Anda di halaman 1dari 4

1.

Definisi Kehamilan Remaja


Kehamilan usia dini (usia muda/remaja) adalah kehamilan yang terjadi pada
remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena
hubungan seksual (hubu ngan intim) dengan pacar, dengan suami, pemerkosaan,
maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam
rahim perempuan tersebut (Masland, 2004). Kehamilan remaja adalah kehamilan
yang berlaku dikalangan anak remaja yang berusia 20 tahun, yang umumnya terjadi
karena peningkatan perilaku seksual antara remaja yang dapat menyebabkan
kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak disengaja (Dewi,2012). Kehamilan yang
terjadi di usia muda merupakan salah satu resiko seks bebas (Kehamilan yang tidak
diharapkan). Menurut Kartono (1996) Kehamilan remaja adalah kehamilan yang pada
umumnya tidak direncanakan dan menimbulkan perasaan bersalah, berdosa dan malu
pada remaja yang mengalaminya, ditambah lagi dengan adanya sanksi sosial dari
masyarakat terhadap kehamilan dan kelahiran anak tanpa ikatan pernikahan (Rosa,
2012).
2. Dampak Kehamilan Remaja
a) Dampak Fisik
Kehamilan usia muda atau remaja meningkatkan resiko terjadinya kelahiran
prematur, keguguran, perdarahan persalinan, anemia, resiko kanker rahim, dan kanker
serviks. Selain itu, dampak yang ditimbulkan terhadap bayi seperti bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) dan cacat bawaan.
b) Dampak Psikologis
Umumnya para pasangan berusia muda berada dalam keadaan dimana
psikologisnya masih belum matang dan belum siap menghadapi perubahan peran saat
kehamilan, dampak perubahan peran yaitu belum siap menjalankan peran sebagai
seorang ibu dan menghadapi rumah tangga. Manakala remaja yang hamil di luar
nikah akan mengalami masalah psikologiseperti rasa takut, malu, kecewa, rasa
menyesal, rendah diri, dan sebagainya.
c) Dampak Sosial Ekonomi
Konsekuensi sosial ekonomi yang paling menonjol dari masalah kehamilan
remaja adalah terputusnya atau tertundanya sekolah/kuliah, meningkatnya
ketergantungan finansial pada orang tua atau anggota keluarga lain, kesulitan
mendapat pekerjaan, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sacara
mandiri.
3. Upaya Pencegahan Kehamilan Remaja
 Melakukan pendidikan seksual pada anak dan remaja
Penyampaian materi pendidikan seksual dapat dilakukan di rumah maupun
di sekolah. Di sini peranan orang tua, tenaga kesehatan, dan guru sangat diharapkan,
terutama untuk dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para remaja mengenai
kesehatan reproduksinya dan juga apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga
kesehatan reproduksinya. Sebelum usia 10 tahun pendidikan seksual bisa diberikan
secara bergantian tetapi ibu umumnya lebih berperan, menjelang akil baligh, saat
sudah terjadi proses diferensiasi jenis kelamin dan muncul rasa malu, sebaiknya ibu
memberikan penjelasan kepada anak perempuan dan ayah kepada anak laki–laki
(Rosa, 2012).
 Meningkatkan pengetahuan agama bagi remaja.
Penegakan norma agama dan norma sosial lainnya juga harus diupayakan secara
maksimal untuk mencegah para remaja untuk melakukan hubungan yang terlalu bebas
yang dapat menyebabkan kehamilan. Pemberian pengetahuan agama pada anak sejak
usia dini sampai akil baligh akan sangat besar pengaruhnya dalam mencegah
terjadinya hubungan seksual pra nikah (Rosa, 2012).
 Meningkatkan perhatian kedua orang tua terhadap anak–anaknya.
Pada saat ini hubungan antara orang tua dan anak mulai kurang karena keduanya
sibuk bekerja dari pagi hingga sore, sehingga sedikit sekali waktu yang bisa
digunakan untuk berkomunikasi dengan anak. Untuk orang tua diharapkankhususnya
yang bekerja agar bisa menyisihkan waktunya dalam membina anak– anaknya,
minimal pada waktu makan malam bersama dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi
(Rosa, 2012).
4. Undang-undang yang Mengatur Kehamilan Remaja di Indonesia
Sebagai upaya untuk mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual
beresiko yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi dan kehamilan usia dini,
maka pemerintah merumuskan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 11 &
12 Tentang Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja.
Isi Pasal 11 :
1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk:
﹣ Mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan
perilaku berisiko lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksi.
﹣ Mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang
sehat dan bertanggung jawab
2) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja diberikan dengan menggunakan
penerapan pelayanan kesehatan peduli remaja
3) Pemberian pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus disesuaikan dengan
masalah dan tahapan tumbuh kembang remaja serta memperhatikan keadilan
dan kesetaraan gender, mempertimbangkan moral, nilai agama,
perkembangan mental, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Isi Pasal 12 :
1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
dilaksanakan melalui pemberian :
﹣ Komunikasi, informasi, dan edukasi
﹣ Konseling; dan/atau
﹣ Pelayanan klinis medis
2) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksu pada
ayat (1) huruf a meliputi materi:
﹣ Pendidikan keterampilan hidup sehat
﹣ Ketahanan mental melalui keterampilan sosial
﹣ Sistem, fungsi, dan proses reproduksi
﹣ Perilaku seksual yang sehat dan aman
﹣ Perilaku seksual berisiko dan akibatnya
﹣ Keluarga berencana; dan
﹣ Perilaku berisiko lain atau kondisi kesehatan lain yang berpengaruh
terhadap kesehatan reproduksi
3) Konseling sebagaimana dimaksu pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan
memperhatikan privasi dan kerahasiaan, dan dilakukan oleh tenaga kesehatan,
konselor, dan konselor sebaya yang memiliki potensi sesuai dengan
kewenangannya.
4) Pelayanan klinis medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk
deteksi dini penyakit/screening, pengobatan, dan rehabilitasi.
5) Pemberian materi komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaiman dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan melalui proses pendidikan formal dan non formal serta
kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya.

Selain itu pemerintah juga menetapkan batas usia pernikahan untuk mencegah
pernikahan usia dini sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang No 16 Tahun
2019. Batas minimal usia menikah untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
Dengan adanya kebijakan ini pemerintah melakukan kampanye stop perkawinan
anak usia dini dimulai dari tingkat desa. Bagi calon pengantin yang belum berusia 19
tahun, tetapi tetap ingin menikah, maka pihak yang berwenang dapat memberikan
dispensasi dengan menyertakan alasan yang kuat.

Sumber :
Zuliyati, Isti Chana. 2018. Proses Pengambilan Keputusan Pada Remaja yang
Meneruskan Kehamilan di Wilayah Puskesmas Sewon II Kabupaten Bantul.
Bantul: Universitas ‘Aisiyah Yogyakarta.
Ciandrya, Elsa. 2019. Pengetahuan Tentang Kehamilan Remaja Pada Orang Tua
Anak Usia Dini di Desa Muara Burnai II Kabupaten Oki, Sumatera Selatan.
Palembang; Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai