LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Auto dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 21 April 2020
Keluhan Utama
Sesak
Disabilitas
GCS : E4M6V5
- Exposure
Akral hangat, 36,9℃
B. Status Present
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Berat Badan :
Status gizi :Cukup
Tanda vital
o Tekanan Darah : 190/100mmhg
o Nadi : 100x/menit
o Pernapasan : 28x/menit
o Suhu : 37,9oC
o Saturasi : 99%
C. Status Generalis
- Kepala : Normocephal
- Mata : SI (-/-) CA (-/-) pupil isokor (2mm/2mm)
- Leher : pembesaran kgb (-)
- Thoraks : simetris
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II murni regular, murmur (-) gallop(-)
- Pulmo
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : retraksi dada (-), tidak ada bagian yang tertinggal
Perkusi : perkusi sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SNV (+/+), Rhonki (-/-), Wh (-/-),Stridor (-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, datar
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium(+)
Perkusi : Timpani
- Ekstremitas : akral dingin , CRT <2 detik, edema -/-,
lateralisasi (-)
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Hitung Jenis
Basophil 0 0-1 %
Eosinophil 0 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 28 50 - 70 %
Limfosit 70 25 - 40 %
Monosit 2 2-8 %
KIMIA KLINIK
1.6 PENATALAKSANAAN
Konsul dr. Irfan Sp.PD
- IVFD RL 500cc/12jam
- Omeprazole 2x40mg
- Injeksi ondancentron 3x4mg
- Po Paracetamol 3x500 mg
- Amlodipin 10 mg 1-0-0
- Injeksi Insulin 3x4 IU
- Injeksi Levemir 1x4 IU
- Diet DM 1900 kkal
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2. Klasifikasi
1. Diabetes Melitus Tipe I
Dekstruksi sel β, menjurus ke defisiensi insulin absolut,
- Autoimun
- Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe II
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Diabetes Mellitus yang Berhubungan dengan Keadaan/Sindrom Lainnya
Defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakin eksokrin pankreas
(contoh : pankreatitis), endokrinopati (contoh : akromegali), karena obat/zat kimia
(contoh : pentamidin ), infeksi (contoh L CMV), imunologi (antibodi anti reseptor
insulin), penyakit genetik lain (Sindrom Down, Turner).
4. Diabetes Mellitus Gestasional (kehamilan) [ CITATION ADA10 \l 18441 ].
3.1.4. Patogenesis
Pasien DM tipe 2 mempunyai 2 defek fisiologi : sekresi insulin abnormal dan resistensi
terhadap kerja insulin pada jaringtan sasaran (target). Secara deskripsi dapat dikenali 3 fase, fase
pertama yaitu glokosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi insulin karena kadar
insulin meningkat. Pada fase kedua resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun
konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentu hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah , tetapi sekresi insulin menurun
menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata. Hal yang pertama terjadi adalah
resistensi insulin, hal yang kedua hiperinsulinemia, jadi sekresi insulin meningkat untuk
mengkompensasi keadaan resistensi. Tetapi hipersekresi insulin menyebabkan resistensi insulin .
Sebagian besar pasien DM tipe 2 obesitas. Obesitas menyebabkan resistensi insulin. Tetapi
pasien DM tipe 2 yang tidak obesitas juga mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan
kepekaan insulin, membuktikan obesitas bukan merupakanpenyebab resistensi satu-satunya.
Tetapi pada orang yang kelebihan lemak, penurunan berat badan yangs ederhana seringkali
menghasilkan perbaikan uang besar dalam pengendalian glukosa darah pada penderita DM tipe
2 yang obesitas. Sebagai ringkasan, defek sekresi insulin dan resistensi insulin merupakan ciri
khas DM tipe 2. Masa sel beta intak pada DM tipe 2. Populasi sel alfa meningkat, menyebabkan
peningkatan rasio sel alfa dan beta. Hal ini menyebabkan kelebihan relatif glukagon dibanding
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, gambaran semua keadaan hiperglikemia [ CITATION
Har00 \l 18441 ].
Meskipun resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan jumlah reseptor
insulin, sebagian besar resistensi adalah pascareseptor. Telah lama diketahui bahwa endapan
amiloid ditemukan dalam pankreas pasien diabetes tipe 2. Bahan ini adalah peptida amino 37
yang disebut amilin. Amilin normalnya terbungkus bersama-sama dengan insulin dalam granula
sekretori dan dikeluarkan bersama-sama sebagai reseptor terhadap pengeluaran insulin.
Penumpukan amilin dalam pulau pankreas mungkin merupakan akibat kelebihan produksi
insulin dengan DM tipe 2 yang sudah berjalan lama. Dalam hal ini peranan amilin belum
dibuktikan [ CITATION Har00 \l 18441 ]
Blok metabolik utama terjadi pada sintesis glikogen (metabolisme non oksidatif).
Metabolisme nonoksidatif glukosa yang terganggu seperti hiperinsulinemia dan resistensi insulin
dapat terlihat pada individu non obesitas, relatif normoglikemik dengan DM tipe 2. Pada DM
tipe 2, produksi insulin abnormal tidak terikat baik pada reseptor insulin. Individu seperti ini
berespon terhadap insulin eksogen [ CITATION Har00 \l 18441 ].
3.1.6. Diagnosa
Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara [ CITATION PER11 \l 18441 ]:
1. Jika ditemukan keluhan klasik, dan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL.
2. Jika ditemukan keluhan klasik, dan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL.
3. Jika tidak ditemukan keluhan klasik, tetapi TTGO GD 2 jam ≥ 200 mg/dL.
3.1.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes [ CITATION PER11 \l 18441 ]:
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM. Mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, antara lain edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani, dan intervensi farmakologis. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, warga
dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengataasinya harus diberikan kepada pasien. pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksaan diabetes secara total. Prinsip
pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dnegan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin.
a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
(i). Karbohidrat
46-65 % dari total asupan energi
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama berserat tinggi
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% toltal asupan energi
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)
Makanan 3 kali / hari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Jika
diperlkan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari
(ii). Lemak
20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan > 30% total asupa energi
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk)
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/ hari.
(iii). Protein
10-20% total asupan energi
Sumber protein yang baik adalah seafood (udang, ikan, cumi-cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.
(iv). Natrium
Anjuran asupan natrium pasienDM sama dengan untuk masyarakat umum yaitu <
3000 mg atau sama dengan 9-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Paien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.
(v). Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacanga,
buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/hari.
b. Kebutuhan Kalori
Cara menentukan kebutuhan kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Diantaranya
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti : jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan , dll.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dapat dimodifikasi :
Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Untuk pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
BBI = (TB dalam cm -100) kg
BB Normal : BB ideal ± 10%
Kurus : <BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh dapat
dihitung dengan rumus :
IMT = BB(kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT*
- BB kurang < 18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih > 23,0
Faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
- Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB
- Umur
Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %, untuk usia 40-59
tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi 20 % jika usia diatas 70
tahun.
- Aktivitas fisik atau pekerjaan
Penambahan sejumlah 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keaadaan istirahat,
20 % pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan aktivitas sedang, dan 50 %
aktivitas sangat berat.
- Berat badan
Bila kegemukan diberikan 20-30 % tergantung kepada tingkat kegemukan
Bila kurus ditambahkan sekita 20-30 % sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB
Untuk tujuan menurunkan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi
3. Olahraga
Dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali per minggu selama 30
menit yang sesuai dengan prinsip CRIPE. Perlu diingat bahwa jangan memulai olehraga sebelum
makan, menggunakan sepatu yang ukurannya sesuai, harus didampingi orang yang tahu
mengatasi hipoglikemia, harus selalu membawa permen dan memeriksa kaki secara cermat
setelah olahraga.
C (Continous) : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti
R (Ritmik) : Olahraga berirama yaitu kontraksi dan relaksasi otot secara teratur, seperti
berjalan kaki, berenang, berlari dan bersepeda, atau mendayung.
I (Interval) : Latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.
P (Progreif) : Latihan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai
sedang hingga mencapai 30-60 menit.
E (Endurance) : Latih daya tahan untuk mrningkatkan pernafasan dan jantung seperti jalan ,
jogging, berenang dan bersepeda.
Apabila dalam waktu 1-3 bulan tidak tercapai sasaran pengobatan yang baik dengan diet
dan olahraga maka diberikan medikasi (PERKENI, 2011 ; Yunir & Soebardi, 2009).
4. Medikasi
a. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Golongan Nama Obat Mekanisme Pemberian Keterangan
Sulfonilurea Glibenklamid, Membantu Segera Hipoglikemi
glimepirid pankreas untuk sebelum penurunan
meningkatkan makan gula yang
produksi insulin drastis
Biguanid Metformin Mengurangi Bersama/ Mual atauu
resistensi sesudah nafsu
insulin dengan makan makan
cara berkurang
meningkatkan
uptake glukosa
otot dan
jaringan lemak,
menurunkan
glukoneogenesi
s hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Tiazoldindiom Pioglitazon, Mengurangi
Rosiglitazon resistensi
insulin dengan
cara
meningkatkan
uptake glukosa
otot dan
jaringan lemak,
menurunkan
glukoneogenesi
s hepat, serta
meningkatkan
sekresi insulin
pankreas.
Inhibitor Acarbose Obat bekerja Bersama Sering
Glukosidase memperlambat suapan buang angin
Alfa pencernaan pertama
makanan
menjadi glukosa
Inhibitor DPP Sitagliptin Obat
Vidagliptin merangsang
insulin dan
menekan
glukagon
3.1.8. Komplikasi
Komplikasi diabetes terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut
adalah : KAD (Ketoasidosis Diabetikum), Koma Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketotik, dan
Koma Hipoglikemia[ CITATION PER11 \l 18441 ]. Dan komplikasi kronik dibagi menjadi
makroangiopati, mikroangiopati, neuropati dan gastropati diabetika. Makroangiopati pada
pembuluh darah jantung dapat menyebabkan infark miokard, pada pembuluh darah otak dapat
menyebabkan stroke. Mikroangiopati dapat menyebabkan retinopati diabetika dan nefropati
diabetika. Neuropati diabetika dan gastropati diabetika [ CITATION Was09 \l 18441 ].
3.2.3. Patogenesis
Saat ini hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dari
kerusakan ginjal. Saat nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi dari nefron
yang sehat akan meningkat sebagai kompensasi. Hiperfiltrasi dari nefron yang sehat tersebut
lambat laun akan menyebabkan sklerosis.
Mekanisme dari peningkatan laju filtrasi glomerulus ini masih belum jelas benar, tapi
mungkin disebabkan oleh dilatasi arteriol afere oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantarai oleh hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah ransangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta
TGF β yang diperantarai oleh protein kinase-C (PKC) yang termasuk serine-threonin kinase yang
memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein. Padanawalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-
enzimatik menjadi basa schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang
lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori, jika proses ini berlanjut
terus akan terbentuk Adcanced Glycation End-Products (AGEs) yang ireversibel. AGEs
diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion
molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi
sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oxide. Proses ini akan terus berlanjut
sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis
sesuai denga tahap dari mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya
kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Penelitian pada
hewan diabetes menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan sistem
renin-angiotensin. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh
spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus [ CITATION Hen09 \l 18441 ].
Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalah diabetik
nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus tertentu yang memerlukan
evaluasi lebih lanjut, terutama jika ada gambaran klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium yang mengarah kepada penyakit-penyakit glomerulus nondiabetik
(hematuria makroskopik, cast sel darah merah dll), atau kalau timbul azotermia bermakna
dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya retinopati (terutama DM
tipe I), atau pada kasus proteinuria yang timbul mendadak serta tidak melalui tahapan
perkembangan nefropati. Pada kasus-kasus seperti ini, dianjurkan pemeriksaan melalui
biopsi ginjal [ CITATION Hen09 \l 18441 ] .
Proteinuria pada
diabetik
Singkirkan ISK
Sedimen urin: Cast Eritrosit, leukosit
Hitung Proteinuria kualitatif
USG Ginjal
Jika diduga glomerulonefritis, serologi ANCA, antibodi DNA, C3,C4
Tak perlu biopsi ginjal Biopsi ginjal Tak perlu biopsi ginjal
2. Terapi
Pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :
- Pengendalian gula darah
Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik. Diperlukan pengendalian
DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila
kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan sera kadar lipid dan A1C juga
mencapai kadar yang diharapkan. Dengan demikian pula status dizi dan tekanan
darah. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada tabel (Perkeni,
2011).
Keterangan diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. Perlu konversi nilai kadar
glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar gula
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180
mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah dan lain-lain, mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia
lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan
interaksi obat (PERKENI, 2011 ; Hendromartono, 2009)
- Pengendalian tekanan darah
Indikasi pengobatan tekanan darah bila Tekanan Darah (TD) sistolik > 130 mmHg
dan/atau TD diastolik > 80 mmHg. Sasaran tekanan darah < 130/80 mmHg namun
pada nefropati diabetik dimana terjadi proteinuria ≥ 1 gram / 24 jam yaitu < 123/75
mmHg. Pengelolaan tekanan darah meliputi menurunkan berat badan menjadi berat
badan ideal, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, alkohol serta
mengurangi konsumsi garam.
beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat memberikan terapi farmakologis
adalah :
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
OAH yang dapat digunakan pada DM adalah :
Penghambat ACE (ACEi)
Penyekat receptor angiotensin II (ARB)
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor alfa
Antagonis kalsium (CA)
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan diastoli antara 80-89 diharuskan melakukan perubahan gaya hidup
sampai 3 bulan. Bila ggal mencapai target dapat ditambahkan terap
farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolok >140 mmHg atau tekanan diastolik >90
mHg, dapat diberikan terapi farmakologis langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan :
Pada Nefropati diabetik obat yang digunakan adalah ARB dan ACEi
ACEi, ARB, CA golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria
ACEi dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular
Diuretik HCR dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah dicapai
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapa dicoba menurunkan dosis
secara bertahap
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap. [ CITATION PER11 \l
18441 ]
- Perbaikan fungsi ginjal
diet protein 0,8 gram/kgBB perhari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6-0,8 gram/kg BB per hari.
Jika kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
Idealnya bila klirens kreatinin <15 mmL/menit sudah merupakan indikasi terapi
pengganti (dialisis, transplantasi) (PERKENI, 2011 ; Hendromartono, 2009).
3. Rujukan
Rujukan kepada seorang yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi
glomerulus mencapai < 60 ml/men/173m 2, atau lebih awal jika pasien berisiko
mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien
diragukan [ CITATION Hen09 \l 18441 ].
DAFTAR PUSTAKA