Grand Case Nephrolitiasis
Grand Case Nephrolitiasis
NEPHROLITHIASIS
Oleh :
Ahmad Fathan 1840312659
Nurul Khairantih 1840312665
Pembimbing :
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapakan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
grand case dengan judul “Nephrolithiasis”. Pembuatan case ini untuk
memenuhi salah satu syarat mengikut kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H Yefri Zulfikar,
SpB, SpU selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan case ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kesalahan yang terdapat
pada case ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan case ini. Semoga case ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Anatomi7,8,9
A. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hepar yang mendesak ginjal
sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun
kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm
dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri
dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus
colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol
ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak
seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
2.2 Definisi
Nefrolithiasis (batu ginjal) adalah salah satu penyakit ginjal, dimana
terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Lokasi batu
ginjal khas dijumpai di kaliks atau pelvis dan bila keluar dapat terhenti dan
menyumbat pada daerah ureter (batu ureter / ureterolithiasis) dan kandung kemih
(batu buli-buli / vesiculolitiasis).3
2.3 Epidemiologi
Batu saluran kemih merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang
ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita batu saluran
kemih selama hidupnya, meskipun tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Laki-laki
lebih sering menderita batu saluran kemih dibandingkan perempuan, dengan ratio 3 :
1. Dengan rentang usia terbanyak di Indonesia adalah usia 30-60 tahun.3 Prevalensi
tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh
(0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).10
2.9 Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
A. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi
nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik
dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk
minum banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah
pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.
E. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif inimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Tindakan endourologi seperti:
a. PNL (percutaneus nephro litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. Dalam praktiknya, PNL sudah mulai digantikan dengan URS
dan SWL, namun demikian untuk terapi ureter proksimal yang besar
dan melekat masih dapat dilakukan PNL.
b. Litotripsi yaitu memecah batu buli-buli atau batu retra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik
c. Ureteroskopi atau ureterorenoskopi (URS) yaitu memasukkan alat
ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pelvio kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelviokaliks dapat dipecah.
e. Ekstraksi Darmia yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Darmia
f. Pemasangan Stent, Mekipun bukan merupakan pilihan terapi utama,
pemasangan stent ureter terkadang memgang peranan penting sebagai
tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada
penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian setent
sangat perlu.3,14
F. Bedah terbuka
Biasanya dilakukan pada klinik yang belum mempunyai fasilitas
memadai untuk tindakan endoneurologi, laparoskopi ataupun ESWL.
Pembedahan terbuka dapat berupa pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal dan ureterolitotomi untuk
batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi
atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan
berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.14
2.10 Komplikasi
Batu yang terletak di ureter maupun sistem pelviokaliks mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran
kemih sebelah atas. Obstruksi ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,
batu di pielum dapat menimbulkan hidroneforisis dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan
infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses perinefrik, maupun pielonefritis. Pada keadaan lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal
permanen.17
2.11 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator. Tingkat kekambuhan berkisar dari
21% hingga 53%.18
2.12 Pencegahan
Batu saluran kemih dapat dicegah melalui perubahan diet dan obat-
obatan. Pengurangan asupan makanan yang mengandung protein hewani
(daging, telur), kalsium, dan oksalat (bayam dan kacang-kacangan) dapat
membantu menurunkan risiko terjadinya batu. Mengkonsumsi air yang cukup
dalam sehari merupakan cara terbaik untuk membantu mencegah sebagian
besar batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air minimal 2 sampai 3 liter
17
perhari.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 66 tahun
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Lubuk Basung, Agam
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri pinggang kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasakan lebih
berat pada sisi kanan. Nyeri pinggang dirasakan tumpul/tegang terus
menerus.
Riwayat mual ada, muntah ada, muntah berisi makanan yang dimakan.
Riwayat sering buang air kecil ada, pasien terbangun di malam hari untuk
BAK.
Riwayat BAK kemerahan ada 2 bulan yang lalu, saat ini BAK warna
kuning jernih
Riwayat demam ada, demam hilang timbul, sejak 6 bulan yang lalu, saat
ini pasien tidak demam.
Buang air kecil terputus-putus tidak ada, mengedan tidak ada, dan jumlah
BAK biasa.
Pasien mengatakan kurang konsumsi air putih sebelum sakit, dalam satu
hari pasien hanya minum kurang dari 1,5 liter
Riwayat Alergi
Tidak ada
Riwayat Seksual
Tidak ada kelainan
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor (2mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi
septum
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut : Sianosis, perdarahan gusi (-), lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax
Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi : Batas atas sela iga II LMCS
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak nampak membuncit
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (tanggal 8 Februari 2020)
Darah Rutin
Hb : 9,9 gr/dl
Leukosit : 14.590 /mm3
Trombosit : 152.000 /mm
Hematokrit : 30%
Hemostasis
PT : 11,4 detik
Ureum : 96 mg/dl
Kimia Klinik
Natrium : 136 mol/L
Kesan:
- Anemia sedang
- Leukositosis
- Klorida meningkat
Urinalisa
Makroskopis
Warna : Kuning
Kekeruhan : Positif
BJ : 1,015
pH : 6,0
Mikroskopis
Leukosit : 80-100 / LPB
Eritrosit : 0-1 / LPB
Silinder : Negatif
Kristal : Negatif
Kimia
Protein : Positif (+1)
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Normal
Terapi
Pemberian obat-obatan:
-Injeksi Ketorolac 3x 30 mg
-Paracetamol 3x500 mg
-Ranitidin 2x150 mg
-Ciprofloxacin 3x500 mg
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, berusia 66 tahun datang ke RSUP Dr M.
Djamil Padang dengan keluhan utama nyeri pada pinggang kanan dan kiri sejak
3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan lebih berat pada sisi kanan. Nyeri pinggang
dirasakan tumpul/tegang terus menerus. Riwayat mual ada, muntah ada,
muntah berisi makanan yang dimakan. Riwayat sering buang air kecil ada,
pasien terbangun di malam hari untuk BAK. Riwayat BAK kemerahan ada 2
bulan yang lalu, saat ini BAK warna kuning jernih. Riwayat demam ada,
demam hilang timbul, sejak 6 bulan yang lalu, saat ini pasien tidak demam.
Tidak terdapat nyeri sebelum, sesudah maupun saat berkemih. Tidak terdapat
kencing berpasir atau keluar batu. Dari anamnesis di atas tergambar
kemungkinan ada masalah pada saluran kemih bagian atas dimana terjadi
sumbatan pada saluran kemih tersebut.
Pada pasien ditemukan faktor resiko batu saluran kemih yaitu kurang
pada daerah kostovertebra (CVA) kiri dan kanan karena adanya regangan capsula
1. Vijaya T, Kumar MS, Ramarao NV, Babu AN, Ramarao N. 2013. Urolithiasis
and its causes. The Journal of Phytopharmacology, 2 (3): 1-6.
2. Lin KJ, et al. 2014. The impact of climate factors on the prevalence of
urolithiasis in Northen Taiwan. Biomed J, 37 (1): 24-30.
3. IAUI. 2007. Guidelines batu saluran kemih. [Online]. Available:
www.iaui.or.id/info/guid.php. [Diakses Februari 2020]
4. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in
the United States. Journal European Association of Urology [internet].
2012[diakses pada Februari 2020]; 62(1):160-5.
5. Elsy M, Limpeleh H, Monoarfa A. 2012. Angka Kejadian Batu Ginjal di RSUP
PROF. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010, 1–7.
6. Jayaraman UC, Gurusamy A. 2018. Review on urolithiasis pathophysiology
and aesculapian discussion. IOS Journal of Pharmacy, 8 (2) : 30-42. 5
7. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
8. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA
Davis Company; 2007.
9. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;
2001.
10. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
11. Hasiana L. Chaidir A. 2014. Batu saluran kemih, dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Pp277-280.
12. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
13. Stoller, Marshall L. Urinary Stone Disease dalam Smith’s General Urology.
Edisi ke- 17. USA: McGraw-Hill; 2008. hlm. 254- 7.
14. IAUI. 2018. Guidelines batu saluran kemih. [Online]. Available:
www.iaui.or.id/info/guid.php. [Diakses Februari 2020]
15. Jayaraman UC, Gurusamy A. 2018. Review on urolithiasis pathophysiology
and aesculapian discussion. IOS Journal of Pharmacy, 8 (2) : 30-42.
16. Skolarikos, Turk C. Petrik A. Sarica K. Seitz C. 2016. EAU Guidelines on
diagnosis on conservative management of urolithiasis. Europian Urology, Vol 69.
Pp 468-474
17. National Kidney and Urologic Disease Clearing House. 2012. Kidney stones
in adults, 2495 (13): 1-12.
18. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology Supplements 9 (2010).