Anda di halaman 1dari 11

TATA KELOLA DAN MANAJEMEN RESIKO

ARTICLE REVIEW

Oleh :

Nama : Kadek Amelia Mustikaningsih


Npm : 1733121407
Kelas : D8

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2020/2021
I. AREA OF INTEREST
A. Topik: Etika bisnis, Perilaku organisasi, Komunikasi bisnis, Tata Kelola dan
Manajemen Resiko
B. Judul: ”The Process Model of Corporate Social Responsibility (CSR)
Communication: CSR Communication and its Relationship with Consumers’
CSR Knowledge, Trust, and Corporate Reputation Perception”.
C. Penulis: Sora Kim
D. Nama Jurnal: Journal of Business Ethics
E. Volume/Nomor/Halaman: Nomor 154/Halaman 1143-1159. (Tidak ada Volume
karena PLOS ONE jurnal).
F. Tahun terbit : 2017
G. URL : https://link.springer.com/article/10.1007/s10551-017-3433-6

II. PHENOMENA
Meskipun komunikasi memainkan peran penting dalam proses organisasi’
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), namun, perhatian yang diberikan
pada aspek komunikasi CSR relatif sedikit (Dawkins 2004; Ihlen et al. 2011).
Kebanyakan penelitian CSR hanya berfocus pada debat tingkat makro terkait dengan
hubungan antara bisnis dan masyarakat atau peran bisnis terkait dengan CSR (Garriga
dan Melé 2004; Scherer dan Palazzo 2007). Oleh karena itu, terdapat banyak
pendekatan teoritis yang berbeda tentang CSR seperti pendekatan instrumental
(Bhattacharya dan Sen 2004; Porter dan Kramer 2006) dan pendekatan politik / etika
(Donaldson dan Dunfee 2000; Scherer dan Palazzo 2007).
Terlepas dari pendekatan CSR yang berbeda ini, penelitian sebelumnya
tentang CSR masih terbatas dalam hal memberikan bukti empiris tentang peran
komunikasi CSR atau proses komunikasi CSR dalam kaitannya dengan harapan
publik. Misalnya, aliran penelitian instrumental yang dominan tentang CSR —
terutama yang berasal dari pemasaran dan administrasi bisnis — cenderung
memperlakukan komunikasi hanya sebagai alat untuk persuasi pemangku
kepentingan, sikap, dan perubahan perilaku (Du et al. 2010; Kim 2011; Sen dan
Bhattacharya 2001 ). Akibatnya, banyak perhatian telah diberikan pada hubungan
potensial antara CSR itu sendiri dan reputasi perusahaan, dengan mengabaikan aspek
komunikasi CSR yang hilang (Brammer dan Pavelin 2006; Dawkins 2004).
Dibandingkan dengan pendekatan instrumental, pendekatan mainstream politik-
normatif atau etis lainnya terhadap CSR lebih menekankan pada aspek komunikasi
(Schultz et al. 2013; Seele dan Lock 2014). Namun, pendekatan ini pun terbatas untuk
memberikan tipologi atau perspektif normatif komunikasi CSR berdasarkan tinjauan
literatur yang luas atau pendekatan konseptual (Morsing 2006; Morsing dan Schultz
2006; Seele dan Lock 2014) daripada memberikan bukti empiris tentang mengapa
komunikasi itu penting dalam proses CSR.

III. THEORITICAL FOUNDATION


Teori yang mendukung:
Penelitian ini menggunakan teori 2 teori yaitu, ekspektasi-konfirmasi
(Expectation Confirmation Theory/ECT) dan teori ekspektasi-bukti (Expectation–
Evidence Theory/EET).
1. Untuk membantu menjelaskan proses komunikasi CSR yang efektif, penelitian ini
mengadopsi teori ekspektasi-konfirmasi (ECT). ECT telah digunakan untuk
menjelaskan mengapa konsumen memutuskan untuk membeli kembali atau terus
menggunakan produk atau layanan perusahaan. Meskipun telah banyak
digunakan dalam literatur psikologi dan perilaku konsumen (Oliver 1980, 1993),
ECT juga telah diadopsi dalam ilmu informasi (Bhattacherjee 2001).
2. Teori ekspektasi-bukti (EET) lebih berfokus pada bagaimana konsumen
memproses informasi, dan menerapkannya untuk menjelaskan peran CCI dalam
proses komunikasi CSR (Dawar dan Pillutla 2000; Dean 2004). Konsumen yang
menunjukkan identifikasi tingkat tinggi dengan perusahaan (yaitu, CCI tinggi)
lebih termotivasi untuk terlibat dalam pemrosesan dan interpretasi informasi
selektif untuk menjaga konsistensi kognitif internal mereka. Artinya, konsumen
cenderung secara selektif kurang memperhatikan informasi yang tidak sesuai
dengan ekspektasi atau keyakinan sebelumnya saat mereka memiliki CCI tingkat
tinggi.

IV. METHODOLOGY
Metodologi:
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi survei online.
Survei online adalah metode penelitian di mana responden menjawab kuesioner
melalui email atau di situs web. Survei online biasanya dibuat dalam bentuk form di
situs Web, dilengkapi dengan database untuk menyimpan jawaban dan perangkat
lunak statistik untuk memberikan analisis.

V. DATA DAN METHOD


A. Lokasi penelitian: Amerika Serikat (AS)
B. Populasi penelitian: Populasi yang digunakan meliputi peserta yang direkrut dari
kumpulan panel konsumen ResearchNow, sebuah perusahaan riset pasar nasional
AS yang mengkhususkan diri dalam survei konsumen.
C. Teknik pengambilan sampel: Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan undangan dan menggunakan sampel dari perwakilan konsumen AS
dalam hal jenis kelamin, usia, dan kategori etnis dari data sensus AS. Berdasarkan
teknik penentuan sampel didapat 930 konsumen yang berpartisipasi dalam survey
online.
D. Teknik pengumpulan data: Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui survey online.
E. Teknik analisis yang digunakan: Penelitian ini menggunakan beberapa model
mediasi paralel dan tes model proses bersyarat untuk memeriksa baik efek
mediasi dan efek langsung dan tidak langsung bersyarat yang diilustrasikan pada
Gambar. 1, menggunakan PROSES Hayes '(2013). PROSES ini sesuai untuk
menguji hipotesis penelitian ini karena memberikan interval kepercayaan
bootstrap (CI) dan estimasi model untuk analisis mediasi, serta perhitungan efek
langsung dan tidak langsung bersyarat (Hayes 2013). Metode bootstrap
menghasilkan daya yang relatif lebih tinggi dan tingkat kesalahan Tipe 1 yang
lebih rendah (Hayes 2013; Preacher dan Hayes 2008).

VI. FINDINGS
Temuan:
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti mediasi
keterlibatan antara semua faktor komunikasi CSR dan reputasi perusahaan, sementara
efek mediasi yang signifikan dari pengetahuan CSR dan kepercayaan diidentifikasi
untuk semua faktor komunikasi CSR. Jadi, H2 (a) pengetahuan CSR dan (b)
kepercayaan terhadap perusahaan didukung, sedangkan H2 (c) keterlibatan akan
secara positif memediasi efek dari faktor komunikasi CSR pada reputasi perusahaan,
tidak didukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika persepsi konsumen
meningkat dalam sifat keinformatifan, relevansi pribadi, nada faktual, konsistensi, dan
transparansi dalam komunikasi CSR perusahaan, pengetahuan dan kepercayaan CSR
mereka pada komitmen CSR perusahaan meningkat, yang pada gilirannya
meningkatkan reputasi. Semua CI seluruhnya di atas nol, dan koefisiennya positif
(lihat Tabel 4 untuk CI). Namun, polanya cukup berbeda untuk faktor nada promosi.
Faktor ini mempengaruhi reputasi secara negatif (β = −.05) secara tidak langsung
melalui kepercayaan karena CI berada di bawah nol, meskipun secara tidak langsung
mempengaruhi reputasi (β = .025) secara positif melalui pengetahuan CSR. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan nada promosi dalam komunikasi CSR menurunkan
kepercayaan konsumen terhadap komitmen CSR perusahaan, yang pada akhirnya
menurunkan reputasi perusahaan. Sebaliknya, peningkatan nada promosi dalam
komunikasi CSR meningkatkan pengetahuan CSR konsumen, dan peningkatan
pengetahuan CSR meningkatkan reputasi perusahaan. Adapun keterlibatan konsumen
sebagai mediator, faktor komunikasi CSR memiliki efek positif langsung pada
reputasi perusahaan tanpa mediasi keterlibatan (lihat Tabel 4).
Pada faktor keinformatifan CSR menunjukkan bahwa efek positif dari
keinformatifan CSR terhadap reputasi melalui pengetahuan dan kepercayaan CSR
tidak berbeda menurut tingkat CCI konsumen (yaitu, tidak ada efek tidak langsung
bersyarat). Jadi, Hipotesis H3 (a – c) tidak didukung. Efek langsung bersyarat dari
keinformatifan CSR, bagaimanapun, diidentifikasi untuk reputasi (β = .03, SE = .01, p
<.01), mendukung hipotesis H4. Dampak positif dari keinformatifan CSR terhadap
reputasi perusahaan semakin meningkat di antara konsumen di semua tingkat CCI,
kecuali mereka yang memiliki tingkat CCI sangat rendah, hal ini mendukung
hipotesis H4.
Pada faktor relevansi dan konsistensi pribadi efek tidak langsung bersyarat
dari relevansi dan konsistensi pribadi secara konsisten positif dan meningkat seiring
dengan peningkatan tingkat CCI. Dengan demikian, H3 (a-b: pengetahuan dan
kepercayaan) didukung untuk relevansi pribadi dan faktor konsistensi, sedangkan H3
(c: keterlibatan) tidak didukung. Selain itu, penelitian ini mengidentifikasi efek
langsung bersyarat dari relevansi dan konsistensi pribadi pada reputasi (β = .03, t =
3.24, p <.002 untuk relevansi pribadi; β = .04, t = 3.75, p <.001 untuk konsistensi ).
Semakin banyak konsumen dengan semua tingkat CCI yang diidentifikasi dengan
perusahaan, semakin tinggi dampak positif dari relevansi dan konsistensi pribadi
terhadap reputasi, mendukung hipotesis H4.
Pada faktor nada factual efek tidak langsung bersyarat dari nada faktual pada
reputasi diidentifikasi hanya jika dimediasi oleh kepercayaan. Jadi, hanya H3 (b) yang
didukung. Tidak ada efek tidak langsung bersyarat dari nada faktual pada reputasi
yang ditemukan ketika dimediasi oleh pengetahuan dan keterlibatan CSR (lihat Tabel
5); jadi H3 (a) dan (c) tidak didukung. Efek langsung dari nada faktual pada reputasi
juga dimoderasi oleh tingkat CCI (p <.001), mendukung hipotesis H4. Oleh karena
itu, H4 didukung oleh faktor nada faktual.
Pada faktor nada promosi efek tidak langsung bersyarat yang signifikan dari
nada promosi pada reputasi diidentifikasi hanya ketika dimediasi oleh kepercayaan,
mendukung H3 (b). H3 (a) dan (c) tidak didukung. Dan ini terutama terjadi pada
konsumen dengan tingkat CCI yang sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi.
Adapun H4, efek langsung dari nada promosi pada reputasi tidak dimoderasi oleh
tingkat CCI (SE = 0,009, p = 0,88); dengan demikian, H4 tidak didukung untuk faktor
nada promosi.
Pada faktor transparasi efek langsung dari transparansi pada pengetahuan CSR
H3 (a) dan (b) didukung, sedangkan H3 (c) tidak didukung. Tidak ada bukti yang
ditemukan tentang efek langsung bersyarat dari transparansi pada reputasi. Oleh
karena itu, hipotesis H4 tidak didukung oleh faktor transparansi.

VII. CONCLUSIONS
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa kajian
yang diambil secara keseluruhan ini memberikan beberapa pertimbangan yang
menarik bagi para akademisi dan profesional komunikasi di bidang CSR dan CSR
komunikasi dengan mendemonstrasikan proses dari masing-masing faktor komunikasi
CSR. Ini juga meningkatkan pemahaman kita tentang kemungkinan konsekuensi
komunikasi CSR dan mendorong organisasi untuk lebih fokus pada praktik
komunikasi CSR yang aktif tanpa terpengaruh oleh dilema atau paradoks komunikasi
CSR.

VIII. FURTHER RESEARCHES


Saran:
Meskipun penelitian ini memiliki implikasi yang berarti, namun dibatasi oleh
beberapa faktor. Temuan studi ini didasarkan pada sampel perwakilan konsumen AS
dalam hal jenis kelamin, etnis, dan rasio usia. Namun, tingkat pendidikan sampel
tersebut jauh lebih tinggi daripada rata-rata AS. Selain itu, karena ekspektasi
konsumen terhadap praktik komunikasi CSR mungkin berbeda menurut budaya
(Maignan dan Ralston 2002), temuan tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati
ketika diterapkan pada kelompok pemangku kepentingan lain atau budaya lain. Untuk
generalisasi yang lebih baik, penelitian masa depan harus memeriksa budaya lain dan
kelompok pemangku kepentingan.
Karena penelitian ini menggunakan survei cross-sectional untuk memeriksa
hubungan antara konstruksi, interpretasi hubungan kausal antara anteseden dan hasil
variabel harus hati-hati. Penelitian masa depan harus menggunakan metode
eksperimen untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara konstruksi dengan lebih
baik. Selain itu, beberapa ukuran, seperti nada faktual dan nada promosi, masing-
masing hanya memuat dua item. Untuk meningkatkan keandalan pengukuran,
penelitian di masa depan harus menyertakan setidaknya satu item lagi. Penelitian
selanjutnya juga harus memeriksa peran faktor spesifik pemangku kepentingan
lainnya, seperti skeptisisme konsumen dan keterlibatan dengan masalah sosial, untuk
lebih memahami proses komunikasi CSR.
I. AREA OF INTEREST
A. Topik: Audit, Akuntansi Keuangan, Tata Kelola dan Manajemen Resiko
B. Judul: ”Analisis Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Terhadap
Kualitas Pengungkapan Sustainability Report (Studi Empiris Pada Perusahaan Di
Indonesia Periode Tahun 2011-2012)”.
C. Penulis: Abdul Aziz
D. Nama Jurnal: Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Tanjungpura
E. Volume/Nomor/Halaman: Volume 03/Nomor 2/Halaman 65-84
F. Tahun terbit: 2014
G. URL: https://core.ac.uk/download/pdf/326041453.pdf

II. PHENOMENA
Dalam dekade terakhir ini, khususnya di Indonesia, pelaporan keberlanjutan
(sustainability reporting) mulai mendapat perhatian oleh para pemangku kepentingan
(stakeholders), khususnya dari kalangan investor. Investor tidak lagi hanya
mengandalkan laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan sebagai alat untuk mengambil keputusan investasi.
Trend dari pembuatan laporan keberlanjutan semakin meningkat setiap tahunnya,
berdasarkan sumber Indonesia Sustainability Report Award (ISRA) dan beberapa
informasi official web page perusahaan hingga sampai tahun 2012 tercatat 45 lebih
perusahaan yang sudah menerbitkan laporan keberlanjutan.

III. THEORITICAL FOUNDATION


Teori yang mendukung :
Penelitian ini menggunakan teori keagenan (Agency Theory). Dalam rangka
memahami konsep Good Corporate Governance (GCG), maka digunakanlah dasar
perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan merupakan hubungan antara dua
pihak dimana salah satu pihak menjadi agent dan pihak yang lain bertindak sebagai
principal (Hendriksen dan Van Breda, 2000). Hubungan agensi muncul ketika satu
orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut(Waryanto, 2010)
IV. DATA DAN METHOD
A. Lokasi penelitian: Indonesia
B. Populasi penelitian: Populasi yang digunakan meliputi semua perusahaan di
Indonesia yang telah menerbitkan Sustainability Report.
C. Teknik pengambilan sampel: Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling method, yaitu teknik untuk menentukan sampel dengan pertimbangan
dan kriteria tertentu. Adapun kriteria pemilihan sampel pada penelitian ini adalah
semua perusahaan di Indonesia yang telah menerbitkan laporan keberlanjutan
pada tahun 2011 hingga 2012. Berdasarkan teknik penentuan sampel didapat 15
perusahaan yang memenuhi kriteria untuk menjadi sampel.
D. Teknik pengumpulan data: Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui situs web resmi masing-masing perusahaan.
E. Teknik analisis yang digunakan: Metode regresi linier berganda (multiple
regression) dilakukan terhadap model yang diajukan peneliti dengan
menggunakan Software SPSS Versi 17.0 untuk memprediksi hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini juga menggunakan
analisis deskriptif dan uji hipotesis.

V. FINDINGS
Temuan:
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kepemilikan manajerial
berpengaruh signifikan terhadap kualitas pengungkapan SR di Indonesia, sedangkan
ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, ukuran Komite Audit,
kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham terkonsentrasi, dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualiatas pengungkapan SR di
Indonesia.

VI. CONCLUSIONS
Kesimpulan:
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor Ukuran Dewan Komisaris,
Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Kepemilikan saham
manajerial, Kepemilikan saham institusional, dan Kepemilikan saham terkonsentrasi
serta Ukuran perusahaan secara bersama-sama mempengaruhi kualitas pengungkapan
SR hanya sebesar 29,9%. Dengan demikian faktor-faktor karakteristik GCG tersebut
di atas masih belum dapat meningkatkan mekanisme pengawasan dengan baik untuk
mendorong kualitas pengungkapan SR.
Berdasarkan hasil pengujian statistik secara parsial variabel GCG terhadap
kualitaspengungkapan SR di Indonesia dengan menggunakan analisis regresi
berganda, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor Ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat dijelaskan
dari nilai t hitung sebesar 0,015 dan nilai sig sebesar 0,988. Nilai sig 0,988> α
(0,05), sehingga faktor Ukuran Dewan Komisaris tidak signifikan pada level 5%.
2. Faktor Proporsi Komisaris Independen tidak berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat
terlihat dari nilai t hitung sebesar 1,292 dan nilai sig sebesar 0,210. Nilai sig 0,210
> α (0,05), sehingga faktor Proporsi Komisaris Independen (PRODEKI) tidak
signifikan pada level 5%.
3. Faktor Ukuran Komite Audit tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat dijelaskan dari nilai t
hitung sebesar-0,164 dan nilai sig sebesar 0,871. Nilai sig 0,871 > α (0,05),
sehingga Ukuran Komite Audit tidak signifikan pada level 5%.
4. Faktor Kepemilikan Saham Manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap
kualitas pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari
nilai t hitung sebesar 2,387 dan nilai sig sebesar 0,026. Nilai sig 0,026 < α (0,05),
sehingga Kepemilikan Saham Manajerial signifikan pada level 5%.
5. Faktor Kepemilikan Saham Institusional secara tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal
ini dapat di lihat dari nilai t hitung sebesar -0,530 dan nilai sig sebesar 0,601. Nilai
sig 0,601> α (0,05), sehingga Kepemilikan Saham Institusional tidak signifikan
pada level 5%.
6. Faktor Kepemilikan Saham Terkonsentrasi tidak berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat
dijelaskan dari nilai t hitung sebesar 1,820 dan nilai sig sebesar 0,082. Nilai sig
0,082 > α (0,05), Sehingga Kepemilikan Saham Terkonsentrasi tidak signifikan
pada level 5%.
7. Faktor Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kualias
pengungkapan SR pada perusahaan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari nilai t
hitung sebesar 0,678 dan nilai sig sebesar 0,505. Nilai sig 0,505 > α (0,05),
sehingga faktor Ukuran Perusahaan tidak signifikan pada level 5%. Hal ini dilihat
dari angka signifikansi yang dihasilkan yaitu 0,001. Hasil tersebut lebih kecil dari
taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05.

VII. FURTHER RESEARCHES


Saran:
1. Pemerintah hendaknya menetapkan regulasi yang secara tegas dan jelas mengatur
mengenai praktik dan pengungkapan, serta pengawasan SR pada perusahaan di
Indonesia sehingga praktik dan pengungkapan SR di Indonesia semakin
meningkat.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas periode pengamatan agar dapat lebih
menggambarkan kondisi pengungkapan SR di Indonesia.
3. Rendahnya Adjusted R2 dari model yang diuji dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini mempunyai
pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas pengungkapan SR perusahaan,
sehingga penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan untuk menggunakan
variabel lainnya juga diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai