahwa nyeri Terapeutik
berkurang 1.5 Berikan teknik
c. Menyatakan rasa nonfarmakologis untuk
nyaman setelah mengurangi rasa nyeri
nyeri berkurang 1.6 Kontrol lingkungan
d. Tanda-tanda vital yang memperberat nyeri
dalam rentang Edukasi
normal 1.7 Ajarkan teknik non
farmakologi (nafas
dalam)
Kalaborasi
1.8 Kalaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
Senin, Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan intergritas kulit
8 April integritas keperawatan selama 3x24 (I.11353)
2019 kulit/jaringan jam maka integritas kulit Observasi
b.d prosedur dan jaringan meningkat 2.1 Identifikasi
invasif dengan kriteria hasil: karakteristik luka
a. Tidak ada tanda- Terapeutik
tanda infeksi 2.2 Lakukan perawatan
b. Menunjukkan luka dengan tehnik
pemahamandalam steril
proses perbaikan 2.3 Pertahankan tehnik
kulit dan steril saat
mencegaha melakukan
terjadinya cedera perawatan luka
berulang Edukasi
c. Menunjukkan 2.4 Jelaskan tanda dan
terjadinya proses gejala infeksi
penyembahan luka 2.5 anjurkan
mengkomsumsi
makanan tinggi
protein dan kalori
Senin, Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
8 April mobilitas fisik keperawatan selama 3x 24 (I.05173)
2019 b.d gangguan jam maka mobilitas fisik Observasi
muskuloskelet meningkat dengan kriteria 3.1 Identifikasi kemampuan
al hasil : klien dalam mobilisasi
1) klien meningkat 3.2 Monitor ttv
dalam aktivitas fisik Terapeutik
2) mengerti tujuan dari 3.3 Libatkan keluarga untuk
peningkatan mobiltas membantu klien dalam
3) memverbalisasikan meningkatan pergerakan
perasaan dalam Edukasi
meningkatkan 3.4 Anjurkan Melakukan
kekutan dari mobilisasi dini
kemampuan 3.5 Ajarkan mobilisasi
berpindah sederhana yang harus
dilakukan(mis.duduk
tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
Senin, Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh ( I.14540)
8 April d.d kondisi keperawatan selama 1 x 24 Observasi
2019 pasca operasi jam maka tingkat jatuh 4.1 Identifikasi factor resiko
menurun (L.14138) jatuh.
dengan kriteria hasil : 4.2 Hitung risiko jatuh
1) Perilaku pencegahan dengan menggunakan
jatuh : tindakan skala (mis. fall morse
individu dan pemberi scale).
asuhan untuk Terapeutik
meminimalkan factor 4.3 Pasang handrall tempat
resiko yang dapat tidur.
memcu jatuh 4.4 Atur tempat tidur
2) Kejadian jatuh tidak mekanis posisi rendah.
ada Edukasi
3) Pemahaman 4.5 Anjurkan memanggil
pencegahan jatuh perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah.

Klien 2
Kamis, 2 (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Mei 2019 Nyeri akut keperawatan selama 3x8 Observasi
berhubungan jam maka tautan nyeri 1.1 Identifikasi factor
dengan agen meningkat dengan kriteria pencetus dan pereda
pencedera hasil: nyeri
fisik. 1. Melaporkan nyeri 1.2 Monitor kualitas nyeri
terkontrol meningkat 1.3 Monitor lokasi dan
2. Kemampuan mengenali penyebaran nyeri
onset nyeri meningkat 1.4 Monitor intensitas nyeri
3. Kemampuan dengan menggunakan
menggunakan teknik skala
nonfarmakologis 1.5 Monitor durasi dan
meningkat frekuensi nyeri
4. Keluhan nyeri Teraupetik
penggunaan analgesik 1.6 Ajarkan Teknik
menurun nonfarmakologis untuk
5. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
6. Frekuensi nadi 1.7 Fasilitasi istirahat dan
membaik tidur
7. Pola nafas membaik Edukasi
8. Tekanan darah 1.8 Anjurkan memonitor
membaik nyeri secara mandiri
1.9 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
1.10 Kolaborasi pemberian
obat analgetik
Kamis, 2 (D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
Mei 2019 Gangguan keperawatan selama 3x8 Observasi
mobilitas fisik jam mobilitas fisik 2.1 Identifikasi kemampuan
berhubungan meningkat dengan kriteria pasien beraktivitas
dengan hasil: 2.2 Monitor kondisi umum
gangguan 1. Pergerakan ekstremitas selama melakukan
muskuloseklet meningkat mobilisasi
al 2. Kekuatan otot Teraupetik
meningkat 2.3 Fasilitasi aktivitas
3. Rentang gerak (ROM) mobilisasi dengan alat
meningkat bantu ( mis. Pagar
a. Kelemahan fisik tempat tidur )
menurun 2.4 Fasilitasi melakukan
pergerakan jika perlu
2.5 Libatkan keluarga dalam
merencanakan dan
memelihara program
latihan fisik
Edukasi
2.6 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2.7 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
2.8 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan

Kamis, 2 (D.0009) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi


Mei 2019 Perfusi Perifer keperawatan selama 3x8 Observasi
Tidak Efektif jam perfusi Perifer 3.1 Periksa sirkulasi perifer
berhubungan meningkat dengan kriteria (nadi perifer, edema )
dengan hasil: 3.2 Monitor panas,
penurunan a. Denyut nadi kemerahan, nyeri, atau
aliran arteri perifer meningkat bengkak pada
dan/atau vena b. Penyembuhan ekstremitas
luka meningkat teraupetik
c. Edema perifer 3.3 Hindari pemasangan
menurun infus atau pengambilan
d. Nyeri ekstremitas darah di area
menurun keterbatasan perfusi
3.4 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3.5 Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
3.6 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
3.7 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Kolaborasi
3.8 Kolaborasi pemberian
antibiotic
Kamis, 2 (D.0109) Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan Diri
Mei 2019 Defisit keperawatan selama 3x8 Observasi
perawatan diri jam perawatan diri 4.1 Identifikasi kebiasaan
berhubungan meningkat dengan kriteria aktivitas perawatan diri
dengan hasil : sesuai usia
kelemahan a. Kemampuan 4.2 Monitor tingkat
mandi meningkat kemandirian
b. Kemampuan 4.3 Identifikasi kebutuhan
mengenakan alat bantu kebersihan
pakaian meningkat diri, berpakaian, dan
c. Kemampuan berhias.
makan meningkat Teraupetik
d. Verbalisasi 4.4 Sediakan lingkungan
keinginan yang teraupetik (mis.
melakukan Privasi pasien)
perawatan diri 4.5 Dampingi dalam
meningkat melakukan perawatan
e. Mempertahankan diri sampai mandiri.
kebersihan diri 4.6 Bantu jika tidak mampu
meningkat melakukan perawatan
diri
4.7 Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan.
Kamis, 2 (D.0143) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh
Mei 2019 Risiko Jatuh keperawatan 3x8 jam Observasi
yang tingkatan jatuh meningkat 5.1 Identifikasi factor resiko
dibuktikan dengan kriteria hasil : jatuh
dengan : 1. Tidak jatuh dari 5.2 Identifikasi factor
Pasien tempat tidur lingkungan yang
terpasang meningkat meningkatkan factor
selang kateter, 2. Tidak jatuh saat resiko jatuh
selang infus berjalan meningkat 5.3 Hitung resiko jatuh
dan skala 3. Kemampuan dengan menggunakan
morse 55 mengidentifikasi skala morse
factor resiko Teraupetik
meningkat 5.4 Orientasikan ruangan
4. Kemampuan pada pasien dan
melakukan strategi keluarga
control resiko 5.5 Pastikan roda tempat
meningkat tidur dan kursi roda
dalam kondisi terkunci
5.6 Pasang handralltempat
tidur
Edukasi
Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah.

Berdasarkan tabel 4.6 setelah membuat perencanaan tindakan

asuhan keperawatan sesuai dengan masing-masing diagnosa yang

ditemukan pada klien 1 dan klien 2, selanjutnya melakukan pelaksanaan

tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2.

d. Pelaksanaan

Tabel 4.8 I mplementasi Keperawatan Klien 1 dengan Post Operatif


Operasi Fraktur di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan

Waktu
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pelaksanaan
Senin,
8 April 2019 Melakukan pengkajian DS:
14.30 Wita 1.1 Mengidentifikasi lokasi , 1) Klien mengatakan selesai
karakteristik,durasi , operasi sekitar jam 14.00
frekuensi ,kualitas dan 2) Klien mengatakan masih
intesitas nyeri terasa nyeri pada kaki kiri
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri P: nyeri pada kaki kiri jika
1.3 Mengidentifikasi respon nyeri digerakkan
non verbal Q: nyeri seperti ditusuk-
2.1 Mengidentifikasi tusuk
karakteristik luka R: nyeri pada paha kiri yang
3.1 mengidentifikasi patah
kemampuan klien dalam S: skala nyeri 5
mobilisasi T: nyeri terasa saat kaki
3.2 Memonitor ttv digerakkan dan hilang saat
4.1 Mengidentifikasi factor diistirahatkan
resiko jatuh. 3) Klien mengatakan susah
4.2 Menghitung risiko jatuh melakukan miring kanan
dengan menggunakan skala dan miring kiri bisa duduk
(mis. fall morse scale). dengan bantuan
4) Klien mengatakan kaki
kirinya susah digerakkan
dan jika digerakkan terasa
nyeri tetapi masih bisa
merasakan sentuhan, jari-
jari dan pergelangan kaki
bisa digerakkan
DO:
1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Klien tampak bersikap
protektif
3) Karakteristik luka :
Panjang luka 10 cm
Tidak ada udem
Warna kulit disekitar luka
tampak sedikit kemerahan
4) TTV:
TD: 159/79 mmHg
N: 84x/menit
S: 360C
RR: 20x/menit
5) Fall morse scall 55 (resiko)

16.10 1.7 Mengajarkan teknik non DS:


farmakologi (nafas dalam) 1) Klien mengatakan paham
2.4 Mejelaskan tanda dan gejala cara melakukan tehnik nafas
infeksi dalam
3.5 Mengajarkan mobilisasi 2) Klien mengatakan mengerti
sederhana yang harus tanda dan gejala infeksi
dilakukan(mis.duduk tempat 3) Klien mengatakan paham
tidur, duduk di sisis tempat bagaimana cara duduk
tidur, pindah dari tempat ditempat tidur.
tidur ke kursi). 4) Klien mengatakan paham
4.5 Menganjurkan memanggil dengan anjuran perawat
perawat jika membutuhkan DO:
bantuan untuk berpindah. 1) Klien tampak mengerti
dengan apa yang diajarkan
oleh perawat
2) Klien menyebutkan kembali
tanda dan gejala infeksi
yaitu panas, nyeri, bengkak,
dan kemerahan

17.45 1.4 Mengidentifikasi factor yang DS


memperberat dan 1) Klien mengatakan yang
memperingan nyeri memperberat nyeri ketika
1.8 Kalaborasi pemberian kaki yang cedera digerakkan
analgetik,jika perlu 2) Klien mengatakan paham
2.5 Menganjurkan dengan anjuran yang
mengkomsumsi makanan disampaikan perawat
tinggi protein dan kalori DO:
4.3 Memasang handrall tempat 1) Kolaborasi obat analgetik
tidur yaitu ketorolac
2) Handrall tempat tidur
terkunci

DS :
19.10 1.5 Memberikan teknik 1) Klien mengatakan merasa
nonfarmakologis untuk sedikit nyaman setelah
mengurangi rasa nyeri melakukan tenik nafas
3.3 Melibatkan keluarga untuk dalam
membantu klien dalam DO:
meningkatan pergerakan 1) Keluarga klien membant
4.4 Mengatur tempat tidur dalam pengaturan posisi
mekanis posisi rendah. klien yaitu posisi semi
fowler
2) Tempat tidur dalam posisi
rendah

Ds:
20.45 1.1 Mengidentifikasi lokasi , 1) P : Klien mengatakan nyeri
karakteristik,durasi , dirasa ketika kaki
frekuensi ,kualitas dan digerakkan
intesitas nyeri Q : Klien mengatakan nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri seperti ditusuk-tusuk
1.3 Mengidentifikasi respon R : klien megatakan nyeri di
nyeri non verbal bagian kaki kiri
3.2 Memonitor ttv S : Klien mengatakan skala
nyeri 5
T : klien mengatakan nyeri
dirasa hilang timbul
2) Klien mengatakan bersedia
untuk di periksa
DO:
1) Sesekali klien tampak
meringis dan gelisah akibat
nyeri
2) TTV:
TD : 140/80 mmHg
N : 99 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c

Selasa, 9 April
2019
14.30 Visite keperawatan S:
1.1 Mengidentifikasi lokasi , 1) Klien mengatakan nyeri
karakteristik,durasi , pada kaki sebelah kiri mulai
frekuensi ,kualitas dan terasa
intesitas nyeri P: nyeri pada kaki kiri
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri ketika digerakkan
1.3 Mengidentifikasi respon nyeri Q: nyeri seperti ditusuk-
non verbal tusuk
2.1 Mengidentifikasi penyebab R: nyeri pada paha kiri dan
gangguan intergritas kulit betis kiri di area operasi
3.1 Mengidentifikasi kemampuan S: skala nyeri 4
klien dalam mobilisasi T: nyeri yang dirasakan
4.1 Mengidentifikasi factor hilang timbul
resiko jatuh. 2) Klien mengatakan kaki
4.2 Menghitung risiko jatuh kirinya sudah mulai bisa
dengan menggunakan skala digerakkan tetapi belum
(mis. fall morse scale). terlalu kuat
3) Klien mengatakan kaki
kirinya belum terlalu bisa
digerakkan tetapi masih bisa
merasakan sentuhan dan
jari-jari kaki bisa
digerakkan
4) Klien mengatakan sudah
bisa sedikit-sedikit untuk
miring ke kiri tetapi untuk
miring ke kanan belum
terlalu bisa
O:
1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Terdapat luka jahitan
operasi di paha kiri, tidak
ada rasa panas dan tidak ada
pembengkakan
3) Terdapat sedikit kemerahan
di area luka operasi pada
betis kiri
4) Kekuatan otot
5 5

5 2
5) Pergerakan sendi terbatas
6) Total skor pada mobilisasi
barthel indeks: 7
(ketergantungan berat)
7) Total skor risiko jatuh
dalam skala morse: 55
(risiko)
A:
1) Nyeri akut belum teratasi
2) Gangguan integritas
kulit/jaringan belum teratasi
3) Gangguan mobilitas fisik
belum teratasi
4) Risiko jatuh belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
DX 1, DX 2, DX 3, DX 4

15.00 1.4 Merikan teknik DS:


nonfarmakologis untuk 1) Klien mengatakan setelah
mengurangi rasa nyeri melakukan tehnik nafas
2.1 Menjelaskan tanda dan gejala dalam klien sedikit merasa
infeksi nyaman
3.2 Memonitor Ttv 2) Klien mengatakan tanda dan
3.3 Menganjurkan Melakukan ejala infeksi adalah panas,
mobilisasi dini sakit, bengkak dan
4.5 Menganjurkan memanggil kemerahan
perawat jika membutuhkan 3) Klien paham dan akan
bantuan untuk berpindah melaksanakan anjuran
perawat .
DO:
1) Klien tampak sedikit lebih
tenang.
2) Klien tampak paham dengan
apa yang dianjurkan oleh
perawat.
3) TTV
TD: 140/90 mmHg
N: 98x/menit
S: 36,60C
RR: 20x/menit

18.00 1.6 Mengontrol lingkungan yang DS:


memperberat nyeri 1) Klien mengatakan suhu
1.8 Mengkolaborasi pemberian ruangan tidak terlalu dingin
analgetik dan tidak terlau panas
3.2 Melibatkan keluarga untuk 2) Keluarga klien mengatakan
membantu klien dalam selalu membantu klien
meningkatan pergeraka dalam meningkatkan
4.3 Memasang handrall tempat pergerakan
tidur. DO:
4.4 Mengatur tempat tidur 1) Pemberian analgerik
mekanis posisi rendah. ketorolac
2) Handrall tempat tidur
terpasang
3) Tempat tidur dalam posisi
rendah

19.20 1.2 Mengidentifikasi skala nyeri DS:


1.3 Mengidentifikasi respon 1) Klien mengatakan skala
nyeri non verbal nyerinya 4
2.5 Menganjurkan 2) Klien mengatakan paham
mengkomsumsi makanan dengan apa yang dianjurkan
tinggi protein dan kalori perawat
4.5 Menganjurkan memanggil DO:
perawat jika membutuhkan 1) Klien sesekali tampak
bantuan untuk berpindah meringis dan gelisah
2) Klien tampak paham dengan
\ anjuran perawat

20.45 1.5 Memberikan teknik DS:


nonfarmakologis untuk 1) Klien mengatakan
mengurangi rasa nyeri merasakan nyaman setelah
3.5 Mengjarkan mobilisasi melakukan tehnik nafas
sederhana yang harus dalam
dilakukan(mis.duduk tempat 2) Klien mengatakan paham
tidur, duduk di sisis tempat cara melakukan mobilisasi
tidur, pindah dari tempat tidur sederhana
ke kursi) DO:
4.3 Memasang handrall tempat 1) Klien tampak tenang
4.4 tidur. 2) Klien tampak megerti
dengan apa yang diajarkan
3) Handrall tempat tidur
tampak terpasang

22. 10 Mengganti cairan infus DS:


1.1 Mengidentifrikasi lokasi , 1) P : Klien mengatakan nyeri
karakteristik,durasi , dirasa ketika kaki
frekuensi ,kualitas dan digerakkan
intesitas nyeri
Q : Klien mengatakan nyeri
1.3 Mengidentifikasi respo nyeri
seperti ditusuk-tusuk
non verbal
1.6 Mengontrol lingkungan yang R : klien megatakan nyeri di
memperberat nyeri bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala
nyeri 4
T : klien mengatakan nyeri
dirasa hilang timbul
2) Klien mengatakan suhu
lingkungan sudah tidak
terlalu dingin serta
lingkungan nya tidak bising
DO:
1) Cairan infus Ringer laktat
20 tetes/menit
2) Sesekali klien masih tampak
meringis dan gelisah
3) Lingkungan klien sudah
tampak nyaman dan tidak
ada kebisingan

Rabu, 10 April
2019
12.00 1.2 Mengidentifikasi skala nyeri DS:
1.3 Mengdentifikasi respon nyeri 1) Klien mengatakan skala
non verbal nyeri 3
1.8 Mengkolaborasi pemberian DO:
analgetik 1) Klien sesekali tampak
4.3 Memasang handrall tempat meringis akibat nyeri
tidur. 2) Kolaborsi pemberian
analgetik: ketorolac
3) Hanndrall tempat tidur
tampak terpasang

14.45 Visite keperawatan S:


1.2 Mengidentifikasi skala nyeri 1) Klien mengatakan nyeri di
1.3 Identifikasi respon nyeri non kaki kirinya sudah sedikit
verbal berkurang, klien
2.1 Mengidentifikasi mengatakan mampu
karakteristik luka mengontrol rasa nyeri
3.1 Mengidentifikasi dengan nafas dalam
kemampuan klien dalam 2) Klien mengatakan skala
mobilisasi nyeri 3
3.2 Monitor ttv 3) Klien mengatakan sudah
4.1 Mengidentifikasi factor bisa miring kanan miring
resiko jatuh. kiri dan duduk dengan
4.2 Mengitung risiko jatuh bersandar
dengan menggunakan skala O:
(mis. fall morse scale). 1) Ekspresi wajah sesekali
meringis menahan nyeri
2) Skala nyeri 3
3) Karakteristik luka:
Ukuran sekitar kurang
lebih 30 cm cm
Tidak ada udem
Tidak ada tanda-tanda
infeksi disekitar luka
4) Klien duduk dengan posisi
semifowler
5) TTV:
TD: 135/78 mm Hg
N : 98 x/menit
R : 20 x/menit
6) Handrall tempat tidur
terpasang dan roda tempat
tidur terkunci
7) Fall morse scale 55
A:
1. Nyeri akut sebagian
teratasi
2. Gangguan integritas
kulit/jaringan belum
teratasi
3. Gangguan mobilitas fisik
belum teratasi
4. Risiko jatuh sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
DX 1, DX 2, DX 3, DX 4

15.30 1.4 Memberikan teknik DS:


nonfarmakologis untuk 1) Klien mengatakan merasa
mengurangi rasa nyeri lebihnyaman setelah
2.4 Menganjurkan melakukan tehnik nafas
mengkomsumsi makanan dalam
tinggi protein dan kalori 2) Klien mengatakan paham
3.3 Melibatkan keluarga untuk dengan apa yang dianjurkan
membantu klien dalam oleh perawat
meningkatan pergerakan DO:
4.3 Memasang handrall tempat 1) Klien tamppak lebih tenang
tidur. 2) Keluarga klien membantu
dalam mengaur posisi klien
3) Handrall tempat tidur
tampak tepasang

16.45 1.7 Mengonontrol lingkungan DS:


yang memperberat nyeri 1) Klien mengatakan paham
2.5 Menganjurkan dengan apa yang dianjurkan
mengkomsumsi makanan oleh perawat
tinggi protein dan kalori DO:
1) Lingkunga klien tampak
nyaman,
2) Handrall tempat tidur
terpasang
3) Roda tempat tidur terkunci

18.15 1.4 Mengidentifikasi respon DS:


nyeri non verbal 1) Klien mengatakan paham
1.8 Mengkolaborasi pemberian dengan apa yang
analgetik,jika perlu disampaikan oleh orang
3.4 Menganjurkan Melakukan perawat
mobilisasi dini DO
4.4 Memasang handrall tempat 1) Kolaborasi pemberian
tidur analgetik :ketorolac
2) Hanndrall tampak terkunci

19.45 1.5 Memberikan teknik DS:


nonfarmakologis untuk 1) Klien mengatakan sudah
mengurangi rasa nyeri lebih rileks dengan relaksasi
3.3 Melibatkan keluarga untuk nafas dalam dan distraksi
membantu klien dalam dengan mendengarkan
meningkatan pergerakan musik
4.3 Memasang handrall tempat DO:
tidur. 1) Klien tampak lebih rileks
2) Keluarga tampak membantu
dalam mengatur posisi klien
3) Handrall tempat tidur
tampak terpasang

20.20 1.1 Mengidentifikasi lokasi , DS:


karakteristik,durasi , 1) Klien mengatakan nyeri di
frekuensi ,kualitas dan kaki sudah mulai berkurang
intesitas nyeri 2) Klien mengatakan skala
1.2 Mengidentifikasi skala nyeri nyeri 3
1.3 Mengidentifikasi respon 3) Klien mengatakan sudah
nyeri non verbal merasa nyaman setelah
2.1 Mengidentifikasi nyeri berkurang
karakteristik luka 4) Klien mengatakan sudah
3.1 Mengidentifikasi bisa miring kanan miring
kemampuan klien dalam kiri dan duduk dengan
mobilisasi bersandar
3.2 Memoonitor ttv 5) Klien mengatakan tidak ada
4.2 Hitung risiko jatuh dengan tanda dan gejala infeksi
menggunakan skala (mis. fall DO:
morse scale). 1) Klien tampak lebih teenang
dan tidak gelisah lagi
2) Tidak ada tanda dan gejala
infeksi di sekitar luka
3) Tidak ada perdarahan
disekitar luka operasi
4) Kekuatan otot
4 5

5 1
5) Ttv :
TD : 130/80 mmHg
N : 89 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.5 c
6) Fall morse scale klien
adalah 45 (resiko)

Berdasarkan tabel 4.8 Implementasi tindakan keperawatan

dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien

sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing

diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan

keperawatan post operasi pada klien 1 dilakukan selama 3 hari perawatan

yaitu dari tanggal 8 April 2019 sampai tanggal 10 april 2019. Pelaksanaan

tindakan keperawatan dilakukan secara komperehensif.

Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan Klien 2 dengan Post Operasi Fraktur


di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan

No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan


1. Kamis , 02 Mei 2019
11.00 WITA 1.1 Menanyakan factor pencetus dan Nyeri timbul saat ada
Pereda nyeri pergerakan, dan klien
mengatakan Pereda
nyerinya merupakan
obat nyeri

11.25 WITA 1.2 Menannyakan kualitas nyeri Nyeri yang dirasakan


yang dirasakan seperti ditusuk – tusuk

Skala nyeri yang


No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
11.40 WITA 1.4 Menanyakan intensitas nyeri dirasakan klien yaiu 6
dengan skala (sedang )

Klien terlihat masih


12.00 WITA 2.1 Melihat dan menanyakan kesulitan membolak
kemampuan klien beraktivitas balikan posisi

Klien terlihat hanya


12.20 WITA 2.2 Memeriksa kondisi umum selama berbaring ditempat
melakukan mobilisasi tidur dengan ttv
TD : 120/70 MMhg
N : 87 x/menit
RR : 18x/menit
T : 36,3

Klien dapat
12.30 WITA 1.6 Mengajarkan klien teknik melakukan teknik
rileksasi nafas dalam nafas dalam untuk
mengurangi rasa nyeri

Hanya istri yang


12.50 WITA 2.1 Meminta keluarga membantu sering menbantu klien
dalam merencanakan program
latihan pergerakan Membantu klien
untuk duduk secara
13.20 WITA 2.8 Mengajarkan mobilisasi perlahan
sederhana yang harus dilakukan
Klien mengkonsumsi
makan makanan yang
13.35 WITA 3.6 Menganjurkan klien di sedikan rumah sakit
mengkonsumsi makanan tinggi
kalori daan protein
Klien mengatakan
lebih nyaman setelah
13.40 WITA 3.7 Memberikan obat injeksi diberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalui IV
sesuai resep dokter

Klien mengatakan
lebih nyaman setelah
14.00 WITA 1.7 Memberikan obat injeksi diberikan injeksi obat
santagesik 2 mg melalui IV
sesuai resep dokter
Klien mengtakan
diseka dua kali sehari
14.15 WITA 4.1 Melihat dan menanyakan dengan bantuan istri
kebiasaan aktivitas perawatan
diri sesuai usia
Skala morse klien 55
resiko tinggi
14.20 WITA 5.3 Menghitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala morse
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
Roda tempat tidur
terkunci
14.25 WITA 5.5 Memastikan tempat tidur dalam
kondisi terkunci

2. Jumat, 03 Mei 2019


10.00 WITA 1.2 Menanyakan kualitas nyeri Nyeri yang dirasa
seperti ditusuk – tusuk

Nyeri yang dirasakan


10.25 WITA 1.4 Menanyakan intensitas nyeri klien berkurang
yang dirasakan klien dengan dengan skala nyeri 5
skala

Klien melakukan
10.40 WITA 2.7. Menganjurkan klien melakukan gerakan mengogyang
mobilisasi dini goyangkan jari
kakinya agar tidak
kaku

Klien terlihat mulai


11.50 WITA 4.2 Melihat dan menanyakan tingkat melakukan perawatan
kemandirian klien diri

Klien menggunakan
12..00 WITA 4.3 Menanyakan pada klien apakah pagar tempat tidur
membutuhkan alat bantu untuk sebgai alat bantu untu
latihan mobilisasi duduk

TD : 120/70 MMhg
13.00 WITA 2.3 Menanyakan dan memeriksa N : 87x/menit
kondisi umum klien RR 18x/menit
T : 36,4

Klien mengtakan
13.10 WITA 4.8 Menganjurkan klien melakukan sudah melakukan
perawatan diri secara konsisten perawatan diri
sesuai kemampuan meskipun ada bantuan
dari keluarganya

Klien mengtakan
13.20 WITA 1.7 Memberikan injeksi obat nyaman setelah
Santagesik 2 mg melalu IV diberikan injeksi
sesuai resep dokter santagesik
Klien mengtakan
3.7 Memberikan injeksi obat keadaanya merasa
ceftriaxone 1 gr melalu IV resep lebih baikan
dokter Roda tempat tidur
5.5 Memastikan roda tempat tidur terlihat terkunci
terkunci

3. Sabtu, 4 Mei 2019 1.2 Menanyakan kualitas nyeri Nyeri yang dirasakan
10.00 WITA klien sudah tidak
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
terlalu sakit
Nyeri yang dirasakan

10.20 WITA 1.4 Menanyakan intensitas nyeri Klien berkurang


dengan skala dengan skala nyeri 3

10.50 WITA 2.4 Melihat kemampuan klien Klien terlihat sudah


beraktivitas bisa duduk sendiri
dengan memegang
pagar tempat tidur

11.20 WITA 4.2 Melihat tingkat kemandirian Klien terlihat sudah


klien melakukan perawatan
diri secara mandiri
Klien paham untuk
memanggil perawat
jika butuh bantuan

11.40 WITA 5.7 Menganjurkan klien memanggil Klien mengatan nyeri


perawat jika membutuhkan sudah berkurang dan
bantuan untuk berpindah posisi merasa lebih nyaman

12.00 WITA 1.7 Memberikan injeksi obat Klien mengatakan


Santagesik 2 mg melalu IV lebih baikan
sesuai resep dokter
3.7 Memberikan injeksi obat
ceftriaxone 1 gr melalu IV sesuai
resep dokter

Berdasarkan tabel 4.9 Implementasi tindakan keperawatan

dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien

sesuai dengan perencanaan intervensi keperawatan masing-masing

diagnosa keperawatan yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan

keperawatan pada klien 2 dilakukan selama 3 hari perawatan yaitu dari

tanggal 2 Mei 2019 sampai tanggal 4 Mei 2019. Pelaksanaan tindakan

keperawatan dilakukan secara komperehensif dan terus menerus selama 24

jam masa perawatan.


e. Evaluasi

Tabel 4.10 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 1 dengan Post Operasi


Fraktur di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Hari Diagnosa Evaluasi (SOAP)
Keperawatan
Senin, 08 Nyeri akut b.d agen S:
April 2019 pencedera fisik 1) P : Klien mengatakan nyeri dirasa ketika kaki
(prosedur operasi) digerakkan
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : klien megatakan nyeri di bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala nyeri 4
T : klien mengatakan nyeri dirasa hilang
timbul
O:
1) Sesekali klien tampak meringis dan gelisah
akibat nyeri
2) TTV:
TD : 140/80 mmHg
N : 99 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Observasi
1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1.4 Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.6 Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
1.7 Ajarkan teknik non farmakologi (nafas
dalam)
Kalaborasi
1.8 Kalaborasi pemberian analgetik,jika perlu

Selasa, 09 S:
April 2019 Nyeri akut b.d agen
1) P : Klien mengatakan nyeri dirasa ketika kaki
pencedera fisik
digerakkan
(prosedur operasi)
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R : klien megatakan nyeri di bagian kaki kiri
S : Klien mengatakan skala nyeri 3
T : klien mengatakan nyeri dirasa hilang
timbul
2) Klien mengatakan suhu lingkungan sudah
tidak terlalu dingin serta lingkungan nya tidak
bising
O:
1) Sesekali klien masih tampak meringis dan
gelisah
2) Lingkungan klien sudah tampak nyaman dan
tidak ada kebisingan
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Observasi
1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,durasi ,
frekuensi ,kualitas dan intesitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
1.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1.4 Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.5 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
SSetelah pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1, dibuat

evaluasi tindakan keperawatan selama 24 jam. Pada klien 1 saat

melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa keperawatan post operasi,

diagnosa nyeri akut teratasi pada tanggal 10 April 2019, gangguan

integritas kulit/jaringan sebagian teratasi pada tanggal 10 April 2019,

gangguan mobilitas fisik sebagian teratasi pada 10 April 2019, dan risiko

jatuh teratasi pada 10 April 2019.

Tabel 4.11 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 2 (Tn. B ) di Ruang Cempaka


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019

No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)


1. Kamis , 2 Mei (D.0077) Nyeri akut S:
2019 berhubungan dengan agen 1) Klien mengatakan
pencedera fisik nyeri pada kaki kanan
bagian paha, nyeri
yang dirasa seperti
ditusuk tusuk dengan
sekala nyeri 5 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar1 – 2
menit
O:
1) Wajah klien terlihat
meringis
2) Klien menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi pemberian
obat analgetik
2. Kamis , 2 Mei (D.0054) Gangguan mobilitas S:
2019 fisik berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
gangguan muskulosekletal sulit bergerak karena
keadaan kakinya
yang fraktur
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
2) Klien mengatakan
tidak bias beraktivitas
normal seperti
biasanya
O:
1) Klien menderita
fraktur pada kaki
kanan
2) Aktivitas klien telihat
dibantu oleh keluarga
3) Klien terlihat
kesulitan membolak
balikan posisi
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2.2. Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas
2.3. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
2.8. Anjurkan mobilisasi
dini
3. Kamis , 2 Mei (D.0009) Perfusi Perifer Tidak S:
2019 Efektif berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
penurunan aliran arteri dan/atau kaki kananya kadang
vena ( Edema ) – kadang keram
2) Klien mengtakan kaki
kananya seperti
bengkak
O:
1) Terlihat edema pada
kaki kanan klien
A : masalah perfusi
perifer teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3.1 Periksa sirkulasi
perifer

4. Kamis , 2 Mei (D.0109) Defisit perawatan diri S:


2019 berhubungan dengan kelemahan 1) Klien mengatakan
sulit untuk merawat
diri karena
keterbatasan
pergerakan
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O:
1) Klien dalam
memenuhi kebutuhan
personal hygiene
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan diri belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
4.3 Monitor tingkat
kemandirian
4.4 Identifikasi
kebutuhan alat bantu
kebersiha diri,
berpakaian, dan
berhias
4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

5. Kamis , 2 Mei (D.0143) Risiko Jatuh yang S:


2019 dibuktikan dengan : 1) Klien mengatakan
Factor risiko penurunan kekutan kekuatan otot kakinya
otot melemah
O :
1) skala morse pada
klien 55 resiko
tinggi , klien terlihat
kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko jatuh
teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada
tempat tidur terkunci
5.7 Pasang handrall
5.8 Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan
1. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut S:
berhubungan dengan agen 1) Klien mengatakan
pencedera fisik nyeri menurun
dengan sekala nyeri
turun menjadi 4 dan
durasi saat nyeri
timbul sekitar1 menit
O:
1) Wajah klien terlihat
tidak meringis lagi
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
2) Wajah klien terlihat
santai
3) Klien menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi pemberian
obat analgetik
2. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0054) Gangguan mobilitas S:
fisik berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
gangguan muskulosekletal mulai melakukan
pergerakan
pergerakan ringan
2) Klien mengtakan
mencoba belajar
duduk secra mandiri
dengan bantuan pagar
tempat tidur
O:
1) Klien menderita
fraktur pada kaki
kanan
2) Klien terlihat mulai
beraktivitas lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
2.2.Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas
2.3.Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
2.8.Anjurkan mobilisasi
dini
3. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0009) Perfusi Perifer Tidak S:
Efektif berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
penurunan aliran arteri dan/atau bengkak pada kaki
vena ( Edema ) kananya menurun
O:
1) Edema terlihat
menurun
A : masalah perfusi
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
perifer teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3.1 Periksa sirkulasi
perifer
4. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0109) Defisit perawatan diri S:
berhubungan dengan kelemahan 1) Klien mengatakan
mulai rutin
melakukan perawatan
diri
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O:
1) Klien dalam
memenuhi kebutuhan
personal hygiene
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
4.4 Monitor tingkat
kemandirian
4.5 Identifikasi
kebutuhan alat bantu
kebersiha diri,
berpakaian, dan
berhias
4.8 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Jumat, 3 Mei 2019 (D.0143) Risiko Jatuh yang S:
dibuktikan dengan : 1) klien mengatakan
Factor risiko penurunan kekuatan kekuatan otot
otot kakimelemah
O :
1) skala morse pada
klien 55 resiko
tinggi , klien
terlihat kesulitan
bergerak, pagar
pada tempat tidur
sudah terpasang
dengan kuat
A : Masalah resiko jatuh
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada
tempat tidur
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
terkunci

1. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0077) Nyeri akut S:


berhubungan dengan agen 1) Klien mengatakan
pencedera fisik sekala nyeri turun
menjadi 3 dan durasi
saat nyeri timbul
sekitar kurang dari 1
menit
O:
1) Wajah klien terlihat
tidak meringis lagi
2) Klien terlihat lebih
rilex
3) Klien menderita
fraktur femur
A : Masalah nyeri teratasi
P : lanjutkan intervensi
1.2 Monitor kualitas
nyeri
1.4 Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala
1.6 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengontrol
rasa nyeri
1.7 Kolaborasi pemberian
obat analgetik

2. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0054) Gangguan mobilitas S:


fisik berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
gangguan muskulosekletal mulai melakukan
pergerakan
pergerakan ringan
2) Klien mengtakan
sudah bisa duduk
dengan mandiri
dengan berpegangan
dengan pagar tempat
tidur
O:
1) Klien menderita
fraktur pada kaki
kanan
2) Klien terlihat mulai
beraktivitas lebih
A : Masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2.1. Identifikasi
kemampuan klien
beraktivitas
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
2.4. Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
2.8. Anjurkan mobilisasi
dini
3. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0009) Perfusi Perifer Tidak S :
Efektif berhubungan dengan 1) Klien mengatakan
penurunan aliran arteri dan/atau kakinya sudah tidak
vena ( Edema ) bengkak lagi
O:
1) Edema pada kaki
kanan klien sudah
menurun
A: Perfusi perifer teratasi
P: pertahankan intervensi

4. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0109) Defisit perawatan diri S:


berhubungan dengan kelemahan 1) Klien mengatakan
mulai rutin
melakukan perawatan
diri
2) Klien mengatakan
sehari 2 kali di seka
O:
1) Klien dalam
memenuhi kebutuhan
personal hygiene
dibatu oleh keluarga
2) Klien untuk
kebutuhan toileting
menggunakan diapers
3) Klien terpasang
cateter
A : Masalah Defisit
perawatan diri
teratasi
P : lanjutkan intervensi
4.5 Monitor tingkat
kemandirian
4.6 Identifikasi
kebutuhan alat bantu
kebersiha diri,
berpakaian, dan
berhias
4.7 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Sabtu, 4 Mei 2019 (D.0143) Risiko Jatuh yang S:
dibuktikan dengan : 1) Klien mengatakan
Factor risiko penurunan kekuatan kaki kanan mulai bisa
otot bergerak
O:
1) Skala morse pada
No. Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)
klien 55 resiko
tinggi , klien terlihat
kesulitan bergerak,
pagar pada tempat
tidur sudah terpasang
dengan kuat, dan
klien terlihat aman
A :Masalah resiko jatuh
teratasi
P : lanjutkan intervensi
5.6 Pastikan roda pada
tempat tidur terkunci

Pada tabel 4.11 setelah melakukan pelaksanaan tindakan

keperawatan pada klien 2, dibuat evaluasi tindakan keperawatan selama 24

jam. Pada klien 2 saat melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa

keperawatan, diagnosa nyeri akut masalah teratasi pada tanggal 4 Mei

2019 , gangguan mobilitas fisik teratasi pada tanggal 4 Mei 2019, Perfusi

Perifer Tidak Efektif teratasi pada tanggal 4 Mei 2019, defisit perawatan

diri teratasi pada 4 Mei 2019 dan risiko jatuh sebagian teratasi pada 4 Mei

2019.

B. Pembahasan

Pada pembahasan ini, peneliti membahas tentang asuhan

keperawatan pada 2 pasien dengan Fraktur sesuai dengan konsep-konsep

teori yang ada. Asuhan keperawatan dilaksanakan selama 2 hari pada

pasien 1 dari tanggal 8 April sampai 10 April 2019 di ruang Flamboyan B

di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sedangkan pada pasien 2

asuhan keperawatan dilaksanakan selama 2 hari mulai dari tanggal 2 Mei

sampai 4 Mei 2019 di ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan


pada klien dengan post operatif fraktur di RSUD Dr. Kanujoso

Djatiwibowo Balikpapan dan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi: pengkajian,

menegakkan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada pengkajian pasien 1 dan 2 menggunakan konsep pengkajian

berdasarkan teori (Noor, 2017). Dimana pengkajian ini difokuskan pada

asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur. Pengkajian pada pasien

1 umur 54 tahun dilakukan pada tanggal 8 April 2019 dan pada pasien 2

umur 41 tahun dilakukan pada tanggal 2 Mei 2019. Hasil dari

pengkajian sebagai berikut:

Berdasarkan dari hasil pengkajian pada pasien 1 dengan diagnosa

medis Close Fraktur Femur Sinistra dan pasien 2 dengan diagnosa

medis Close Fraktur Femur Dextra. Pada kedua pasien memiliki

keluhan yang sama dengan teori seperti nyeri pada daerah yang

patah/luka, susah untuk melakukan aktivitasnya.

Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015)

menyatakan bahwa nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan

ekstermitas, krepitasi, pembengkakan dan perubahan warna local pada

kulit merupakan tanda gejala dari fraktur.


Menurut peneliti bahwa nyeri yang dirasakan pada pasien 1 dan 2

merupakan tanda dan gejala dari fraktur yang terjadi karena adanya

diskontinuitas pada tulang sehingga menimbulkan rasa nyeri.

Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan data pasien 1 pada

Klien masuk ke IRD pukul 20.00 tanggal 07 April dan klien

mengatakan jatuh dari motor, kaki kiri terasa nyeri. Di IRD pasien

dilakkan pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan laboratorium, kemudian

klien dipindahkan ke ruangan flamboyan B pukul 09.00 Wita tanggal

08 April 2019.

Sedangkan pada pasien 2 didapatkan data dari riwayat penyakit

sekarang yaitu Pasien mengatakan mengalami kecelakaan di tabrak

motor, kemudian pasien dibawa ke puskesmas dari puskesmas pasien di

rujuk langsung ke IGD pada tanggal 25 April 2019. Di IGD pasien

mendapat perawatan dan dilakukan rontgen kemudian pasien dibawa ke

ok IGD dan dilakukan oprasi, kemudian pasien dipindahkan keruang

perawatan cempaka.

Berdasarkan teori menurut (Nurarif Huda, 2015) menyatakan

bahwa klasifikasi pada fraktur tertutup dimana fraktur tertutup (simple

fracture), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar. Fracture terbuka (compound fracture), bila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karna adanya

perlukaan kulit.
Pada pasien 1 diagnosa medisnya adalah close fracture femur

sinistra sedangkan pada pasien 2 diagnosa medisnya adalah close

fracture femur dextra. Jadi berdasarkan data tersebut pada pasien 1 dan

2 memiliki fraktur tertutup karena tidak terpapar langsung dengan

lingkungan luar.

Pada bagian pemeriksaan fisik, keadaan umum pada klien 1 yaitu

sedang, terpasang infus ditangan kanan, terpasang selang kateter dan

terpasang spalk di kaki kiri dengan elastis verban. Sedangkan keadaan

umum pada klien 2 yaitu sedang.

Menurut (Noor, 2017) keadaan umum yaitu baik atau buruknya

yang dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis, sopor,

koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut,

kronik, ringan, sedang, berat).

Menurut penulis terdapat sedikit kesenjangan antara pengkajian

yang dilakukan oleh peneliti dengan teori yang ada, dimana

pemeriksan fisik bagian keadaan umum pada kedua klien hanya

menjelaskan kesakitan yang dialami klien. Sedangkan pada teori baik

atau buruknya yang dicatat dalam keadaan umum adalah kesadaran

klien (apatis, sopor, koma, komposmentis) dan kesakitan (keadaan

penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat).

Pada pengkajian status fungsional/aktivitas dan mobilisasi Barthel

indeks, pada klien 1 didapatkan data klien susah melakukan miring

kanan dan miring kiri namun bisa duduk dengan bantuan dan total score
barthel indeks nya 11 (ketergantungan sedang). Sedangkan pada klien

2, data yang didapatkan kurang lengkap dimana peneliti hanya

memasukkan data mobilisasi barthel indeks dengan total score 7

(ketergantungan berat).

Pada pengkajian bagian mata, terdapat ketidaksesuaian antara hasil

pengkajian kedua klien dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada

klien 1 didapatkan data sclera putih, konjungtiva tidak anemis dan pupil

isoskor, tapi pada hasil pemeriksaan labortorium, kadar hemoglobin

klien 1 adalah 11.11 g/dl . Sedangkan pada klien 2 didapatkan data

konjungtiva anemis, tapi pada hasil pemeriksaan laboratorium kadar

hemoglobin klien 2 dalam rentang normal yaitu 14.5 g/dl.

Pada pengkajian bagian telinga, data yang didapatkan oleh peneliti

terhadap kedua pasien kurang lengkap, dimana peneliti pada klien 1 dan

2 hanya melakukan pengkajian pada telinga dibagian kanalis telinga .

Pada klien 1 dan klien 2 sama-sama tidak dilakukan pemeriksaan tes

weber, tes rinne, dan tes swbach.

Pada pengkajan bagian pemeriksaan thorak : sistem pernafasan,

data yang didapatkan oleh peneliti terhadap klien 1 kurang lengkap.

Dimana peneliti pada klien 1 tidak mencantumkan pengkajian secara

perkusi untuk menentukan batas hepar paru klien 1.

Pada pengkajian bagian pemeriksaan sistem pencernaan dan status

nutrisi data yang didapatkan oleh peneliti terhadap klien 2 kurang

lengkap. Dimana peneliti pada klien 2 tidak menghitung IMT ( Indeks


Masa Tubuh) pada klien 2 dan tidak menjabarkan pola makan dan

minum klien 2 saat dirumah maupun pada saat dirumah sakit.

Pada pengkajian bagian sistem persyarafan, pengkajian yang

dilakukan oleh peneliti terhadap klien 1 kurang 1engkap. Dimana

peneliti tidak melakukan pengkajian reflek fisiologis (achiles, bisep,

trisep dan brankioradialis) terhadap klien 1.

Pada pengkajian sistem musculoskeletal dan integument,

didapatkan data pada klien 2 bahwa pergerakan sendinya bebas. Hal ini

berbanding terbalik dengan teori menurut (Nurarif Huda, 2015) dimana

manifestasi klinis dari fraktur yaitu, Tidak dapat menggunakan anggota

gerak, nyeri pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,

deformitas, kelainan gerak, krepitasi dengan gejala-gejala lain.

Pada pengkajian seksualitas dan reproduksi, penjelasan yang

dijabarkan oleh peneliti tentang keadaan pada daerah genetalia klien 1,

tidak menggambarkan kondis seksualitas dan reproduksi klien.

Pada pengkajian personal hygiene, menurut penulis data yang

didapatkan oleh peneliti dari pengkajian terhadap klien 2 kurang

lengkap. Pada data pengkajian tersebut tidak ada gambaran kondisi

personal hygiene klien 2 selama dirawat dirumah sakit.

Hasil pemeriksaan rontgen pada pasien 1 didapatkan hasil Fracture

femur sinistra, sedangkan pada pasien 2 didapatkan hasil fracture femur

dextra. Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015)

menyatakan bahwa gangguan fungsi anggota gerak merupakan salah


satu manifestasi klinis dari fracture. Faktor yang mempengaruhi

gangguan fungsi anggota gerak adalah terputusnya kontinuitas tulang

dan jaringan akibat adanya benturan serta adanya tekanan yang

berlebihan pada tulang. Menurut penulis pada pasien 1 dan 2

ditemukan gangguan fungsi anggota gerak yang diakibatkan oleh

terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017). Berdasarkan hal tersebut peneliti dalam kasus

asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur menegakkan masalah

keperawatan berdasarkan dari pengkajian yang didapatkan.

Menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan

menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017) ada 6 diagnosa keperawatan yang sering

ditegakkan pada pre operasi fraktur yaitu Nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik (trauma), Perfusi perifer tidak efektif

berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena, Gangguan

integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis, Gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur

tulang, Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit) dan Risiko syok


berhubungan dengan kekurangan volume cairan. Dan ada 4 diagnosa

keperawatan yang sering ditegakkan pada post operasi fraktur yaitu

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur

operasi), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Risiko

cedera berhubungan dengan ketidakamanan transportasi dan Risiko

infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.

a. Diagnosa post operatif

Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 yang sesuai dengan

teori antara lain:

1) Nyeri akut

Diagnosa yang sama dengan teori yang ditemukan pada

klien 1 dan 2 adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik (prosedur operasi). Saat pengkajian pada klien 1

didapatkan data subjektif mengatakan nyeri pada kaki kiri ketika

digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dan nyeri

dirasa hilang timbul . Data objektif didapatkan yaitu, ekspresi

wajah tampak meringis menahan sakit, klien tampak bersikap

protektif dan ttv dalam rentang normal.

Sedangkan saat pengkajian pada klien 2 didapatkan data

subjektif, klien mengatakan nyeri karna fraktur pada kaki kanan,

nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan nyeri yang

dirasakan hilang timbul. Data objektif yang didapat kan yaitu


wajah pasien terlihat meringis, terpasang perban dikaki kanan

dan pasien menderita fraktur femur.

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,

dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria

mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi

tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit

tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda

mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang

dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah

meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses.

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan

dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka

terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fracture,

periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,

marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak yang

dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman yaitu nyeri (Noor,

2017).
Menurut penulis, pada klien 1 diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisik, menurut penulis tanda

mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan

diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)

yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.

Menurut penulis pada klien 1, data objektif yang

mendukung penegakan diagnosa keperawatan nyeri akut pada

saat analisa data, tidak terdapat dalam pengkajian yang sudah

dilakukan oleh peneliti. Sehingga terdapat ketidaksesuaian data

pada pengkajian dan analisa data.

Serta metode penulisan diagnosa aktual belum sesuai

dengan metode penulisan diagnosa aktual pada SDKI, dengan

formulasi sebagai berikut :

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan


dengan Tanda atau Gejala

Pada klien 2, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik dibuktikan dengan wajah pasien tampak meringis

dan pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan dengan sekala nyeri

6 dan durasi nyeri saat timbul 1-2 menit, dimana metode

penulisan diagnosa aktual pada klien 2 sudah sesuai dengan

metode penulisan diagnosa aktual pada SDKI. Namun tanda

mayor yang didapatkan pada klien 2 belum memenuhi validasi


penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia) yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.

Pada klien 2, data objektif yang mendukung penegakan

diagnosa keperawatan nyeri akut pada saat analisa data, tidak

terdapat dalam pengkajian yang sudah dilakukan oleh peneliti.

Sehingga terdapat ketidaksesuaian data pada pengkajian dan

analisa data .

2) Gangguan mobilitas fisik

Diagnosa yang ditegakkan pada kedua pasien dan sama

dengan teori yaitu diagnosa gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan musculosceletal. Pada klien 1

didapatkan data subjektif, klien mengatakan susah untuk

menggerakan kaki, klien susah untuk melakukan miring kiri dan

miring kanan, klien juga mengatakan nyeri pada kaki kanan.

Sementara data objektif yang didapatkan pada klien 1 kekuatan

otot menurun, pergerakan sendi terbatas, dan skor bartel indeks

klien 1 adalah 11 (ketergantungan sedang).

Pada klien 2 didapatkan data subjektif, klien mengatakan

sulit bergerak karna keadaan kakinya yang fraktur, klien tidak

bisa beraktivitas normal seperti biasanya karna fraktur tersebut,

klien belum bisa menapakkan kaki kanannya dan klien

mengalami kesulitan berpindah dari duduk ke berdiri. Sedangkan

data objektif yanng didapatkan pada klien 2 yaitu pasien


menderita fraktur pada kaki kanan, aktivitas klien terlihat dibantu

oleh keluarga, pasien terlihat kesulitan membolak balikan posisi,

kekuatan otot pada kaki kanan 3 selain itu 5 , terpasang balutan

perban pada paha kanan.

Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam

gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.

Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data objektifnya

meliputi kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun

dan data subjektifnya mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas.

Sedangkan kriteria minornya data subjektifnya meliputi nyeri

saat bergerak dan data objektifnya meliputi sendi kaku, gerakan

terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).

Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif, Amin Huda

& Kusuma, 2016) menyatakan bahwa patofisiologi pada fraktur

terbuka atau tertutup terjadi pergeseran pada fragmen tulang dan

menyebabkan gangguan pada fungsi ekstrimitas saat bergerak

sehingga mobilitas fisik terganggu.

Menurut penulis pada klien 1 dengan diagnosa keperawatan

gangguan mobilitas fisik, tanda mayor yang didapatkan sudah

memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI dimana

persentase minimalnya yaitu sekitar 80 persen sampai 100

persen.
Menurut penulis pada klien 1,dengan diagnosa gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal,

metode penulisan diagnosa aktualnya belum sesuai dengan

metode penulisan diagnosa aktual yang ada pada buku SDKI,

dengan formulasi sebagai


Masalah berikut : dengan Penyebab dibuktikan
berhubungan
dengan Tanda atau Gejala

Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa

keperawatan gangguan mobilitas fisik, tanda mayor yang

didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada

SDKI dimana persentase minimalnya yaitu sekitar 80 persen

sampai 100 persen.

Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang

digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis

data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data

subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan

diagnosa gangguan mobilitas fisik pada klien 2, tidak ada pada

data pengkajian.

Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskulosekletal

yang dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakan

ekstremitas, kekuatan otot menurun, dan Rentang Gerak (ROM)


menurun sudah sesuai dengan metode penulisan diagnosa aktual

yang ada pada buku SDKI.

Diagnosa keperawatan pada kedua pasien yang terdapat kesenjangan

dengan teori antara lain:

1) Gangguan intergritas kulit

Diagnosa keperawatan kedua yang ditegakkan pada klien 1

yang terdapat kesenjangan dengan teori adalah gangguan

intergritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif. Pada saat

pengkajian didapatkan data objektif, terdapat luka jahitan operasi

di paha kiri, tidak ada rasa panas dan pembengkakan, terdapat

sedikit kemerahan di area luka operasi dan Klien tampak sesekali

meringis akibat nyeri.

Gangguan intergritas kulit dan jaringan adalah kerusakan

kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan membran

(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kartilago, kapsul

sendi atau ligament). Gangguan integritas kulit/jaringan adalah

Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan

(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,

kapsul sendi dan/atau ligamen). Kriteria mayornya yang dapat

dilihat dari data objektifnya meliputi kerusakan jaringan dan/atau

lapisan kulit. Sedangkan kriteria minornya data objektifnya

meliputi nyeri, perdarahan, kemerahan dan hematom (PPNI,

2017).
Berdasarkan teori yang ada menurut (Syaifuddin, 2011)

menyatakan bahwa patofisiologi pada fraktur tertutup upaya

penanganan dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan

internal fiksasi. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan

insisi, dengan tindakan insisi maka akan terjadi kerusakan pada

jaringan lunak dan saraf sensoris yang akan mengakibatkan

kerusakan integritas kulit.

Pada klien 1, diagnosa keperawatan gangguan intergritas

kulit dan jaringan berhubungan dengan prosedur invasif tanda

mayor yang didapatkan pada klien 1 sudah memenuhi validasi

penegakan diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia) yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.

Menurut penulis pada perumusan diagnosa keperawatan

pada klien 1, penulisan diagnosa aktual belum sesuai dengan

metode penulisan diagnosa aktual pada SDKI, dengan formulasi

sebagai berikut :

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan


dengan Tanda atau Gejala

Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang

digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis

data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data

subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan


diagnosa gangguan intergritas kulit/jaringan pada klien 1, tidak

ada pada data pengkajian.

2) Perfusi perifer tidak efektif

Diagnosa keperawatan yang ditegakan pada Kilen 2

terdapat kesenjangan dengan teori adalah perfusi perifer tidak

efektif berhubungan dengan penurunan penururnan aliran arteri

dan/atau vena (edema). Saat pengkajian didapatkan data subjektif

dimana pasien mengatakan nyeri ekstremitas, kadang-kadang

kakinya keram, dan klien mengatakan kakinya bengkak.

Sementara data objektif yang ditemukan pada pasien 2 meliputi

terlihat edema pada kaki kanan pasien.

Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi

darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme

tubuh. Kriteria mayornya yang dapat ditemukan berupa data

objektif meliputi pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun

atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat dan

turgor kulit menurun. Sedangkan kriteria minornya yang dapat

ditemukan berupa data objektif meliputi edema, penyembuhan

luka lambat, bruit femoralis sementara data subjektif yang dapat

ditemukan pada tanda minor adalah mengeluh nyeri pada

ekstrimitas dan parastesia (PPNI, 2017)

Berdasarkan teori yang ada menurut (Vinaya, 2009) luka

terbuka dapat menimbulkan perdarahan. Kesembuhan luka


sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi ke dalam

jaringan. Hemoglobin yang rendah akan menyebabkan sirkulasi

oksigen dan nutrisi menurun sehingga mempengaruhi proses

penyembuhan luka. Untuk mempercepat penyembuhan luka

maka perlu adanya dilakukan transfusi darah untuk

meningkatkan kadar hemoglobin sehingga sirkulasi oksigen dan

nutrisi ke jaringan meningkat dan penyembuhan luksa akan

semakit cepat teratasi.

Menurut penulis pada klien 2 dengan diagnosa perfusi

perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri

dan /atau vena, tanda mayor yang didapatkan belum memenuhi

validasi diagnosis pada SDKI dengan persentase minimal 80

persen sampai 100 persen. Serta tanda mayor yang didapatkan

tidak sesuai dengan yang ada pada SDKI.

Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang

digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis

data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data

subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan

diagnosa perfusi perifer tidak efektif pada klien 2, tidak ada pada

data pengkajian.

3) Defisit perawatan diri

Diagnosa keempat pada klien 2 adalah defisit perawatan

diri berhubungan dengan kelemahan, memiliki kesenjangan


dengan teori . Saat pengkajian didapatkan data subyektif dari

pasien yang mengatakan sulit untuk merawat diri karna

keterbatasan pergerakan dan dalam sehari hanya 1 kali diseka.

Sementara data objektif didapatkan pasien pasien dalam

memenuhi kebutuhan personal hygiene dibatu oleh keluarga,

pasien untuk kebutuhan toileting menggunakan diapers, pasien

terpasang cateter dan skor barthel indeks dengan kategori tingkat

ketergantungan total dengan skor 7 (ketergantungan berat).

Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau

menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Kriteria mayornya yang

dapat dilihat dari data subyektifnya meliputi menolak melakukan

perawatan diri dan data obyektifnya meliputi tidak mampu

mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara

mandiri serta minat melakukan perawatan diri kurang (PPNI,

2017).

Berdasarkan teori yang ada menurut (Lesmana, 2016)

menyatakan bahwa pasien dengan fraktur akan mengalami

keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari berhubungan

dengan menurunnya tonus otot. Adanya keterbatasan gerak

menyebabkan menurunnya kekuatan otot, sehingga pasien

kehilangan kemandirian dalam merawat dirinya.

Menurut penulis pada klien, diagnosa keperawatan Defisit

perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan


dengan dibuktikan pasien tidak mampu mandi,menggunakan

pakaian,makan, ke toilet,berhias secara mandiri, dan minat untuk

melakukan perawatan diri kurang, menurut peneliti sudah sesuai

dengan metode penulisan diagnosa aktual pada buku SDKI. Saat

pengkajian tanda mayor yang didapatkan pada klien 2 belum

memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI dengan

persentase minimal yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen.

Menurut penulis, terdapat ketidakseusaian data yang

digunakan untuk menegakan diagnosa pada saat menganalisis

data dengan data yang ada pada pengkajian. Dimana data

subjektif dan data objektif yang mendukung untuk penegakan

diagnosa deficit perawatan diri pada klien 2, tidak ada pada data

pengkajian.

4) Risiko jatuh

Diagnosa yang ditegakkan pada pasien 1 dan pasien 2 yang

memiliki kesenjangan dengan teori adalah risiko jatuh. Saat

pengkajian pada klien 1, data objektif yang didapatkan yaitu

terpasang infus ditangan kanan dan terpasang selang kateter, total

skor resiko jatuh dalam skala morse yaitu 55 (resiko), pergerakan

sendi klien terbatas dan kekuatan otot pada kaki kiri adalah dua.
Sementara pengkajian pada klien 2 didapatkan data objektif

yaitu skala morse klien adalah 55 (resiko tinggi), pasien ada

riwayat jatuh, pasien terpasang selang kateter, infus, dan pasien

berpegangan dinding saat berjalan.

Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan

gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi usia

≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak), riwayat

jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan), penggunaan alat

bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi

kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan

asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik, perubahan

kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot menurun, gangguan

pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan

(mis. glaucoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus),

neuropati dan efek agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol,

anastesi umum) (PPNI, 2017).

Berdasarkan teori yang ada menurut (Puspitasari, 2012)

menyatakan bahwa risiko jatuh pada pasien pasca operasi dapat

terjadi karena masih adanya pengaruh anastesi dan penurunan

kekuatan otot dan pencegahan dapat dilakukan dengan

memodifikasi dan memperhatikan lingkungan sekitar yang dapat

menyebabkan risiko jatuh.


Menurut peneliti diagnosa risiko jatuh pada pasien 1 dan

pasien 2 terjadi karena adanya penurunan kekuatan otot pada

pasien dan kondisi pasca operasi dimana masih berada dibawah

pengaruh anastesi sehingga kekuatan otot menurun, total skor

risiko jatuh dalam skala morse yaitu 55 (risiko) pada klien 1 dan

55 (resiko) pada klien 2 sehingga diangkat diagnosa risiko jatuh.

Menurut penulis, berdasarkan data pengkajian yang dilakukan oleh

peneliti klien 1 dan peneliti klien 2, ada beberapa diagnosa resiko baru

yang dapat ditegakan diluar diagnosa yang telah dirumuskan oleh

peneliti pada klien 1 dan peneliti pada klien 2 antara lain :

(a) Resiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan

hipertensi

Pada klien 1, data yang mendukung penegakan diagnosa resiko

perfusi perifer tidak efektif yaitu, pada pengkajian tanda-tanda vital

klien 1 didapatkan data TD : 159/97 mmHg.

(b) Resiko distres spiritual dibuktikan dengan perubahan ritual

agama

Data yang mendukung penegakan diagnosa resiko distress spiritual

pada klien 1 dan klien 2 yaitu, pada pengkajian spiritual kedua

klien mengatakan pada saat dirumah klien selalu beribadah, namun

selama dirumah sakit klien jarang untuk beribadah

(c) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive


Data yang mendukung pengakan diagnosa resiko infeksi pada

kedua klien yaitu dimana kedua klien sudah menjalani tindakan

operasi dan terdapat luka operasi pada klien 1 dan klien 2.

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dari hasil pengkajian pada

kedua pasien saat post operasi, pada pasien 1 ditemukan diagnosa

keperawatan yang sama dengan teori post operasi hanya dua. Pada

pasien 2 saat post operasi ditemukan diagnosa yang sama dengan teori

post operasi hanya dua.

Diagnosa yang ditegakkan pada kedua pasien hanya empat

diagnosa yang sama dengan teori sedangkan pada teori terdapat sepuluh

diagnosa, berarti terdapat kesenjangan antara teori dan actual, itu terjadi

karena tidak selalu masalah yang ditegakkan sesuai dengan teori, dan

masalah yang ditegakkan kembali lagi dari kondisi pasien atau adanya

komplikasi penyerta pada diagnosa medis yang ada pada pasien

tersebut.

3. Perencanaan

Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan

keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar

masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif, Amin

Huda & Kusuma, 2016).

Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan,

perencanaan tindakan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 disusun


setelah semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan.

Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan ini terdiri dari:

menegakkan diagnosa keperawatan, menentukan sasaran dan tujuan,

menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun intervensi dan tindakan

keperawatan.

a. Post Operatif

1) Nyeri akut

Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisik (prosedur operasi) pada Klien 1, peneliti

mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan

dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan nyeri akut dapat

teratasi dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (mampu

menggunakan tehnik non farmakologi), melaporkan bahwa nyeri

berkurang, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang,

tanda-tanda vital dalam rentang normal (Nurarif, Amin Huda &

Kusuma, 2016).

Adapun intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun

oleh peneliti pada pasien 1 sudah menurut (Tim Pokja SIKI DPP

PPNI, 2018) antaralain, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas dan intesitas nyeri 2. identifikasi skala

nyeri 3. identifikasi respon nyeri non verbal 4. identifikasi factor

yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Berikan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 6. kontrol


lingkungan yang memperberat nyeri 7. Ajarkan teknik non

farmakologi (nafas dalam) 8. Kalaborasi pemberian analgetik,

jika perlu.

Sedangkan pada klien 2 peneliti mencantumkan tujuan

setelah melakukan tindakan keperawatan dalam waktu yang telah

ditentukan diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria

hasil : Melaporkan nyeri terkontrol meningkat, kemampuan

mengenali onset nyeri meningkat, kemampuan menggunakan

teknik nonfarmakologis meningkat, keluhan nyeri penggunaan

analgesik menurun, meringis menurun, frekuensi nadi membaik,

pola nafas membaik, tekanan darah membaik (Tim Pokja SLKI

DPP PPNI, 2019).

Adapun intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun

oleh peneliti pada pasien 2 sudah menurut (Tim Pokja SIKI DPP

PPNI, 2018) antaralain, 1. Identifikasi factor pencetus dan pereda

nyeri 2. Monitor kualitas nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran

nyeri 4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala 5.

Monitor durasi dan frekuensi nyeri 6. Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. fasilitasi

istirahat dan tidur 8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 9.

Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 10. Kolaborasi

pemberian obat analgetik.


Menurut teori (Tarwoto, 2015) nyeri akut dapat berkurang

dengan skala nyeri 1-2 seiring dengan terapi yang diterima dan

upaya untuk menurunkan nyeri seperti teknik relaksasi dan

distraksi, sedangkan untuk berkurangnya skala nyeri menjadi 0

pada pasien fraktur femur dibutuhkan waktu yang cukup lama

bahkan saat pertumbuhan tulang terjadi dalam waktu 8-12 minggu

nyeri tersebut terkadang masih dirasakan.

Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi

tindakan nyeri akut yang telah disusun pada klien 1 dan klien 2

sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan

kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada

klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan

Indonesia). Adapun kekurangan dari penerapan intervensi tindakan

nyeri akut yang telah disusun pada klien 1 yaitu dimana penerapan

serta penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI).

2) Gangguan integritas kulit/jaringan

Diagnosa pada klien 1 yaitu, gangguan integritas

kulit/jaringan berhubungan dengan prosedur invasif peneliti

mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan

dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan integritas kulit

dapat teratasi dengan kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi,


menunjukkan pemahamandalam proses perbaikan kulit dan

mencegaha terjadinya cedera berulang, menunjukkan terjadinya

proses penyembahan luka(Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016)

Intervensi tindakan pada diagnosa gangguan integritas

kulit/jaringan berhubungan dengan prosedur invasif, prosedur

invasif pada klien satu menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

antara lain, 1. Identifikasi karakteristik luka 2. Lakukan perawatan

luka dengan tehnik steril 3. pertahankan tehnik steril saat

melakukan perawatan luka 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

5. Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi protein dan kalori.

Menurut teori (Sjamsuhidajat & Jong, 2010) integritas kulit

dapat mencapai penyembuhan dimana proses penyembuhan luka

terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase

maturasi/penyembuhan. Fase inflamasi terjadi dalam waktu 0-3

hari, fase proliferasi terjadi dalam waktu 3-14 hari dan fase

maturasi dimulai pada hari ke-20 dan berlanjut 1-2 tahun. Dimana

dalam waktu 0-3 hari pada fase inflamasi tersebut diharapkan

terjadi proses penyembuhan luka.

Meurut peneliti kelebihan dari perumusan intervensi

keperawatan gangguan intergritas kulit terhadap klien 2 sudah

sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)

yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.


Adapun kekurangannya adalah penulisan serta perumusan kriteria

hasil belum sesuai dengan SLKI.

3) Gangguan mobilitas fisik

Diagnosa ketiga pada klien 1 yaitu gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, peneliti

mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan

dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan gngguan mobilitas

fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: klien meningkat dalam

aktivitas fisik mengerti tujuan dari peningkatan mobiltas,

memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekutan dari

kemampuan berpindah (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016).

Adapun intervensi tindakan pada diagnosa gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

pada klien 1 menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) antara

lain, 1. Identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi 2. monitor

ttv 3. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatan

pergerakan 4. Anjurkan Melakukan mobilisasi dini 5. Ajarkan

mobilisasi sederhana yang harus dilakukan(mis.duduk tempat tidur,

duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

Sedagkan diagnosa kedua pada klien 2 yaitu gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal,

peneliti mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan

keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan


gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat

rentang gerak (ROM) meningkat, kelemahan fisik menurun.

Adapun intervensi tindakan pada diagnosa gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

pada klien 2 sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018) antara lain, 1. Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas 2.

Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 3. Fasilitasi

aktivitas mobilisasi dengan alat bantu ( mis. Pagar tempat tidur ) 4.

Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu 5. libatkan keluarga

dalam merencanakan dan memelihara program latihan fisik 6.

Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 7. Anjurkan melakukan

mobilisasi dini 8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan.

Menurut (Anggraeni, 2015) salah satu bentuk latihan

mobilisasi pada pasien pasca operasi adalah dengan latihan rentang

gerak baik secara aktif maupun pasif untuk mencegah terjadinya

kontraktur, penurunan massa otot, meningkatkan peredaran darah

ke ekstrimitas dan memberikan kenyamanan pada pasien, latihan

rentang gerak aktif maupun pasif sedikitnya dilakukan 4 kali sehari

dapat meningkatkan kekuatan otot.

Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi

tindakan Gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1


dan klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik,

edukasi, dan kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria

hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran

Keperawatan Indonesia). Dan perumusan intervensi keperawatan

pada klien 1 dan klien 2 dengan gangguan mobilitas fisik sesuai

dengan teori yang ada.

Adapun kekurangan dari penerapan intervensi tindakan

gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1 yaitu

dimana penerapan serta penulisan kriteria hasil belum sesuai

dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

4) Perfusi perifer tidak efektif

Diagnosa ketiga pada klien 2 adalah perfusi perifer tidak

efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena,

peneliti mencantumkan tujuan setelah melakukan tindakan

keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan perfusi

perifer dapat teratasi dengan kriteria hasil: Denyut nadi perifer

meningkat, penyembuhan luka meningkat, edema perifer menurun,

nyeri ekstremitas menurun (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

Adapun intervensi tindakan pada diagnosa perfusi perifer

tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi

hemoglobin pada pasien 2 Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018) antara lain, 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema )


2. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area

keterbatasan perfusi 4. Hindari pengukuran tekanan darah pada

ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 5. Lakukan pencegahan

infeksi 6. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat 7.

anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi 8. Kolaborasi

pemberian antibiotic.

Menurut (Azizah, 2016) perfusi perifer dapat kembali

efektif diharapkan dalam waktu tersebut terjadi peningkatan kadar

hemoglobin dengan transfusi yang diterima sehingga perfusi

perifer pasien baik dan penyembuhan luka akan semakin cepat

teratasi.

Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi tindakan

pada diagnosa perfusi perifer tidak efektif yang telah disusun pada

klien klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik,

edukasi, dan kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria

hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran

Keperawatan Indonesia). Dan perumusan intervensi keperawatan

pada klien 2 dengan gangguan mobilitas fisik sesuai dengan teori

yang ada.

5) Defisit perawatan diri


Diagnosa ke empat pada klien 2 yaitu defisit perawatan diri

berhubungan dengan kelemahan pada klien 2 peneliti

mencatumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan

dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan perawatan diri

dapat teratasi dengan kriteria hasil: Kemampuan mandi meningkat,

kemampuan mengenakan pakaian meningkat, kemampuan makan

meningkat, verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri

meningkat, mempertahankan kebersihan diri meningkat (Tim

Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

Intervensi tindakan pada diagnosa defisit perawatan diri

berhubungan dengan kelemahan pada pasien 2 menurut (Tim Pokja

SIKI DPP PPNI, 2018) antara lain, 1. Identifikasi kebiasaan

aktivitas perawatan diri sesuai usia 2. Monitor tingkat kemandirian

3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian,

dan berhias 4. Sediakan lingkungan yang teraupetik (mis. Privasi

pasien) 5. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai

mandiri 6. Bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri 7.

Jadwalkan rutinitas perawatan diri 8. Anjurkan melakukan

perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan.

Menurut teori (Lesmana 2016) perawatan diri pasien dapat

tertasi dalam waktu 3x24 jam ditandai dengan adanya peningkatan

kemandirian dalam merawat diri dan melakukan aktivitas sehari-

hari sehingga meminimalkan ketergantungan terhadap orang lain.


Menurut peneliti kelebihan dari penerapan intervensi

tindakan pada deficit perawatan diri yang telah disusun pada klien

klien 2 sudah sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan

kolaborasi. Pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada klien

2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan

Indonesia).

6) Risiko jatuh

Diagnosa keempat pada klien 1 yaitu risiko jatuh

berhubungan dengan kondisi pasca operasi. Pada pasien 1 peneliti

mencatumkan tujuan setelah melakukan tindakan keperawatan

dalam waktu yang telah ditentukan diharapkan risiko jatuh tidak

terjadi dengan kriteria hasil: Perilaku pencegahan jatuh seperti

tindakan individu dan pemberi asuhan untuk meminimalkan factor

resiko yang dapat memcu jatuh, kejadian jatuh tidak ada,

pemahaman pencegahan jatuh (Nurarif, Amin Huda & Kusuma,

2016).

Adapun intervensi tindakan pada klien 1 dengan diagnosa

risiko jatuh sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018) antara lain, 1. Identifikasi factor resiko jatuh 2. Hitung risiko

jatuh dengan menggunakan skala (mis. fall morse scale) 3. Pasang

handrall tempat tidur 4. Atur tempat tidur mekanis posisi rendah 5.


Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk

berpindah.

Sedangkan pada pasien 2 peneliti mencatumkan tujuan

setelah melakukan tindakan keperawatan dalam waktu yang telah

ditentukan diharapkan risiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasi

l : Tidak jatuh dari tempat tidur meningkat, tidak jatuh saat berjalan

meningkat, kemampuan mengidentifikasi factor resiko meningkat,

kemampuan melakukan strategi kontrol resiko meningkat (Tim

Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

Adapun intervensi tindakan pada klien 2 dengan diagnosa

risiko jatuh sudah sesuai menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018) antara lain, 1. Identifikasi factor resiko jatuh 2. Identifikasi

factor lingkungan yang meningkatkan factor resiko jatuh 3. Hitung

resiko jatuh dengan menggunakan skala morse 4. Orientasikan

ruangan pada pasien dan keluarga 5. Pastikan roda tempat tidur dan

kursi roda dalam kondisi terkunci 6. Pasang handrall tempat tidur

7. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk

berpindah.

Menurut teori (Puspitasari, 2012) risiko jatuh dapat

diminimalisir dalam dengan terpasangnya handrail tempat tidur,

lantai tidak licin, tempat tidur tidak terlalu tinggi dan cukup

penerangan, tidak ada kelemahan fisik dan penurunan kekuatan

otot.
Menurut peneliti kelebihan perencanaan yang telah disusun

pada pasien 1 dan pasien 2 sesuai dengan diagnosa yang

ditegakkan dari awal yang telah disusun sesuai dengan teori yang

ada, intervensi yang telah disusun sesuai dengan teori menurut

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Serta pada penerapan dan

penulisan kriteria hasil pada klien 2 sudah sesuai dengan teori

SLKI. Adapun kekurangan nya yaitu penerapan dan penulisan

kriteria hasil pada klien 1 belum sesuai dengan teori yang terdapat

pada SLKI.

4. Pelaksanaan

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh

karena itu, jika intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam

perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka

tindakan tersebut disebut implementasi keperawatan. Setiadi dalam

Februanti, 2019.

Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan

di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang

di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di

laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi


masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam

mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping. Setiadi dalam Februanti, 2019.

Implementasi yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2 dibagi

dalam empat komponen yaitu tindakan observasi, tindakan terapeutik,

tindakan edukasi, dan tindakan kolaborasi. Implementasi yang

dilakukan peneliti disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.

Implementasi pada pasien 1 dilakukan oleh peneliti dari tanggal 8

April 2019 sampai 10 April 201. Pada hari pertama pasien mengatakan

keluam r dari ruang operasi pukul 14.00, kemudian peneliti melakukan

pengkajian pada klien 1. Pada hari pertama peneliti mengajarkan tehnik

non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.

Pasien tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas

dalam.

Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk

menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri

dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien

dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu

diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman,

pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang

rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi

menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari


nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus,

serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri

(Maliya, 2016).

Pada hari kedua pasien dilakukan tindakan kontrol lingkungan dan

mobilisasi dini. Kontrol lingkungan bertujuan untuk menguragi rasa

nyeri pasien dan memaksimalkan tehnik non farmakologis. Sedangkan

mobilisasi dini bertujuan untuk memulihkan kondisi paska operasi.

Menurut teori (Maliya, 2016) hal-hal yang perlu diperhatikan saat

relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien

harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat

meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi

impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke

kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak

pada menurunnya persepsi nyeri.

Menurut teori (Prayitno & Haryati, 2011) setelah 24 – 48 jam

pertama paska bedah, pasien dianjurkan untuk segera meninggalkan

tempat tidur atau melakukan mobilisasi dini. masalah yang sering

muncul segera setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang

perawatan dengan edema/bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak

sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan kemampuan untuk

ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma.

Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada

pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur
sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan

dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien. Manfaat ambulasi

dini adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mengurangi komplikasi

immobilisasi paska operasi, mempercepat pemulihan pasien paska

operasi.

Pada hari ketiga pasien dilakukan identifikasi luka dan didapatkan

data terdapat luka jahitan di paha kiri ± 25 cm, luka sudah mulai tampak

kering ,tidak ada pembengkakan, tampak ada sedikit kemerahan

disekitar luka.

Implementasi pada pasien 2 dilakukan dari tanggal 2 Mei 2019

sampai 5 Mei 2019, hari pertama dilakukan pengkajian terhadap pasien

dan megajarkan terapi non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam. Pasien

tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam.

Pada hari kedua peneliti melakukan tindakan observasi yaitu

mengidentifikasi nyeri, mobilitas, perawatan diri dan luka pada klien.

Peneliti juga melakukan tindakan kolaborasi pemberian obat sesuai

dengan resep dokter. klien mengatakan nyeri yang dirasakan sedikit

berkurang, pasien masih tampak kesulitan dalam melakukan mobilisasi,

dan klien terlihat mulai melakukan perawatan diri.

Pada hari ketiga pasien peneliti melakukan tindakan observasi

kembali. Mengidentifikasi nyeri, mobilitas, perawatan diri dan luka

pada klien. Peneliti juga melakukan tindakan kolaborasi pemberian

obat sesuai dengan resep dokter. klien mengatakan nyeri sudah


berkurang dengan skal nyeri 3, klien terlihat sudah bisa duduk sendiri

dengan memegang pagar yang berada di sisi tempat tidur.

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau

evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan

cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga

kesehatan lainnya.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada pasien 1, pada

post operatif terdapat empat masalah keperawatan yang ditegakkan,

hanya dua masalah yang teratasi yaitu nyeri akut dan resiko jatuh. Pada

diagnosa nyeri akut, masalah dapat teratasi ditandai dengan nyeri

berkurang, skala nyeri 3 yaitu nyeri yang dirasakan hanya sedikit

seperti cubitan ringan pada area jahitan, tanda-tanda vital normal,

pasien menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang. Sedangkan pada

diagnosa resiko jatuh, masalah dapat teratasi ditandai dengan klien tidak

ada mengalami jatuh selama dalam masa perawatan, dan handrall

tempat tidur pasien selalu terpasang. Serta dua diagnosa yang sebagian

teratasi yaitu ganggguan integritas kulit/jaringan dan gangguan

mobilitas fisik. Pada diagnosa gangguan intergritas kulit/jaringan,

masalah sebagian teratasi ditandai dengan klien mengatakan nyeri

berkurang serta tidak ada tanda dan gejala infeksi di sekitar luka.

Sedangkan pada diagnosa gangguan mobilitas fisik, massalah sebagian


teratasi ditandai dengan klien sudah bisa miring kiri dan miring kanan

serta sudah bisa duduk dengan posisi semifowler.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada pasien 2 dari lima

diagnosa keperawatan. Pada post operatif terdapat lima masalah

keperawatan yang ditegakkan dan semua diagnosa keperawatan dapat

teratasi.

Pada diagnoa nyeri akut, masalah teratasi ditandai dengan nyeri

berkurang, klien tampak rileks, skala nyeri 3 dan klien terlihat tiak

merngis lagi. Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik nyeri teratasi

ditandai dengan klien tampak mulai bisa melakukan pergerakan, klien

tampak sudah bisa duduk dengan posisi semifowler. Pada diagnosa

perfusi prefer tidak efektif, masalah dapat teratasi ditndai dengan klien

mengatakan kakinya sudah tidak bengkak lagi dan edem pada kaki

kanan klien sudah menurun. Pada diagnosa deficit perawatan diri,

masalah dapat teratasi ditandai dengan klien mulai rutin dalam

melakukan perawatan diri, klien diseka oleh keluarganya sebanyak da

kali sehari, dalam memenuhi personal hygiene klien dibantu oleh

keluarganya. Pada diagnosa resiko jatuh, masalah dapat teratasi ditandai

dengan klien mengatakan kaki kanan nya mulai bisa bergeerak, handrall

tempat tidur tampak terknci, klien tampak aman.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada

klien 1 dengan post operasi fraktur femur sinistra di Ruangan Flamboyan B di

RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Kalimantan Timur dan klien 2 dengan post

operasi fraktur femur dextra di ruangan cempaka di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1 dan peneliti

pada klien 2 sesuai dengan teori meliputi identitas pasien, keluhan utama,

riwayat kesehatan pasien, pola aktivitas sehari-hari, data psikososial, data

status mental pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan terapi. Salah satu focus utama pengkajian pada pasien

dengan post operatif fraktur adalah pengkajian nyeri dengan menggunakan

metode PQRST (Provokes/Palliates, Quality, Region/Radian,

Scale/Severity, Time), pengkajian kondisi luka/ba lutan luka menilai

adanya infeksi pada klien dan status mobilisasi pasien.

2. Diagnosa keperawatan

Menurut teori yang dikemukakan oleh penulis pada bab

sebelumnya diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien post

operatif sebanyak 4 diagnosa. Namun pada pasien 1 dan pasien 2 peneliti

hanya menemukan 2 diagnosa yang sama dengan teori.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien 1 yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan intergritas kulit

berhubungan dengan prosedur infasive, gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan musculoskeletal dan resiko jatuh ditandai

dengan kondisi pasca operasi.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien 2 yaitu

nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan gangguan muculosceletal, perfusi perifer tidak


efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena

(edema), deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan resiko

jatuh ditandai dengan kekuatan otot menurun.

Menurut penulis, berdasarkan data pengkajian terdapat diagnosa

keperawatan lainnya yang bisa diangkat seperti, resiko perfusi perifer tidak

efektif ditandai dengan hipertensi, resiko distress spiritual ditandai dengan

perubahan ritual agama dan resiko infeksi ditandai dengan efek tindakan

infasive.

3. Perencanaan

Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua pasien

dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada,

Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan pasien dan

memperhatikan kondisi pasien serta kesanggupan keluarga dalam

kejasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu intervensi yang

dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.

4. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan

intervene si yang sudah di buat, sesuai dengan kebutuhan kedua pasien

dengan fraktur.

5. Evaluasi Keperawatan

Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada

pasien 1 selama 3 hari dan pada pasien 2 selama 3 hari perawatan oleh
peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon pasien dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan baik, pasien cukup kooperatif dalam pelaksanaan

setiap tindakan keperawatan.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien post

operatif fraktut yang diberikan tepat, peneliti selanjutnya harus benar-

benar menguasai konsep medis tentang fraktur itu sendiri.

Selain itu peneliti harus melakukan pengkajian secara

komprehensif agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan

masalah yang ditemukan pada pasien serta tidak ada masalah yang luput

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Peneliti juga harus

teliti saat analisis data, dimana data subjektif dan objektif yang digunakan

untuk penegakan diagnosa keperawatan harus berdasarkan data yang

didapatkan saat melakukan pengkajian awal.

Pada bagian penegakan diagnosa keperawatan, diharapkan peneliti

lebih teliti lagi dalam menganalisis data mayor maupun data minor baik

yang data subjektif dan data objektif agar memenuhi validasi diagnosis

yang terdapat dalam Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).

Pada intervensi keperawatan, diharapkan peneliti klien 1 dalam

merumuskan kriteria hasil sesuai dengan buku panduan Standar luaran

Keperawatan Indonesia.
Pada bagian implementasi keperawatan, diharapkan peneliti

melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah dirumuskan oleh

peneliti agar diagnosa keperawatan yang muncul dapat teratasi. Pada

bagian evaluasi keperawatan, diaharapkan peneliti lebih memahami

tentang konsep evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Anda mungkin juga menyukai