Anda di halaman 1dari 24

Bed Site Teaching

Skrofuloderma

Oleh :
Sri Pertiwi Andry 1840312713

Preseptor :

Dr. Rina Gustia, SpKK, FINSDV, FAADV


Dr. H.Yosse Rizal, SpKK, FINSDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1 . 1 Latar Belakang

Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia hinggasaat


ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefekpada paru-paru,
kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, ususdan organ lainnya. Salah satu
dari jenis tuberkulosis ini adalahtuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis adalah
tuberkulosis pada kulit yangdisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan
mikobakteria atipikal. Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama di negara
yangsedang berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan
denganmenurunnya tuberkulosis paru.
Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi. Tuberkulosis
kutis diklasifikasikan menjadi tuberkulosis kutis sejati dantuberkulid. Tuberkulosis
kutis sejati maksudnya adalah kuman penyebabterdapat pada kelainan kulit disertai
gambaran histopatologik yang khas,sedangkan tuberkulid merupakan reaksi kelainan
kulit akibat alergi. Pada tuberkulid, kelainan kulit tersebut tidak ditemukan kuman
penyebab,tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh,biasanya di
paru.Adapun tuberkulosis kutis sejati dibagi menjadi tuberkulosis kutis primerdan
tuberkulosis kutis sekunder. Tuberkulosis kutis primer berarti kumanmasuk pertama
kali ke dalam tubuh, contohnya pada inokulasituberkulosis primer (tuberculosis chancre).
Pada tuberkulosis kutis sekunder kuman sudah ada di suatu bagian tubuh
namun menyebar kebagian tubuh yang lain, contohnya tuberkulosis kutis
miliaris,skrofuloderma, tuberkulosis kutis verukosa, tuberkulosis kutis
gumosa,tuberkulosis kutis orifisialis dan lupus vulgaris.Dari macam-macam
tuberkulosis kutis yang ada, akan dibahas bentuktuberkulosis kutis yang paling sering
ditemukan di Indonesia yaitu skrofuloderma.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan


tatalaksana skrofuloderma dan kaitannya dengan salah satu pasien skrofuloderma di
RSUP Dr. M. Djamil Padang
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
skrofuloderma.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Skrofuloderma merupakan bentuk dari tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis dan mikobakteria atipikal. (1) Skrofuloderma adalah
tuberkulosis subkutan yang menyebabkan terbentuknya abses dingin (cold abscess) dan
kerusakan sekunder pada kulit, baik multibasiler atau pausibasiler. (2) Tuberkulosis
murni sekunder yang terjadi secara per kontinutatum dari jaringan di bawahnya,
misalnya kelenjar getah bening, otot, dan tulang. (2) (3) Tuberkulosis kutis, seperti
tuberkulosis paru, terutama terdapat di negeri yang sedang berkembang. Pada
umumnya insiden di semua negeri menurun seiring dengan menurunnya tuberkulosis
paru. Faktor lain yang mempengaruhi ialah keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang
dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat, misalnya tuberkulosis kutis
papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan eritem nodusum. (1)

II. EPIDEMIOLOGI
Di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) skrofuloderma merupakan bentuk
yang tersering terdapat (84%), disusul tuberkulosis kutis verukosa (13%), bentuk-
bentuk yang lain jarang ditemukan. (1) Tuberkulosis kutis umumnya pada anak-anak
dan dewasa muda, wanita agak lebih sering daripada pria. (1) (2) Pada kepustakaan
sering disebut tuberkulosis kutis didapati pada orang dengan keadaan umum dan gizi
kurang. (1)

III. ETIOLOGI
Penyebab utama tuberkulosis kutis di RSCM ialah Mycobacterium tuberkulosis
berjumlah 91,5%. (1) (2) (3) Sisanya (8,5%) disebabkan oleh mikobakteria atipikal yang
terdiri dari golongan II atau skotokromogen yakni M. scrofulaceum (80%) dan
golongan IV rapid growers (20%). M. bovis dan M. avium belum pernah ditemukan,
demikian pula mikobakteria lain. (1) (2)
III. BAKTERIOLOGI
A. M. Tuberkulosis

M. tuberkulosis mempunyai sifat sebagai berikut: berbentuk batang, panjang 2-4/m


dan lebar 0,3 – 1,5/, tahan asam tidak bergerak, tidak membentuk spora, aerob, dan
suhu optimal pertumbuhan pada 37oC. (1) (3)
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam: (1)
1. Sediaan mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada
pewarnaan dengan cara Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman
tampak berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum berarti
kuman tersebut M. tuberkulosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam,
misalnya M. leprae.
2. Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu
37oC. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur
positif, berarti pasti kuman tuberkulosis.
3. Binatang percobaan
Dipakai marmot, percobaan tersebut memerlukan waktu 8 minggu.
4. Tes biokimia
Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.
5. Percobaan resistensi

IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi menurut
Pilisburry dengan sedikit perubahan. (1) (2)
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
B. Tuberkulosis kutis sekunder
1. Tuberkulosis kutis miliaris
2. Skrofuloderma
3. Tuberkulosis kutis verukosa
4. Tuberkulosis kutis gumosa
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
6. Lupus vulgaris
2. Tuberkulid
A. Bentuk papul
1. Lupus miliaris, diseminatus fasiei
2. Tuberkulid papulonekrotika
3. Liken skrofulosorum
B. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
1. Eritema nodusum
2. Eritema induratum

Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit
disertai gambaran histopatologik yang khas. Tuberkulosis kutis primer berarti kuman
masuk pertama kali ke dalam tubuh. Tuberkulid merupakan reaksi id, yang berarti
kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan kulit tersebut tidak ditemukan kuman
penyebab, tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya di
paru. Pada tuberkulid tes tuberkulin memberi hasil positif. (1)

V. PATOGENESIS
Susunan kelenjar getah bening

Untuk lebih mengetahui patogenesis tuberkulosis kutis terutama skrofloderma,


maka perlu dipahami susunan kelenjar getah bening (kgb). (1)Di leher susunannya
demikian (lihat gambar). (1)
Gambar 2.1 : Susunan Kelenjar Getah Bening di Leher.

Tepat di bawah dagu terdapat kgb. Submentalis, di bawah mandibula ialah kgb.
Submandibularis. Di sekitar muskulus sternokleodomastoideus terdapat kgb.
Servikalis superfisialis dan profunda. Aliran getah bening dari daerah hidung , farings,
dan tonsil ditampung oleh kgb. Submandibularis kemudian ke servikalis profunda,
karena itu bagi skrofuloderma di leher kuman dapat masuk dari tonsil. Demikian pula
aliran getah bening paru akan menuju ke kgb. tersebut. (1)

Pada daerah lipat paha secara klinis terdapat 3 golongan kgb. Jika antara spina
iliaka anterior superior dan simfisis dibagi menjadi dua bagian yang sama, maka di
bagian lateral terletak kgb. inguinalis lateralis, sedangkan di bagian medial terdapat
kgb. inguinalis medialis. Yang ketiga adalah kgb.femoralis yang terletak di trigonum
femoralis. (1) Kgb yang menampung getah bening dari daerah ekstrimitas bawah ialah
kgb. inguinalis lateralis dan kgb. femoralis. Selain itu kgb. inguinalis lateralis juga
menampung getah bening dari kulit di perut di bawah umbilikus dan dari daerah
bokong. (1)

Kgb. di aksila merupakan kelenjar regional untuk ekstrimitas atas serta dada dan
punggung. Pada skrofuloderma di lipat paha yang diserang ialah kgb. inguinalis
lateralis dan femoralis karena port d’entree biasanya terletak di ekstrimitas bawah. Kgb.
inguinalis medialis merupakan kelenjar regional bagi genitalia eksterna kerena itu pada
skrofuloderma biasanya tidak membesar. Pada stadium lanjut dapat membesar akibat
penjalaran dari kgb. inguinalis lateralis. (1)
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinutatum dari organ dibawah
kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari kgb, juga
dapat berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-
tempat yang banyak didapati kgb. superfisialis, yang tersering ialah pada leher,
kemudian disusul di ketiak dan sering terjarang pada lipat paha. (1)

Gambar 2.2 : Skrofuloderma

Porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di
ketiak kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, bila di lipat paha pada
ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang skaligus,
yakni pada leher, ketiak, dan lipat paha, kemungkinan besar terjadi penyebaran
hematogen. (1)

VI. GAMBARAN KLINIS


Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa
pembesaran kgb, tanpa tanda-tanda radang akut, selain tumor. Mula-mula hanya
beberapa kgb yang diserang, lalu makin banyak dan sebagian berkonfluensi. Selain
limfadenitis, juga terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan kgb, tersebut
dengan jaringan disekitarnya. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami
perlunakan tidak serentak mengakibatkan konsistensinya menjadi bermacam – macam,
yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan
menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya (abses dingin).
Abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan
berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Abses dingin akan
memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, hingga menjadi ulkus,
yang mempunyai sifat khas, yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur, di
sekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (vivid), dinding bergaung; jaringan
granulasinya tertutup oleh pus serospurulen, jika menjadi kering krusta berwarna
kuning. (1) Ulkus-ulkus tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatriks-sikatriks
yang juga memanjang dan tidak teratur. Kadang-kadang di atas sikatriks tersebut
terdapat jembatan kulit (skin bridge), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya
melekat pada sikatriks tersebut, hingga sonde dapat dimasukkan. (1)

Gambar 2.3 : Klinis Skrofuloderma

VII. DIAGNOSIS BANDING


Pada skrofuloderma di leher biasanya gambaran klinisnya khas, sehingga tidak perlu
diadakan diagnosis banding. (1)
Gambar 2.4 : Diagnosis banding
1. Hidradenitis supurativa
Infeksi oleh piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut
disertai tanda-tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan
leukositosis. (1)
2. Limfogranuloma venerum (L.G.V.).
Perbedaan yang penting ialah pada LGV terdapat sanggama tersangka (coitus
suspectus), disertai gejala konstitusi (demam, malese, atralgia), dan terdapat
kelima tanda radang akut. Lokalisasinya juga berbeda: pada LGV yang
diserang ialah kgb inguinal medial, sedangkan skrofuloderma kgb inguinal
lateral dan femoral. Pada stadium lanjut pada LGV terdapat bubo bertingkat
yang berarti pembesaran kgb di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGC tes
Frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif. Kini LGV telah langka.
(1)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan bakteriologik
Penting untuk menentukkan etiologinya. Sebagai pembantu diagnosis mempunyai
arti yang kurang karena hasilnya memerlukan waktu yang lama (8 minggu untuk kultur
dan binatang percobaan). Selain itu pada pembiakan hanya 21,7% yang positif. (1)
Pemeriksaan histopatologik
Lebih penting daripada pemeriksaan bakteriologik untuk menegakkan diagnosis
karena hasilnya cepat, yaitu dalam 1 minggu. (1) Pada gambaran histopatologi tampak
radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan dermis sampai subkutis tempat
ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami nekrosis kaseosa oleh sel – sel epitel dan sel
– sel Datia Langhan’s. (2)
Tes tuberculin (Mantoux test)
Mempunyai arti pada usia 5 tahun kebawah dan jika positif hanya berarti pernah atau
sedang menderita penyakit tuberkulosis. (1) Hasil tes mantoux menunjukkan tanda
postif pada keseluruhan 17 pasien(100%) dengan penyakit tuberculosis verrucosa cutis,
18 pasien (81,8%) pada penyakit Lupus Vulgaris, dan 6 pasien (60%) pada penyakit
Skrofuloderma. (4)
Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction)
Untuk menentukkan etiologi. Spesimen berupa jaringan biopsi, keuntungannya
hasil cepat diperoleh dan specimen yang diambil hanya sedikit. Kerugiannya tidak
dapat mendeteksi kuman hidup, jadi kultur masih tetap merupakan baku emas. (1)

LED
Pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih penting
untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu penegakkan diagnosis.
Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan. (1)

IX. PENATALAKSANAAN
Perbaiki keadaan umum, misalnya gizi dan anemia. Prinsip pengobatan tuberkulosis
kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik, hendaknya
diperhatikan sebagai berikut: (1)
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah: semua ulkus dan fistel telah menutup,
seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang daripada 1 cm dan berkonsistensi
keras), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. LED
dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit
tuberkulosis. Jika terjadi penyembuhan LED akan menurun dan menjadi normal. (1)

Daftar obat antituberkulosis yang tersedia di Indonesia dicantum dalam tabel.


Nama Obat Dosis Cara Pemberian Efek Samping utama

INH 5-10 mg/kgBB Per os dosis tunggal Neuritis perifer


(H) Gangguan hepar

Rifampisin 10 mg/KgBB Per os, dosis tunggal Gangguan hepar


(R) waktu lambung kosong

Pirazinamid 20-35 mg/KgBB Per os dosis terbagi Gangguan hepar


(Z) bulan I/II 25
mg/KgBB

Etambutol Berikutnya 15 Per os dosis tunggal Gangguan N. II


(E) mg/KgBB
Streptomisin 25 mg/kgBB i.m Gangguan N. VIII, terutama
(S) cabang vestibularis

Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada: (5)
 Penderita baru TBC paru BTA positif.
 Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada: (5)
 Penderita kambuh.
 Penderita gagal terapi.
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: (5)
 Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Yang bersifat bakterisidal ialah INH (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan
streptomisin, sedangkan etambutol (E) bersifat bakteriostatik. Pemilihan obat
tergantung pada keadaan ekonomi penderita, berat ringannya penyakit, dan adanya
kontraindikasi. Dosis H pada anak 10mg/kg BB, dosis maksimum 400 mg/hari. R
paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z hanya selama 2 bulan,
kontraindikasinya penyakit hepar. Efek dini E ialah gangguan penglihatan terhadap
warna hijau. Jika terdapat gejala tersebut sebaiknya obat segera dihentikan. Dosis
maksimum streptomisin 90 x 1 gram. (1)
Penatalaksanaan topikal, jika basah dengan kompres PK 1/5.000. Jika kering dengan
krim, salep antibiotik dan salep minyak ikan digunakan untuk merangsang pinggir
ulkus agar cepat menutup. (3)

X. PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan,
prognosisnya baik. (1) (3)
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RH

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Pekerjaan : Supir Angkot

Pendidikan : SLTA

Alamat : Lubuk Begalung, Padang


Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam

Suku : Minang

Tanggal Pemeriksaan : 9 Februari 2021

Nomor HP : 0823xxxx

3.2 ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke Poliklinik Kulit


dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 9 Februari 2021,
dengan :
a. Keluhan Utama
Benjolan- benjolan pada leher kiri yang terasa nyeri sejak 10 hari yang
lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang.

 Awalnya lebih kurang satu tahun yang lalu pasien mengeluhkan


munculnya benjolan pada leher kiri sebesar kelereng yang tidak terasa
nyeri, panas, dan merah.
 Lebih kurang 5 bulan yang lalu benjolan dirasakan semakin lama
semakin membesar, benjolan sebesar telur puyuh dan terasa nyeri.
 Lebih kurang 10 hari yang lalu benjolan tersebut pecah mengeluarkan
cairan berwarna merah dan kuning, kemudian benjolan tersebut
berubah menjadi luka basah di leher kiri disertai nyeri,dan diobati
dengan kompres iodin.
 Riwayat batuk ada sejak 1 tahun yang lalu.
 Terdapat riwayat penurunan berat badan sejak 2 bulan terakhir, penurunan
lebih kurang 5 kg.
 Terdapat riwayat penurunan nafsu makan sejak 2 bulan terakhir.
 Riwayat demam, dan keringat malam tidak ada
 Pasien sudah pernah didiagnosa menderita TB paru 10 tahun yang lalu,
namun pasien tidak menyelesaikan pengobatan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Awalnya pasien dirujuk ke paru dari puskesmas Lubuk begalung Padang


dengan diagnosa tb paru,kemudian pasien di rontgen dan ternyata
didapatkan tumor mediastinum, dan sudah dilakukan operasi pada 21
desember 2020.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Anggota keluarga yang mengalami batuk-batuk lama dan


mengeluarkan darah disangkal oleh pasien

b. Penyakit keganasan pada keluarga disangkal oleh pasien.

e. Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi, dan Pekerjaan

 Pasien mandi 0-1 kali sehari


 Pasien merokok dari umur 13 tahun,selama 39 tahun dengan jumlah 32
batang perhari dan sudah berhenti 5 bulan ini.Pasien perokok dengan
indeks Brinkman Berat.
 Pasien tidak minum alcohol
 Riwayat seks bebas disangkal
 Pasien bekerja sebagai Supir Angkot
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata :
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis Cooperatif
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 70x/menit
 Nafas : 18x/menit
 Suhu : 36ºC
 Berat badan : 57 kg
 Tinggi badan : 165 cm
 IMT : 18,75 (normoweight)
 Rambut : tidak mudah rontok
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Kelenjar getah bening : Ada pembesaran kelenjar getah bening
 Aksila : Ada pembesaran kelenjar getah bening di aksila
kiri
 Pemeriksaan thorax : Adanya bekas luka operasi
 Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal

Status Dermatologikus
Lokasi : Regio coli sinistra
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Oval
Susunan : Anular
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Nodul berbentuk linier sewarna kulit,konsistensi keras, di daerah tengah
nodul terdapat pustul yang pecah dengan dinding menggaung disertai jembatan kulit.

Status Venerologikus
Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelainan Kuku
Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan

Kelainan Kalenjer Limfe


Terdapat pembesaran KGB di coli sinistra regio segitiga posterior servikal, 1 buah,

ukuran 2x2x2, 1x1x1 cm, mobile, konsistensi kenyal, nyeri tekan

Terdapat pembesaran KGB di ketiak kiri 1 buah ukuran 2x1x1, 1x1x1 cm , mobile,

konsistensi kenyal, nyeri tekan

Dokumentasi

Pemeriksaan Rutin:

Pemeriksaan bakteriologi : BTA diambil dari pus

Resume
 Awalnya lebih kurang satu tahun yang lalu pasien mengeluhkan ada
bengkak pada leher kiri sebesar kelereng, tidak terasa nyeri.
 Lebih kurang 5 bulan yang lalu benjolan dirasakan semakin lama
semakin membesar, benjolan sebesar telur puyuh dan terasa nyeri.
 Lebih kurang 10 hari yang lalu muncul bengkak yang sudah pecah
mengeluarkan cairan berwarna merah dan kuning, benjolan berubah
menjadi luka basah di leher kiri disertai nyeri.
 Pasien sudah pernah didiagnosa menderita TB paru 10 tahun yang lalu,
namun pasien tidak menyelesaikan pengobatan.
 Awalnya pasien dirujuk ke paru dari puskesmas Lubuk begalung
Padang dengan diagnosa tb paru,kemudian pasien di rontgen dan
ternyata didapatkan tumor mediastinum, dan sudah dilakukan operasi
pada 20 desember 2020.

Diagnosis Kerja :

Skrofuloderma

TB Paru

Diagnosis Banding :

Tidak ada

Pemeriksaan Anjuran :

LED

Kultur sputum

Histopatologi

Polimerase chain reaction

Diagnosis

Skrofuloderma

TB paru

Terapi :

Umum :
 Makan makanan yang bergizi dan sehat

 Untuk sembuh pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus

 Dahak ditampung atau dibuang langsung di saluran pembuangan air kamar

mandi

 Kalau batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan

 Kontrol secara rutin

 Anggota keluarga diperiksa untuk memastikan sudah terinfeksi atau belum

terhadap kuman mycobakterium tuberkulosis. Sehingga pengobatan dapat

dilakukan sesegera mungkin

 Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan rifampisin menyebabkan warna

buang air kecil berwarna merah

 Segera bawa ke rumah sakit jika terdapat mata kuning, gangguan penglihatan.

Khusus

- Sistemik

OAT untuk 2 bulan pertama(setiap hari)

• Isoniazid 1 x 300 mg

• Rifampisin 1 x 450 mg

• Pirazinamid 1 x 1000 g

Untuk 4 bulan berikutnya (3 x seminggu)

• Isoniazid 300 mg

• Rifampisin 450 mg

- Topikal

Larutan povidon iodin 1%

Prognosis:

Quo ad vitam : dubia


Quo ad sanationam : dubia

Quo ad kosmetikum : dubia

Quo ad functionam : dubia

RSUP Dr M Djamil Padang


Ruangan / Poliklinik : Kulit dan Kelamin
dr. Tiwi
SIP no : 693/sip/2021
Tanggal : 09 Februari 2021
R/ Isoniazid tab 300 mg no. XXX
S1dd tab I
____________________________________________
R/ Rifampisin tab 450 mg No. XXX
S1dd tab I
____________________________________________
R/ Pirazinamid tab 500mg No. LX
S1dd tab II
_____________________________________________
R/ Larutan povidon iodin 1%
Kassa steril No. I
Sue 2-3 x sehari selama 15-30 menit
____________________________________________

Pro : Tn. RH
Umur : 42 tahun
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki usia 42 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 09 februari 2021 dengan keluhan benjolan-
benjolan pada leher kiri yang terasa nyeri sejak 10 hari yang lalu. Awalnya lebih kurang
satu tahun yang lalu pasien mengeluhkan munculnya benjolan pada leher kiri sebesar
kelereng yang tidak terasa nyeri, panas, dan merah. Lebih kurang 5 bulan yang lalu
benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, benjolan sebesar telur puyuh dan
terasa nyeri. Lebih kurang 10 hari yang lalu benjolan tersebut pecah mengeluarkan
cairan berwarna merah dan kuning, kemudian benjolan tersebut berubah menjadi luka
basah di leher kiri disertai nyeri,dan diobati dengan kompres iodin. Riwayat batuk ada
sejak 1 tahun yang lalu. Terdapat riwayat penurunan berat badan sejak 2 bulan terakhir,
penurunan lebih kurang 5 kg. Terdapat riwayat penurunan nafsu makan sejak 2 bulan
terakhir. Riwayat demam, dan keringat malam tidak ada. Pasien sudah pernah
didiagnosa menderita TB paru 10 tahun yang lalu, namun pasien tidak menyelesaikan
pengobatan.
Awalnya pasien dirujuk ke paru dari puskesmas Lubuk begalung Padang dengan
diagnosa tb paru,kemudian pasien di rontgen dan ternyata didapatkan tumor
mediastinum, dan sudah dilakukan operasi pada 21 januari 2021.
Pemeriksaan Fisik didapatkan adanya pembesaran KGB pada leher dan ketiak.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang didapatkan kecurigaan
mengarah pada skrofuloderma. Hal ini diketahui dari terdapatnya benjolan pada leher
yang dirasakan nyeri dan pasien ada riwayat Tb. Pemeriksaan rutin dilakukan
pemeriksaan dengan hasil BTA yang diharapkan Tampak kuman berbentuk batang
warna merah-ungu.
Pemeriksaan anjuran pada pasien ini LED dengan harapan terjadi peninggian LED,
dan dilakukan pemeriksaan PCR untuk menentukan etiologi.
Pengobatan pada pasien berupa terapi umum dan khusus. Terapi umum meliputi
Makan makanan yang bergizi dan sehat , untuk sembuh pengobatan harus dilakukan
secara teratur tanpa terputus, dahak ditampung atau dibuang langsung di saluran
pembuangan air kamar mandi, Kalau batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan , kontrol
secara rutin, anggota keluarga diperiksa untuk memastikan sudah terinfeksi atau belum
terhadap kuman mycobakterium tuberkulosis. Sehingga pengobatan dapat dilakukan
sesegera mungkin, menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan rifampisin
menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah, segera bawa ke rumah sakit jika
terdapat mata kuning, gangguan penglihatan. Khusus, dapat berupa terapi sistemik .
Prognosis pada pasien ini dubia.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. [book auth.] Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah and Siti
Aisah. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Jakarta : FKUI, 2007, pp. 64 - 72.

2. Tappeiner, Gerhard. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria. [book auth.]
Klaus Wolff, et al. FITZPATRICK'S DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE. USA : McGraw-Hill,
2008.

3. Siregar, R. S. Atlas Berwarna: SARIPATI PENYAKIT KULIT. Jakarta : EGC, 2005.

4. Cutaneous tuberculosis among children and adolescents:a study in a rural teaching hospital.
Padmavathy, L., et al. 1, India : CJMED, 2010, Vol. V.

5. GERDUNAS-TB. Pedoman Nasional Penanggulanan TUBERKULOSIS. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

Anda mungkin juga menyukai