OLEH:
14420201046
MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
4. Patofisiologi
Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada
keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi natrium
didalam tubuh dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua sensor, baik kadar
natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah berfungsi sebagai stimulasi
untuk pelepasan renin. Renin yaitu suatu protease yang meningkatkan tekanan darah
dengan memicu vasokonstriksi secara langsung dan dengan merangsang sekresi
aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan air. Semua efek ini menambah cairan
ekstrasel utuh kehilangan fungsi ginjal normal akibat dari penurunan jumlah nefroen
yang berfungsi dengan tepat. Bila jumlah nefron berkurang sampai jumlah yang
tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis, terjadi akibat
gangguan fisiologis. Gagal ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan untuk
membersihkan toksin dari darah selain itu gagal ginjal akut disebabkan dengan
berbagai macam keadaan seperti gangguan pada pulmoner yaitu nafas dangkal,
kussmaul, dan batuk dengan sputum. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan
asam dan basa. Gangguan pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada,
gangguan irama jantung dan edema. Edema merupakan tanda dan gejala yang umum
pada kelebihan volume cairan. Edema merujuk kepada penimbunan cairan di
jaringan subkutis dan menandakan ketidak seimbangan gaya-gaya starling (kenaikan
tekanan intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang menyebabkan
cairan merembes ke dalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada keadaan
hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah (Tambanyong jan 2013).
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa perubahan patologi yang
mendasari Acute Kidney Injury adalah terjadinya Nekrosis Tubulus Akut. Kondisi
ini mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrolit dan bahan protein lainnya.
Kemudian membentuk silinder dan menyumbaat lumen tubulusl sehingga tekanan
intratubuler meningkat. Tekanan intratubulus yang meningkat menyebabkan
gangguan filtrasi glomerulus sehingga GFR menurun. Obstruksi tubulus merupakan
faktor penting pada ARF (Acute Renal Failure) yang disebabkan oleh logam berat.
Etilen glikol atau iskemia berkepanjangan. Pada keadaan sel endotel kapiler
glomerulus dan/atau sel membran basalis mengalami perubahan sehingga luas
permukaan filtrasi menurun mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus.
Muttaqin dan Sari (2014), mengatakan bahwa pada ginjal normal, 90% aliran
darah di distribusi ke korteks (letak glomerulus) dan 10% menuju ke medula, dengan
demikian ginjal dapat memekatkan urin dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya,
pada ARF perbandingan antara distribusi korteks daan medula ginjal menjadi
terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan arteriol
aferen merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus. Iskemia ginjal akan
mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperbera iskemia korteks luar ginjal
setelah hilangnya rangsangan awal.
Diyono & Mulyanti (2019), mengatakan bahwa secara umum faktor-faktor yang
terlibat dalam proses potagenesis ARF diawali dengan adanya gangguan iskemia
atau nefrotoksin yang ada pada tubulus atau glomerulus sehingga menurunkan aliran
darah ke ginjal. Acute Kidney Injury yang kemudian bersifat menetap dapat terjadi
melalui beberapa akibat cedera awal. Masih banyak hal yang belum diketahui
mengenai patofisiologi ARF. Selain itu, masih banyak yang harus diteliti lebih jauh
untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor yang memengaruhinya. Tahapan
Acute Kidney Injury secara patologi berlangsung melalui 4 tahap sebagai berikut:
1) Tahap Inisiasi
Tahap dimana ginjal mulai mengalami penurunan ginjal. Pada tahap ini
biasanya pasien belum merasakan gejala yang berarti. Rata-rata pasien
mengeluh badan yang tiba-tiba terasa lemas, nyeri sendi, kadang diikuti nyeri
pinggang hebat bahkan sampai kolik abdomen. Serangan ini berlangsung selama
beberapa saat, jam atau beberapa hari.
2) Fase Oliguri-Anuri
Volume urin (<400 sampai 500ml/24 jam) ditandai dengan peningkatan
konsentrasi urin yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal. Terdapat penurunan
fungsi ginjal dengan peningkatan retensi nitrogen, peningkatan BUN, ureum
dan kreatinin.
3) Fase Diuretik
Dimulai ketika dalam waktu 24 jam volume urin yang keluar mencapai 500
ml dan bahkan mulai normal. Berakhir ketika BUN serta serum kreatinin tidak
bertambah lagi. Pada tahap ini perawat harus terus mengobservasi kondisi
pasien, karena kadang pasien dapat mengalami dehidrasi yang ditandai dengan
peningkatan ureum.
4) Fase Penyembuhan (recovery)
Walaupun kerusakan nefron bersifat irreversible, namun apabila kerusakan
belum berlangsung lama dan segera di perfusi dengan baik maka Acute Kidney
Injury dapat dicegah agar tidak berlanjut dan nefron dapat berfungsi kembali.
Biasanya proses ini berlangsung beberapa bulan (tiga bulan sampai dengan satu
tahun) namun, kadang-kadang terjadi jaringan parut yang tidak selalu
menyebabkan ginjal kehilangan fungsi.
5. Penyimpangan KDM
6. Manifestasi Klinik
Gejala gagal ginjal akut bisa muncul dalam hitungan hari atau bahkan jam
setelah gangguan pada ginjal terjadi. Gejalanya berupa:
1) Pasien tampak sangat menderita dan mual muntah, diare
2) Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas mungkin berbau
urine (fetouremik)
3) Manifestasi system saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang)
4) Perubahan pengeluaran produksi urine sedikit, dapat mengandung darah
5) Edema atau pembengkakan pada tungkai akibat penumpukan cairan
6) Anoreksia (disebabkan oleh akumulasi produk sisa nitrogen)
7) Sakit dan nyeri pada tulang dan sendi (karena kehilangan kalsium dari tulang)
8) Sakit di perut dan punggung
9) Kelelahan akibat anemia
10) Demam
11) Tremor di tangan
12) Sesak napas
13) Kejang
14) Nafsu makan menurun
15) Hipertensi (Normandin, Healthline 2017)
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), mengatakan perjalanan klinis Gagal
Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) dibagi menjadi tiga stadium: oliguria, diuresis
dan recovery. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini, tetapi harus
diingat bahwa ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urin lebih dari
400 ml/24 jam. Stadium oliguria timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
trauma dan disertai azotemia. Stadium diuresis yakni (1) stadium Acute Kidney
Injury dimulai bila keluaran urin lebih dari 400 ml/ hari, (2) berlangsung 2 sampai 3
minggu, (3) pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih, (4) tingginya kadar urea darah, (5) memungkinan
menderita kekurangan kalium, natrium dan air, (6) selama stadium dini diuresis
kadar BUN mungkin meningkat terus. Stadium penyembuhan berlangsung sampai
satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi
sedikit membaik.
7. Komplikasi
Gagal ginjal akut dapat menyebabkan kematian dan sejumlah komplikasi berikut:
a. Asidosis metabolik (meningkatnya kadar asam dalam darah)
b. Ketidakseimbangan elektrolit
c. Edema paru atau penumpukan cairan di paru-paru, berlangsung akibat
berlangsungnya penimbunan cairan Serosa atau serosanguinosa yang terlalu
berlebih didalam area interstisial serta alveolus paru-paru, perihal ini timbul
dikarenakan ginjal tidak bisa mensekresi urine serta garam didalam jumlah
cukup, kerapkali edema paru-paru mengakibatkan kematian.
d. Hiperkalemia (kandungan kalium darah yang tinggi) yakni satu situasi dimana
konsentrasi kalium darah kian lebih 5 meq/l darah. Konsentrasi kalium yang
tinggi justru beresiko dari pada situasi sebaliknya (konsentrasi kalium rendah).
Konsentrasi kalium darah yang lebih tinggi dari 5,5 meq/l bisa merubah system
konduksi listrik jantung. Jika perihal ini terus berlanjut, irama jantung jadi tidak
normal serta jantung pun berhenti berdenyut.
e. Penyakit jantung, seperti gagal jantung, serangan jantung, aritmia, atau henti
jantung
f. Gangguan pada sistem pencernaan, termasuk perdarahan saluran cerna
g. Kerusakan ginjal yang bersifat permanen
h. Gangguan saraf akibat penumpukan ureum atau uremia (Mhyre & Sifris, 2019).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes darah : untuk mengukur kadar kreatinin dan urea nitrogen yang akan
meningkat pada gagal ginjal akut, serta unutk mengukur laju filtrasi glomerulus
(glomerular fitration rate) guna menilai tingkat keparahan gagal ginjal akut
b. Tes urine : untuk mengukur kadar elektrolit dalam urine dan mengukur volume
urine yang keluar
c. Pemindaian dengan USG, CT scan, atau MRI : untuk melihat kondisi ginjal dan
mendeteksi ada tidaknya tumor atau sumbatan pada saluran kemih atau pembuluh
darah ke ginjal
d. Biopsi ginjal : untuk mendeteksi ketidaknormalan pada jaringan ginjal
e. Arteriogram, dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab pre-renal, misalnya
oclusi arteri renalis (Moyer, 2019).
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan gagal ginjal akut adalah untuk mencapai dan
mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi hingga
60mmol/hari dan cairan cukup 500ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau
30ml/hari di luar jumlah urin dikeluarkan perjam sebelumnya. Namun keseimbangan
harus terus diawasi.
a. Memberikan nutrisi yang cukup, bisa melalui suplemen tinggi kalori
b. Mencegah dan memperbaiki hiperkalemia. Dilakukan perbaikan asidosis,
pemberian glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian
kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialysis.
c. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama di tujukan terhadap infeksi saluran
nafas dan nosokomial. Demam harus segera di deteksi dan di terapi.
d. Mencegah dan memperbaiki perdarahan dan saluran cerna. Feses di periksa untuk
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endosktopi.
e. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia., menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan
gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
f. Dialysis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/liter, secara umum dan dialysis peritoneal paling baik dipakai di ruang
intensif, sedangkan hemodialysis intermiten dengan kateter subklavia ditujukan
untuk pasien lain dan dengan tambahan untuk pasien katabolik yang tidak
adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
g. Monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin makanan,
menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai
kreatinin.
2. Diagnosa Keperawatan
Doenges (2014), mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada
pasien dengan Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) adalah sebagai berikut :
1) Hipervolemia berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulator (gagal
ginjal) dengan retensi (GFR), pemasukkan lebih besar dari pengeluaran, oliguria,
oedema jaringan umum, peningkatan berat badan, perubahan status mental,
penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongestif paru pada foto dada.
2) Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan faktor resiko meliputi kelebihan
cairan, perpindahan cairan, defisit cairan, ketidak seimbangan elektrolit, efek
uremia pada otot jantung.
3) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor resiko meliputi katabolisme protein,
peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia, mual/muntah, ulkus mukosa mulut.
4) Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan
diet, peningkatan kebutuhan energi
5) Resiko infeksi ditandai dengan faktor resiko meliputi depresi pertahanan
imunologi (sekunder terhadap uremia)
6) Resiko hipovolemia ditandai dengan faktor resiko meliputi kehilangan cairan
berlebihan
7) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
3. Intervensi Keperawatan
Doenges (2014), mengatakan bahwa rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) berdasarkan diagnosa yang telah
ditentukan adalah sebagai berikut:
1) Hipervolemia berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulator (gagal
ginjal) dengan retensi (GFR), pemasukkan lebih besar dari pengeluaran, oliguria,
oedema jaringan umum, peningkatan berat badan, perubahan status mental,
penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongestif paru pada foto dada.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
a) Pemasukan lebih besar dari pengeluaran
b) Oliguria
c) Odema jaringan umum, peningkatan berat badan
d) Perubahan status mental
e) Penurunan Hb/Ht, gangguan elektrolit, kongestif paru pada foto dada
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan :
Menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat jenis mendekati normal, berat
badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada oedema
Tindakan/intervensi :
Mandiri:
a) Awasi denyut jantung, TD (Tekanan Darah) dan CVP (Central Venous
Pressure)
Rasional : Takikardia dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urin, (2) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati
hypovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal, dan/atau (3)
perubahan pada sistem renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat
Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggunaan
cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c) Awasi berat jenis urin
Rasional : Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin
d) Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multiple
Rasional : Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan
kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus.
e) Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
Rasional : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan
terbaik
f) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk oedema
Rasional : Oedema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh.
g) Auskultasi paru dan bunyi jantung
Rasional : Kelebihan cairan dapat menimbulkan oedema paru dan CHF
dibuktikan oleh terjadinya bunyi nafas tambahan, bunyi jantung ekstra.
Kolaborasi:
a) Perbaiki penyebab yang dapat kembali karena Acute Kidney Injury
Rasional : Mampu mengembalikan ke fungsi normal dari disfungsi ginjal
atau membatasi efek residu.
b) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:
(1) BUN, Kreatinin
Rasional : Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
(2) Natrium dan kreatinin urin
Rasional : Pada NTA, intergritas fungsi tubular hilang dan resorpsi
natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium.
(3) Natrium serum
Rasional : Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi)
atau ketidak mampuan ginjal untuk menyimpan natrium.
(4) Kalium serum
Rasional : Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau retensi selektif kalium
untuk mengekskresikan kelebihan ion-hidrogen (memperbaiki asidosis)
menimbulkan hiperkalemia.
(5) Hb/Ht
Rasional : Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi
(hypervolemia) namun, selama gagal lama, anemia sering terjadi sebagai
akibat kehilangan/penurunan produksi SDM (Sel Darah Merah).
(6) Foto dada
Rasional : Peningkatan ukuran jantung, batas vaskular paru prominen,
efusi pleural, infiltrat/kongesti menunjukkan respons akut terhadap
kelebihan cairan atau perubahan kronis sehubungan dengan gagal ginjal
dan jantung.
c) Berikan obat sesuai indikasi:
(1) Diuretik, contoh furosemide (Lasix); manitol (Osmitrol)
Rasional : Diberikan dini pada fase oliguria pada Acute Kidney Injury
pada upaya mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen
tubular dan dari debris, menurunkan hyperkalemia, dan meningkatkan
volume urin adekuat.
(2) Antihipertensif, contoh klonidin (Catapres); metilproda (Aldomet),
prazosin (Minipress)
Rasional : Mungkin diberikan untuk mengatasi hipertensi dengan efek
berbalikan dari penurunan aliran darah ginja, dan/atau kelebihan volume
cairan.
d) Masukkan /pertahankan kateter tak menetap, sesuai indikasi
Rasional : Katerisasi mengelularkan obstruksi saluran bawah dan
memberikan rata-rata pengawasan akurat terhadap pengeluaran urin selama
fase akut.
e) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi
Rasional : Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak
seimbangan elektrolit, asam/basa, dan untuk menghilangkan toksin.
2) Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan faktor resiko meliputi kelebihan
cairan, perpindahan cairan, defisit cairan, ketidak seimbangan elektrolit, efek
uremia pada otot jantung
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan: Mempertahankan curah
jantung dibutuhkan oleh TD (Tekanan Darah) dan denyut jantung dalam batas
normal pasien, nadi perifer kuat sama dengan waktu pengisian kapiler.
Tindakan/intervensi:
Mandiri :
a) Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Kelebihan cairan disertai dengan hipertensi (sering terjadi pada
gagal ginjal) dan efek anemia.
b) Observasi EKG (Elektrokardiogram)
Rasional : Perubahan fungsi elektro mekanis dapat menjadi masalah pada
respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal kronik dan toksik ketidak
seimbangan elektrolit.
c) Auskultasi bunyi jantung
Rasional : Terbentuknya S3/S4 menunjukkan kegagalan fungsi
d) Kaji warna kulit, membran mukosa, dan dasar kuku
Rasional : Pucat mungkin menunjukkan vasokonstriksi
e) Perbaikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual/muntah, dan
penurunan tingkat kesadaran (depresi SSP [sistem saraf pusat])
Rasional : Penggunaan obat (contoh antasida) mengandung magnesium dapat
mengakibatkan hipermagnesemia, potensial disfungsi neuromuskular dan
resiko henti jantung.
f) Selidiki laporan kram otot, kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot,
hiperefleksia
Rasional : Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga
mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
g) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan bantuan
dengan perawatan dan aktivitas yang diinginkan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung
Kolaborasi:
a) Awasi pemeriksaan laboratorium
(1)Kalium
Rasional : Selama fase oliguria, hiperkalemia, dapat terjadi tetapi menjadi
hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.
(2)Kalsium
Rasional : Selain efek pada jantung defisit kalsium meningkatkan efek
toksik kalium.
(3)Magnesium
Rasional : Dialisis atau pemberian kalsium diperlukan untuk melawan
efek depresif SSP dari peningkatan kadar magnesium serum.
b) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi
Rasional : Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh
kelebihan dan kekuarangan cairan dan fungsi otot miokardial
c) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial
untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.
d) Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
(1) Agen inotropic contoh digoksin (Lanoxin)
Rasional : Digunakan untuk memperbaiki curah jantung dengan
meningkatkan kontraktilitas miokardial dan volume sekuncup.
(2) Kalsium glukonat
Rasional : Kalsium glukonat sering rendah tetapi biasanya tidak
memerlukan pengobatan khusus pada gagal ginjal akut.
(3) Jel alumunium hidroksisa (Amphojel, Basalgel)
Rasional : peningkatan kadar fosfat dapat terjadi sebagai akibat dari
gagal GF (Glomerular Filtration) dan memerlukan penggunaan antasida
ikatan fosfat untuk membatasi absorpsi fosfat dan traktus
gastrointestinal.
(4) Cairan glukosa/insulin
Rasional : Tindakan sementara untuk menurunkan kalium serum dengan
mengendalikan kalium ke dalam sel bila irama jantung berbahaya.
(5) Natrium bikarbonat atau natrium sitrat
Rasional : Mungkin digunakan untuk memperbaiki asidosis atau
hiperkalemia (dengan peningkatan pH [Power of Hydrogen] serum) bila
pasien asidosis berat dan tidak kelebihan cairan.
e) Natrium polisitiren sulfonat (Kayexalate) dengan/tanpa sorbitol
Rasional : Pertukaran resin yang menukar natrium untuk kalium pada traktus
gastrointestinal untuk menurunkan kadar kalium serum.
f) Siapkan/bantu dengan dialisis sesuai indikasi
Rasional : Diindikasikan untuk disritmia menetap, gagal jantung kongestif
yang tidak responsif terhadap terapi lain.
3) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor resiko meliputi katabolisme protein,
peningkatan kebutuhan metabolik, anoreksia, mual/muntah, ulkus mukosa mulut
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
Mandiri:
a) Kaji atau catat pemasukan diet
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defesiensi dan kebutuhan diet.
b) Berikan makan sedikit dan sering
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik.
c) Berikan pasien atau orang terdekat daftar makanan atau cairan yang diizinkan
dan dorong terlibat pada pilihan menu
Rasional : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pemberianan diet.
d) Tawarkan perawatan mulut sering atau cuci dengan larutan (25%) cairan
asam asetat.
Rasional : Membran mukosa menjadi kering dan pecah.
e) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0.1-0.5
kg/hari.
Kolaborasi:
a) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin serum, natrium dan
kalium
Rasional : Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan dan efektifitas terapi
b) Kolaborasi dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi
Rasional : Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan, dan mengindentifikasi rute paling efektif dan produknya.
c) Berikan kalori tinggi, diet rendah atau sedang protein
Rasional : Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal
kecuali pada pasien dialisis.
d) Batasi kalsium, natrium dan pemsukkan fosfat sesuai indikasi
Rasional : Pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah kerusakan
ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan,
dan/atau selama fase penyembuhan Acute Kidney Injury.
e) Berikan obat sesuai indikasi:
(1) Sediaan besi
Rasional : Defesiensi besi dapat terjadi bila protein dibatasi, pasien
anemik, atau gangguan fungsi gastrointestinal.
(2) Kalsium
Rasional : Memperbaiki kadar normal serum untuk memperbaiki fungsi
jantung dan neuromuskular, pembekuan darah, dan metabolisme jantung.
(3) Vitamin D
Rasional : Perlu untuk memudahkan absorpsi kalsium dan traktus GI
(gastrointestinal).
(4) Vitamin B kompleks
Rasional : Vutal sebagai koenzim pada pertumbuhan sel dan kerjanya.
(5) Antiemetik, contoh proklorperazim (Compazine), trimetobenzamid
(Tigan)
Rasional : Diberikan untuk menghilangkan mual/muntah dan dengan
meningkatkan pemasukan oral.
4) Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan
diet, peningkatan kebutuhan energi
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan :
Melaporkan perbaikan rasa berenergi dan berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan.
Tindakan/intervensi:
Mandiri:
a) Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas
Rasional : Menentukan derajat (berlanjutnya atau perbaikan) dan efek
ketidak mampuan.
b) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi
c) Identifikasi faktor stres/psikologis yang dapat memperberat
Rasional : Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor
psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan takut diakui/diketahui.
d) Rencanakan periode istirahat adekuat
Rasional : Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk
penyembuhan, regenerasi jaringan.
e) Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang
dibutuhkan/normal, memberikan keamanan pada pasien.
f) Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai intoleransi pasien
Rasional : Meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesediaan dan
membatasi frustasi.
Kolaborasi:
a) Awasi kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium
Rasional : Ketidakseimbangan dapat menganggu fungsi neuromuskular yang
memerlukan peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan tugas dan
potensial perasaan lemah.
5) Resiko infeksi ditandai dengan faktor resiko meliputi depresi pertahanan
imunologi (sekunder terhadap uremia)
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan : Tidak mengalami tanda dan
gejala infeksi
Tindakan/Intervensi:
Mandiri:
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
Rasional : Menurunkan resiko kontaminasi silang
b) Hindari prosedur invasif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap,
kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat/memanipulasi IV
(intravena)/area invasive.
Rasional : Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh.
c) Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal
Rasional : Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK(Infeksi Saluran
Kemih) asenden.
d) Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering
Rasional : Mencegah atelektasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan
resiko infeksi paru.
e) Kaji integritas kulit
Rasional : Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
f) Awasi tanda vital
Rasional : Demam dengan peningkatan nadi dan pernapfasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi, meskipun sepsis dapat
terjadi tanpa respons demam.
Kolaborasi:
a) Awasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : Meskipun peningkatan SDP (Sel Darah Putih) dapat
mengindikasikan infeksi umum, leukositosis umum terlihat pada GGA
(Gagal Ginjal Akut) dan dapat menunjukkan inflamasi pada ginjal,
perpindahan diferensial ke kiri menunjukkan infeksi.
b) Ambil spesimen kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tapat sesuai
indikasi
Rasional : Mematikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu
pemilihan pengobatan infeksi paling efektif
6) Resiko hipovolemia ditandai dengan faktor resiko meliputi kehilangan cairan
berlebihan
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, nadi perifer teraba, berat badan dan tanda vital stabil
dan elektrolit dalam batas normal.
Tindakan/intervensi:
Mandiri:
a) Ukur penumpukan dan pengeluaran dengan akurat
Rasional : Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan.
b) Berikan cairan yang diusulkan selama perode 24 jam
Rasional : Fase diuretik GGA dapat berlanjut pada fase oliguria bila
pemasukkan cairan tidak dipertahankan atau terjadi dehidrasi nokturnal.
c) Awasi tekanan darah (perubahan postural) dan frekuensi jantung
Rasional : Hipotensi ortostatik dan takikardia indikasi hipovolemia
d) Perhatikan tanda/gejala dehidrasi
Rasional : Pada fase diuretik gagal ginjal haluaran urin dapat lebih dari 3
L/hari
e) Kontrol suhu lingkungan; batasi linen tempat tidur
Rasional : Menurunkan diaphoresis yang memperberat kehilangan cairan
Kolaborasi:
a) Awasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : Pada GGA non-oliguria atau fase diuretik GGA kehilangan urin
besar dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang mengakibatkan natrium
urin bekerja secara osmotik untuk meningkatkan kehilangan cairan.
7) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
Mengidentifikasi hubunngan tanda/gejala proses penyakit dan gejala yang
berhubungan dengan faktor penyebab.
Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada progress
pengobatan.
Tindakan/intervensi:
Mandiri:
a) Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus bila diketahui
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
b) Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu
Rasional : Pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang
mungkin sementara.
c) Diskusikan dialisis ginjal atau transplantasi bila ini merupakan bagian yang
mungkin akan dilakukan di masa mendatang
Rasional : Meskipun bagian ini akan berikan sebelumnya oleh dokter pasien
boleh menegetahui dimana keputusan harus dipilih dan mungkin memerlukan
masukan tambahan.
d) Kaji ulang rencana diet/pembatasan
Rasional : Nutrisi adekuat perlu untuk meningkatkan penyembuhan
regenerasi jaringan dan kepatuhan pada pembatasan dapat mencegah
komplikasi.
e) Dorong pasien untuk mengobservasi karakteristik urin dan jumlah/frekuensi
pengeluaran
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal/kebutuhan
dialisis.
f) Buat jadwal teratur untuk penimbangan
Rasional : Alat yang berguna untuk pengawasan status cairan dan kebutuhan
diet.
g) Kaji ulang pemasukkan/pembatasan
Rasional : Tergantung pada penyebab gagal ginjal akut, pasien dapat
memerlukan pembatasan atau peningkatan pemasukkan cairan.
h) Diskusikan pembatasan aktivitas dan memulai aktivitas yang diinginkan
secara bertahap
Rasional : Pasien dengan Acute Kidney Injury berat dapat memerlukan
pembatasan aktivitas dan/atau merasa lemah untuk periode panjang selama
fase penyembuhan, memerlukan tindakan penghematan energi dan
menurunkan kebosanan/depresi.
i) Diskusikan/kaji ulang penggunaan obat
Rasional : Obat yang terkonsentrasi/dikeluarkan oleh ginjal dapat
menyebabakan reaksi toksik kumulatif dan/atau kerusakan permanen ada
ginjal.
j) Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium
Rasional : Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut (sampai 12 bulan)
dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk
menghindari kekambuhan/komplikasi.
k) Identifikasi gejala yang memerlukan intervensi medik
Rasional : Upaya evaluasi dan intervensi dapat mencegah komplikasi
berlanjutnya Acute Kidney Injury serius
DAFTAR PUSTAKA
Ariani. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta : Istana Media.
Ayu. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bonez, Hery 2011. Gagal ginjal dan penanganan gagal ginjal edisi 1. Jogyakarta : EGC
Budiono & Budi Pertami, Sumirah. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi
Medika.
Diyono & Mulyanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Urologi. Yogyakarta :
Andi.
Gonce Morton, Patricia et al. 2016. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik
Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice Guideline
for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2. 19-36
M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6th edition.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889
Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al. Acute kidney
injury network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical
Care. 2007,11:R31
Nuari & Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish.
Osterman M, Chang R: Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit according to RIFLE.
Critical Care Medicine 2007; 35:1837- 1843
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Rohmah & Walid. 2016. Proses Keperawatan : Teori & Aplikasi. Yogyakarta: Ar- Ruzz
Media.
Setiawan, Dional, dkk. Biomarker Acute Kidney Injury (AKI) pada Sepsis. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018 ; 7 (Supplement 2) : 113-116.
Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2)
Smeltzer & Bare. 2002. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Thomas. 2013. Renal Nursing. Edisi 4. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd. Wang.
2016. Acute Kidney Injury Epidemiology: From Recognition to Intervention. Acute Kidney
Injury-From Diagnosis to Care. 2016. 187:1-8 : 1-7.
United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5 : Acute Kidney
Injury. 2015. Vol. 1. 57-66
Widia. 2015. Anatomi, Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.