185 517 1 PB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3): 32 - 37

ISSN: 0852-3581
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

Efisiensi reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur


di CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang
M. Zainudin, M. Nur Ihsan dan Suyadi

Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya


Jl. Veteran Malang 65145 Jawa Timur

Corresponding author: suyadi@ub.ac.id

ABSTRACT : The purpose of this experiment was to investigate the effect of different
age of Holstein Friesian Cross Breed dairy cows on reproductive efficiency at CV.
Milkindo Berka Abadi, Tegalsari Village, Kepanjen Sub District, Malang Regency. The
materials of the research used 82 heads of dairy cows which had at least two times of
parturition. Data used reproductive data which were collected from Artificial
Insemination practices at CV. Milkindo Berka Abadi. Descriptive analysis was used to
determine average and deviation standard of Service per Conception (S/C), Days Open
(DO) and Calving Interval (CI). Data were analyzed using Multiplet-test. The age of
animal influenced significantly (P<0.05) the reproductive parameters e.g. S/C (2.6±1.2
times, 3.6±1.8 times, 4.2±2.8 times and 2.9±2.6 times), DO (184.4±97.2 days,
260.6±159.6 days, 396.9±296.2 days and 263.1±125.2 days) and CI (460.9±97.2 days,
538.8±160 days, 674±296.1 days and 539.7±124.6 days) for the age of 3, 4, 5 and 6
years respectively. It was concluded that the young cows at CV. Milkindo Berka Abadi
had more efficient reproductive performance than those for older cows.

Keywords : Days Open, Service per Conception, Calving Interval

PENDAHULUAN
Sapi perah Peranakan Friesian (78,95%) dan selebihnya jantan
Holstein (PFH) merupakan salah satu (21,05%). Berdasarkan kategori umur,
sapi perah di Indonesia yang merupakan populasi sapi perah betina dewasa (>2
hasil persilangan dari sapi perah tahun) mencapai 64,56%, sapi perah
Friesian Holstein (FH) dengan sapi betina anak (<1 tahun) dan sapi perah
lokal. Sapi PFH mewarisi sifat bobot muda (1-2 tahun) masing masing
badan cukup tinggi dan mudah 15,66% dan 19,78% dari total populasi
beradaptasi dengan lingkungan tropis sapi perah betina di Indonesia. Populasi
dengan produksi susu yang relatif sapi perah betina yang hanya 78,95%
tinggi. Namun buruknya manajemen (444.000 ekor) menghasilkan produksi
reproduksi sapi perah menyebabkan susu segar sebanyak 5.881.700.000
produktifitas susu relatif rendah liter/tahun pada tahun 2013. Namun
sehingga tidak dapat mencukupi produksi ini belum memenuhi
kebutuhan susu dalam negeri. Data kebutuhan susu masyarakat Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 Rendahnya produktifitas susu
menunjukkan populasi sapi perah di sapi perah juga dipengaruhi oleh umur
Indonesia sebagian besar adalah betina induk sapi perah yang berkaitan dengan

32
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3):32 - 37

status fisiologi sapi perah tersebut. bidang peternakan sapi perah yang
Semakin bertambahnya umur induk memiliki kendala penurunan populasi
diikuti oleh kenaikan angka ovulasi ternak setiap tahun yang berkaitan
yang menyebabkan produktivitas dengan umur induk yang berbeda
mencapai optimal dan akan mengalami sehingga perlu dilakukan penelitian
penurunan secara perlahan seiring tentang efisiensi reproduksinya.
dengan usia ternak yang semakin tua.
Umur induk sapi perah yang MATERI DAN METODE
sudah tua sebaiknya dilakukan Penelitian ini dilaksanakan pada
pengafkiran karena kemampuan tanggal 25 Agustus - 25 Oktober 2014
reproduksi induk yang berumur >10 di CV. Milkindo Berka Abadi yang
tahun sudah menurun baik secara bertempat di Jalan Kolonel Kusno No.
fisiologis maupun secara hormonal. 77 Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen
Kondisi tubuh ternak secara fisiologis Kabupaten Malang. Tempat penelitian
sudah tidak memungkinkan untuk berada pada ketinggian rata-rata 350 m
mempertahankan kebuntingan karena dpl dan diapit oleh Gunung Kawi,
kemampuan otot, tulang serta jaringan Gunung Semeru dan pegunungan
sudah melemah dan disertai dengan Malang selatan. Suhu berada pada
kerusakan sel-sel yang cepat namun kisaran 22o-28oC pada saat hujan
tidak diimbangi kecepatan pertumbuhan sedang, sedangkan pada musim
sel sehingga nutrisi yang diperoleh dari kemarau suhu maksimum mencapai
pakan hanya cukup untuk memperbaiki 32oC. Kelembaban udara rata-rata 75-
kondisi tubuh yang rusak dan tidak 98% serta curah hujan atau sebaran
cukup untuk kebutuhan reproduksi hujan per hari selama musim hujan
maupun mempertahankan kebuntingan. mencapai 20-50 mm (BMKG, 2012).
Menurunnya kemampuan organ Materi yang digunakan dalam
reproduksi akan menyebabkan sistem penelitian ini adalah 82 ekor induk sapi
hormonal menjadi terganggu padahal perah PFH yang minimal telah partus
sistem hormonal mempengaruhi dua kali agar dapat diketahui calving
kemampuan reproduksi ternak dalam intervalnya. Metode yang digunakan
hal ovulasi, estrus, fertilitas maupun pada penelitian ini adalah survei lapang.
mempertahankan kebuntingan. Berbeda Data yang diambil adalah data
halnya dengan pendapat Subandriyo recording IB yang diperoleh di CV.
(1993) yang menyatakan bertambahnya Milkindo Berka Abadi. Data yang
angka paritas menyebabkan umur induk diperoleh selanjutnya dikelompokkan
semakin tua sehingga menyebabkan berdasarkan umur induk sapi perah
kondisi induk akan terus menurun dan sebagai berikut:
kemampuan reproduksinya juga  3 = Umur 3 tahun berjumlah 28 ekor.
mengalami penurunan. Oleh karena itu,  4 = Umur 4 tahun berjumlah 30 ekor.
perlu adanya penelitian tentang  5 = Umur 5 tahun berjumlah 16 ekor.
pengaruh umur induk yang berbeda  6 = Umur 6 tahun berjumlah 8 ekor.
untuk mengevaluasi efisiensi reproduksi Variabel terikat pada penelitian
induk sapi perah PFH meliputi Days ini adalah efisiensi reproduksi sapi
Open (DO), Service per Conception perah PFH meliputi DO, S/C dan CI.
(S/C) dan Calving Interval (CI) Variabel bebas penelitian adalah umur
(Atabany, dkk., 2011). induk yang berbeda.
CV. Milkindo Berka Abadi Setelah data lapang diperoleh,
merupakan perusahaan yang bergerak di kemudian data diinput dan diolah

33
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3):32 - 37

menggunakan SPSS versi 16.0 untuk uji t-berganda.


analisis deskriptif kemudian dilakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Efisiensi reproduksi adalah Faktor utama yang
memaksimalkan jumlah anak ternak mempengaruhi keberhasilan IB antara
dalam seumur hidup ternak tersebut. lain kualitas semen, keterampilan
Nuryadi dan Wahjuningsih (2011) inseminator, ketepatan deteksi estrus
berpendapat bahwa jarak ideal CI pada dan pemilihan sapi akseptor. Parameter
sapi perah ialah 12 bulan terdiri dari 9 yang biasa digunakan untuk
bulan bunting dan 3 bulan menyusui mengevaluasi keberhasilan IB antara
sehingga dapat menghasilkan pedet lain DO, S/C dan CI (Susilawati, 2011).
dalam satu tahun untuk memperoleh Hasil penelitian tentang nilai S/C, DO
efisiensi reproduksi yang baik. dan CI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai S/C, DO dan CI di CV. Milkindo Berka Abadi


Umur (tahun) S/C DO CI
3 2,6±1,2a 184,4±97,2a 460,9±97,2a
4 3,6±1,8ab 260,6±159,6a 538,8±160a
b b
5 4,2±2,8 396,9±296,2 674±296,1b
6 2,9±2,6ab 263,1±125,2a 539,7±124,6a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05)

Sevice per Conception (S/C) baik pada umur 3 tahun dan umur 6
S/C ialah jumlah pelayanan tahun dibandingkan dengan hasil
Inseminasi Buatan (IB) yang diberikan kelahiran ke-2 dan ke-3.
pada induk sapi perah PFH sampai Nilai S/C di CV. Milkindo
terjadi bunting atau konsepsi. Rentang Berka Abadi masih kurang baik
S/C yang baik antara 1-2. Hasil dibandingkan dengan nilai standar S/C
penelitian pada Tabel 1 menunjukkan (1-2 kali). Tingginya nilai S/C pada
bahwa umur induk yang berbeda tidak ternak menunjukkan semakin rendahnya
efisien terhadap tampilan reproduksi tingkat kesuburan atau efisiensi
sapi perah PFH (P<0,05). Ternak sapi reproduksi dari induk tersebut. Salah
perah di Indonesia pada umumnya satu faktor yang menyebabkan
memiliki nilai S/C rata-rata 1,72-3,13 kegagalan kebuntingan saat proses IB
kali (Sulistyowati, dkk., 2009). adalah abnormalitas siklus estrus dan
Atabany, dkk. (2011) menyebutkan ovulasi sehingga estrus sulit dideteksi.
rata-rata S/C pada ternak sapi perah di Nilai S/C yang semakin tinggi
Baturaden 1,99±1,10 kali. Affandhy, meyebabkan semakin panjangnya nilai
dkk. (2011) menyebutkan rata-rata S/C DO dan CI. Hal ini disebabkan oleh
antar bangsa sapi perah impor dan lokal beberapa faktor salah satunya umur
di KUTT Suka Makmur-Grati, Pasuruan induk yang berhubungan langsung
pada kelahiran ke-1, ke-2 dan ke-3 dengan status fisiologi ternak tersebut.
masing-masing adalah 1,0±0,0 kali; Ternak yang terlalu muda saat
2,9±1,4 kali dan 3,0±1,7 kali, perkawinan pertama akan sulit
sedangkan hasil penelitian pada Tabel 1 terjadinya kebuntingan karena
diatas menunjukkan nilai yang lebih perkembangan fisiologi ternak tersebut

34
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3):32 - 37

belum sempurna. Selain itu, kinerja 396,9±296,2 hari dan 263,1±125,2 hari.
hormon masih belum sempurna Standar DO ialah 60-90 hari atau
sehingga biasanya dalam deteksi berahi berkisar 80-85 hari agar reproduksi
kurang jelas dan ternak akan mengalami menjadi efisien setelah beranak.
kesulitan ketika melahirkan dan Semakin panjang nilai DO
memiliki resiko gangguan reproduksi menunjukkan bahwa efisiensi
yang cukup tinggi. Menurut Muljana reproduksi induk semakin rendah.
(1985), sapi yang sudah pubertas Panjangnya nilai DO di CV. Milkindo
mempunyai folikel yang disertai dengan Berka Abadi disebabkan oleh tingginya
pelepasan hormon estrogen. Hormon ini nilai S/C dan beberapa faktor salah
menyebabkan terjadinya estrus yang satunya umur induk. Umur memiliki
disertai dengan pelepasan ovum yang peranan yang cukup penting misalnya
disebut dengan ovulasi. Ovum akan umur pertama kali beranak sangat
masuk dalam oviduk dan nantinya akan mempengaruhi produktivitas ternak
bertemu dengan spermatozoa dan terjadi tersebut sebab ternak yang dikawinkan
proses fertilisasi. Wahyudi, dkk. (2013) pada umur yang terlalu mudah atau
lebih lanjut menyatakan bahwa tingkat pertama kali pubertas akan
kesuburan ternak juga dipengaruhi oleh menyebabkan bobot badan tidak dapat
umur ternak tersebut. Semakin tua umur optimal dan keturunan yang dihasilkan
induk maka reproduksi semakin baik juga akan mengalami hal yang sama,
dibandingkan dengan induk muda. serta ketika partus ternak akan
Proses ovulasi pertama setelah beranak mengalami kesulitan. Pada perkawinan
menandakan sempurnanya pertama sangat penting melihat ternak
perkembangan folikel di ovarium yang tersebut telah dewasa tubuh dan dewasa
menentukan fertilitas selanjutnya dan kelamin agar keturunan yang dihasilkan
perlu adanya proses perbaikan fisiologis sesuai dengan yang diinginkan. Selain
agar induk dapat kembali memulai itu sapi dara yang belum matang secara
siklus estrus post partus (Pryce, et.al., seksual perkembangan kelenjar
2004). Rokana, dkk. (2010) mamaenya belum optimal walaupun
menambahkan bahwa pemerahan pada secara struktural pembuluh mamae dan
sapi mempengaruhi timbulnya berahi. alveolinya tumbuh. Perkembangan
Sapi yang diperah 2x sehari memiliki kelenjar mamae dipengaruhi oleh
berahi lebih awal dibandingkan sapi hormon estrogen dan progesteron yang
yang diperah 3x sehari. diproduksi oleh ovarium dibawah
pengaruh hormon FSH dan LH, dengan
Days Open (DO) seiringnya terjadi kebuntingan kelenjar
DO merupakan lama kosong mamae akan ikut tumbuh berkembang
yang diperlukan induk dari partus secara optimal untuk produksi susu.
hingga bunting kembali atau masa post Sapi dara yang baru pertama kali
partus hingga bunting kembali. melahirkan sering mengalami kelahiran
Normalnya 2 kali estrus ±60 hari (lahir yang tidak normal. Hal tersebut terjadi
+ 20 hari (estrus 1) + 20 hari (estrus 2) karena sapi belum sepenuhnya
+ 20 hari (IB). Hasil penelitian pada mengalami dewasa kelamin. Umur dan
Tabel 1 menunjukkan pada umur induk bobot badan ternak saat dewasa kelamin
yang berbeda tidak efisien terhadap atau pubertas dipengaruhi salah satunya
tampilan reproduksi sapi perah PFH oleh faktor genetik (Purba, 2008).
(P<0,05) dengan rata-rata nilai DO Rokana, dkk. (2010) menyatakan bahwa
yaitu 184,4±97,2 hari, 260,6±159,6 hari,

35
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3):32 - 37

aktifitas ovarium akan menurun dengan kali pada umur 27-33 bulan. Toelihere
semakin bertambahnya umur induk. (1985) menambahkan bahwa pubertas
(dewasa kelamin) ditandai dengan
Calving Interval (CI) terjadinya berahi dan ovulasi, yang
Hasil penelitian pada Tabel 1 artinya organ-organ reproduksi sapi
menunjukkan pada umur induk yang dara mulai matang dan berkembang
berbeda tidak efisien terhadap tampilan untuk menghasilkan pedet. Sapi betina
reproduksi sapi perah PFH (P<0,05) yang fertil dapat berkonsepsi dan
dengan rata-rata nilai CI yaitu mampu mempertahankan kebuntingan
460,9±97,2 hari, 538,8±160 hari, sampai terjadinya proses partus
674±296,1 hari dan 539,7±124,6 hari. (Darwash, et.al, 1997).
Hasil ini masih jauh dibandingkan
dengan standar CI yang baik untuk sapi KESIMPULAN DAN SARAN
±1 tahun, 9 bulan bunting + 2 bulan
DO. Efisiensi reproduksi yang baik Kesimpulan
pada sapi perah PFH ditandai dengan Hasil penelitian menyimpulkan
jarak antar kelahiran tidak melebihi 365 bahwa pada umur induk sapi perah PFH
hari. Fanani, dkk. (2013) dalam yang lebih muda di CV. Milkindo Berka
penelitiannya di Kecamatan Pudak, Abadi menunjukkan effisiensi
Kabupaten Ponorogo didapatkan nilai reproduksi yang lebih baik daripada
CI pada sapi perah 12,36±1,22 bulan. induk yang berumur lebih tua.
Wahyudi, dkk. (2013) menyatakan
bahwa hasil penelitian pada sapi perah Saran
di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Beberapa hal yang dapat
Kabupaten Malang rata-rata CI disampaikan pada CV. Milkindo Berka
didapatkan 472,19±156,45 hari. Abadi adalah ternak yang sudah pernah
Nilai CI hasil penelitian di CV. mengalami gangguan reproduksi
Milkindo Berka Abadi masih kurang sebaiknya segera dijual untuk efisiensi
baik dibandingkan dengan standar nilai biaya pemeliharaan, pembelian bibit
CI (365 hari atau 1 tahun). Semakin sesuai SOP, perlunya inseminator yang
panjang nilai CI menunjukkan bahwa bekerja tetap agar saat estrus segera
semakin rendah efisiensi reproduksi dapat diinseminasi. Selain itu, perlu
induk tersebut. Tingginya nilai CI penelitian lebih lanjut mengenai
dipengaruhi lamanya nilai DO. kualitas semen, pakan, kesehatan
Panjangnya nilai DO disebabkan oleh fisiologis ternak dan keterampilan
fertilitas dari fisiologi induk mengenai inseminator untuk mengetahui
masa pubertas dan pemulihan organ penyebab rendahnya efisiensi
reproduksi. Sapi betina yang fertil reproduksi sapi perah PFH di luar faktor
mempunyai ciri dapat berkonsepsi dan umur induk yang berbeda.
mampu mempertahankan kebuntingan
sampai terjadinya proses partus DAFTAR PUSTAKA
kembali. Menurut Toelihere (1981), Affandhy, L., Ratnawati D. dan
sapi dara dapat dikawinkan pada umur Mariyono. 2011. Performans
10-15 bulan dengan syarat manajemen reproduksi sapi perah eks-import
pakan dan pemeliharaannya baik. Jika dan lokal pada tiga periode
pertumbuhannya kurang baik biasanya kelahiran di SP2T, KUTT Suka
baru dikawinkan pada umur 18-24 Makmur-Grati, Pasuruan.
bulan sehingga sapi beranak pertama Semiloka Nasional Prospek

36
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3):32 - 37

Industri Sapi Perah Menuju Purba, 2008. Gangguan reproduksi sapi


Pedagangan Bebas 2020. perah di PT Greenfield
Atabany, A., Purwanto, B. P., Indonesia, Malang. Direktorat
Toharmat, T., dan Anggraeni, A. Program Diploma IPB.
2011. Hubungan masa kosong Rokana, E., Sigit, M. dan Soeroni, M.
dengan produktivitas pada sapi 2010. Hubungan antara umur
perah Friesien Holstein di induk dan lama menyusui
Baturaden, Indonesia. Media terhadap periode anesterus post
Peternakan Jawa Barat. 34 (2): partum kambing Peranakan
77-82. Etawa (PE). Jurnal Penelitian.
BMKG. 2012. Topografi Kepanjen. 26 (1): 145-150.
http://bmkg.go.id. Diakses 12 Subandriyo. 1993. Potensi dan
Oktober 2014. produktivitas ternak kambing di
BPS. 2013. Jumlah populasi ternak dan Indonesia. Prosiding Lokakarya.
produksi susu perusahaan sapi Surabaya.
perah di Indonesia 2013. Badan Sulistyowati, E., Kusnadi, E., Sutarno,
Pusat Statistik. Jakarta. Diakses L. dan Tampubolon, G. 2009.
12 Oktober 2014. Penampilan reproduksi sapi
Darwash, A. O., Lamming, G. E. and perah FH (Friesh Holland) dan
Woolliams, J. A. 1997. The pertumbuhan pedetnya pada
phenotypic association between umur 1-3 bulan (studi kasus di
the interval to postpartum Desa Air Duku dan Desa Air
ovulation and traditional Putih Kali Bandung, Selupu
measures of fertility in dairy Rejang, Rejang Lebong,
cattle. Journal Animal Science. Bengkulu). Jurnal Sains
65: 9–16. Peternakan Indonesia. 4 (1): 21-
Fanani, S., Subagyo Y. B. P. dan 26.
Lutojo. 2013. Kinerja reproduksi Susilawati, T. 2011. Tingkat
sapi perah peranakan Friesian keberhasilan inseminasi buatan
Holstein (PFH) di Kecamatan dengan kualitas dan deposisi
Pudak, Kabupaten Ponorogo. semen yang berbeda pada sapi
Tropical Animal Husbandry. 2 Peranakan Ongole. Jurnal
(1): 21-27. Ternak Tropika. 12 (2): 15-24.
Muljana, W. 1985. Kegunaan dan Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi
pemeliharaan sapi perah. CV reproduksi pada ternak.
Aneka Ilmu, Semarang. Universitas Indonesia Press.
Nuryadi dan Wahjuningsih, S. 2011. Bogor.
Penampilan reproduksi sapi Toelihere, M. R. 1985. Ilmu kebidanaan
Peranakan Ongole dan pada ternak sapi dan kerbau.
Peranakan Limousin di Universitas Indonesia Press.
Kabupaten Malang. Jurnal Bogor.
Ternak Tropika. 12 (1): 76-81. Wahyudi, L., Susilawati, T. dan
Pryce, J. E., Royal, M. D., Garnsworthy Wahyuningsih, S. 2013.
P. C. and Mao, I. L. 2004. Tampilan produksi sapi perah
Fertility in the high-producing pada berbagai paritas di Desa
dairy cow. Livestock Kemiri Kecamatan Jabung
Production Science. 86:125– Kabupaten Malang. Jurnal
135. Ternak Tropika. 14 (2): 13-22.

37

Anda mungkin juga menyukai