Anda di halaman 1dari 68

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENCURIAN YANG DISERTAI DENGAN


KEKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM
DIHUBUNGKAN DALAM PASAL 365 KUHP TENTANG
PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

SKRIPSI

Diajukan oleh :
Nama : HANDRI MAWARDI
NIM : C06150048
Program Study : ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………...……………………………………………………….i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………...…………..1

B. Rumusan Masalah……………………………………………..…………3

C. Tujuan Penelitian………………………………………………..……….3

D. Manfaat Penelitian………………………………………………..……...4

E. Metode Penelitian………………………………………………………..4

1. Pendekatan Penelitian………………………………………………..5

2. Spesifikasi Penelitian………………………………………………...5

3. Jenis dan Sumber Data……………………………………………….6

4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………...7

5. Teknik Analisis Data…………………………………………………7

6. Lokasi Penelitian……………………………………………………..8

F. Sistematika Penulisan……………………………………………………8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kriminologi…………………………………………………...………...10

1. Pengertian Kriminologi………………………………...…………..10

2. Ruang Lingkup Kriminologi………………………….....…………12

3. Pembagian Kriminologi……………………..………..……………13

4. Teori-Teori Krmininologi……………………..…………………...15

B. Kejahatan………………………………..……………………………...17

1. Pengertian Kejahatan………………………………………………17

2. Jenis Kejahatan…………………………………..………………...20

C. Kejahatan Pencurian…………………………..………………………..21

i
1. Pengertian Pencurian……………...………...……………………..21

2. Pencurian Dengan Kekerasan………………..…………………….24

3. Unsur-Unsur Pencurian dengan Kekerasan………………………..26

D. Pengertian dan Jenis Senjata Tajam…………………...………………..28

E. Teori Penyebab Kejahatan………………………..…………………….30

F. Upaya Penanggulangan Kejahatan…………………...…………………36

G. Kententuan Pidana Pencurian dengan Kekerasan....................................38

H. Ketentuan Pidana Penggunaan Senjata Tajam Tanpa Hak......................39

BAB III PERKEMBANGAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG


MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM DI KABUPATEN SERANG

A. Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata


Tajam……………………………………………….............................. 42

B. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam..................................................................44

C. Hambatan-Hambatan Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian


Dengan Kekerasan………………...........................................................52

BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN


DENGAN KEKERASAN YANG MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM DI
KABUPATEN SERANG

A. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam …………………………………..……….56

B. Upaya Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian


Dengan Kekerasan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian……………………………………………………...59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…...........................................................................................63

B. Saran…......................................................................................................65

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia.


Segala aktifitas manusia baik politik, social dan ekonomi, dapat menjadi suatu
kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus
selalu dicari upaya bagaimana menanganinya seperti berusaha menekan
kualitas dan kuantitasnya serendah mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada. Pada prinsipnya masalah kejahatan tidak berdiri sendiri, tetapi
berkaitan dengan masalah-masalah lain seperti sosial, ekonomi, politik dan
budaya yang mana hal tersebut sebagai fenomena yang saling mempengaruhi
satu sama lain. Karenanya kejahatan adalah hasil interaksi yang disebabkan
adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi,
interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kejahatan, serta
mempunyai hubungan fungsional satu sama lain.1

Sebagai salah satu perbuatan manusia yang menyimpang dari norma pergaulan
hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial, yaitu masalah - masalah
di tengah masyarakat, sebab pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat
juga. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam
sering menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan norma-norma hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
R. Abdoel Djamal mengemukakan bahwa :
Hukum tidak otonomi atau tidak mandiri, bearti hukum itu tidak terlepas dari
pengaruh timbal balik dari keseluruhan aspek yang ada didalam masyarakat.
Sebagai patokan hukum, hukum dapat menciptakan ketertiban dan

1
1Arif Gosita,1983, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: C.V Akademika Pressindo, hal 1.

1
2

kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi kenyataannya masih


banyak masyarakat yang melanggar hukum.2

Didalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota -


anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut
menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan
peristiwa hukum. Hal ini pula yang kemudian mempengaruhi semakin
beragamnya motif kejahatan yang terjadi saat ini. Dari sekian banyak motif
kejahatan dan tindakan kriminal, adalah pencurian. Terjadinya pencurian
dalam masyarakat, misalnya kebutuhan beberapa unsur struktur sosial
masyarakat, seperti kebutuhan yang semakin meningkat, susahnya mencari
pekerjaan, adanya peluang bagi pelaku serta ringannya hukuman.

Dengan semakin meningkatanya kejahatan pencurian, maka berkembang pula


bentuk-bentuk lain dari pencurian itu sendiri. Salah satunya adalah, pencurian
dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Pencurian dengan
kekerasan merupakan kejahatan terhadap harta benda.

Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa


dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang orang lain
tapi juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang-orang yang terkait.
Pencurian dengan kekerasan sendiri juga sering menggunakan senjata tajam
dalam melaksanakann aksinya untuk membuat korban merasa takut. Khusus
nya di Kab. Serang Banten pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam sudah sangat meresahkan masyarakat mereka
beraksi tak kenal waktu dan tempat. Fenomena yang baru-baru ini terjadi
adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang sepak terjangnya di dunia
kriminalitas jalanan sudah sangat banyak. Dia telah menjadi tersangka sebagai
spesialis pencurian yang disertai kekerasan dan telah melakukan aksinya di 35
titik lokasi yang berada dalam wilayah hukum Polres Kab Serang. Biasanya
dia mengancam korbannya dengan senjata tajam agar mereka takut dan
menyerahkan harta benda miliknya. Sehingga dari kasus tersebut perlu adanya
2
R. Abdoel Djamal, S.H. Penerbit : PT.. Rajagrafindo Persada  Cetakan Ke-17, September 2011
3

penanggulangan kejahatan dengan sistem preventif dalam arti mengutamakan


tindakan pencegahan. Di samping juga mengadakan penanggulangan yang
bersifat represif dalam arti penyembuhan atau pemulihan kembali pada para
pelanggar hukum menjadi anggota masyarakat yang baik.3

Untuk itulah kemudian perlu dilakukan tinjauan terhadap kejahatan pencurian


dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, agar kemudian dapat
ditentukan solusi efektif untuk menanggulangi dan memberantas atau paling
tidak meminimalisir tindakan - tindakan negatif guna terwujudnya stabilitas
dalam setiap hubungan di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji


permasalahan tersebut dengan judul “Tinjauan Kriminologis Pencurian
Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam.”

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan


Yang Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang?

2. Upaya apakah yang dilakukan oleh penegak hukum yang berwenang


dalam menanggulangi terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Yang
Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian menurut penulis


adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya


pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di Kab.
Serang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh aparat


penegak hukum yang berwenang dalam menanggulangi terjadinya
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di

3
Bambang Waloyu, Pidana dan Pemidanaan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.1.
4

Kabupaten Serang.

D. Manfaat Penelitian

Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan mendatangkan manfaat yang


berupa:

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah


khazanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya
tentang hal yang berhubungan dengan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam. Selain itu dapat dijadikan bahan kajian lebih
lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan hukum di Indonesia.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi pengetahuan dan bagaimana


upaya pencegahan sehingga kasus-kasus pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam bisa dikurangi. Selain itu juga sebagai
pedoman dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun
masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah
dalam memberantas pencurian.

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah-langkah atau cara yang digunakan


untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan permasalahan yang
sedang diteliti dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber yang
terkait4. Adapun metode penelitian yang digunakan Penulis dalam penelitian
ini meliputi :

1. Pendekatan Penelitian
4
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 93
5

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan


dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris sebagai berikut:

1. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan


berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
konsep-konsep, asasasas hukum serta peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula
dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-
buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.

2. Pendekatan yuridis empiris merupakan suatu pendekatan penelitian


terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum yang dilakukan
dengan carameneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh
secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi terhadap
permasalahan yang dibahas.5

2. Spesifikasi Penelitian

Yaitu bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan lengkap dari


bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan


perundang undangan yang berlaku atau ketentuan- ketentuan yang
berlaku. Sehubungan dengan itu maka bahan hukum primer yang
digunakan adalah:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Bahan Hukum Sekunder


5
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta, Sinar Grafika. 2009. hlm. 12
6

Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan

hukum primer, diantaranya yang berasal dari karya para sarjana,

jurnal, data yang diperoleh dari instansi, serta buku-buku kepustakaan

yang dapat dijadikan referensi yang dapat menunjang penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier


Yaitu bahan hukum yang mengandung bahan hukum sekunder yang
berasal dari kamus

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam peneitian ini diperoleh penulis dari 2 (dua)
jenis data yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawanara
dengan pihak terkait sehubungan dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan yaitu


penelitian keperpustakaan, yaitu dimana dengan membaca buku yang
ada hubungannya dengan objek yang dimaksud sesuai dengan judul
skripsi ini kemudian membandingkan antara satu dengan yang lain
dan dari hasil perbandingan itulah ditarik kesimpulan sebagai bahan
kajian.

Sumber data diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber
data yaitu :

1. Sumber Data Primer

Sejumlah data atau fakta yang diambil secara langsung dari sumber
data di lapangan (Kantor Kepolisian).

2. Sumber Data Sekunder


7

Semua data sekunder yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer


berupa pendapat para ahli sarjana serta literatur-literatur yang relevan
dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu :

a. Interview (Wawancara)

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara komunikasi


atau dialog dengan pihak Kepolisian Polres Serang Kabupaten dan
Pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan. Hasil wawancara itu
bertujuan untuk mendapatkan data akurat dan valid tentang informasi
yang menjadi focus peneliti.

b. Ethnographi

Ethnographi adalah suatu strategi penelitian yang sering digunakan


dalam ilmu sosial, yang bertujuan untuk menjelaskan keadaan Pelaku
kejahatan pencurian dengan kekerasan yang dipelajari khususnya di
wilayah hukum Polres Serang Kabupaten.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara


mengumpulkan data-data tertulis berupa bukti aparat penegak hukum
khususnya di Polres Serang Kabupaten.

5. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis yang bersifat
deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil
yang didapatkan, baik dari hasil data kepustakaan maupun dari hasil data
di lapangan untuk selanjutnya diketahui serta diperoleh kesimpulan secara
induktif yaitu pengambilan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus
menjadi hal-hal yang bersifat umum dan selanjutnya diajukan saran
sebagai rekomendasi penelitian.
8

6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Polres Serang Kabupaten. Pemilihan lokasi ini


didasari alasan karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang
memiliki tingkat perkembangan pembangunan dan penduduk yang cukup
pesat. Hal tersebut diikuti pula dengan meningkatnya angka kejahatan,
yang dilakukan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata
tajam dalam beberapa tahun terakhir. Pertimbangan Penulis yaitu bahwa
dengan melakukan penelitian di wilayah hukum tersebut, Penulis dapat
memperoleh data yang lengkap, akurat dan memadai.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar mempermudah dan memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan,


maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut :

1. Pendahuluan

Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan


penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisian.

2. Landasan Teori

Bab ini menjelaskan pengertian mengenai pemahaman pada pengertian-


pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat
teoritis yang nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara
teori yang berlaku dengan kenyataan yang terdapat dalam praktek. Adapun
garis besar penjelasan dalam bab ini adalah menjelaskan mengenai
tinjauan kriminologis tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan
yang menggunakan senjata tajam.

3. Perkembangan Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan


Senjata Tajam di Kabupaten Serang

Bab ini merupakan hasil penelitian penulis tentang perkembangan


pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, faktor
9

penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan yang menggunakan


senjata tajam dan juga menjelaskan hambatan-hambatan dalam
penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam.

4. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan


Yang Menggunakan Senjata Tajam Di Kabupaten Serang

Bab ini merupakan pembahasan yang berisikan uraian tentang upaya


penanggulangan kejahatan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjatan tajam dan juga upaya penanggulangan yang
berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia terhadap kasus tersebut.

5. Penutup

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang menguraikan tentang
kesimpulan dari penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dan saran yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada dalam
penulisan skripsi ini sertai uraian bagian kesimpulan yang berisi jawaban
dari masalah yang di teliti.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang muncul pada


abad ke-19 yang intinya mempelajari sebab musabab dari kejahatan.
Perkembangan ruang lingkup kriminologi sejalan dengan pemikiran yang
mendasari kejahatan itu sendiri. Istilah kriminologi pertama kali
dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi
Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata crime yang
berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka
kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan.6

Bonger memberikan definisi bahwa “kriminologi adalah ilmu


pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan dengan seluas-
luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini
menjadi kriminologi murni yang mencakup:

a. Antropologi Kriminal

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) yang


memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam
tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa dan apakah ada
hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

b. Sosiologi Kriminal

lmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat


yang ingin menjawab sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan
dalam masyarakat.

6
https://gumilar69.blogspot.com/2013/06/kriminologi.html

10
11

c. Psikologi Kriminal

lmu pengetahuan tentang penjahat dilihat dari sudut jiwanya.

d. Psikopatolgi dan Neuropatologi

Kriminal lmu tentang penjahat yang sakit jiwa

e. Penologi

lmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Muhammad Mustofa mengemukakan pada umumnya, para sarjana


kriminologi bersepakat bahwa yang merupakan objek penelitian
kriminologis adalah kejahatan, penjahat, tingkah laku menyimpang
pelaku, penyimpang korban kejahatan, reaksi sosial terhadap tingkah laku
jahat dan tingkah laku menyimpang, baik merupakan reaksi formal, yaitu
bekerjanya pranata-pranata sistem peradilan pidana, maupun reaksi non
formal dari warga masyarakat terhadap pelaku kejahatanserta korban
kejahatan dalam suatu peristiwa kejahatan. Keseluruhan objek penelitian
kriminologi tersebut dipelajari sebagai gejala sosial.7

Adapun objek Kriminologi secara singkat menurut T.Effendi 2009


adalah:

a. Kejahatan

Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita tangkap


secara spontan adalah tindakan yang merugikan orang lain atau
masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan adalah suatu
perbuatan yang bertentangan dengan norma. Kejahatan yang
dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap
undang-undang pidana.

b. Pelaku
7
Muhammad Mustofa, Kriminologi, Penerbit Fisip Ui Press, Tahun 2007, Hal 5
12

Yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat


dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan
sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian
kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah
melakukan kejahatan.8

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kriminologi


pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan, untuk
memahami sebab-musabab terjadinya kejahatan serta upaya-upaya apa
yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan dan juga bahwa
kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena
dengan adanya kriminologi, dapat dipergunakan sebagai kontrol social
terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana.

2. Ruang Lingkup Kriminologi

Menurut Sutherland Indah Sri Utari 2012 kriminologi terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu :

a. Etiologi Kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-


sebab kejahatan.
b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah
lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.
c. Sosiologi hukum pidana, yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-
kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.9

Sedangkan menurut A.S. Alam ruang lingkup pembahasan kriminologi


mencakup dua hal pokok, yakni :

a) Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (Making Laws);


b) Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan
terjadinya kejahatan.

8
T.Effendi,2009,Kriminologi, Pustaka Refleksi, Jakarta, Hal.3.
9
B. Simandjuntak, Ruang Lingkup Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung, Tarsito, 1981, hlm. 2.
13

c) Reaksi terhadap pelanggaran hukum. Reaksi dalam hal ini bukan


hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif
tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-
upaya pencegahan kejahatan.

Dalam hal proses pembuatan hukum pidana (process of making laws)


maka yang jadi pokok bahasannya meliputi definisi kejahatan, unsur-
unsur kejahatan, relativitas pengertian kejahatan, penggolongan
kejahatan, dan statistik kejahatan.

Dalam etiologi criminal, yang dibahas aliran-aliran (muzhab-muzhab)


kriminologi, teori-teori kriminologi, dan berbagai perspektif kriminologi.

Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga yaitu reaksi terhadap


pelanggaran hukum antara lain teori-teori penghukuman dan upaya-upaya
penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan pre-entif,
preventif, represif, dan rehabilitatif.10

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kriminologi mempelajari


mengenai kejahatan, yaitu pertama, norma-norma yang termuat didalam
peraturan pidana, kedua mempelajari tentang pelakunya, yaitu orang yang
melakukan kejahatan, atau sering disebur penjahat. Dan yang ketiga
adalah reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku.

3. Pembagian Kriminologi

Menurut A.S. Alam 2010 kriminologi dapat dibagi dalam dua golongan
besar yaitu :

a) Kriminologi Teoritis

Secara teoritis kriminologi ini dapat dipisahkan kedalam lima cabang


pengetahuan. Tiap-tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya
mengenai sebab musabab kejahatan secara teoritis. Kelima cabang

10
H.M Ridwan dan Ediwarman, Azaz-Azas Kriminologi, Medan, USU Press, 1994, hlm. 1.
14

tersebut adalah:

1) Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


tanda-tanda fisik yang menjadi ciri khas dari seorang penjahat.
Misalnya menurut Lambroso ciri seorang penjahat diantaranya,
tengkoraknya panjang, rambutnya lebat, tulang pelipisnya
menonjol ke luar, dahinya mencong dan seterusnya.

2) Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


kejahatan sebagai gejala sosial.

3) Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari


kejahatan dari sudut ilmu jiwa.

4) Psikologi dan Neuro Phatologi Kriminal, yaitu ilmu pengetahuan


yang mempelajari tentang penjahat yang sakit jiwa /gila. Misalnya
mempelajari penjahat-penjahat yang masih dirawat di rumah sakit
jiwa.

5) Penologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang


sejarah, arti dan faedah hukum.11

b. Kriminologi Praktis

Yaitu ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberantas kejahatan


yang timbul di dalam masyarakat. Dapat pula disebutkan bahwa
kriminologi praktis adalah merupakan ilmu pengetahuan yang
diamalkan (applied criminology). Cabang-cabang dari kriminologi
praktis ini adalah:

1. Hygiene Kriminal, yaitu cabang kriminologi yang berusaha


untuk memberantas faktor penyebab timbulnya kejahatan.

2. Politik Kriminal, yaitu ilmu yang mempelajari tentang


bagaimanakah caranya menetapkan hukum yang sebaik-

A.S. Alam, 2010. Pembagian Kriminologi. Penerbit Pustaka Refleksi :


11

Makassar.
15

baiknya kepada terpidana agar ia dapat menyadari kesalahannya


serta berniat untuk tidak melakukan kejahatan lagi.

3. Kriminalistik (police scientific), yaitui ilmu tentang


penyelidikan teknik kejahatan dan penangkapan pelaku
kejahatan.

4. Teori – Teori Kriminologi

Indah Sri Utami 2012 dikutip dalam bukunya bahwa dalam kriminologi
juga dikenal adanya beberapa teori yaitu :

a. Teori Differential Association

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland, seorang ahli


sosiologi Amerika. Terdapat dua versi dalam teori ini yang pertama
Sutherland tertuju pada soal konflik budaya, keberantakan sosial, serta
differential association. Dan selanjutnya yang kedua Sutherland
mengartikan bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan
menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi
dari proses komunikasi dari orang lain.12

Kemudian pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi


kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa
semua tingkah laku itu dipelajari, tidak ada ang diturunkan
berdasarkan pewarisan orang tua. Tegasnya pola perilaku jahat tidak
diwariskan tapi dipelajari melalaui suatu pergaulan yang akrab.

b. Teori Anomie

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkhiem yang


mempergunakan istilah anomie untuk mendeskripsikan keadaan
“deregulation” di dalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak
ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga

12
Indah Sri Utami, Aliran Dan Teori Kriminologi, Semarang: Thafa Media, 2012, hlm. 1
16

orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini
menyebabkan deviasi.

Teori ini tidak lepas dari konsepsi Durkheim tentang manusia yang
menurutnya ditandai oleh tiga hal yakni manusia merupakan makhluk
sosial, eksistensinya sebagai makhluk sosial, manusia cenderung
hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada
masyarakat tersebut sebagai koloni.

c. Teori Sub-Culture

Pada dasarnya teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk


kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe gang. Teori ini
banyak dipengaruhi oleh Mashab Chicago selain juga dipengaruhi
Teori Anomie dan pemikiran-pemikiran Solomon Kobrin. Ada dua
topik yang dibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan
subkultur yaitu mereka yang mempelajari kenakalan gang dan teori
tentang subkultur. Oleh karena terdapat perbedaan pembahasan inilah
maka muncul berbagai teori subkultur. Teori yang paling menonjol
adalah teori delinquent subkultur dari Cohen dan teori differential
opportunity dari Cloward dan Ohlin.

d. Teori Culture Conflict

Teori ini dikemukakan Thorsten Sellin dalam bukunya Culture


Conflict and Crime (1938). Menurut Sellin, Culture Conflict
merupakan konflik dalam nilai sosial, konflik kepentingan dan konflik
norma. Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil
sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau
acapkali sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah
atau budaya satu ke budaya yang lain dan dipelajari sebagai konflik
mental.

e. Teori Labeling
17

Teori ini merupakan cabang atau pengembangan dari teori yang


muncul lebih dahulu, teori ini menjawab pertanyaan tentang kejahatan
dan penjahat dengan mengunakan prespektif yang baru. Teori labeling
banyak dipengaruhi oleh aliran Chicago yaitu yang berkaitan dengan
interaksionis simbolis. Howard S. Becker dan Edwin Lemert
merupakan tokoh-tokoh penting dalam pengembangam teori ini.
Pembahasan teori Labeling menekankan pada dua hal yaitu :

1. Menjelaskan permasalahan mengapaa dan bagaimana orang- orang


tertentu di beri label.

2. Pengaruh efek dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari


perbuatan yang telah dilakukannya.13

B. Pengertian Kejahatan dan Jenis Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk
menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan
demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut
bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat
relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian.

Definisi kejahatan dilihat dari sudut pandang hukum atau secara yuridis
menganggap bahwa bagaimanapun jeleknya perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang, sepanjang perbuatan tersebut tidak dilarang dan tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana, perbuatan tersebut
tetap dianggap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Kejahatan adalah
delik hukum (rechts delicten) yaitu perbuatan- perbuatan yang meskipun
tidak ditentukan dalam Undang-Undang sebagai peristiwa pidana, tetapi
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.

13
Indah Sri Utami, Aliran Dan Teori Kriminologi, Semarang: Thafa Media, 2012, hlm. 2
18

Menurut Topo Santoso 2003 “secara sosiologis kejahatan merupakan


suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun
masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan
tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang
sama”.14

Sedangkan menurut R. Soesilo (1986:13), kejahatan dalam pengertian


sosiologis meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun tidak atau
belum ditentukan dalam undang-undang, karena pada hakikatnya warga
masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan bahwa perbuatan tersebut
menyerang dan merugikan masyarakat.15

Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria


dengan tingkat pendidkan yang berbeda. Tindak kejahatan bisa dilakukan
secara sadar yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud
tertentu secara sadar benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat
abstrak, dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya
saja.

Syahruddin 2003 mengemukakan adapun beberapa definisi kejahatan


menurut beberapa pakar :

1. Kartono berpendapat secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk


tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril),
merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana.

2. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti


sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat
sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk
menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman
kepada penjahat.
14
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Op. Cit, hlm. 9-11.
15
Soesilo, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Politae,
Bogor., hlm. 52-53
19

3. M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam


masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar
hukum dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman
denda dan seterusnya.

4. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat


anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara
berupa pemberian penderitaan.

5. Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran


norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat
sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak
boleh dibiarkan (negara bertindak).

6. J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya


“Paradoks Dalam Kriminologi” menyatakan bahwa, kejahatan
mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan
penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta
bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun
pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat
sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu pemerkosaan terhadap skala
nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat
sesuai dengan ruang dan waktu.16

2. Jenis Kejahatan

Dalam bukunya, A.S. Alam membagi definisi kejahatan ke dalam dua


sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the
legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah
setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun
jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang dalam

16
Husein, Syahrudin, 2003, Kejahatan dalam Masyarakat dan Penanggulanggannya, Sumatera
Utara, Universitas Sumatera Utara
20

perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang


bukan kejahatan. Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from
the sociology point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini
adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup
didalam masyarakat.17

Apabila pendapat tentang kejahatan di atas dipelajari secara teliti, maka


dapat digolongkan dalam dua jenis pengertian sebagai berikut :

a. Pengertian secara praktis(sosiologis)

Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang


hidup dalam masyarakat disebut kejahatan.

b. Pengertian secara religious

Menurut sudut pandang religious, pelanggaran atas perintah Tuhan


disebut kejahatan

c. Pengertian secara yuridis

Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan


atau pelalaian yang dilarang oleh hukum public untuk melindungi
masyarakat dan diberi pidana oleh Negara. Untuk menyebut suatu
perbuatan sebagai kejahatan, A.S. Alam menguraikan tujuh unsur
pokok yang saling berkaitan yang harus dipenuhi. Ketujuh unsur
tersebut antara lain :

1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)

2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam KUHP

3. Harus ada perbuatan (criminalact)

4. Harus ada maksud jahat (criminal intent = mensrea)

5. Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.

6. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur dalam

17
A. S. Alam, Jenis Kejahatan Op Cit., hlm. 3
21

KUHP dengan perbuatan.

7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersbut.


Menurut penulis, suatu perbuatan sekalipun tidak diatur dalam
undang-undang tetapi apabila dianggap melanggar norma-norma yang
masih hidup dalam masyarakat secara moril, tetap dianggap sebagai
kejahatan namun seburuk-buruknya suatu perbuatan sepanjang
perbuatan itu tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana, maka
perbuatan itu tidak dianggap sebagai kejahatan dari sudut pandang
hukum atau yang kita kenal dengan “asas legalitas”.

C. Kejahatan Pencurian

1. Pengertian Pencurian

Dari bahasa etimologi pencurian berasal dari kata curi yang mendapat
awalan pe- dan akhiran-an. Pencurian dalam kamus hukum adalah
mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah biasanya
dengan sembunyi-sembunyi. Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP
yaitu “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud memiliki barang
itu dengan melawan hak dihukum karena pencurian dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
900”18

Dalam penjelasan KUHPidana menurut R.Soesilo 1995 pencurian


mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan “mengambil”,

Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil


barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya, apabila
waktu memiliki itu barangnya sudah ada di tangannya, maka
perbuatan ini bukan pencurian tetapi penggelapan (Pasal 372
KUHpidana).
18
AdamI Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta : PT.Raja GrafikaPersada, 2002, h 91
22

Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila


barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja
barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat
dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru “mencoba” mencuri.

b. Diambil harus sesuatu barang

“sesuatu barang” yaitu segala sesuatu yang berwujud termasuk pula


binatang (manusia tidak masuk), misalnya uang, baju, kalung dan
sebagainya. Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan
“gas”, meskipun tidak berwujud, tetapi dialirkan di kawat atau pipa.
Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.Oleh karena
mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan)
tidak dengan izin wanita itu, termasuk pencurian, meskipun dua helai
rambut tidak ada harganya.

c. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

Barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Sebagian


kepunyaan orang lain” misalnya, A bersama B membeli sebuah
sepeda, maka sepeda itu kepunyaan A dan B disimpan di rumah A,
kemudian dicuri oleh B, atau A dan B menerima barang warisan dari
C, disimpan di rumah A, kemudian dicuri oleh B. suatu barang yang
bukan kepunyaan seseorang tidak menimbulkan pencurian, misalnya
binatang liar yang hidup di alam, barang-barang yang sudah dibuang
oleh yang punya dan sebagainya.

d. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki


dengan melawan Hukum (melawan hak).19

“Pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk


dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan
pencurian. Seseorang “menemui” barang di jalan kemudian diambilnya.Bila
waktu pengambil itu sudah ada maksud “untuk memiliki” barang itu, masuk

19
Soesilo 1995, Unsur Unsur Pencurian, Op.Cit, hlm 250
23

pencurian. Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa barang akan


diserahkan kepada polisi. Akan tetapi serentak datang di rumah barang itu
untuk dimiliki diri sendiri (tidak diserahkan kepada polisi), ia salah
“menggelapkan”(Pasal 372), karena waktu barang sudah berada ditangannya

Menurut Andi Hamzah 2009 delik pencurian adalah delik yang paling
umum, tercantum di dalam semua KHUPidana di dunia, yang disebut
delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara. Bagian inti delik
pencurian dalam Pasal 362 KUHPidana yang menjadi definisi semua jenis
delik pencurian adalah :

1) Mengambil suatu barang

2) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

3) Dengan maksud untuk memilikinya secara,

4) Melawan hukum.20

Selanjutnya Koster Henke menjelaskan, jika misalnya seseorang mencuri


barang miliknya sendiri yang sementara digadaikan, maka bukan delik
pencurian. Lain halnya KUHPidana Jepang, pencurian milik sendiri
dianggap milik orang lain sesuai dengan perintah penjabat publik. Akan
tetapi, jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada
orang lain, maka tetap merupakan delik pencurian. Itulah bedanya dengan
delik penggelapan, karena pada delik pencurian, barang yang dicuri itu
pada saat pengambilan itulah terjadi delik, karena pada saat itulah barang
berada di bawah kekuasaan si pembuat. Walaupun pengambilan itu hanya
untuk dipergunakan sementara barang itu merupakan “’memiliki” barang
itu. Dengan maksud untuk melwan hukum barang itu sebagai tuan dan
penguasa memiliki barang itu.

2. Pencurian Dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana)

Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

20
Andi Hamzah 2009, delik pencurian, Penerbit Sinar Grafika, Hal.3
24

Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. lawang penyimpangan


perilaku adalah suatu tindakan yang menyimpang dari norma yang
berlaku dalam system sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Dalam pasal 362 KUHP dikatakan “pengambilan suatu barang, yang
seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
memiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian”. Dengan
demikian perampokan juga dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu
barang.21

Pencurian dengan kekerasan memang sangat berbeda dengan pencurian.


Namun substansi yang ada dalam pencurian dengan kekerasan sama
dengan pencurian. Letak perbedaan keduanya pada teknis dilapangan,
pencurian dengan kekerasan adalah tindakan pencurian yang berlangsung
saat diketahui sang korban, sedangkan pencurian identik dilakukan saat
tidak diketahui korban.

Pada hukum positif (KUHP) pencurian dengan kekerasan dikategorikan


dalam delik pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam pasal 365
KUHP yaitu pencurian yang didahului,diserai,diikuti dengan kekerasan
yang ditujukan pada orang dengan tujuan untuk mempermudah
dalammelakukan aksinya.

Menurut Andi Hamzah 2009 pencurian dengan kekerasan adalah


pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau
dengan ancaman kekerasan terhadap orang. Pencurian dengan kekerasan
diatur dalam Pasal 365 KUHPidana yang diantaranya menyebutkan:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun


pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal ini
21
Moeljatno, Kitab undang-undang Hukum Pidana, Cet ke-26, (Jakarta : budi aksara,2007)
Hal.128-129.
25

tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau


peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :

a. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah


atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan.

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan


bersekutu.

c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau


memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian jabatan palsu.

d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

e. Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan


pidana penjara paling lama lima belas tahun.

3. Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang
atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam hal no.1 dan no.322

Untuk mencapai hasil yang dituju dalam hal ini mencuri, maka pembuat
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pencurian dengan
kekerasan bukanlah merupakan pencurian gabungan dalam artian
gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindak pidana kekerasan
meskipun dilakukan dengan kekerasan, kekerasan dalam hal ini
merupakan keadaan yang berkualifikasi, maksudnya bahwa kekerasan
adalah suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian biasa menjadi
pencurian dengan kekerasan.

Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan

22
DR. Andi Hamzah,S.H, KUHP & KUHAP, Penerbit Rineka Cipta, hal 141-142
26

bahwa dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang


orang lain tapi juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang-
orang yang terkait ketika pelaku melakukan aksinya.

3. Unsur-Unsur Pencurian Dengan Kekerasan

Unsur-unsur delik pencurian atau pencurian dengan kekerasan terdapat


dua unsur, adapun unsur yang pertama adalah unsur objektif (perbuatan
mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadan yang menyertai atau
melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik
orang lain) dan yang kedua ada unsur subjektif (adanya maksud yang
ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum). Berdasarkan
rumusan pasal 362-363 KUHP maka unsur-unsur objektif dan subjektif
antara lain sebagain berikut : 23

a) Unsur objektif

Unsur-unsur objektif berupa : Unsur perbuatan mengambil


(wegnemen). Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini
menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil.
Mengambil adalah suatu tingkah laku positif atau perbuatan materiil,
yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada
umunya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian
diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya dan
mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain
atau ke dalam kekuasaannya.24

Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak hanya


benda yang bergerak dan berwujud. Benda bergerak merupakan benda
yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dipindahkan (Pasal
509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak bergerak merupakan

23
R, Sugandhi, KUHP, dengan Penjelasannya, (Surabaya : Usaha Nasional ,1980), Hal.376
24
P.A.F Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, cet-1, (Bandung,
Sinar Baru, 1989), Hal.11
27

benda yang menurut sifatnya tidak dapat berpindah sendiri atau


dipindahkan, yaitu pengertian lawan dari benda bergerak. Benda yang
dapat menjadi obyek pencurian harus benda yang ada pemiliknya.

Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain berarti benda


tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain tetapi cukup sebagian
saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. Sebagai
contoh sebuah sepeda motor milik X dan Y, kemudian X
mengambilnya dari kekuasaan Y dan menjualnya. Apabila semula
sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian
menjualnya maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan
(Pasal 372 KUHP).

b) Unsur subjektif

Unsur subjektif terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud
(kesengajaan sebagai maksudatau opzet als oogmerk), berupa unsur
kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu
dapat dibedakan dan tidak terpisahkan.25 Maksud dari perbuatan
mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk
memilikinya. Dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukkan bahwa
dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki barang yang dicuri
ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat mengalihkan
hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang
menjadi unsur pencurian ini adalah maksdunya (subjektif) saja.26

Dilihat dari sebabnya, dalam doktrin dikenal ada 2 (dua) macam sifat
melawan hukum, yaitu: melawan hukum formil dan melawan hukum
materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan hukum tertulis.
Sedangkan melawan hukum materiil adalah bertentangan dengan

25
P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatanyang Ditujuakn Terhadap
hak milik dan lain-lainHak yang Timbul dari Hak Milik, (Bandung : Tarsito, 1990) Hal.84
26
H.A.K Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KHHPBuku II), Cet-5, (Bandung : Citra Aditya
Bakti), Hal.19
28

asasasas hukum masyarakat, baik dalam hukum tidak tertulis maupun


tertulis yang mana sifat tercelanya suatu perbuatan terletak pada
masyarakat.

D. Pengertian dan Jenis Senjata Tajam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia senjata adalah suatu alat yang di
gunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda.
Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan
diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat di
gunakan untuk merusak bahkan psikologi dan tubuh manusia dapat di katakan
senjata.

Adapun arti senjata api adalah yang mampu melepaskan sejumlah proyektil
dengan bantuan bahan peledak.27

Jenis-jenis Senjata Tajam sebagai berikut :

1. Celurit

Jenis senjata tajam ini berbentuk pipih dan melengkung yang bagian
permukaanya tajam. Senjata tajam ini dapat pula berfungsi sebagai alat
untuk melakukan pekerjaan di ladang. Tidak jarang juga jenis senjata
tajam ini pula digunakanuntuk melakukan suatu perbuatan jahat.

2. Badik

Badik merupakan senjata khas masyarakat Bugis Serang.Jenis senjata


tajam ini dapat berfungsi sebagai alat pengaman, dapat juga berfungsi
sebagai senjata dalam melakukan suatu kejahatan. Berfungsi pula sebagai
alat untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, sebagai barang pusaka,
barang kuno atau barang gaib. Bagi masyarakat Bugis Serang badik
dianggap sebagai bagian dari dirinya, sepertinya kurang lengakap apabila
berpergian tanpa badik dipinggangnya.

27
Mabes Polri Buku Petunjuk Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI,
Jakarta 2000
29

3. Keris

Jenis senjata tajam ini mempunyai fungsi sebagai alat, digunakan


sebagai barang pusaka atau barang kuno/barang gaib. Senjata ini jarang
digunakan untuk melakukan suatu kejahatan, dan hanya digunkan oleh
orang-orang tertentu saja dan pada waktu tertentu, misalnya :

a. Upacara perkawinan

b. Upacara pelantikan raja

c. Pada waktu pengambilan sumpah

4. Tombak

Tombak adalah senjata tajam yang bentuknya panjang yang ujungnya


runcing dan tajam. Jenis senjata tajam ini berfungsi sebagai alat untuk
melakukan suatu pekerjaan, biasanya digunakan untuk berburu. Tombak
dahulu kala sering digunakan dalam upacara-upacara adat, namun
sekarang tak jarang digunakan melakukan suatu perbuatan delik.

5. Kapak

Kapak atau kadang disebut kampak adalah sebuah alat yang biasanya
terbuat dari logam, bermata yang diikat pada sebuah tangkai biasanya dari
kayu. Kapak adalah salah satu alat manusiayang sudah tua usianya, sama
umurnya saat manusiapertama kali membuat alat dari batu dan kayu.
Zaman dahulu kapak dibuat dari batu pada zaman batu dan pada saat
zaman besi lalu dibuat dari besi. Kapak sangat berguna dan
penggunaannya cukup luas dimulai dari sebagai perkakas pemotong kayu
sampai sebagai senjata perang.

6. Parang

Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa bentuknya
relative sederhana tanpa pernak pernik.kegunaanya adalah sebagai alat
potong atau alat tebas (Terutama semak belukar) kala penggunanya
masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian.
30

E. Teori Penyebab Kejahatan

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan


untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji dan
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan, namun
dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda
antara satu teori dengan teori lainnya.28

Made Darma Weda 1996 mengemukakan teori-teori kriminologi tentang


kejahatan, sebagai berikut :

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan
tersebar di Eropa dan Amerika.Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik.
Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan
pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia
berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana
yang mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak.

Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang dijatuhkan


sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai kesenangan
yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah untuk
mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman.

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darma Weda 1996 bahwa Teori neo klasik ini sebenarnya
merupakan revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori
neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tentang
sifat- sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap
yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio yang
berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-
28
https://raypratama.blogspot.com/2012/02/faktor-faktor-penyebab-kejahatan.html
31

perbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa ketakutannya terhadap


hukum.

Ciri khas teori neo klasik adalah sebagai berikut :

a. Adanya pelunakan/perubahan pada doktrin kehendak


bebas.Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh :

1) Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-


lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan
kehendak bebasnya

2) Premeditasi niat, yang dijadikan ukuran dari kebebasan kehendak,


tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal yang aneh, sebab jika
benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih
bebas untuk memilih dari pada residivis yang terkait dengan
kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum
dengan berat.

b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang berubah ini dapat berupa
fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaankeadaan
lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan


perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-
sebab utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang untuk
sebagian saja adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang
dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu
melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara pengadilan


untuk menentukan besarnya tanggung jawab,untukmenentukan apakah
si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo klasik, tampak bahwa teori neo- klasik
menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang supra natural, yang
32

ajaib (gaib),sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing


terbentuknya pelaksanaan hukum pidana.Dengan demikian teori –
teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistik
terhadap perilaku/tingkah laku manusia.

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman.Teori ini


mulai berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula
disebut sebagai ajaran ekologis.Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah
distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis
maupun secara sosial.

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini
banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih
menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini
(Made Darma Weda 1996) bahwa “kejahatan timbul disebabkan oleh
adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk melawan kejahatan itu


haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain
kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi
terjadinya kejahatan.

5. Teori tipologis

Didalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan


teori tipologis atau bio-typologis. Keempat aliran tersebut mempunyai
kesamaan pemikiran dan metodologi.Mereka mempunyai asumsi bahwa
terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.
Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut :

a. Teori lombroso

Teori ini Menurut Lombroso (Made Darma Weda 1996 : 16-17)


33

bahwa Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir


(criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa ciri khas
seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana
sangat berbeda dengan manusia lainnya.

b. Teori mental tester

Teori ini Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996 : 18) bahwa
Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang
otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan
demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut
atau menangkap serta menilai arti hukum.

c. Teori Psikiatrik

Teori ini Iebih menekankan pada unsur psikologis, epilepsi dan


moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.Teori psikiatrik ini,
memberikan arti penting kepada kekacauan kekacauan emosional,
yang dianggap timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena
pewarisan.Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari pada
kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh
jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat
situasi situasi sosial.”

d. Teori Sosiologis

Teori ini menafsirkan kejahatan (Made Darma Weda, 1996 : 19)


sebagai Fungsi lingkungan sosial. bahwa kelakuan jahat dihasilkan
oleh proses-proses yang sama seperti kelakuan sosial. Dengan
demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan
tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang
melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru
keadaan sekelilingnya.

6. Teori Lingkungan
34

Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab Perancis.Menurut Tarde


(Made Darma Weda, 1996 : 20):

“Teori ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor


di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia
luar, serta penemuan teknologi.”

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-buku serta


film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula
menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan.

6. Teori Biososiologi

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-
lain. Aliran biososiologi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aIiran
antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan
bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti
keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor
lingkungan.
Menurut Made Darma Weda, (1996 : 20) bahwa :

Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai
warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek,
temperamen, kesehatan, dan minuman keras.Keadaan lingkungan yang
mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam
(geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan
keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang
pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR.

7. Teori NKK

Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang rnencoba menjelaskan sebab
terjadinya kejahatan di dalam masyarakat.Teori ini sering dipergunakan
oleh aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat.
35

Menurut A S. Alam bahwa rumus teori ini adalah :


N + K1 = K2
Keterangan :
N = Niat
K1 = Kesempatan
K2 = Kejahatan

Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya niat
dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada
kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya
meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula
akan terjadi kejahatan.29

F. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap


masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam kebenarannya dirasakan sangat
meresahkan di samping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman
dalam masyarakat. Oleh karena itu, mesyarakat berupaya semaksimal
mungkin untuk menanggulangi timbulnya kejahatan.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh semua


pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai
program dan kegiatan telah dilaksanakan sambil terus mencari cara tepat dan
efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Dalam hubungan ini E.H. Sutherland dan Cressesy mengemukakan bahwa


dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua buah metode yang
dipakai untuk mengurangi frekuensi kejahatan yaitu :

1. Metode untuk mengurangi penanggulangan dari kejahatan, merupakan


suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah dilakukan secara
konseptual.

29
https://kriminolgi.blogspot.com/2016/04/teori-penyebab-terjadinya-kejahatan.html
36

2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali, suatu cara yang


ditujukan kepada upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang
pertama kali, yang akan dilakukan oleh seseorang dalam metode ini
dikenal sebagai metode preventif.30

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan


kejahatan mencakup aktivitas preventif sekaligus berupaya memperbaiki
prilaku seseorang dinyatakan telah bersalah (terpidana) di Lembaga
Pemasyarakatan atau dengan kata lain, upaya kejahatan dapat dilakukan
secara pre-emptif, preventif dan represif. Menurut A.S. Alam (2010 : 79-80),
penanggulangan kejahatan terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu :

e. Upaya pre-emtif

Upaya pre-emtif (moral) adalah upaya awal yang dilakukan oleh pihak
kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Dalam upaya ini
yang lebih ditekankan adalah menanamkan nilai/norma dalam diri
seseorang.

f. Upaya preventif

Upaya penanggulangan kejahatan secara preventif (pencegahan)


dilakukan untuk mencegah timbulnya kejahatan pertama kali. Mencegah
kejahatan lebih baik daripada mencoba mendidik penjahat menjadi lebih
baik kembali, demikian semboyan dalam kriminologi, yaitu usaha-usaha
memperbaiki penjahat (narapidana) yang perlu diperhatikan dan
diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulang.

Memang sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya


preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian yang
khusus dan ekonomis, misalnya menjaga diri, jangan sampai menjadi
korban kriminalitas. Disamping itu upaya preventif tidak perlu suatu
organisasi atau birokrasi dan lagi pula tidak menimbulkan akses lain.

30
http://telingasemut.blogspot.com/2016/03/upaya-penanggulangan-kejahatan.html
37

Dalam upaya preventif (pencegahan) itu bagaimana upaya kita melakukan


suatu usaha jadi positif, bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti
keadaan ekonomi, lingkungan juga budaya masyarakat menjadi suatu
dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti
menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial atau mendorong timbulnya
perbuatan atau penyimpangan dan disamping itu bagaimana
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan
ketertiban adalah tanggung jawab bersama.31

g. Upaya Represif

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara


konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.
Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak
para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaiki
kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya
merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat,
sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan
melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.

Dalam membahas sistem represif, kita tidak terlepas dari permasalahan


sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana kita,
paling sedikit terdapat sub sistem Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian,
Rutan, Pemasyarakatan, dan Kepengacaraan yang merupakan suatu
keseluruhan yang terangkat dan berhubungan secara fungsional.32

G. Kententuan Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Dalam KUHP (Kitab Undang - Undang Hukum Pidana) Tindak pidana


pencurian dan kekerasan termasuk kepada tindak pidana pencurian Bab XXII
khususnya diatur pada Pasal 365.

31
http://telingasemut.blogspot.com/2016/03/upaya-penanggulangan-kejahatan.html
32
A.S. Alam (2010 : 79-80). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan. Jakarta: Citra Aditya Bakti. Hal 93
38

Pasal 365 KUHP ayat (1) “Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap
tangan, atau untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya,
atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.” Ayat (2) “Diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Ayat (3) “Jika perbuatan
mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”. Ayat (4) “Diancam dengan piidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal
yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Unsur – unsur dalam Pasal 365 KUHP :

1. Unsur Objektif :

Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti atau kekerasan atau ancaman


kekerasan terhadap seseorang.

2. Unsur Subjektif :

Dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu


atau jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau
peserta lainnya dalam kejahatan itu.

Yang dikatakan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan yang


mempergunakan tenaga badan atau fisik yang tidak ringan. Penggunaan
kekerasan terwujud dalam bentuk memukul dengan sengaja, memukul
dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan., dsb.33

H. Ketentuan Pidana Penggunaan Senjata Tajam Tanpa Hak

Delik penguasaan tanpa hak senjata penikam/ penusuk diatur dalam pasal 2
33
DR. Andi Hamzah,S.H, KUHP & KUHAP, Penerbit Rineka Cipta, hal 141-142
39

(ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951 serta Undang-


Undang yang berkaitan didalamnya

Dalam Pasal 2 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951


menegaskan :

Pasal 2 :

1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,


menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya
atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk


dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata- nyata
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang
pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).

Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1951


pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik penguasaan tanpa hak senjata api, munisi
atau sesuatu bahan peledak, senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata
penusuk dapat diuraikan unsur- unsurnya :

Pasal 2 ayat 1 :

1. Barang siapa

2. Tanpa hak memasukkan ke Indonesia

3. Membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau


mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan
padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
40

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia


sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk.

4. Dihukum dengan hukuman penjara selama

5. lamanya sepuluh tahun34

Pasal 2 ayat 2 :

1. Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk


dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata

2. Dimaksudkan untuk dipergunakan pertanian atau untuk pekerjaan rumah


tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau
yang nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno.

34
http://hukum.unsrat.ac.id/perpu/uudrt1951_12.pdf
BAB III

PERKEMBANGAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

YANG MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM

DI KABUPATEN SERANG

A. Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam

Tindak kejahatan khususnya pencurian dengan kekerasan yang menggunakan


senjata tajam sudah menjadi salah satu tindakan kriminal yang cukup
menonjol di Kab. Serang. Hal tersebut dikarenakan semakin beraninya pelaku
dalam melakukan aksinya tidak peduli korbannya laki-laki maupun
perempuan dan beraksi tak kenal waktu dan tempat. Berikut penulis akan
memaparkan data pencurian dengan kekerasan di Kab. Serang yang terdiri
dari data jumlah kasus yang dilaporkan dan kasus yang diselesaikan
sebagaimana penulis dapatkan dari hasil penelitian di Polres Serang yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1
Jumlah Kasus Pencurian Dengan Kekerasan di Kab. Serang Tahun
2015-2018 yang dilaporkan dan kasus yang selesai

No Tahun Jumlah Laporan Kasus yang Selesai


1. 2015 685 432
2. 2016 739 480
3. 2017 194 123
4. 2018 258 185
Jumlah 1.876 1.229
35
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2018
Tabel 1 di atas menunjukkan jumlah kasus pencurian dengan kekerasan di
Kab. Serang yang dilaporkan dan kasus yang selesai, selama 2 tahun
mengalami peningkatan dari tahun 2015 dan 2016. Dan di tahun 2017 dan
2018 polres serang mengalami penurunan jumlah kasus, dikarenkan polres

35
Data Laporan Polisi Polres Serang Kabupaten

42
43

serang telah terbagi menjadi 2 polres diantaranya polres serang kota dengan
polres serang kabupaten, terhitung dimulai dari tanggal 01 januari 2017.

Apabila diuji maka dapat dijabarkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak 685
kasus yang dilaporkan dan yang diselesaikan 432 kasus, pada tahun 2016
sebanyak 739 kasus dan yang diselesaikan 480 kasus, pada tahun 2017
sebanyak 194 kasus yang dilaporkan dan yang diselesaikan 123 kasus, pada
tahun 2018 sebanyak 258 kasus yang dilaporkan dan yang diselesaikan 185
kasus. Dapat dilihat dari kedua kolom di atas bahwa ada perbedaan signifikan
antara jumlah kasus yang dilaporkan dan yang dapat diselesaikan.

Untuk mengetahui secara pasti alasan seseorang melakukan kejahatan


pencurian dengan kekerasan, maka peneliti juga melakukan wawancara
langsung dengan narasumber/responden, dalam hal ini adalah para pelaku
pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Serang :

1. PIKI RIPANSAH Alias DORMAN Bin H.PARTA, lebak 15 juli 1986,


wiraswasta, islam, kampong lurah rt.003 rw.002 desa sipayung kecamatan
cipanas kabupaten lebak. Responden sering melakukan kejahatan
pencurian dengan kekerasan bersama temannya. Sebelum melakukan
aksinya, responden meminum minuman keras agar memiliki perasaan
yang berani. Responden juga membawa senjata tajam agar korbannya
merasa takut dan menyerahkan harta benda miliknya. Responden memilih
melakukan pencurian dengan kekerasan karena kejahatan tersebut mudah,
memiliki hasil yang besar dan cepat.

2. AANG GOJALI Alias AANG Bin MAMAK, lebak 17 januari 1989, tidak
bekerja, islam, kampong babakan pedes rt.007 rw.001 desa sipayung
kecamatan cipanas kabupaten lebak. Responden sudah sangat sering
melakukan pencurian dengan kekerasan di Kab. Serang khususnya di
wilayah kecamatan kragilan. Responden melakukan kejahatan tersebut
bersama temannya. Targetnya, siapapun yang diinginkannya dan
responden tidak ragu untuk melukai korbannya dengan menggunakan
44

senjata tajam.36

B. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam

Pencurian dengan kekerasan secara normatif diatur dalam Pasal 365 KUHP.
37
Modus pencurian ini selalu mengikuti realitas perkembangan kehidupan
manusia, yaitu semakin maju dan menggunakan alat modern pula.
Perkembangan teknologi dalam menunjang kehidupan masyarakat, ikut
mengiringi jenis dan modus operandi kejahatan yang terjadi di tengah
masyarakat. J.E. Sahetapy dan Abdul Wahid berpendapat bahwa, kejahatan
erat kaitannya dan bahkan menjadi bagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini
berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa,
maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara
pelaksanaannya. Penulis tidak sependapat bila kejahatan itu dikaitkan sebagai
bagian dari hasil budaya, prinsipnya arti budaya itu sesungguhnya suatu yang
indah dan baik sehingga budaya adalah suatu hasil karya nyata yang suatu
masyarakat. Mengenai pemakaian teknologi atau alat canggih dalam
melakukan kejahatan itu bukanlah hasil budaya tetapi hasil teknologi yang
disalahgunakan.38 Pencurian dengan kekerasan, sebelum teknologi modern
para pelaku mengandalkan tangan kosong, benda tajam, parang, potongan
kayu atau benda keras lainnya, namun hasil dari kemajuan teknologi, oleh
pelaku kriminal disalahgunakan misalnya dengan memakai senjata api dan
semacamnya. Dengan memakai teknologi, pelaku beraksi dengan sangat
berani baik di waktu siang, ditempat terbuka, seperti Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU), super market, bank dan tempat-tempat umum lainnya

Dari data yang telah diperoleh oleh Penulis melalui wawancara dengan Satuan
Reserse Kriminal Polres Serang dan beberapa Pelaku kejahatan pencurian
dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres

36
Berkas Perkara pasal 365 KUHPidana Polres Serang, Penyidik Briptu Dadang Fauzi,S.H
37
DR. Andi Hamzah,S.H, KUHP & KUHAP, Penerbit Rineka Cipta, Hal 141-142
38
Abdul Wahid. Kriminologi dan Kejahatan Kontemporer. Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum
Unisma : Malang. 2002. Hlm. 21.
45

Serang, Penulis dapat merincikan beberapa faktor utama yang menjadi


penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam, yaitu:

1. Faktor Ekonomi Yang Rendah

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan


manusia, maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurianlah
yang kerap kali muncul melatarbelakangi seseorang melakukan
tindak pidana pencurian. Para pelaku sering kali tidak mempunyai
pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak punya pekerjaan. Karena desakan
ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga,
membeli sandang maupun pangan, atau ada sanak keluarganya yang
sedang sakit, maka sesorang dapat berbuat nekat dengan melakukan tindak
pidana pencurian.

Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya yang menyebakan ia sering


lupa diri dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya.
Terlebih lagi apabila faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah,
kekhawatiran, dan lain sebagainya, disebabkan orang tua (pada umumnya
ibu yang sudah janda), atau isteri atau anak maupun anak- anaknya, dalam
keadaan sakit keras. Memerlukan obat, sedangkan uang sulit di dapat.
Oleh karena itu, maka seorang pelaku dapat termotivasi untuk melakukan
pencurian.

Melihat perkembangan perekonomian sekarang ini, tidak bisa dipungkiri


bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin meningkat sehingga menuntut
pengeluaran yang tinggi. Namun, terkadang tuntutan pengeluaran yang
tinggi itu tidak diimbangi oleh pemasukan yang tinggi pula. Akhirnya
untuk memenuhi kebutuhan itu, seseorang terkadang menghalalkan segala
cara.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku pencurian dengan


kekerasan yang menggunakan senjata tajam, Penulis membagi faktor
46

ekonomi kedalam 2 (dua) bagian, yaitu faktor ekonomi dalam memenuhi


kebutuhan hidup dan faktor ekonomi yang digunakan untuk bersenang-
senang atau berfoya-foya. Faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
hidup tidak dapat disamakan dengan faktor ekonomi yang hanya untuk
kesenangan semata, karena keduanya digunakan dalam hal yang berbeda.39

Faktor ini penulis kemukakan karena sesuai dengan hasil wawancara


penulis terhadap beberapa narapidana kasus pencurian dengan kekerasan
di Kepolisian Resort Serang, perhitungan pendapatan pelaku pencurian
dengan kekerasan penulis ukur dengan mengakumulasikan jumlah
pendapatan dari 2 narapidana yang telah diwawancarai, dimana tingkat
pendapatan dibagi atas 3 yakni rendah, sedang dan tinggi. Tingkatan
pendapatan rendah yaitu <Rp. 250.000/bulan diambil sebagai dasar
tingkatan dimana angka tersebut mendekati angka pendapatan terendah
dari keseluruhan sampel narapidana yang diwawancarai yaitu
Rp.200.000/bulan, sedangkan tingkat pendapatan tinggi adalah
>Rp.500.000/bulan, dimana pendapatan tersebut mendekati angka
pendapatan tertinggi dari keseluruhan sampel narapidana yang
diwawancarai yakni Rp.800.000/bulan. Berikut hasil data yang penulis
gambarkan dengan tabel :

Tabel 3

Tingkat Pendapatan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam di Kab. SerangTahun 2015-2019

No Pendapatan Pelaku Frekuensi Presentase%


1. Rendah (≤250.000) 6 60%
2. Sedang
(251.000-500.000) 3 30%
3. Tinggi (≥551.000) 1 10%
Jumlah 10 100%

Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2018

39
Wawancara dengan pelaku pencurian dengan kekerasan, 06 Agustus 2019
47

Tabel 3 menggambarkan bahwa tingkat pendapatan pelaku pencurian


dengan kekerasan yang paling banyak adalah yang dikategorikan dalam
tingkat berpendapatan rendah, pendapatannya sekitar kurang dari Rp.
250.000 per bulan sebanyak 6 orang atau 60% sedangkan
yangberpendapatan sedang antara Rp.251.000 s/d Rp.500.000 per bulan
mencapai 3 orang atau sekitar 30%. Golongan pelajar juga penulis
masukkan kedalam kategori penghasilan rendah karena mereka tetap
dikategorikan berpenghasilan, karena masih bergantung pada orang tua
dan masih mendapatkan uang jajan yang jumlahnya tidak lebih dari
250.000/bulan.

Data tersebut menunjukkan bahwa para pelaku kebanyakan yang


berpenghasilan rendah yaitu mencapai 60%, ini jelas menunjukkan bahwa
faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap pencurian dengan kekerasan.

2. Faktor Pendidikan Yang Rendah

Tingkat pendidikan mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku dan


terutama intelegensianya seseorang, dengan tingkat pendidikan yang
rendah, tidak mempunyai keterampilan dan keahlian, seseorang
mendapatkan kedudukan yang rendah dimasyarakat serta cenderung
mendapatkan pekerjaan dengan upah atau gaji yang rendah pula. Dengan
upah atau gaji yang rendah tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sehingga hal tersebut dapat memicu seseorang
untuk melakukan kejahatan pencurian.

Memang jika berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan kejahatan


mungkin banyak permasalahan yang akan muncul, oleh karena itu
penulis batasi seperti pendidikan yang kurang berhasil adalah dari
pelaku yang relatif pendidikan rendah, maka akan mempengaruhi
pekerjaan pelaku karena kurangnya keterampilan yang dimiliki sehingga
pelaku pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Kab. Serangpada
umumnya adalah buruh yang pekerjaannya tidak tetap. Hal itu disebabkan
karena pendidikan yang rendah, sehingga kurangnya kreatifitas dan
48

berhubungan dengan kurangnya peluang lapangan kerja.

Bekal pendidikan yang baik ada kemungkinan dapat mencegah tingkah


laku kejatahan. Sebagian besar pelaku pencurian dengan kekerasan adalah
mereka yang tergolong dalam pendidikan minim (rendah).

Sehubungan dengan pendidikan yang minim itu maka pola pikir mereka
mudah terpengaruh karena kadang-kadang mereka bisa mengekspresikan
tingkah laku yang tidak baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.

Jadi melalui bekal pendidikan yang diperoleh dengan baik dapat


merupakan proses pembentukan nilai-nilai atau perilaku mereka. Memang
jika faktor pendidikan dikaitkan dengan latar belakang kejahatan yang
dilakukan itu rata-rata yang berpendidikan rendah yang berpendidikan
sekolah dasar yang banyak melakukan kejahatan pencurian dengan
kekerasan.

3. Faktor Lingkungan Yang Buruk

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan


dimana orang tersebut berada, pada pergaulan yang diikuti dengan
peniruan suatu lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian
dan tingkah laku seseorang. Lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat itu sendiri.

Pergaulan dengan teman-teman dan tetangga merupakan salah satu


penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan. Hal itu menunjukkan
bahwa dalam memilih teman harus memperhatikan sifat, watak, serta
kepribadian seseorang. Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan
pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan mereka melakukan
kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam
awalnya bersama teman, pelaku lebih merasa terbuka dan percaya diri
ketika melakukan kejahatan bersama teman, artinya pengaruh lingkungan
sangat berperan dalam menentukan seseorang untuk melakukan suatu
kejahatan.
49

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan


pergaulan, apabila bergaul dengan orang baik maka perbuatan mereka
pasti baik pula dan apabila bergaul dengan orang yang suka melakukan
perbuatan buruk maka besar kemungkinan akan dipengaruhinya.

Menurut Penulis, ada 2 faktor lingkungan yaitu faktor lingkungan keluarga


pelaku dan faktor lingkungan pergaulan pelaku. Kedua faktor tersebut
sama-sama berperan penting dalam menentukan mental dan perilaku
seseorang. Seorang anak yang diajarkan perilaku-perilaku yang baik
dalam keluarganya tetapi anak tersebut bergaul dengan seorang pelanggar
hukum, misalnya pemabuk, cenderung untuk melakukan tindakan
pelanggaran yang sama dengan teman bergaulnya. Sutherland menemukan
istilah Different Association untuk menjelaskan proses belajar tingkah laku
kriminal melalu interaksi sosial tersebut.

Menurut Topo Santoso (2003 : 74) munculnya teori Asosiasi


Diferensial oleh Sutherland ini didasarkan pada sembilan proposisi, yaitu:

a) Tingkah laku kriminal dipelajari

b) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain


dalam suatu proses komunitas.

c) Bagian yang terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu


terjadi di dalam kelompok-kelompok orang intim/ dekat.

d) Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk


teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sulit, kadang sangat
mudah dan arah khusus dari motif- motif, dorongan-dorongan,
rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap.

e) Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan itu dipelajari


melalui definisi-definisi dari aturan-aturan hukum apakah ia
menguntungkan atau tidak.

f) Seseorang menjadi delik karena definisi-definisi yang menguntungkan


untuk melanggar hukum lebih dari definisi- definisi yang tidak
50

menguntungkan untuk melanggar hukum

g) Asosiasi diferensial itu mungkin bervariasi tergantung dari


frekuensinya, durasinya, prioritasnya dan intensitasnya.

h) Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan


pola-pola kriminal dan arti kriminal melibatkan semua mekanisme
yang ada di setiap pembelajaran lain.

i) Walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-


kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut, karena tingkah laku non
kriminal juga merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilai yang sama.40

4. Faktor Lemahnya Penegakan Hukum

Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam tatanan masyarakat


bernegara bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja. Proses panjang telah
berlangsung hingga masyarakat di seluruh dunia sepakat untuk
menempatkan hukum sebagai salah satu pedoman tertulis yang harus
dipatuhi dalam rangka mencapai ketertiban, keamanan, dan keadilan
bersama. Namun demikian, dalam proses pelaksanaannya, terjadi beragam
permasalahan sehingga hukum tidak bisa begitu saja ditegakkan.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku, mereka memilih


melakukan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam
karena hukuman yang diterima pelaku dirasa ringan, sehingga pelaku
sering mengulangi kejahatannya tersebut. Artinya hukuman yang diterima
pelaku tidak memiliki sifat menakuti atau penjeraan untuk berbuat jahat.

Permasalahan penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor


yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Faktor hukumnya sendiri, yang dimaksud adalah undang- undang

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

Topo Santoso,S.H,MH 2003, teori Asosiasi Diferensial, Penerbit PT RajaGrafindo Persada,


40

Depok, hal 74
51

menerapkan hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku


atau diterapkan

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa responden, Penulis dapat
menyimpulkan bahwa sebagian besar kejahatan pencurian dengan
kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Polres Serang disebabkan oleh 4
faktor utama, yaitu faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor pendidikan
dan faktor lemahnya penegakan hukum.

Selain itu faktor korban juga berpengaruh terhadap terjadinya kejahatan


pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Mayoritas
responden memilih perempuan sebagai korban, terutama yang sendirian
atau yang sudah lanjut usia, mengingat kalangan tersebut cukup mudah
menjadi target kejahatan pencurian.

Adapun alasan pelaku menggunakan senjata tajam adalah untuk


mempermudah dalam melakukan aksinya, untuk mengancam korbannya
agar mereka merasa takut dan meyerahkan harta benda miliknya serta
untuk melindungi dirinya sendiri.

Pada dasarnya suatu kejahatan adalah bentuk lain dari penyakit


masyarakat. Bentuk kejahatan atau penyakit masyarakat yang sering
terjadi dalam kondisi masyarakat sekarang ini adalah kejahatan pencurian.
Salah satu bentuk kejahatan pencurian tersebut adalah pencurian dengan
kekerasan yang menggunakan senjata tajam, kejahatan tersebut sudah
sangat meresahkan masyarakat.

C. Hambatan-Hambatan Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian


Dengan Kekerasan
52

Kepolisian sebagai pelaksana sebagaimana yang dicanangkan polri dalam


implementasinya menuntut setiap personel polri selalu berorientasi kepada
penekatan pelayanan, menghormati hak asasi manusia, serta membangun
kerja sama yang harmonis dengan masyarakat. Kerjasama yang harmonis
tersebut akan terwujud apabila reformasi kultural polri terus diarahkan pada
upaya merubah sikap dan perilaku setiap anggotanya serta menerapkan
strategi baru yang mampu membangun kepercayaan masyarakat terhadap
polri.41

Masyarakat sangat berperaan penting dalam penanggulangan tindak pidana


pencurian dengan kekerasan ini, sehingga antara masyarakat dengan pihak
kepolisian memiliki hubungan yang saling berkaitan. Pihak kepolisian dapat
melakukan penyelidikan dan penyidikan karena adanya laporan dari
masyarakat, sehingga keamanan dan ketertiban yang ada dalam masyarakat
bukan hanya tanggungjawab pihak kepolisian saja, melainkan sudah menjadi
tanggungjawab setiap warga negara.

Adapun beberapa hambatan tersebut darihasil Wawancara oleh Bapak IPTU


ILMAN selaku Kanit III Jatanras Reskrim Polres Serang Kabupaten, antara
lain sebagai berikut :

 Partisipasi dari Masyarakat

Pihak kepolisian telah melakukan berbagai upaya untukmencegah terjadi


kasus pencurian khususnya yang terjadi di wilayah hukum Polrestabes
Medan. Namun hal ini dikembalikan ke masyarakat itu sendiri.
Bagaimana mayarakat menyikapi hal tersebut, apakah dia mau
mendengar atau tidak. Menurut penulis, Setiap kegiatan polisi untuk
penanggulangan dan pencegahan kejahatan harus bekerjasama atau
bernegosiasi dengan masyarakat tentang apasaja yang ingin dilakukan.
Seharusnya masyarakat jangan hanya menyerahkan semuanya kepada
pihak kepolisian, akan tetapi masyarakat juga harus berperan dalam

41
Kepolisian Negara Rebulik Indonesia, Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia,
http://www.polri.go.id/organisasi/op/sop/, diakses pada tanggal 10 Februari 2018
53

menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar wilayahnya. Masyarakat


memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya suatu tindak pidana
pencurian dengan kekerasan, sebab laporan dari masyarakatlah yang akan
diproses oleh pihak kepolisian.

 Saksi susah dimintai keterangan

Berbagai upaya telah dilakukan pihak kepolisian Polrestabes Medan


dalam mencegah terjadinya pencurian dengan kekerasan, namun usaha
tersebut terhambat dikarenakan adanya saksi yang tidak bisa diajak
bekerjasama. Dalam artian saksi yang bersangkutan susah diminta
kesaksiannya. Hal ini karena banyaknya saksi yang takut terlibat dalam
proses pengadilan. Mereka lebih banyak memilih pura-pura tidak tahu
dari pada memberitahukan kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini juga
dikarenakan karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang hukum,
dan takutnya masyarakat terlibat dalam proses hukum. Dalam
menghimbau semua itu, maka pihak polisi mendatangi langsung rumah
dari pihak saksi tersebut untuk dimintai keterangannya.

 Korban

Korban adalah, “mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai


akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak
asasi yang menderita”. Lebih lanjut maka dapat diklasifikasikan korban
kejahatan ada yang sifatnya individual (individual victims) dan kolektif
(collective victims), korban kejahatan bersifat langsung yaitu korban
kejahatan itu sendiri dan tidak langsung (korbansemu/abstrak) yaitu
masyarakat, seseorang, kelompok masyarakat maupun masyarakat luas
dan selain itu kerugian korban juga dapat bersifat materiil yang lazimnya
dinilai dengan uang dan immateriil yakni perasaan takut, sakit, sedih,
kejutan psikis dan lain sebagainya.
54

 Pelaku melarikan diri

Maksud dari pelaku melarikan diri ini ialah pihak kepolisian belum bisa
mengetahui siapa pelaku pencurian. Pelaku pergi meninggalkan daerah
wilayah hukum Polrestabes Medan, disinilah polisi melakukan kerja
extra untuk menemukan pelaku tersebut. Pihak kepolisian merasa bahwa
bagian ini merupakan suatu tantangan bagi pihak polisi. Pencurian
dengan kekerasan ini tidak akan terjadi apabila tidak adanya niat dari
sipelaku sendiri, kewaspadaan korban, tingginya tingkat keamanan di
wilayah hukum Polrestabes Medan, pergaulan pelaku yang baik, tidak
adanya kesempatan sekecil apapun yang diberikan korban kepada si
pelaku.42

Adapun beberapa modus operandi yang digunakan pelaku dalam Tindak


Pidana Pencurian dengan Kekerasan, antara lain :

 Pelaku berpura-pura minta air minum, kemudian memukul dan mengikat


korban

 Korban disekap dan diikat, kemudian pelaku mengambil alat-berat

 Pelaku membuntuti korban, melepaskan tembakan dan mengambil uang


korban

 Pelaku masuk ke rumah korban dan menodongkan sejata tajam ke arah


korban

 Berpura-pura membeli pulsa, kemudian mengancam korban dengan


pistolmainan dan mengikat korban

 Pelaku memberhentikan korban saat berada dijalan, menodongkan


senjata apidan mengambil uang korban

 Pelaku memukul korban dari belakang dan mengambil uang ataupun


barang berharga korban

 Memepet kendaraan korban dan berusaha menarik paksa tas korban


42
Wawancara Kepada Bapak IPTU ILMAN Sebagai Kanit III Jatanras Reskrim Polres Serang
Kabupaten pada tanggal 20 Agustus 2019
55

 Melepaskan tembakan kearah atas dan meminta uang korban

 Memepet korban, menembak ban kendaraan korban, menodongkan


senjata api kearah korban, lalu mengambil paksa uang korban

 Pelaku berpura-pura merental mobil, kemudian menodongkan korban


dengan pisau lalu membawa lari mobil korban

 Pelaku memepet korban yang sedang berkendaraan motor hingga jatuh


lalu mengambil dompet korban

 Pelaku memepet mobil korban dan memecahkan kaca mobil, kemudian


menodongkan senjata kearah korban

 Menarik Pakaian korban pada saat berkendaraan sampai korban terjatuh


BAB IV

UPAYA PENANGGULANGAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN


YANG MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM DI KABUPATEN SERANG

A. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan yang


Menggunakan Senjata Tajam

Setelah memaparkan faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian


dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres
Serang, kini Penulis akan memaparkan upaya-upaya apa yang telah dilakukan
untuk menanggulangi kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam khusus di wilayah Polres Serang.

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda


motor yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah dengan
melakukan patroli berkeliling di daerah-daerah yang rawan terjadi pencurian
sepeda motor, Operasi Penertiban Kelengkapan Kendaraan Bermotor, dan
menggali informasi-informasi mengenai modus operandi, nama-nama
tersangka, dan tempat persembunyiannya dari pelaku pencurian sepeda motor
yang telah ditangkap

Upaya penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan yang


menggunakan senjata tajam perlu memperhatikan pengalaman- pengalaman
upaya penanggulangan sebelumnya serta tingkat keberhasilannya. Berikut
upaya-upaya penanggulangan yang selama ini telah dilakukan oleh Polres
Serang untuk mengurangi kejahatan tersebut:

1. Upaya Pre-Emtif

Upaya pre-emtif adalah upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian
untuk mencegah terjadinya kejahatan. Upaya yang dilakukan dalam
penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-
nilai atau norma-norma yang baik sehingga nilai-nilai atau norma-
norma tersebut dapat tertanam dalam diri seseorang sehingga seseorang

56
57

tidak memiliki niat untuk melakukan kejahatan. Upaya yang telah


dilakukan Polres Serang dalam mewujudkan upaya penanggulangan
tersebut dengan cara melakukan sosialisasi berupa penyuluhan hukum ke
masyarakat di wilayah hukum Polres Serang untuk menumbuhkan
kesadaran hukum pada masyarakat agar lebih mematuhi hukum dan
aturan- aturan yang berlaku. Memberikan himbauan-himbuan seperti
“Jangan lakukan kekerasan” atau “Hati-hati bila berjalan sendirian” yang
dilakukan oleh Bhabinkamtibnas sebagai ujung tombak dalam pelayanan
polisi di tingkat kelurahan. Serta telah mengadakan DDS “door to door
system” yaitu melakukan pendekatan terhadap masyarakat untuk
bersilaturahmi sekaligus melakukan pendataan.

2. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah upaya pencegahan sebelum terjadinya kejahatan


dan merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif. Dalam upaya preventif
yang yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk
dilakukannya kejahatan. Upaya yang telah dilakukan Polres Serangdalam
mewujudkan upaya tersebut adalah dengan melakukan Patroli rutin di
wilayah hukum Polres Serang, melakukan kegiatan POLMAS (Polisi
Masyarakat) dengan pembentukan FKPM (Forum Komunikasi Polisi
Masyarakat), membentuk tim khusus untuk pencegahan adanya kejahatan
jalanan contoh pada bulan desember lalu dibentuk tim yang bernama
parakang yang mengambil kearifan lokal masyarakat, serta melakukan
deteksi dini terhadap pelaku-pelaku kejahatan pencurian dengan
kekerasan yang menggunakan senjata tajam dengan mengumpulkan
informasi dari informan dan melakukan pencatatan atau identifikasi
pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata
tajam termasuk kelompok dan sindikatnya.
58

3. Upaya Represif

Upaya represif dilakukan pada saat telah terjadi kejahatan yang


tindakannya berupa penegakan hukum dengan menjatuhkan
hukuman. Upaya yang telah dilakukan Polres Serangdalam mewujudkan
upaya represif tersebut adalah dengan memberikan perlakuan terhadap
pelaku sesuai dengan akibat yang di timbulkannya. Perlakuan yang
dimaksud adalah sebagai salah satu penerapan hukumnya terhadap
pelaku pencurian, perlakuan dengan memberikan sanksi-sanksi pidana
secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang
menyatakan suatu hukuman terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan
yang menggunakan senjata tajam. Perlakuan tersebut dititik beratkan
pada usaha agar pelaku dapat kembali sadar akan kekeliruan atau
kesalahannya dan agar pelaku di kemudian hari tidak lagi melakukan
kejahatan tersebut.43

Sehubungan dengan penindakan yang dilakukan terhadap pelaku, maka


pihak kepolisian telah mengambil tindakan hukum berupa penangkapan,
penahanan terhadap pelaku serta diadakan penyelidikan apakah terbukti
atau tidak. Begitu pula kalau terbukti melakukan kejahatan pencurian
dengan kekerasan maka akan diadakan proses dan dilimpahkan kepada
kejaksaan dan selanjutnya disidangkan. Dan apabila terbukti bersalah
kemudian divonis oleh hakim, maka untuk menjalani masa pidananya,
mereka kemudian diadakan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga
permasyarakatan.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan Aibda Firman selaku


Satuan Reserse Polres Serang, dijelaskan bahwa pihaknya telah
melakukan upaya-upaya penanggulangan, baik berupa pre-emtif,
preventif atau represif. Ditambahkan pula, bahwa upaya penanggulangan
yang telah dilakukan oleh Polres Serang dalam mengurangi kejahatan

Romli Atmasasmita, 1997, Upaya penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
43

menggunakan senjata tajam, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm. 45.


59

pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam harus


mendapat dukungan dari semua pihak. Masyarakat harus berani menjadi
saksi ketika melihat kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam tersebut, karena dapat menambahkan
hukuman tersangka, sehingga dapat memberikan efek jera. Selain itu
masyarakat diminta untuk menigkatkan kewaspadaan agar tidak menjadi
target pelaku kejahatan, serta harus segera melaporkan kepada pihak
kepolisian apabila melihat atau mengalami kejahatan pencurian dengan
kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Berdasarkan hasil
wawancara Penulis dengan pelaku, rata- rata pelaku lebih memilih kaum
wanita, dikarenakan kaum wanita terkadang kurang waspada, tidak
memiliki cukup tenaga, dan banyak menggunakan perhiasan. Kaum
wanita yang peluangnya lebih besar untuk menjadi korban kejahatan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam , kiranya
dapat menjadi sasaran pengajaran pihak kepolisian, untuk mengurangi
kesempatan pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam.

B. Upaya Kepolisian Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian


Dengan Kekerasan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian

Upaya hukum penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini


dilakukan oleh pihak kepolisian. Ada tiga fungsi dasar kepolisian, antara lain
sebagai berikut :

1. Mencegah dan mendeteksi kejahatan;

2. Memelihara ketertiban publik;

3. Menyediakan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Selain ketiga fungsi polisi diatas, Fungsi kepolisian dalam hal ini juga sebagai
penyelidik dan sebagai penyidik sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) dan (4) KUHAP
60

yang menyatakan bahwa kedudukan Polri dalam sistem peradilan pidana adalah
sebagai penyelidik dan penyidik.

Adapun upaya Penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sesuai


dengan tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia, yang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 susai dengan bunyi pasal 13 yaitu sebagai berikut :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ;

b. Menegakkan hokum, dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.44

Ada beberapa tindakan Kepolisian khususnya Polres Serang Kabupaten dalam


menanggulangi kejahatan yang terjadi di masyarakat, yaitu :

a) Patroli

Patroli merupakan peran eksternal kepolisian yang khusus dalam upaya


pencegahan kejahatan. Patroli adalah suatu gerakan dari kepolisian yang
sistematis dengan maksud tertentu yang dilakukan seseorang atau beberapa
orang polisi di suatu tempat atau daerah tertentu. Tujuan dari patroli adalah
sebagai berikut :

 Memberikan perlindungan terhadap serangan atas jiwa dan harta benda.


Polisi tidak dapat mencegah seseorang melakukan kejahatan, tetapi polisi
dapat mengurangi hal-hal yang dapat mendorong terjadinya kejahatan;

 Mengadakan dialog dengan anggota masyarakat, baik secara formal


maupun informal;

 Mencegah munculnya gangguan-gangguan ketertiban sosial yang


mungkin disebabkan kejahatan, perselisihan di lingkungan tetangga, dan
gangguan yang membawa keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat;

 Memberikan pelayanan sosial pada masyarakat dengan cara


mengidentifikasi kondisi-kondisi dan situasi-situasi yang dapat memicu
timbulnya kejahatan; dan

44
http://artikelddk.com/tugas-dan-wewenang-polri-uu-no-2-tahun-2002/
61

 Melakukan penjagaan terus-menerus di daerah rawan kejahatan.

b) Menyusun Kalender Kamtibmas

Kalender Kamtibmas berisi tentang upaya kepolisian untuk memprediksi


kejahatan apa yang akan terjadi setiap bulannya. Kelender ini dibuat untuk
mempermudah mengetahui momen-monem hari besar yang bisa berpengaruh
untuk terjadinya kejahatan, misalnya momen Hari Natal dan Tahun Baru,
Bulan Puasa dan hari Raya Idul Fitri, serta dapat memprediksi tawuran antar
remaja, kebut-kebutan di jalan, dan perampokan. Kalender ini juga membantu
kepolisian untuk melihat daerah-daerah yang dianggap terjadinya tindak
pidana, sehingga dapat membantu kepolisian untuk memberi rasa aman
kepada masyarakat.

c) Kebijakan di Kawasan Rawan Kejahatan

Statistik kriminal dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah


rawan kejahatan atau tidak. Daerah-daerah rawan kejahatan dengan kondisi
sosial yang buruk tidak memastikan bahwa di daerah tersebut terjadi
kejahatan, namun kondisi demikian memungkinkan terjadinya kejahatan.
Langkah yang dilakukan kepolisian di daerah rawan kejahatan yaitu, (a)
mengidentifikasi kondisi dan situasi yang dapat digunakan oleh pelaku
kejahatan untuk mendorong terjadinya kejahatan dalam masyarakat, bertukar
informasi dengan departemen-departemen pemerintah atau instansi-instansi
yang berkaitan, (b) berkomunikasi secara rutin dengan organisasi masyarakat
dan anggota masyarakat.

Berdasarkan dari hasil wawancara yang di lakukan, adapun upaya-upaya


pencegahan yang dilakukan oleh Polres Serang Kabupaten Unit Reskrim
adalah dengan seringnya mereka membuat spanduk-spanduk yang berisi
himbauan terhadap masyarakat agar selalu ingat akan keamanan diri, harta
benda yang dimiliki. Himbauan tersebut banyak pula dipasang di sudut-sudut
jalan sehingga mudah untuk dibaca masyarakat sehingga mereka mudah dan
selalu mengingatnya, patroli, adanya hubungan kerjasama antara masyarakat
62

dan pemuda setempat. Pihak kepolisian di Polres Serang Kabupaten Unit


Reskrim juga menambah personil atau anggota di daerah rawan kejahatan,
khusunya pada hari-hari besar nasional.

Pihak Polres Serang Kabupaten juga sering mengadakan penyuluhan kepada


masyarakat yang isi dari penyuluhan tersebut adalah memberikan arti penting
menjaga keamanan lingkungan mereka sendiri dan juga dengan cara
pemulisian sipil supaya masyarakat menjadi polisi terhadap dirinya sendiri,
dengan hal semacam itu maka setiap kejahatan yang akan terjadi mudah
terdeteksi oleh masyarakat secara dini, karena bagaimanapun personil Polri
sangat terbatas jika dibandingkan dengan masyarakat yang ada di wilayah
hukum Polres Serang Kabupaten sehingga akan lebih efektif jika pengawasan
juga dilakukan oleh masyarakat secara aktif. Polisi juga melakukan pendataan
terhadap residivis-residivis yang baru keluar dari lembaga pemasyarakatan
dimana pendataan ini berguna apabila seorang residivis yang melakukan
kejahatan lebih mudah di identifikasi dan segera dilakukan penangkapan.
63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kejahatan pencurian


dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres
Serang, maka Penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan yang


menggunakan senjata tajam di wilayah hukum Polres Serang disebabkan
oleh 4 faktor utama, yaitu faktor ekonomi yang rendah, faktor lingkungan
yang buruk, faktor pendidikan yang rendah dan faktor lemahnya
penegakan hukum. Selain 4 faktor utama tersebut terdapat juga beberapa
faktor pendukung yang mempengaruhi dalam terjadinya kejahatan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah
hukum Polres Serang, faktor pendukung tersebut yaitu faktor pemilihan
korban khususnya kaum wanita yang sebagian besar menjadi target pelaku
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, dan juga
tidak lepas dari kelalaian para korban itu sendiri. Adapun alasan pelaku
menggunakan senjata tajam adalah untuk mempermudah dalam melakukan
aksinya, untuk mengancam korbannya agar mereka merasa takut dan
meyerahkan harta benda miliknya serta untuk melindungi dirinya sendiri.

2. Upaya-upaya penanggulangan yang telah dilakukan Polres Serang untuk


mengurangi kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan
senjata tajam adalah berupa upaya pre-emtif, preventif, dan represif.
Upaya ini diharapkan dapat menekan atau mengurangi serta meberikan
efek jera kepada pelaku kejahatan, sehinggga dapat memberikan rasa aman
kepada masyarakat. Dalam mengurangi tingkat kejahatan pencurian
dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam harus mendapat
dukungan dari semua pihak, terutama masyarakat dan aparat penegak
64

hukum. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah meningkatkan


kewaspadaan masyarakat serta menguatkan peran kepolisian dan
kejaksaan dalam memberikan efek jera pada pelaku, sehingga secara tidak
langsung menghilangkan niat masyarakat untuk melakukan kejahatan
tersebut.

Sedangkan hasil kesimpulan dari wawancara kepada aparat penegak hokum


yaitu Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana pencurian dengan Kekerasan
yang mengakibatkan matinya orang dalam menemukan tersangka adalah
melakukan tindakan pertama dengan menuju TKP untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. Setelah bukti-bukti dan keterangan saksi
dinyatakan cukup dan mengarahkan kepada tersangka tindak pidana, penyidik
berperan melakukan pelaksanaan penyidikan, pencegahan dan penindakan
yang dilakukan penyidik dengan cara upaya paksa untuk menangkap tersangka
tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang.

Kendala-kendala yang dihadapi penyidik pada pelaksanaan penyidikan tindak


pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang yaitu
sulitnya mencari saksi yang melihat di Tempat Kejadian Perkara, TKP sudah
dimasuki dan di acak- acak oleh orang orang yang tidak berkepentingan, tidak
kooperatifnya pihak keluarga korban kepada penyidik, Tidak adanya kesadaran
Perangkat nagari, masyarakat terhadap hukum dan lingkungan sekitar,
sehingga penyidik sulit mendapatkan informasi guna pelaksanaan penyidikan
tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi, seta kurangnya sarana
dan prasarana penyidik di Polres Serang Kabupaten.
65

B. Saran

Setelah mengadakan penelitian tentang kejahatan pencurian dengan


kekerasan yang menggunakan senjata tajam, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:

1. Dalam penegakan hukum khususnya bagi pelaku pencurian dengan


kekerasan yang menggunakan senjata tajam, diharapkan diproses sesuai
dengan hukum yang berlaku serta penerapan sanksi yang cukup berat agar
pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya. Jangan berikan kesempatan,
karena kejahatan terjadi bukan saja karena ada niat pelakunya tetapi karena
ada kesempatan.

2. Sangat diharapkan kepada aparat kepolisian serta para penegak hukum


lainnya untuk konsisten terhadap aturan yang sudah berlaku.

Berdasarkan penelitian penulis pelaksanaan penyidikan tindak pidana, penyidik


perlu akan adanya sarana dan prasarana yang memadai guna kualitas kerja
penyidik makin membaik, penyelidikan dan penyidikan dilakukan agar para
pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dapat terselesaikan, serta
perlunya perlunya kedekatan yang baik antara Polisi dan masyarakat sehingga
dapat menjalin kerja sama yang baik apabila adanya suatu tindak pidana yang
terjadi di masyarakat. Dan kedepannya adanya himbauan dari Polisi maupun
penyidik langsung kepada masyarakat apabila ada yang melihat, mendengar, dan
mengetahui telah terjadinya tindak pidana untuk segera mungkin melaporkan
kepihak yang berwajib atau ke kantor polisi terdekat dan meminta masyarakat
lebih waspada dan lebih adanya kesadaran masyarakat terhadap hukum serta
terhadap lingkungan sekitar.
42

Anda mungkin juga menyukai