BST - Sri Pertiwi Andry - Skrofuloderma
BST - Sri Pertiwi Andry - Skrofuloderma
Skrofuloderma
Oleh :
Sri Pertiwi Andry 1840312713
Preseptor :
PENDAHULUAN
1 . 1 Latar Belakang
I. DEFINISI
Skrofuloderma merupakan bentuk dari tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis dan mikobakteria atipikal. (1) Skrofuloderma adalah
tuberkulosis subkutan yang menyebabkan terbentuknya abses dingin (cold abscess) dan
kerusakan sekunder pada kulit, baik multibasiler atau pausibasiler. (2) Tuberkulosis
murni sekunder yang terjadi secara per kontinutatum dari jaringan di bawahnya,
misalnya kelenjar getah bening, otot, dan tulang. (2) (3) Tuberkulosis kutis, seperti
tuberkulosis paru, terutama terdapat di negeri yang sedang berkembang. Pada
umumnya insiden di semua negeri menurun seiring dengan menurunnya tuberkulosis
paru. Faktor lain yang mempengaruhi ialah keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang
dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis
papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan eritem nodusum. (1)
II. EPIDEMIOLOGI
Di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) skrofuloderma merupakan bentuk
yang tersering terdapat (84%), disusul tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-
bentuk yang lain jarang ditemukan. (1) Tuberkulosis kutis umumnya pada anak-anak
dan dewasa muda, wanita agak lebih sering daripada pria. (1) (2) Pada kepustakaan
sering disebut tuberkulosis kutis didapati pada orang dengan keadaan umum dan gizi
kurang. (1)
III. ETIOLOGI
Penyebab utama tuberkulosis kutis di RSCM ialah Mycobacterium tuberkulosis
berjumlah 91,5%. (1) (2) (3) Sisanya (8,5%) disebabkan oleh mikobakteria atipikal yang
terdiri dari golongan II atau skotokromogen yakni M. scrofulaceum (80%) dan
golongan IV rapid growers (20%). M. bovis dan M. avium belum pernah ditemukan,
demikian pula mikobakteria lain. (1) (2)
III. BAKTERIOLOGI
A. M. Tuberkulosis
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut
Pilisburry dengan sedikit perubahan. (1) (2)
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
1. Tuberkulosis kutis miliaris
2. Skrofuloderma
3. Tuberkulosis kutis verukosa
4. Tuberkulosis kutis gumosa
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
6. Lupus vulgaris
2. Tuberkulid
A. Bentuk papul
1. Lupus miliaris, diseminatus fasiei
2. Tuberkulid papulonekrotika
3. Liken skrofulosorum
B. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
1. Eritema nodusum
2. Eritema induratum
Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit
disertai gambaran histopatologik yang khas. Tuberkulosis kutis primer berarti kuman
masuk pertama kali ke dalam tubuh. Tuberkulid merupakan reaksi id, yang berarti
kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan kulit tersebut tidak ditemukan kuman
penyebab, tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya di
paru. Pada tuberkulid tes tuberkulin memberi hasil positif. (1)
V. PATOGENESIS
Susunan kelenjar getah bening
Tepat di bawah dagu terdapat kgb. Submentalis, di bawah mandibula ialah kgb.
Submandibularis. Di sekitar muskulus sternokleodomastoideus terdapat kgb.
Servikalis superfisialis dan profunda. Aliran getah bening dari daerah hidung , farings,
dan tonsil ditampung oleh kgb. Submandibularis kemudian ke servikalis profunda,
karena itu bagi skrofuloderma di leher kuman dapat masuk dari tonsil. Demikian pula
aliran getah bening paru akan menuju ke kgb. tersebut. (1)
Pada daerah lipat paha secara klinis terdapat 3 golongan kgb. Jika antara spina
iliaka anterior superior dan simfisis dibagi menjadi dua bagian yang sama, maka di
bagian lateral terletak kgb. inguinalis lateralis, sedangkan di bagian medial terdapat
kgb. inguinalis medialis. Yang ketiga adalah kgb.femoralis yang terletak di trigonum
femoralis. (1) Kgb yang menampung getah bening dari daerah ekstrimitas bawah ialah
kgb. inguinalis lateralis dan kgb. femoralis. Selain itu kgb. inguinalis lateralis juga
menampung getah bening dari kulit di perut di bawah umbilikus dan dari daerah
bokong. (1)
Kgb. di aksila merupakan kelenjar regional untuk ekstrimitas atas serta dada dan
punggung. Pada skrofuloderma di lipat paha yang diserang ialah kgb. inguinalis
lateralis dan femoralis karena port d’entree biasanya terletak di ekstrimitas bawah. Kgb.
inguinalis medialis merupakan kelenjar regional bagi genitalia eksterna kerena itu pada
skrofuloderma biasanya tidak membesar. Pada stadium lanjut dapat membesar akibat
penjalaran dari kgb. inguinalis lateralis. (1)
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinutatum dari organ dibawah
kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari kgb, juga
dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-
tempat yang banyak didapati kgb. superfisialis, yang tersering ialah pada leher,
kemudian disusul di ketiak dan sering terjarang pada lipat paha. (1)
Porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di
ketiak kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, bila di lipat paha pada
ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang skaligus,
yakni pada leher, ketiak, dan lipat paha, kemungkinan besar terjadi penyebaran
hematogen. (1)
LED
Pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih penting
untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu penegakkan diagnosis.
Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan. (1)
IX. PENATALAKSANAAN
Perbaiki keadaan umum, misalnya gizi dan anemia. Prinsip pengobatan tuberkulosis
kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik, hendaknya
diperhatikan sebagai berikut: (1)
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah: semua ulkus dan fistel telah menutup,
seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang daripada 1 cm dan berkonsistensi
keras), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. LED
dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit
tuberkulosis. Jika terjadi penyembuhan LED akan menurun dan menjadi normal. (1)
Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: (5)
Penderita baru TBC paru BTA positif.
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: (5)
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: (5)
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Yang bersifat bakterisidal ialah INH (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan
streptomisin, sedangkan etambutol (E) bersifat bakteriostatik. Pemilihan obat
tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat ringannya penyakit, dan adanya
kontraindikasi. Dosis H pada anak 10mg/kg BB, dosis maksimum 400 mg/hari. R
paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan,
kontraindikasinya penyakit hepar. Efek dini E ialah gangguan penglihatan terhadap
warna hijau. Jika terdapat gejala tersebut sebaiknya obat segera dihentikan. Dosis
maksimum streptomisin 90 x 1 gram. (1)
Penatalaksanaan topikal, jika basah dengan kompres PK 1/5.000. Jika kering dengan
krim, salep antibiotik dan salep minyak ikan digunakan untuk merangsang pinggir
ulkus agar cepat menutup. (3)
X. PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan,
prognosisnya baik. (1) (3)
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. RH
Umur : 42 tahun
Pendidikan : SLTA
Suku : Minang
Nomor HP : 0823xxxx
3.2 ANAMNESIS
Status Dermatologikus
Lokasi : Regio coli sinistra
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Oval
Susunan : Anular
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Nodul berbentuk linier sewarna kulit,konsistensi keras, di daerah tengah
nodul terdapat pustul yang pecah dengan dinding menggaung disertai jembatan kulit.
Status Venerologikus
Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelainan Kuku
Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan
Terdapat pembesaran KGB di ketiak kiri 1 buah ukuran 2x1x1, 1x1x1 cm , mobile,
Dokumentasi
Pemeriksaan Rutin:
Resume
Awalnya lebih kurang satu tahun yang lalu pasien mengeluhkan ada
bengkak pada leher kiri sebesar kelereng, tidak terasa nyeri.
Lebih kurang 5 bulan yang lalu benjolan dirasakan semakin lama
semakin membesar, benjolan sebesar telur puyuh dan terasa nyeri.
Lebih kurang 10 hari yang lalu muncul bengkak yang sudah pecah
mengeluarkan cairan berwarna merah dan kuning, benjolan berubah
menjadi luka basah di leher kiri disertai nyeri.
Pasien sudah pernah didiagnosa menderita TB paru 10 tahun yang lalu,
namun pasien tidak menyelesaikan pengobatan.
Awalnya pasien dirujuk ke paru dari puskesmas Lubuk begalung
Padang dengan diagnosa tb paru,kemudian pasien di rontgen dan
ternyata didapatkan tumor mediastinum, dan sudah dilakukan operasi
pada 20 desember 2020.
Diagnosis Kerja :
Skrofuloderma
TB Paru
Diagnosis Banding :
Tidak ada
Pemeriksaan Anjuran :
LED
Kultur sputum
Histopatologi
Diagnosis
Skrofuloderma
TB paru
Terapi :
Umum :
Makan makanan yang bergizi dan sehat
mandi
Segera bawa ke rumah sakit jika terdapat mata kuning, gangguan penglihatan.
Khusus
- Sistemik
• Isoniazid 1 x 300 mg
• Rifampisin 1 x 450 mg
• Pirazinamid 1 x 1000 g
• Isoniazid 300 mg
• Rifampisin 450 mg
- Topikal
Prognosis:
Pro : Tn. RH
Umur : 42 tahun
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki usia 42 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 09 februari 2021 dengan keluhan benjolan-
benjolan pada leher kiri yang terasa nyeri sejak 10 hari yang lalu. Awalnya lebih kurang
satu tahun yang lalu pasien mengeluhkan munculnya benjolan pada leher kiri sebesar
kelereng yang tidak terasa nyeri, panas, dan merah. Lebih kurang 5 bulan yang lalu
benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, benjolan sebesar telur puyuh dan
terasa nyeri. Lebih kurang 10 hari yang lalu benjolan tersebut pecah mengeluarkan
cairan berwarna merah dan kuning, kemudian benjolan tersebut berubah menjadi luka
basah di leher kiri disertai nyeri,dan diobati dengan kompres iodin. Riwayat batuk ada
sejak 1 tahun yang lalu. Terdapat riwayat penurunan berat badan sejak 2 bulan terakhir,
penurunan lebih kurang 5 kg. Terdapat riwayat penurunan nafsu makan sejak 2 bulan
terakhir. Riwayat demam, dan keringat malam tidak ada. Pasien sudah pernah
didiagnosa menderita TB paru 10 tahun yang lalu, namun pasien tidak menyelesaikan
pengobatan.
Awalnya pasien dirujuk ke paru dari puskesmas Lubuk begalung Padang dengan
diagnosa tb paru,kemudian pasien di rontgen dan ternyata didapatkan tumor
mediastinum, dan sudah dilakukan operasi pada 21 januari 2021.
Pemeriksaan Fisik didapatkan adanya pembesaran KGB pada leher dan ketiak.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang didapatkan kecurigaan
mengarah pada skrofuloderma. Hal ini diketahui dari terdapatnya benjolan pada leher
yang dirasakan nyeri dan pasien ada riwayat Tb. Pemeriksaan rutin dilakukan
pemeriksaan dengan hasil BTA yang diharapkan Tampak kuman berbentuk batang
warna merah-ungu.
Pemeriksaan anjuran pada pasien ini LED dengan harapan terjadi peninggian LED,
dan dilakukan pemeriksaan PCR untuk menentukan etiologi.
Pengobatan pada pasien berupa terapi umum dan khusus. Terapi umum meliputi
Makan makanan yang bergizi dan sehat , untuk sembuh pengobatan harus dilakukan
secara teratur tanpa terputus, dahak ditampung atau dibuang langsung di saluran
pembuangan air kamar mandi, Kalau batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan , kontrol
secara rutin, anggota keluarga diperiksa untuk memastikan sudah terinfeksi atau belum
terhadap kuman mycobakterium tuberkulosis. Sehingga pengobatan dapat dilakukan
sesegera mungkin, menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan rifampisin
menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah, segera bawa ke rumah sakit jika
terdapat mata kuning, gangguan penglihatan. Khusus, dapat berupa terapi sistemik .
Prognosis pada pasien ini dubia.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. [book auth.] Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah and Siti
Aisah. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Jakarta : FKUI, 2007, pp. 64 - 72.
2. Tappeiner, Gerhard. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria. [book auth.]
Klaus Wolff, et al. FITZPATRICK'S DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE. USA : McGraw-Hill,
2008.
4. Cutaneous tuberculosis among children and adolescents:a study in a rural teaching hospital.
Padmavathy, L., et al. 1, India : CJMED, 2010, Vol. V.