Anda di halaman 1dari 34

Grand Case

NEPHROLITHIASIS

Oleh :
Ahmad Fathan 1840312659
Nurul Khairantih 1840312665

Pembimbing :

Dr. dr. H Yefri Zulfikar, SpB, SpU

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
grand case dengan judul “Nephrolithiasis”. Pembuatan case ini untuk
memenuhi salah satu syarat mengikut kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H Yefri Zulfikar,
SpB, SpU selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan case ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kesalahan yang terdapat
pada case ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan case ini. Semoga case ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 11 Februari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu saluran kemih merupakan suatu keadaan didapatkannya massa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih.1 Diperkirakan
sebanyak 12% penduduk dunia menderita batu saluran kemih. Batu saluran
kemih ini prevalensinya lebih banyak mengenai laki-laki dibandingkan
perempuan. Hal ini dikarenakan struktur aatomi saluran kemih laki-laki
lebih panjang dibandingkan perempuan.2
Di Indonesia, penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.3
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60
tahun. Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal
(nefrolitiasis), batu ureter (ureterolitiasis), batu buli-buli (vesicolitiasis) dan
batu uretra (uretrolitiasis).4
Pembentukan batu pada saluran kemih ini didukung oleh beberapa
faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, geografis, iklim dan diet serta
kebiasaan individu. Semakin banyak faktor risiko yang terdapat pada
individu, maka kemungkinan untuk terjadinya batu saluran kemih akan
meningkat.5 Batu yang terbentuk di saluran kemih ini dapat mengakibatkan
morbiditas dan menimbulkan mortalitas jika telah mengakibatkan
komplikasi.6 Diantara gejala yang dapat timbul akibat batu saluran kemih
ini yaitu nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.1
Pada dasarnya penatalaksanaan terhadap adanya batu pada saluran
kemih ini meliputi perubahan gaya hidup, pemberian medikamentosa dan
tindakan pembedahan.6 Semakin kecil ukuran batu maka semakin non-
invasif tindakan penatalaksanaan yang dapat dilakukan. Serta penting
untuk melakukan tindakan pencegahan agar rekurensi batu saluran kemih
ini tidak terjadi.6
1.2 Batasan Masalah
Penulisan Grand Case ini membahas tentang anatomi ginjal, definisi,
etiologi, klasifikasi, manifetasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasi dari nephrolithiasis berserta laporan kasus.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan Grand Case ini bertujuan untuk membahas kasus
nephrolithiasis yang ditemukan dan membandingkan dengan teori yang ada.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan Grand Case ini menggunakan metoden tinjauan pustaka yang
mengacu kepada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi7,8,9
A. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hepar yang mendesak ginjal
sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun
kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm
dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri
dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus
colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol
ke arah korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul.
Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi:
(1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle
yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana
korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam
jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang
disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
B. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing
satu untuk setiap ginjal. Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan
turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu
melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup
uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih.
Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter (proksimal), fleksura marginalis (medial) serta
muara ureter ke dalam vesica urinaria (distal). Tempat-tempat seperti ini sering
terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
C. Vesica urinaria

Gambar 2.2 Anatomi Vesica Urinaria


Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui
ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh
melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis
(pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi,
bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri
atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga
permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi
(anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri
dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum
vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae
merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium
kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan
persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
D. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae
dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot
m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar
prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang
melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat
berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Laki-laki

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

Gambar 2.4 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Perempuan

2.2 Definisi
Nefrolithiasis (batu ginjal) adalah salah satu penyakit ginjal, dimana
terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Lokasi batu
ginjal khas dijumpai di kaliks atau pelvis dan bila keluar dapat terhenti dan
menyumbat pada daerah ureter (batu ureter / ureterolithiasis) dan kandung kemih
(batu buli-buli / vesiculolitiasis).3

2.3 Epidemiologi
Batu saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang
ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita batu saluran
kemih selama hidupnya, meskipun tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Laki-laki
lebih sering menderita batu saluran kemih dibandingkan perempuan, dengan ratio 3 :
1. Dengan rentang usia terbanyak di Indonesia adalah usia 30-60 tahun.3 Prevalensi
tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh
(0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).10

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan- keadaan lain yang belum diketahui (idiopatik). Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih yaitu:11
1. Faktor Intrinsik
a. Herediter : Seseorang dengan keluarga utama yang memiliki
batu saluran kemih memiliki risiko dua kali lipat dibanding
orang tanpa riwayat keluarg dengan saluran kemih
b. Umur : paling sering ditemukan pada usia 30-50 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
perempuan
2. Faktor Ekstrinsik
a. Geografi : beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga
disebut stone belt sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai batu saluran kemih

b. Iklim dan temperature : seseorang dengan paparan temperatur


tinggi dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi zat terlarut
dikarenakan dehidrasi, sehingga dapat meningkatkan insidens
terbentuknya batu
c. Asupan air : kurangnya asupan air (<1200 ml/hari) dan
tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan risiko
batu saluran kemih
d. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya batu saluran kemih
e. Pekerjaan: sering ditemukan pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas. Aktifitas fisik dapat
mengganggu aliran urin dan pembentukan agregat Kristal.

2.5 Teori Pembentukan Batu


Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalices (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan- keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan
batu.12
1. Teori Presipitasi
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-
kristal ini tetap dalam keadaan metastable/tetap telarut dalam urine
jika tidak ada keadaan– keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu/nukleasi yang
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang agak besar, tapi agregat kristal
ini masih rapuh dan belum cukup mampu membuat buntu atau
sumbatan saluran kemih.
Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau
membentuk retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.8
2. Matriks core
Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan,
adanya koloid didalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju
aliran urine, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih
yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu calsium, meskipun patogenesis
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran
kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak
sama, misal batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,
sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena
urine bersifat basa.11,12
3. Faktor penghambat terbentuknya batu
Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih juga
ditentukan oleh adanya keseimbangan antara zat pembentuk dan
penghambat batu. Adapun zat-zat yang menghambat terbentuknya
batu adalah:11,12
a. Ion Magnesium (Mg), karena jika berikatan dengan oksalat
maka akan membentuk garam magnesium oksalat sehingga
jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca) untuk
membentuk kalsium oksalat menurun.
b. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan
membentuk garam kalsium sitrat dan mengurangi jumlah
kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat,
sehingga kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat
jumlahnnya berkurang.
c. Beberapa jenis protein atau senyawa organik mampu bertindak
sebagai inhibitor dengan menghambat pertumbuhan kristal,
menghambat agregasi kristal dan menghambat retensi kristal,
antara lain glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall
(THP) atau Uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin.
Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran
kemih.

2.6 Jenis Batu Ginjal


a. Batu Kalsium
Kalsifikasi dapat berlangsung dan berakumulasi pada duktus
kolektivus, menghasilkan batu saluran kemih. Kira-kira 80-85% dari seluruh
kejadian batu saluran kemih adalah batu kalsium. Batu kalsium sering
terjadi karena kenaikan kadar kalsium dalam urin, kenaikan kadar asam urat
dalam urin, naiknya kadar oksalat atau menurunnya sitrat dalam urin.13
Hiperkalsiuria adalah kelainan yang paling sering menyebabkan
terjadinya pembentukan batu kalsium. Tingginya kadar kalsium dalam urin
menyebabkan urin jenuh akan garam kalsium dan menurunkan aktivitas
inhibitor. Defenisi paling ketat mengklasifikasikan hiperkalsiuria lebih dari
200mg kalsium urin per hari. Penambahan kadar kalsium akibat
hiperabsorbsi usus terhadap kalsium menyebabkan kenaikan sementara
kadar kalsium serum, dimana hal ini menghasilkan peningkatan filtrasi
kalsium pada ginjal. Karena peningkatan absorbsi kalsium di usus
diimbangi oleh kenaikan ekskresi melalui ginjal, maka kadar kalsium serum
bertahan pada angka normal.11
b. Batu Struvit
Batu struvit pada umumnya ditemukan pada wanita dan sering rekuren
dalam waktu singkat. Batu struvit sering dihubungkan dengan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri pemecah urea yang dapat menyebabkan alkalinasi
urin hingga mencapat pH lebih dari 7,2 dimana pada pH inilah kristal
magnesium, amonium, dan fosfat akan mengendap.13
Bakteri-bakteri seperti Proteus mirabilis dan Ureaplasma urealyticum
mensekresi enzim urease yang menghidrolisis urea menjadi ion amonium
dan karbon dioksida. Reaksi ini menyebabkan pH urin naik. Untuk
membentuk batu struvit, urin harus mengandung amonium dan ion trivalent
fosfat pada saat yang bersamaan. Namun, ion trivalent fosfat tidak ada pada
keadaan urin yang asam. Oleh karena itu, ada keadaan fisiologis, struvite
tidak akan mengendap. Pada keadaan patologis, dimana terdapat bakteri
yang menghasilkan urease, urea akan dipecah menjadi amonia dan asam
karbonat. Selanjutnya, amonia akan bercampur dengan air untuk
menghasilkan ammonium hidroksida pada kondisi basa, dan akan
menghasilkan bikarbonat dan ion karbonat. Alkalinisasi urin oleh reaksi
urease tadi menghasilkan NH4, yang akan membentuk ion karbonat dan ion
trivalent fosfat. Zat inilah yang akan membentuk batu struvite.13
c. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan jenis batu saluran kemih yang lazim
ditemukan pada pria dengan angka kejadian 5% dari seluruh kejadian batu.
Pasien dengan gout, penyakit proliferatif, penurunan berat badan yang cepat
serta riwayat penggunaan obat-obat sitotoksik memiliki insiden yang tinggi
pada batu asam urat. Tidak semua pasien dengan batu asam urat mengalami
hiperurisemia. Naiknya kadar asam urat disebabkan oleh kurangnya cairan
dan konsumsi purin yang berlebihan. Hiperurikosuiria menjadi faktor
predisposisi pada pembentukan batu asam urat dan batu kalsium oksalat
karena menyebabkan supersaturasi urin.13

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari batu saluran kemih biasanya adalah nyeri. Nyeri
bergantung pada lokasi batu. Kolik ginjal dan nyeri ginjal nonkolik adalah dua
tipe nyeri utama pada ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan peregangan
ureter dan sistem pengumpul, sedangkan nyeri ginjal nonkolik disebabkan
distensi kapsul ginjal. Obstruksi pada saluran kemih adalah penyebab utama
terjadinya kolik ginjal. Gejala kolik ginjal akut bergantung pada lokasi dari batu
saluran kemih. Daerah seperti renal calyx, renal pelvis, upper and midureter dan
distal ureter merupakan daerah yang sering berhubungan dengan kolik ginjal
yang terjadi. Obstruksi pada renal calyx menyebabkan nyeri yang dalam dan
tumpul pada daerah flank atau punggung dengan intensitas yang bervariasi dari
berat ke ingan. Nyeri sering muncul pada konsumsi cairan yang berlebihan.
Obstruksi pada renal pelvic dengan diameter batu lebih dari 1 cm biasanya
terjadi pada ureteropelvic junction. Nyeri akan muncul pada sudut costovertebra
dan bervariasi dari rasa tumpul sampai rasa tajam yang tidak tertahankan. Nyeri
ini sering merambat ke flank dan ke daerah kuadran ipsilateral abdomen.13
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
memungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada uretero-
pelvik, saat ureter menyilang vassa ilaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang hematuria didapatkan dari
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam
harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang
urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik
pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan
terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.3
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu dan
penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk khusus urologi dapat
dijumpai:14
 Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran ginjal

 Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh


 Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
 Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saat melakukan
palpasi bimanual

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko, jenis batu dan
komplikasi yang ada. Pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui
pemeriksaan darah rutin, urinalisis dan analisa urin 24 jam.4 Melalui
pemeriksaan darah dapat diketahui kemungkinan faktor risiko penyebab
batu. Sedangkan melalui urinalisa dapat diketahui apakah terdapat
hematuri mikroskopik maupun makroskopik, serta kemungkinann adanya
piuria. Tinggi atau rendahnya pH urin dan adanya Kristal dapat
memberikan petunjuk apakah baty bersifat asam atau basa. Pengumpulan
urin 24 jam dilakukan untuk mengevaluasi kalsium, natrium, magnesium,
oksalat, asam urat, sitrat, sulfat, kreatinin, pH dan volume total.15
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk menilai ginjal dan
kandung kemih. Dari pemeriksaan ini dapat terlihat apakah di dalam
system urinaria tersebut terdapat kelainan seperti adanya batu atau tidak.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ini, batu akan tampak sebagai gambaran
radiolusen ataupun radioopak.15
c. Foto polos abdomen / BNO (Blass Nier Overzicht)
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radioopak di proyeksi traktus urinarius. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai diantara
batu lainnya, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radiolusen).12
Tabel 2.1 Klasifikasi batu saluran kemih berdasarkan opasitas16
Intravenous pielografi (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto abdomen. IVP dapat
memberikan informasi mengenai batu (ukuran, lokasi, radiodensitas),
lingkungannya (anatomi calyx, tingkat obstruksi) dan keadaan ginjal
kontralateralnya (fungsi, anomali).12,16

2.9 Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
A. Medikamentosa
 Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi
nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik
dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk
minum banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
 Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah
pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.

B. Indikasi Pengangkatan Batu Ginjal Secara Aktif


Indikasi adanya pengangkatan batu pada batu ginjal antara lain:14
• Pertambahan ukuran batu;
• Pasien risiko tinggi terjadinya pembentukan batu;
• Obstruksi yang disebabkan oleh batu;
• Infeksi saluran kemih;
• Batu yang menimbulkan gejala seperti nyeri atau hematuria;
• Ukuran batu >15 mm;
• Ukuran batu <15 mm jika observasi bukan merupakan pilihan terapi;
• Preferensi pasien;
• Komorbiditas;
• Keadaan sosial pasien (misalnya, profesi dan traveling)

C. Pilihan Prosedur untuk Pengangkatan Batu Ginjal secara Aktif


a) Batu Pelvis Ginjal atau Kaliks Superior/Media
Terapi modalitas pada kasus batu ginjal adalah Shock Wave Lithotripsy
(SWL), Percutaneous Nephrolithotripsy (PNL), dan Retrograde Intra
Renal Surgery (RIRS). Sementara efektivitas PNL tidak terlalu tergantung
dari ukuran batu, efektivitas Stone Free Rate (SFR) dari SWL atau RIRS
sangat tergantung dari ukuran batu.16 Tindakan SWL memiliki angka SFR
yang cukup baik pada batu dengan ukuran <20 mm, kecuali untuk kaliks
inferior.17 Endourologi dipertimbangkan sebagai alternatif karena
membutuhkan pengulangan prosedur yang lebih sedikit dan waktu yang
pendek untuk mencapai kondisi bebas batu. Batu ber- ukuran >20 mm
harus diterapi secara primer dengan PNL, karena SWL sering kali
membutuhkan beberapa kali prosedur dan berkaitan dengan peningkatan
risiko obstruksi ureter (kolik atau steinstrasse) yang membutuhkan terapi
tambahan. RIRS tidak direkomendasikan sebagai tata laksana lini pertama
pada batu berukuran >20 mm pada kasus batu tanpa komplikasi karena
SFR lebih rendah dan bisa memerlukan pengulangan prosedur.18 Namun,
RIRS dapat menjadi pilihan pertama apabila PNL bukan sebagai pilihan
terapi atau dikontraindikasikan.14
b) Batu Kaliks Inferior
Angka bebas batu setelah prosedur SWL terlihat lebih rendah pada batu
kaliks inferior dibandingkan dengan batu intra renal di lokasi lainnya.
Sebuah studi melaporkan bahwa SFR setelah SWL pada batu kaliks
inferior adalah 25-95%. Jika terdapat prediktor negatif untuk SWL, PNL
dan RIRS dapat menjadi alternatif tindakan, walaupun pada batu dengan
ukuran yang lebih kecil. Tindakan RIRS dibandingkan SWL pada batu
kaliks inferior memiliki efikasi SFR lebih tinggi, namun dengan tingkat
invasif yang lebih tinggi. Berdasarkan pada kemampuan operator, batu
berukuran hingga 3 cm dapat dilakukan tindakan RIRS, walaupun
pengulangan prosedur sering diperlukan.20 Pada kasus batu kompleks,
pendekatan prosedur operasi terbuka atau laparoskopik merupakan pilihan
tata laksana alternatif.14

D. SWL (shockwave litotripsi)


SWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Prinsip
dari SWL adalah memecah batu saluran kemih dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang
kejut yang dihasilkan ini dapat difokuskan ke arah batu. Sesampainya
dibatu, gelombang kejut tadi akan melepaskan energinya. Diperlukan
beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi
pecahan-pecahan kecil, agar bisa keluar bersama urin tanpa hambatan.
Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi
SWL mempunyai beberapa keterbatasan seperti bila batunya terlalu
keras (kalsium oksalat monohidrat) akan sulit pecah dan perlu beberapa
kali tindakan. Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak harus dipertimbangkan kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium.14

E. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif inimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Tindakan endourologi seperti:
a. PNL (percutaneus nephro litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. Dalam praktiknya, PNL sudah mulai digantikan dengan URS
dan SWL, namun demikian untuk terapi ureter proksimal yang besar
dan melekat masih dapat dilakukan PNL.
b. Litotripsi yaitu memecah batu buli-buli atau batu retra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik
c. Ureteroskopi atau ureterorenoskopi (URS) yaitu memasukkan alat
ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pelvio kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelviokaliks dapat dipecah.
e. Ekstraksi Darmia yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Darmia
f. Pemasangan Stent, Mekipun bukan merupakan pilihan terapi utama,
pemasangan stent ureter terkadang memgang peranan penting sebagai
tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada
penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian setent
sangat perlu.3,14

F. Bedah terbuka
Biasanya dilakukan pada klinik yang belum mempunyai fasilitas
memadai untuk tindakan endoneurologi, laparoskopi ataupun ESWL.
Pembedahan terbuka dapat berupa pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal dan ureterolitotomi untuk
batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi
atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan
berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.14

2.10 Komplikasi
Batu yang terletak di ureter maupun sistem pelviokaliks mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran
kemih sebelah atas. Obstruksi ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,
batu di pielum dapat menimbulkan hidroneforisis dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan
infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses perinefrik, maupun pielonefritis. Pada keadaan lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal
permanen.17

2.11 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator. Tingkat kekambuhan berkisar dari
21% hingga 53%.18
2.12 Pencegahan
Batu saluran kemih dapat dicegah melalui perubahan diet dan obat-
obatan. Pengurangan asupan makanan yang mengandung protein hewani
(daging, telur), kalsium, dan oksalat (bayam dan kacang-kacangan) dapat
membantu menurunkan risiko terjadinya batu. Mengkonsumsi air yang cukup
dalam sehari merupakan cara terbaik untuk membantu mencegah sebagian
besar batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air minimal 2 sampai 3 liter
17
perhari.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 66 tahun
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Lubuk Basung, Agam

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama :
Nyeri pinggang kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Nyeri pinggang kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasakan lebih
berat pada sisi kanan. Nyeri pinggang dirasakan tumpul/tegang terus
menerus.

 Riwayat mual ada, muntah ada, muntah berisi makanan yang dimakan.

 Riwayat sering buang air kecil ada, pasien terbangun di malam hari untuk
BAK.

 Riwayat BAK kemerahan ada 2 bulan yang lalu, saat ini BAK warna
kuning jernih

 Riwayat demam ada, demam hilang timbul, sejak 6 bulan yang lalu, saat
ini pasien tidak demam.

 Tidak terdapat nyeri sebelum, sesudah maupun saat berkemih.

 Tidak terdapat kencing berpasir atau keluar batu.


 Buang air kecil terputus-putus tidak ada, mengedan tidak ada, dan jumlah
BAK biasa.

 Buang air kecil terputus-putus tidak ada, mengedan tidak ada, dan jumlah
BAK biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada riwayat hipertensi

 Tidak ada riwayat asam urat

 Tidak ada riwayat diabetes melitus

 Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya tidak ada

 Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan


 Pasien seorang ibu rumah tangga.

 Pasien mengatakan kurang konsumsi air putih sebelum sakit, dalam satu
hari pasien hanya minum kurang dari 1,5 liter

Riwayat Alergi
 Tidak ada

Riwayat Seksual
 Tidak ada kelainan

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 65 x/menit
Pernafasan : 17 x/menit
Suhu : 36,5 º C

Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor (2mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi
septum
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut : Sianosis, perdarahan gusi (-), lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax
Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi : Batas atas sela iga II LMCS
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak nampak membuncit
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Status Lokalis (Urologis)


Pemeriksaan Flank
Inspeksi : inflamasi (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), ginjal tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi : nyeri ketok pada sudut costovertebrae (+/+)
Pemeriksaan Supra simfisis
Inspeksi : datar, tanda inflamasi (-), massa (-)
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada distensi buli
Perkusi : timpani

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (tanggal 8 Februari 2020)
Darah Rutin
 Hb : 9,9 gr/dl
 Leukosit : 14.590 /mm3
 Trombosit : 152.000 /mm
 Hematokrit : 30%
Hemostasis
 PT : 11,4 detik

 APTT : 43,2 detik


 Albumin : 3,1 gr/dl

 Globulin : 3,2 gr/dl

 Ureum : 96 mg/dl

 Kreatinin : 4,6 mg/dl

Kimia Klinik
 Natrium : 136 mol/L

 Kalium : 3,6 mol/L

 Klorida : 114 mol/L

Kesan:
- Anemia sedang

- Leukositosis

- APTT melebihi nilai rujukan

- Albumin menurun, Globulin meningkat

- Ureum dan Kreatinin meningkat

- Klorida meningkat

Urinalisa
Makroskopis
 Warna : Kuning

 Kekeruhan : Positif

 BJ : 1,015

 pH : 6,0

Mikroskopis
 Leukosit : 80-100 / LPB
 Eritrosit : 0-1 / LPB

 Silinder : Negatif

 Kristal : Negatif

 Epitel : Positif gepeng

Kimia
 Protein : Positif (+1)

 Glukosa : Negatif

 Bilirubin : Negatif

 Urobilinogen : Normal

Pemeriksaan Radiologi (tanggal 8 Februari 2020)


BNO
Kesan : Terdapat gambaran radiopak pada ginjal kiri dan kanan
Kesan batu ginjal kiri dan kanan
Diagnosis Kerja
Nephrolitiasis Bilateral

Terapi
Pemberian obat-obatan:

-Injeksi Ketorolac 3x 30 mg

-Paracetamol 3x500 mg

-Ranitidin 2x150 mg

-Ciprofloxacin 3x500 mg
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, berusia 66 tahun datang ke RSUP Dr M.
Djamil Padang dengan keluhan utama nyeri pada pinggang kanan dan kiri sejak
3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan lebih berat pada sisi kanan. Nyeri pinggang
dirasakan tumpul/tegang terus menerus. Riwayat mual ada, muntah ada,
muntah berisi makanan yang dimakan. Riwayat sering buang air kecil ada,
pasien terbangun di malam hari untuk BAK. Riwayat BAK kemerahan ada 2
bulan yang lalu, saat ini BAK warna kuning jernih. Riwayat demam ada,
demam hilang timbul, sejak 6 bulan yang lalu, saat ini pasien tidak demam.
Tidak terdapat nyeri sebelum, sesudah maupun saat berkemih. Tidak terdapat
kencing berpasir atau keluar batu. Dari anamnesis di atas tergambar
kemungkinan ada masalah pada saluran kemih bagian atas dimana terjadi
sumbatan pada saluran kemih tersebut.

Berdasarkan sifat nyeri yang dirasakan pasien kemungkinan merupakan


dull pain/ nyeri tumpul dengan gejalanya yang khas yaitu timbul perlahan,
menetap, dan menjalar dari pinggang ke perut depan/ sekitar pusat. Nyeri ini
ditimbulkan akibat adanya peregangan pada pelvis ginjal namun sifatnya lebih
ringan dibandingkan dengan kolik ureter. Nyeri ini diinervasi oleh serabut saraf
simpatis (preganglion) melalui traktus spinotalamikus yang mencapai
kordaspinalis kira- kira setinggi T11/12- L2 sehingga nyeri pun dapat dirasakan
sesuai dermatom saraf tersebut.

Pada pasien ditemukan faktor resiko batu saluran kemih yaitu kurang

minumBerdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan, nyeri ketok

pada daerah kostovertebra (CVA) kiri dan kanan karena adanya regangan capsula

renalis akibat hidronefrosis pada sistem pelviokaliks ginjal.

Dari pemeriksaan darah rutin, didapatkan hasil anemia sedang dan


leukositosis. Dari pemeriksaan urinalisis, didapatkan leukosituria dan proteinuria.
Dari pemeriksaan BNO didapatkan hasil gambaran radioopak di daerah ginjal
kanan dan kiri, kesan batu ginjal bilateral setinggi vertebrae L2-3.
Pada pasien diberikan terapi IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Injeksi Ketorolac 3x
30 mg, Injeksi Levofloxacin 1x 500mg, rencana PCNL (s) + DJ Stent (s) +
Colonoscopy. PCNL dipilih sebagai terapi operatif pada pasien ini atas indikasi
batu ginjal yang berukuran besar pada pasien ini yaitu 1,7cm/ 17mm.
Colonoscopy dilakukan untuk menelusuri lebih lanjut massa retrovesika yang
ditemukan pada pemeriksaan CT-scan pasien.

Pada pasien diberikan terapi injeksi ketorolac 3x 30 mg, paracetamol


3x500 mg. ranitidin 2x150 mg, dan ciprofloxacin 3x500 mg. Pasien
direncanakan untuk pemasangan DJ Stent.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vijaya T, Kumar MS, Ramarao NV, Babu AN, Ramarao N. 2013. Urolithiasis
and its causes. The Journal of Phytopharmacology, 2 (3): 1-6.
2. Lin KJ, et al. 2014. The impact of climate factors on the prevalence of
urolithiasis in Northen Taiwan. Biomed J, 37 (1): 24-30.
3. IAUI. 2007. Guidelines batu saluran kemih. [Online]. Available:
www.iaui.or.id/info/guid.php. [Diakses Februari 2020]
4. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in
the United States. Journal European Association of Urology [internet].
2012[diakses pada Februari 2020]; 62(1):160-5.
5. Elsy M, Limpeleh H, Monoarfa A. 2012. Angka Kejadian Batu Ginjal di RSUP
PROF. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010, 1–7.
6. Jayaraman UC, Gurusamy A. 2018. Review on urolithiasis pathophysiology
and aesculapian discussion. IOS Journal of Pharmacy, 8 (2) : 30-42. 5
7. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
8. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA
Davis Company; 2007.
9. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;
2001.
10. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
11. Hasiana L. Chaidir A. 2014. Batu saluran kemih, dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Pp277-280.
12. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
13. Stoller, Marshall L. Urinary Stone Disease dalam Smith’s General Urology.
Edisi ke- 17. USA: McGraw-Hill; 2008. hlm. 254- 7.
14. IAUI. 2018. Guidelines batu saluran kemih. [Online]. Available:
www.iaui.or.id/info/guid.php. [Diakses Februari 2020]
15. Jayaraman UC, Gurusamy A. 2018. Review on urolithiasis pathophysiology
and aesculapian discussion. IOS Journal of Pharmacy, 8 (2) : 30-42.
16. Skolarikos, Turk C. Petrik A. Sarica K. Seitz C. 2016. EAU Guidelines on
diagnosis on conservative management of urolithiasis. Europian Urology, Vol 69.
Pp 468-474
17. National Kidney and Urologic Disease Clearing House. 2012. Kidney stones
in adults, 2495 (13): 1-12.
18. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology Supplements 9 (2010).

Anda mungkin juga menyukai