Anda di halaman 1dari 16

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Karies Gigi


Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin
dan sementum, di sebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang
diragikan. Proses karies di awali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada
permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat
bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan
fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa, gula dan glukosa), untuk
menghasilkan asam, menyebabkan pH plak akan turun menjadi di bawah 5 dalam 1-3
menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi
pada permukaan gigi. Asam yang di produksi dapat di netralkan oleh saliva, sehingga
akan meningkatkan pH dan pengambilan mineral dapat berlangsung. Keadaan ini
disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan
remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa
serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.2,3

2.2 Etiologi Karies


Karies gigi disebabkan oleh faktor penyebab primer yang langsung memengaruhi
biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor
modifikasi yang tidak langsung memengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan
karena satu kejadian saja tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama
beberapa kurun waktu. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host
atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu.
Faktor ini di gambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar 1).
Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung

Universitas Sumatera Utara


7

yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai
dan waktu yang lama.3,21,22
1. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel dan faktor
kimia. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain
itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan
membantu perkembangan karies gigi.
Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik
2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung
banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui lebih
mudah terserang karies daripada gigi permanen . Hal ini disebabkan karena enamel gigi
desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya
lebih sedikit daripada gigi permanen secara kristalografis kristal-kristal gigi desidui
tidak sepadat gigi permanen. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya
prevalensi karies pada anak-anak.3,22
2. Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi yang tidak dibersihkan. Streptococcus mutans dan laktobasilus merupakan kuman
yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang
diragikan.3,23
3.Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat memengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi bakteri yang ada pada permukaan enamel.

Universitas Sumatera Utara


8

Metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan


untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami karies pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama
sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa
karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.3,24
4. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48
bulan.3

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai


penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor
host, agen, substrat, dan waktu3

Universitas Sumatera Utara


9

2.3 Faktor Risiko Karies


Faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya karies yaitu pengalaman karies,
penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, jenis kelamin, sosial
ekonomi.3,25
1. Pengalaman karies
Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya
karies pada gigi permanennya.
2. Penggunaan fluor yang cukup
Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal
yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies karena dapat
meningkatkan remineralisasi. Jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan
harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena
pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
3. Oral Higiene
Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies
dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan
gigi, tetapi banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene
dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental disertai dengan
pemeriksaan gigi secara teratur.3,26
4. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan
mempunyai resiko karies lebih tinggi pada gigi desiduinya. Laktobasilus bukan
merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang
yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.3
5. Saliva
Fungsi saliva adalah sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih dan anti
bakteri. Faktor yang ada dalam saliva yang berhubungan dengan karies antara lain, aksi
penyangga dari saliva, komposisi kimiawi, aliran (flow), viskositas dan faktor anti

Universitas Sumatera Utara


10

bakteri. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, aktivitas karies akan meningkat
secara signifikan.3
6. Pola makan
Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat,
menyebabkan beberapa bakteri penyebab karies akan mulai memproduksi asam
sehingga terjadi demineralisasi. Saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu
proses remineralisasi diantara waktu makan. Seringnya mengonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung karbohidrat, maka enamel gigi tidak akan mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi sehingga terjadi karies.
7. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, perempuan menunjukkan tingkat
keparahan karies yang lebih tinggi daripada laki-laki. Kontribusi gen pada perempuan
diduga memengaruhi risiko terjadinya karies. Gen amelogenin pada perempuan dan
produk protein yang dihasilkan berperan dalam pembentukan enamel. Protein
amelogenin terdiri dari 90% matrix enamel, jika terjadi gangguan pada gen atau
berkurangnya produksi protein amelogenin, maka pembentukan enamel akan terganggu
sehingga kerentanan karies akan meningkat.27
Gen amelogenin pada laki-laki akan memberikan mekanisme kompensasi
terhadap gangguan yang terjadi pada kromosom X melalui produksi 10% protein
amelogenin yang sama dengan kromosom X, protein ini tidak di jumpai pada
perempuan. Kerentanan karies pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki.27
Waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat satu sampai enam bulan di
bandingkan dengan anak laki-laki yang di sebabkan oleh faktor hormonal, sehingga gigi
lebih lama terpapar dengan lingkungan rongga mulut. Penelitian Winda distribusi karies
berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 3-5 tahun, laki-laki 42,87% dan perempuan
57,13%.28 Hasil penelitian Parera PJ di Srilangka pada anak usia 2-5 tahun, perempuan
memiliki karies yang lebih tinggi (43,6%) di bandingkan dengan laki-laki (33,7%).29

Universitas Sumatera Utara


11

8. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan
sebaliknya. Hal ini dikaitakan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok
sosial ekonomi tinggi. Menurut Thirtankar (2003), pendidikan adalah faktor kedua
terbesar dari faktor sosial ekonomi setelah pekerjaan yang memengaruhi status
kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan memengaruhi
perilakunya untuk hidup sehat.3,26

2.4 Prevalensi dan Pengalaman Karies


Karies gigi dapat ditemui diseluruh dunia tanpa memandang usia, bangsa ataupun
keadaan ekonomi. Diperkirakan 90% anak usia sekolah diseluruh dunia pernah
menderita karies. Prevalensi karies tertinggi terdapat di Asia dan Amerika Latin,
prevalensi terendah terdapat di Afrika. Penelitian di negara-negara Eropa, Amerika,
Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80%-95% dari anak-anak di bawah usia 18 tahun
terserang karies gigi.30
Insiden karies gigi setiap tahunnya cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO, yaitu pada tahun 1970 nilai indeks DMFT:
0,70, pada tahun 1980 kemudian meningkat menjadi 2,30 dan pada akhir tahun 1999
menjadi 2,70. Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi
masalah dunia yang dapat memengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup. Jika tidak
diobati, karies gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan,
memengaruhi pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah.31
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menunjukkan sebanyak 25,9% penduduk Indonesia mengalami
masalah gigi dan mulut. Selain itu 68,9% masyarakat Indonesia berusia 12 tahun ke atas
tidak melakukan perawatan pada masalah gigi dan mulut yang dialaminya, data juga
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki rata- rata pengalaman karies sebesar
4,6. Menurut penelitian Ristya pada tahun 2013 terdapat karies pufa pada anak usia 3-5

Universitas Sumatera Utara


12

tahun dengan rata-rata 4,49±2,35.Hasil data tersebut menunjukkan tingkat kesadaran


masyarakat dan cara menjaga kebersihan rongga mulut masih rendah.1,8,14

2.5 Dampak Karies Tidak Terawat


Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah karies gigi. Karies pada
anak umumnya jarang diperhatikan dan tidak mendapat perawatan. Meskipun banyak
dilakukan penelitian tentang karies, tetapi masih banyak kasus karies yang masih
diabaikan. Kerusakan pada gigi yang disertai ketidaknyamanan atau sakit gigi dapat
memengaruhi berat badan, pertumbuhan dan kualitas hidup anak sebab fungsi
pengunyahan gigi akan terganggu, membuat anak rewel, gusi bengkak, anak juga akan
mengalami gangguan dalam menjalankan aktifitasnya sehari - hari, sehingga anak tidak
mau makan dan akibatnya yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi. Menurut Martapura,
akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada
mulut melalui aliran darah, saluran pernafasan, saluran pencernaan apalagi bila anak
menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun
dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi desidui sudah berlubang dan rusak
maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya.32,33
Penelitian yang lain juga menyatakan bahwa karies yang tidak dirawat yang telah
mengenai pulpa dapat menyebabkan anak kurang tidur. Setidaknya ada tiga mekanisme
utama mengapa karies gigi dapat berdampak pada kualitas hidup anak. Pertama, karies
yang tidak ditangani akan menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman, hal ini akan
menyebabkan menurunnya selera makan karena anak merasa sakit ketika makan.
Kedua, dengan adanya rasa sakit, maka kualitas hidup anak akan terganggu dimana
kemungkinan anak tidak bisa tidur pada malam hari yang akan memengaruhi proses
pertumbuhan, gangguan pada saat tidur dapat memengaruhi produksi glukosteroid dan
menghambat tumbuh kembang anak. Tidak semua karies gigi berpengaruh dengan
kesehatan umum, tetapi sangat berpengaruh pada kualitas hidup anak. Mekanisme
ketiga yaitu pada karies yang tidak dirawat dengan keterlibatan pulpa akan
menyebabkan inflamasi kronik dan abses dimana akan memengaruhi pertumbuhan dan

Universitas Sumatera Utara


13

perbaharuan sel-sel hemoglobin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia atau
penyakit kronis lainnya di karenakan produksi sel merah yang terganggu.18,34

2.6 Indeks Massa Tubuh


Indeks massa tubuh adalah alat ukur yang digunakan untuk mendefenisikan status
berat badan anak, remaja, dan dewasa. Interpretasi indeks massa tubuh tergantung pada
usia dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh
yang berbeda. Indeks massa tubuh pada anak berubah sesuai usia dan peningkatan
panjang dan berat badan.
Indeks massa tubuh mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak
tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi
berskala besar. Pengukurannya hanya menggunakkan dua hal yakni berat badan dan
tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan
sedikit latihan.35 Salah satu keterbatasan indeks massa tubuh adalah tidak bisa
membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Indeks massa
tubuh juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh.
Perhitungan nilai indeks massa tubuh dapat diperoleh sebagai berikut:35

Indeks Massa Tubuh =

Perhitungan indeks massa tubuh pada anak-anak dan dewasa menggunakan


metode yang sama, untuk orang dewasa interpretasi tidak berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010,
pengukuran IMT mengacu pada standar antropometri World Health Organization
(WHO) tahun 2005, setelah dilakukan perhitungan IMT, sesuaikan dengan tabel usia
dan jenis kelamin dalam Z-score (Lampiran 8).35

Universitas Sumatera Utara


14

Tabel 1. Kategori IMT menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia35

Ambang batas (Z-score) Kategori IMT

Indeks Massa Tubuh <-3 SD Sangat Kurus


menurut usia
-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus
(IMT/U) Anak usia
0-60 bulan -2 SD sampai dengan 2 SD Normal

>2 SD Gemuk

Indeks Massa Tubuh <-3 SD Sangat Kurus


menurut usia
-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus
(IMT/U) Anak usia
5-18 tahun -2 SD sampai dengan 1 SD Normal

>1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk

>2 SD Obesitas

2.7 Indeks Karies


Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat
digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang
ringan sampai berat. Mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan
indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks karies
yang biasa digunakan seperti indeks deft dan indeks pufa (pengukuran ini di gunakan
untuk gigi desidui).17

2.7.1 Indeks deft Klein


Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938
untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi

Universitas Sumatera Utara


15

pemeriksaan pada gigi (deft). Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang
tersedia langsung di isi kode d (gigi yang karies), e (gigi yang dicabut), f (gigi yang
ditumpat) dan kemudian dijumlahkan semua kode. Gigi permanen dan gigi desidui
hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled tooth)
sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) digunakan untuk gigi desidui.
Termasuk dalam d (decayed) adalah :
1. Semua gigi susu yang mengalami karies.
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen.
3. Gigi dengan tumpatan sementara.
Termasuk dalam e (extracted) adalah :
1. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies.
Termasuk dalam f (filling) adalah :
1. Semua gigi dengan tumpatan permanen.
Nilai def total dihitung dengan menjumlahkan d+e+f, dan nilai yang mungkin untuk
seorang anak dengan gigi desidui adalah 0-20.

2.7.2 Indeks pufa


Indeks pufa digunakan untuk menilai keadaan pulpa yang terlibat, ulserasi dari
mukosa akibat fragmen akar, fistula dan abses. Lesi disekeliling karies yang tidak
berhubungan dengan keterlibatan pulpa sebagai akibat karies tidak dicatat. Indeks pufa
adalah indeks untuk menilai keadaan rongga mulut karena karies yang tidak dirawat
sehingga meluas sampai ke pulpa.15
Pengukuran dilakukan secara visual dan menggunakan alat yang minimal (kaca
mulut dan senter) karena kurangnya pengalaman peneliti dalam melihat pufa pada
rongga mulut anak. Hanya satu skor yang diberikan untuk satu gigi. Kriteria pemberian
kode untuk indeks pufa:
p : Keterlibatan pulpa dicatat saat terbukanya pulpa atau ketika struktur mahkota
gigi hancur karena proses karies dan hanya fragmen akar yang tertinggal. (Gambar 2 a
dan b)

Universitas Sumatera Utara


16

u: Ulserasi dicatat ketika bagian yang tajam dari gigi dengan karies mencapai
pulpa atau fragmen akar yang telah menyebabkan ulser traumatikus pada jaringan lunak
di dekatnya. (Gambar 3 c dan d)
f : Fistula dicatat ketika adanya sinus tract yang berhubungan dengan gigi karies
mencapai pulpa. (Gambar 4 e dan f)
a : Abses dicatat ketika adanya pus dan pembengkakan yang berhubungan dengan
gigi dengan karies mencapai pulpa. (Gambar 5 g dan h)

Gambar 2. (a dan b) Keterlibatan pulpa p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telah hancur
oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal 15

Gambar 3. (c dan d) Ulserasi u, traumatik ulser pada jaringan lunak (lidah dan mukosa)
karena gigi atau sisa akar 15

Universitas Sumatera Utara


17

Gambar 4. (e dan f) fistula f, saluran sinus mengeluarkan nanah15

Gambar 5. (g dan h) dento-alveolar abses 15

Indeks pufa ini tidak menggunakan skor pada kolom yang tersedia langsung di isi
kode p (keterlibatan pulpa), u (ulserasi akibat trauma), f (adanya fistula), a (adanya
abses). Jumlah pufa dihitung per orang secara kumulatif dengan menjumlahkan
p+u+f+a. Pengalaman pufa untuk suatu populasi dihitung sebagai rerata dan memiliki
nilai desimal (Tabel 2).15

Universitas Sumatera Utara


18

Tabel 2. Tabel pufa

2.8 Hubungan Karies yang Tidak dirawat dengan Indeks Massa Tubuh
Keadaan mulut yang buruk, misalnya kehilangan banyak gigi, akibat karies yang
tidak dirawat akan menganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut sehingga akan
memengaruhi asupan makanan yang masuk kedalam tubuh serta mempunyai dampak
pada kualitas hidup. Pada masa anak-anak karies yang tidak dirawat akan menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa takut, dan gangguan tidur. Kesehatan mulut yang terganggu
akibat karies yang tidak dirawat ini akan memengaruhi anak secara fisik, psikologis,
tumbuh kembang, berbicara, mengunyah, menikmati makanan, dan bersosialisasi di
lingkungan. Sejauh ini, belum banyak penelitian yang menghubungkan antara skor pufa
dengan indeks massa tubuh seseorang, sehingga hubungan yang dapat diperoleh
hanyalah sebatas hasil dari penelitian. 33,37
Menurut Dua R dalam penelitiannya pada anak berusia 4-14 tahun di india
menunjukkan bahwa anak- anak dengan status sosial ekonomi yang rendah mempunyai
rata- rata skor PUFA/pufa yang lebih tinggi dan mempunyai indeks massa tubuh di
bawah batas normal (kurus) dibandingkan dengan anak lainnya. Penelitian Edalat di

Universitas Sumatera Utara


19

Iran pada anak usia 3-6 tahun, rata-rata dmftnya 4,13. Pada penelitian ini menunjukkan
tidak ada hubungan antara karies yang tidak dirawat dengan indeks massa tubuh.18
Penelitian Shahraki T yang meneliti hubungan karies dengan indeks massa tubuh
menunjukkan bahwa skor rata- rata DFT pada anak dalam kategori gemuk lebih tinggi
jika dibandingkan dengan anak pada kategori kurus dan normal. Dapat dilihat dari hasil
penelitian diatas bahwa hubungan antara kategori indeks massa tubuh dengan skor
PUFA/pufa ataupun insidensi terjadinya karies belumlah jelas. Sifat multifaktorial dari
penyebab karies yang menyebabkan hasil dari penelitian dapat menjadi berbeda.38

Universitas Sumatera Utara


20

2.9 Kerangka Teori

Faktor risiko
1. Pengalaman karies
2. Penggunaan fluor
3. Oral higine
Etiologi 4. Usia
- Host 5. Jumlah bakteri
- Mikroorganisme 6. Saliva
- Substrat 7. Pola makan
- Waktu 8. Jenis kelamin
9. Sosial ekonomi

Karies

Indeks Dampak
Karies Karies

Indeks Klein Indeks pufa Dirawat Tidak dirawat


(deft) p = pulpa
d = decay u = ulserasi
f = fistula
e = extracted a = abses Tumbuh kembang
f = filling -Berat badan
t= tooth -Tinggi badan

Indeks Massa Tubuh

Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

Universitas Sumatera Utara


21

2.10 Kerangka Konsep

Kelompok I

deft = 1-5

Jenis kelamin Indek Massa Tubuh


• Laki-laki
• Perempuan Kelompok II • Kurus
• Normal
Usia deft > 5
• 3-5 tahun • Gemuk

Kelompok III

deft ≥1

dan pufa ≥1

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai