Anda di halaman 1dari 58

10 PENYAKIT PEDIATRI

Terimakasih Catatan Maya, Catatan Raphaela, PPM Revisi, Lecture SPV, dan Google.

10 Penyakit Pediatri

A. Asma
• Definisi:

(IDAI) Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang


mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktifitas saluran respiratori dengan derajat
keparahan yang bervariasi. Manifestasi klinis asma berupa batuk, wheezing, sesak nafas,
dada tertekan yang timbul secara kronik dan berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.

• Faktor risiko:

• Modifiable: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, rendahnya
pendidikan ibu, ventilasi rumah yang tidak memadai.

• Non-modifiable: Riwayat atopi orang tua, genetik.

• Patogenesis:

APC utama pada saluran respiratori adalah sel dendritik. Ketika antigen masuk ke
saluran respiratori, sel dendritik akan menangkap antigen tersebut dan bermigrasi ke
tempat yang banyak limfosit. Di tempat ini, sel dendritik akan menjadi APC yang matang
akibat adanya sitokin-sitokin. APC yang matang menyebabkan polarisasi Th0 (Th naif)
menjadi Th1 atau Th2 (polarisasi dilihat dari IL-12 + atau -). Bila IL-12(+) maka Th0
menjadi Th1, mengeluarkan sitokin berupa IFN-γ, TNF-β, dan IL-2. Bila IL-12(-) maka Th0
menjadi Th2, mengeluarkan sitokin yang berkaitan dengan kejadian asma seperti IL-4,
IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin-sitokin yang dikeluarkan oleh Th2 ini mengaktifasi IgE,
sel mast, basofil, dan eosinofil sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi (histamin,
prostaglandin, leukotrien, dan enzim). Mediator-mediator ini menginduksi:

• Kontraksi otot polos saluran respiratori, yang merupakan mekanisme utama


penyempitan saluran respiratori dan umumnya membaik dengan bronkodilator.

• Edema saluran napas, akibat adanya kebocoran mikrovaskuler selama eksaserbasi


akut.

• Penebalan saluran napas, karena perubahan struktural (remodelling akibat TNF-β)


yang umumnya irreversibel

• Hipersekresi mukus, menyebabkan mucus plugging.

Proses ini menyebabkan terjadinya obstruksi jalur nafas. Hal ini menyebabkan munculnya
gejala-gejala asma.

• Diagnosis:

Diagnosis dari asma ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta


pemeriksaan penunjang.

• Anamnesis, dikeluhkan batuk, sesak, atau rasa dada tertekan dengan karakteristik:

- Gejala timbul secara episodik dan berulang.

- Timbul bila ada faktor pencetus, misalkan iritan (asap rokok, bakaran sampah,
suhu dingin, udara kering, makanan), alergen (debu, tungau, bulu hewan, pollen),
infeksi respiratori akut (virus, flu, rinofaringitis), dan aktivitas fisik (lari, teriak,
menangis).

- Adanya riwayat atopi pada keluarga.

- Variabilitas (intensitas gejala yang bervariasi, umumnya memburuk pada malam-


dini hari)

- Reversibilitas (gejala dapat membaik secara spontan atau dengan obat pereda
asma).

• Pemeriksaan fisik, pada keadaan stabil tidak ditemukan gejala, sedangkan pada
keadaan bergejala, dapat terdengan wheezing, baik audible wheezing atau dengan
stetoskop. Perlu juga dicari tanda atopi lain seperti dermatitis atopi, rinitis alergi,
allergic shiners, geographic tounge.

• Pemeriksaan penunjang, untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat


obstruksi, hiperreaktifitas, dan inflamasi saluran pernapasan, atau atopi.

- Spirometri / Peak Flow Meter (PFM) untuk uji fungsi paru sekaligus uji reversibilitas
dan variabilitas. Bermakna bila terdapat gambaran obstruksi (FEV1 <80% nilai
prediksi atau FEV1/FVC <90%), kemudian setelah diberikan bronkodilator uji
reversibilitas terjadi peningkatan FEV >12%, variabilitas menunjukkan PEFR harian
>13%.

- Bila spirometri/PFM tidak tersedia, dapat dipantau respon pemberian β-agonis


inhalan selama 3-5 hari. Apabila berespon maka asma ditegakkan, bila tidak maka
dilanjutkan dengan pemberian steroid sistemik 3-5 hari. Bila berespon maka asma
ditegakkan.

- Skin prick test, eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.

- Uji inflamasi saluran napas (FeNO-Fractional exhaled nitric oxide), eosinofil


sputum.

- Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik.

- Pengecekan lain sesuai indikasi (tes tuberkulin, x-ray, uji reflux gastro-esofagus).

• Tahapan penegakkan diagnosis meliputi:

- Diagnosis kerja, asma ditegakkan sesuai alur diagnosis, kemudian diberi


tatalaksana umum (menghindari pencetus, pereda, dan tatalaksana penyakit
penyulit).

- Diagnosis klasifikasi kekerapan, dibuat dalam 6 minggu pertama. Klasifikasinya


adalah (PNAA 2015):

- Intermiten, episode gejala <6x/tahun dengan jarak antar gejala <6 minggu.

- Persisten ringan, episode gejala >1x/bulan tetapi <1x/minggu.

- Persisten sedang, episode gejala >1x/minggu, tetapi tidak setiap hari.

- Persisten berat, episode gejala terjadi hampir setiap hari.

- Diagnosis derajat kendali, dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka


panjang awal. Digunakan untuk menentukan terapi step up, maintanance, atau
step down dari terapi saat ini. Klasifikasinya adalah:

- Asma terkendali penuh (well controlled), tanpa obat pengendali pada klasifikasi
intermiten dan dengan obat pengendali pada klasifikasi persisten (ringan/
sedang/berat).

- Asma terkendali sebagian (partially controlled).

- Asma tidak terkendali (uncontrolled).

- Diagnosis keadaan saat ini, meliputi:

- Tanpa gejala.

- Ada gejala.

- Serangan ringan/sedang.

- Serangan berat,

- Serangan berat dengan ancaman gagal napas.

• Tatalaksana:

Medikamentosa, dibagi menjadi 2 kelompok besar, obat pengendali asma


(controller) dan obat pelega asma (reliever).

• Tatalaksana Asma Jangka Panjang

- ICS (Inhaled Corticosteroid), merupakan pengendali paling efektif.

- Budesonid (DPI): Dosis harian rendah (200-400μg), sedang (400-800μg), tinggi


(>1000μg) 2 x 1.

- Cidesonide (HFA): Dosis harian rendah (80-160μg), sedang (160-320μg), tinggi


(>320μg) 1 x 1.

- LABA (Long Acting B2-Agonist), dikombinasi dengan ICS.

- Formeterol (inhalan): 12mcg 2 x 1

- Salmeterol (inhalan): 50mcg 2 x 1

- LTRA (Leukotrine Receptor Antagonist), pilihan lain selain ICS, dapat dikombinasi
dengan ICS, memiliki efek terapetik yang lebih rendah.

- Montelukast (oral): 4-5 mg 1 x 1

- Teofilin lepas lambat, bisa tunggal ataupun kombinasi ICS, pemberian tidak boleh
lebih dari 10mg/Kg/BB karena efek samping dapat timbul berupa mual muntah,
anoreksia, palpitasi, takikardia, aritmia.

- Anti-IgE, antibodi monoklonal yang dapat mengurangi kadar IgE bebas dalam
serum, diberikan apabila ICS dosis tinggi dan LABA gagal. Harus dibawah
supervisi dokter spesialis karena sering menyebabkan anafilaktik.

- Omalizumab (inj. sc): 2-4 minggu sekali

Dalam 6 minggu setelah tatalaksana awal dan memulai pengendalian asma,


dilakukan penilaian derajat kendali.

Dalam pengendalian asma, dilakukan berdasarkan jenjang pengendalian asma. Terdapat


4 jenjang pengendalian asma:

- Jenjang 1: tanpa obat

- Jenjang 2: pilihan pertama ICS dosis rendah, pilihan lain LTRA.

- Jenjang 3: pilihan pertama ICS dosis rendah+LABA, pilihan lain ICS dosis sedang,
ICS dosis rendah+LTRA, ICS dosis rendah+teofilin lepas lambat.

- Jenjang 4: ICS dosis sedang+LABA, pilihan lain ICS dosis tinggi+LABA, ICS dosis
tinggi+LTRA, ICS dosis tinggi+teofilin lepas lambat.

- Pada jenjang 4 bila masih belum terkendali maka diberikan omalizumab.

- SABA diberikan bila ada serangan.

- Selama terapi harus menghindari pencetus.

- Catatan:

- Penetapan awal jenjang disesuaikan dengan klasifikasi kekerapan, bila


intermitten maka jenjang 1, bila persisten maka jenjang 2-4.

- 6-8 minggu memburuk maka step up, 8-12 minggu membaik maka step
down.

- Harus mempertimbangkan aspek penghindaran pencetus.

- Bila jenjang 3 masih gagal, maka kasus termasuk asma sulit, sehingga harus
dirujuk ke konsultan respirologi anak.

• Tatalaksana Serangan Asma

Serangan asma adalah episode peningkatan gejala asma yang progresif. Serangan
asma mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang atau terpapar pencetus.
Tahapan tatalaksana dibagi 2:

- Tatalaksana di rumah, dilakukan oleh pasien/orangtua, berupa SABA 2 kali.

- Tatalaksana di fasyankes, bila tatalaksana di rumah gagal.

- SABA, digunakan sebagai tatalaksana awal.

- Salbutamol (MDI+spacer atau nebulizer): 1-2mg/Kg dosis maksimal 40mg,


bisa diulang 3 kali dalam 1 jam (jarak 20 menit).

- Terbutalin

- Ipratropium bromida, digunakan kombinasi bila derajat berat atau saat


pemberian SABA ketiga, 4-6 puff MDI+spacer (20 mcg/puff).

- Aminofilin IV, pada serangan asma berat atau asma yang tidak berespon dengan
pengobatan. Bolus inisial pelan 6-8mg/KgBB dalam 20 menit dilanjutkan dengan
drip 1mg/KgBB. Target aminofilin serum 10-20ug/mL (dievaluasi setelah 1-2 jam
pemberian bolus).

- Steroid sistemik, diberikan secara kombinasi pada semua derajat asma.

- Metilprednisolone (oral): 0,5-1mg/KgBB/hari tiap 6 jam, sediaan tab 4mg, 8mg

- Prednisone (oral): 0,5-1mg/KgBB/hari tiap 6 jam, sediaan tab 5mg.

- Adrenaline, diberikan bila tidak tersedia obat-obatan lain, 0,01mL/KgBB


adrenaline 1:1000 dengan dosis maksimal 0,5 mL.

B. Bronkiolitis
• Definisi

Infeksi saluran bronkiolus yang disebabkan oleh virus (biasanya Respiratory


Syncytial Virus (RSV)) dan ditantai dengan adanya obtruksi saluran napas dan mengi.

• Faktor Risiko

• Modifiable: Higienitas buruk, pendidikan rendah, tinggal di kawasan padat.

• Non-modifiable: Musim RSV (penghujan), imunitas rendah.

• Patogenesis

Bronkiolitis didahului dengan adanya infeksi virus saluran napas bagian atas.
Akibat adanya infeksi, muncul respon inflamasi akut yang menyebabkan terjadinya
edema, hipersekresi mukus, dan pengumpulan debris-debris seluler. Hal ini menyebabkan
terjadinya hambatan udara. Ketika udara terhambat, terjadi air trapping dan hiperinflasi
paru. Akibatnya, terjadi gangguan ventilasi dan perfusi dan menyebabkan hipoksemia dan
hipercapnia. Tetapi, seperti halnya infeksi virus lain, umumnya bronkiolitis bersifat self
limiting.

• Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan hanya melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan untuk menilai derajat keparahan dan
menyingkirkan DD.

• Anamnesis, dikeluhkan sesak atau mengi YANG didahului dengan demam sub febris
serta batuk pilek + 5 hari. Bila parah, bisa dikeluhkan sulit makan dan minum.
Ditanyakan juga faktori risiko atau DD, seperti riwayat asma, riwayat persalinan,
lingkungan rumah.

• Pemeriksaan fisik, didapatkan wheezing, ronki, atau crackles pada auskultasi thoraks,
napas cuping hidung, retraksi dada, hiperinflasi dada, sianosis, dan ekspirasi
memanjang.

• Penunjang, dengan gold standard RSV test. Bisa juga dilakukan AGD, chest x-ray.

- Cara membedakan bronkiolitis dan asma adalah riwayat atopi serta perjalanan
penyakit. Asma jarang didahului dengan demam.

• Derajat Penyakit

• Ringan

- RR dbn

- Pertukaran udara bagus

- tanpa retraksi

- tanpa dehidrasi

- Ekspirasi memanjang

• Sedang

- RR meningkat

- Retraksi sedang

- Pemanjangan fase ekspirasi

• Berat

- RR >70x/menit

- Retraksi nyata

- SpO2 <94%

- Merintih

- Anak dehidrasi dan tampak toksik

• Tatalaksana

• Oksigenasi, nasal canule >2L/menit maksimal 8-10L/menit sampai saturasi oksigen


normal.

• Cairan, untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat evaporasi cairan berlebihan


oleh hiperventilasi dan sulit makan minum. Melalui IV, dosis maintenance:

- 10 Kg pertama: 100mL/KgBB/hari.

- 10 Kg kedua: 50mL/KgBB/hari.

- Selebihnya: 20 mL/KgBB/hari.

• Bronkodilator:

- Salbutamol 0,05-0,1mg/KgBB/kali @ 6 jam, dicampurkan dalam NaCl 0,9% hingga


total 4mL, dihabiskan dalam 10 menit.

- Sediaan: Ventolin 2,5mg/2,5mL

• Kortikosteroid:

- Dexamethasone bolus 1mg/KgBB diikuti dengan dosis 0,5-1mg/KgBB/hari @ 8


jam. Dexa memiliki efek samping pertumbuhan anak paling minimal.

• Antiviral:

- Ribavin (nebulizer) 20mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 1 minggu.
Ribavin diberikan apabila curiga mengarah ke berat.

C. Pneumonia

• Definisi

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang dihubungkan dengan konsolidasi


ruang alveoli paru.

Pneumonitis merupakan istilah umum untuk inflamasi paru, dengan atau tanpa
adanya konsolidasi.

Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang berpusat pada bronkiolus dan


berperan terhadap produksi eksudat mukopurulen sehingga menyumbat saluran
rispiratori kecil, menyebabkan konsolidasi patchy dari parenkim yang bersangkutan.

Pneumonitis interstitial adalah inflamasi interstitial yang terdiri dari dinding


alveolus, duktus, sakus alveolus, dan bronkiolus.

CAP adalah pneumonia yang terjadi di komuitas pada pasien yang belum pernah
dirawat inap 14 hari sebelum onset atau <4 hari di rawat inap sebelum onset.

• Etiologi:

• Neonatus: Streptococcus B

• 1-2 bulan: Virus, RSV

• 1-5 tahun: Virus, RSV

• >5 tahun: Streptococcus pneumoniae

• Pembagian

• Berdasarkan anatomi:

- P. lobaris

- P. lobularis (bronkopneumonia)

- P. Interstitial

- Pleuropneumonia

• Berdasarkan etiologi: Virus, bakterial, pneumokokus, streptokokus, aspirasi, hipostatik

• Faktor Risiko

• Modifiable: Gastric refluks, malnutrisi, ASI kurang, imunisasi kurang, iritan

• Non modifiable: Penyakit paru (asma), kelainan anatomi (fistula trakeoesofageal), AIDS

• Perjalanan Penyakit

• Stadium kongesti (24 jam)

- Terjadi infiltrasi sel radang ke alveoli sehingga terjadi edema.

- Mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitar.

• Stadium hepatisasi merah (2-3 hari)

- Terjadi konsolidasi akibat berkumpulnya eritrosit, sel epitel, cairan edema, kuman
dan mendilatasi maksimal kapiler alveolus.

- Kongesti paru.

- Konsistensi mirip hepar.

• Stadium hepatisasi kelabu (2-3 hari selanjutnya)

- Terjadi deposisi fibrin dan PMN.

- Terjadi fagositosis cepat.

• Stadium resolusi (hari ke 5-7)

- Makrofag di alveoli meningkat.

- Sel degenerasi, fibrin menipis.

- Kuman dan debris menghilang.

- Antibiotik dapat memotong stadium.

• Diagnosis

• Anamnesis, ditemukan keluhan demam tinggi, sakit kepala, nafsu makan turun, sesak
napas, gelisah, batuk.

• Pemeriksaan fisik didapatkan tanda pneumonia:

- Retraksi dinding dada

- Fremitus melemah

- Pekak pada perkusi

- Suara napas melemah

- Ronkhi basah halus

- Dijumpai “anggukan kepala”, kaku kuduk, nyeri dada, friction rub, dan nyeri
abdomen.

• Pemeriksaan penunjang

- DL: leukositosis dominan PMN

- Mikrobio: usapan

- X-Ray:

- Infiltrat lobaris: Bakteri

- Infilitrat patchy: Bakteri atau virus

- Infiltrat interstitial: Virus

• Secara klinis, untuk membedakan bakteri dan virus:

• Virus: Mengi, stridor, demam tidak tinggi, leukosit tidak meningkat, streaky infiltrate.

• Bakteri: Demam tinggi, menggigil, suara napas turun, redup, leukosit meningkat,
konsolidasi lobar, efusi pleura.

• Derajat Penyakit (Berdasarkan sianosis, sesak, dan RR)

• Bukan pneumonia

• Pneumonia tidak berat

- Batuk+takipnea (cepat dan dangkal)

- <2 bulan: 60x/menit

- 2-12 bulan: 50x/menit

- 1-5 tahun: 40x/menit

- Ronkhi, suara napas turun, suara napas bronkial

• Pneumonia berat

- Batuk/sesak disertai dengan salah satu:

- Retraksi dada

- Napas cuping hidung

- Grunting (merintih)

• Pneumonia sangat berat

- Batuk/sesak disertai dengan salah satu:

- Sianosis sentral

- Tidak bisa minum

- Muntah

- Kejang, letargi, kesadaran menurun

- Anggukan kepala

• Klasifikasi WHO: Bukan pneumonia; pneumonia (takipnea+retraksi dinding dada);


pneumonia berat (jika ada tanda bahaya).

• DD: Bronkiolitis akut.

• Tatalaksana:

• Oksigenasi, nasal canule 2L/menit hingga saturasi oksigen normal.

• Demam:

- Paracetamol 10mg/KgBB/kali.

- Sediaan:

- Tab: 100mg, 120mg, 250mg, 500mg, 650mg

- Syrup: 120mg/5mL, 160mg/5mL, 250mg/5mL

- Drop: 100mg/mL

- Supp: 125mg, 250mg

- Infusion: 10mg/mL

• Bronkodilator

- Salbutamol 0,05-0,1mg/KgBB/kali @ 6 jam, dilarutkan dalam NaCl 0,9% hingga 4


mL, dihabiskan dalam 10 menit.

- Sediaan: Ventolin 2,5mg/2,5mL

• Kortikosteroid

- Dexamethasone bolus 1mg/KgBB diikuti dengan 0,5-1mg/KgBB/hari @ 6 jam.

• Antibiotik

• Pneumonia tidak berat (rawat jalan)

- Amoksisilin 40mg/KgBB/kali @ 12 jam selama 5 hari.

• Pneumonia berat & sangat berat (rawat inap)

- Ampisilin 50mg/KgBB/kali IV @ 6 jam + gentamisin 7,5mg/KgBB/kali IV @ 12 jam


selama 5 hari.

- Jika dalam 48 jam tidak membaik, maka AB diganti dengan seftriakson 50-75mg/
KgBB/hari IV @ 12 jam selama 5 hari.

- Sediaan amoksisilin:

- Tab: 250mg, 500mg

- Syrup: 125mg/5mL

• Catatan

• Wheezing:

- Benda asing: monofoni dan terlokalisir.

- Bronkiolitis: monofoni, seluruh lapang paru.

- Asma: polifoni.

• Ronkhi basah halus terjadi saat akhir inspirasi dan awal ekspirasi, wheezing saat
ekspirasi.

• Trias Pneumonia: Demam tinggi, batuk, sesak.

D. Diare

• Definisi

Diare adalah bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x/hari)


disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cari dengan/tanpa darah. Kandungan
air dalam tinja melebihi normal bila >10mL/KgBB/hari. Diare dikatakan akut bila <14 hari,
umumnya berlangsung selama 7 hari dan self limiting.

Bila diare terjadi lebih dari 14 hari, maka disebut diare persisten bila disebabkan
oleh infeksi usus atau diare kronik bila tidak disebabkan oleh infeksi usus.

• Etiologi

• Infeksi:

- Virus: Rotavirus, adenovirus.

- Bakteri: Shigella, salmonella, e. coli.

- Parasit: Amoeba.

• Konsumsi:

- Antibiotik dan obat-obatan lain

- Alergi makanan, seperti alergi protein susu sapi (CMPA), alergi kedelai

• Kelainan cerna:

- Defisiensi sukrasi, isomaltase

- Malabsorpsi

- Intoleransi laktosa

• Patofisiologi

• Osmotic diarrhea: Didasari adanya nutrien yang tidak diserap (contoh pada intoleransi
laktosa), sehingga nutrien tersebut berfermentasi di saluran usus. Fermentasi akan
mengakibatkan terproduksinya asam organik dan gas. Hasl fermentasi ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal yang menghambat
reabsorpsi air dan elektrolit.

• Secretory diarrhea: Terdapat infeksi bakteri yang melepaskan enterotoksin di dalam


usus. Enterotoksin ini merangsang c-AMP dan c-GMP dan menyebabkan peningkatan
kapasitas sekresi sel kripte. Hal ini menyebabkan terjadinya kehilangan air dan
elektrolit yang berlebihan. Selain itu, enterotoksin juga mengaktivasi guanilat suklase
yang menyebabkan peningkatan perubahan ADP menjadi ATP. Hal ini menyebabkan
peningkatan motilitas dan sekresi usus.

• Invasive diarrhea: Dibagi dua, disentri (Shigella) dan non disentri (Rotavirus). Patogen
secara langsung merusak villi usus, sehingga terjadi pertumbuhan villi usus yang baru.
Akan tetapi, villi usus yang baru tidak memiliki laktose, sehingga terjadi proses yang
mirip dengan osmotic diarrhea.

• Diagnosis

• Anamnesis

Anamnesis digunakan untuk mengetahui apakah diare tersebut primer atau


sekunder (ditanya penyakit dasar lain seperti batuk sesak (pneumonia), frekuensi dan
nyeri kemih (ISK), sakit telinga (otitis media), atau demam disertai perubahan kesadaran
(meningitis, ensefalitis, sepsis)). Selain itu, anamnesis juga berguna untuk menilai
beratnya gejala dan risiko komplikasi seperti dehidrasi (ditanyakan frekuensi, volume,
lama diare).

• Pemeriksaan fisik

Pemfis dilakukan untuk memperkirakan derajat dehidrasi dan mencari tanda-tanda


penyakit penyerta. BB diukur saat datang untuk mengetahui kehilangan cairan dan
parameter keberhasilan terapi. Napas cepat merupakan tanda asidosis metabolik. Tugor
kulit dapat diuji dengan tes cubit kulit perut, bila melambat kembali artinya terjadi
dehidrasi. Malabrsorpsi dapat dilihat dari eritema perianal atau dermatitis popok.

• Pemeriksaan penunjang

- DL

- Feses lengkap

- Kultur feses

- Dilakukan bila diare tidak sembuh dalam 5-7 hari.

Tanda Derajat Dehidrasi


Gejala Tanpa Ringan/Sedang Berat

Anamnesis
• Diare
1-3x
3x atau lebih
Terus menerus,
banyak

• Muntah
Tidak ada/sedikit
Kadang-kadang
Biasanya sering

• Rasa haus
TIdak ada/sedikit
Haus
Hasu sekali/tidak
mau minum

• Kencing
Normal
Sedikit, pekat
Oligouri

• Nafsu makan/ Normal Nafsu makan Tidak bisa makan,


aktifitas berkurang, aktifitas sangat lemas
menurun
Pemeriksaan fisik
A. Inspeksi
• KU
Baik
Mengantuk/gelisah
Gelisah/tidak sadar

• Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung

• Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada

• Mulut/lidah
Basah
Kering
Sangat kering

• Napas
Normal
Lebih cepat
Cepat dan dalam

B. Palpasi
• Turgor
Kembali cepat
Kembali pelan
Kembali sangat
pelan >2 detik

Normal
Lebih cepat
Sangat cepat/tidak
• Nadi

teraba

• Ubun-ubun
Normal
Cekung
Sangat cekung

C. Kehilangan
Sedikit 5-9% >10%

berat badan

Kesimpulan 2 atau lebih gejala:


2 atau lebih gejala:
2 atau lebih gejala:

Tidak dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat


sedang

• Berdasarkan MTBS:

• Tanpa dehidrasi

- TIdak ada tanda-tanda dehidrasi apapun.

• Dehidrasi ringan/sedang

- Gelisah, rewel

- Mata cekung

- Haus, minum lahap

- Cubitan kulit perut kembali lambat

• Dehidrasi berat

- Letargi/tidak sadar

- Mata cekung

- Tidak mau minum

- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat

• Tatalaksana

LINTAS Diare (OZAWA)

• Oralit (Cairan)

- Tanpa dehidrasi: Oralit osmolaritas rendah 10mL/KgBB setiap kali BAB.

- Dehidrasi ringan/sedang: Lakukan Upaya Rehidrasi Oral (URO)

- Dalam 3 jam pertama, berikan oralit 75mL/KgBB. Bila BB tidak diketahui:


(minimal) <1 tahun 300mL, 1-5 tahun 600mL, >5 tahun 1200mL, Dewasa 2400
mL.

- Bila rehidrasi berhasil, lanjutkan oralit 10mL/KgBB setiap BAB

- Dehidrasi berat:

- RL atau NaCl 0,9% IV 100mg/KgBB dihabiskan:

- <12 bulan:

Pemberian I 30mL/KgBB dalam 1 jam

Pemberian II 70mL/KgBB dalam 5 jam

- >12 bulan:

Pemberian I 30mL/KgBB dalam 1/2 sampai 1 jam

Pemberian II 70mL/KgBB dalam 2 1/2 sampai 3 jam

- Pemberian I diulangi bila tidak ada perbaikan atau nadi tidak teraba/lemah

- Nilai kembali tiap 1-2 jam, bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan IV.

- Segera berikan oralit bila sudah bisa minum, 5mL/KgBB/jam.

- Evaluasi lagi dalam 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak).

• Nutrisi

- Lanjutkan ASI dan makanan sebelum diare

- Hindari makanan pencetus dan tinggi serat

• Zinc

- DIberikan selama 10-14 hari.

- <6 bulan 10mg/hari

- >6 bulan 20mg/hari

• Antibiotika (sesuai indikasi), berikan bila ada demam.

• Wejangan (edukasi)

- Pencegahan diare, dengan ASI eksklusif 6 bulan, higienitas, jaga makan dan
minum, imunisasi campak

- Edukasi, ASI atau susu formula harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelah diare sembuh.

• Catatan

• Functional diarrhea/toddler diarrhea: Akibat intake pemanis yang terlalu banyak,


absorbsi disakarida overwhealming di usus, sehingga menyebabkan osmotic diarrhea.

• Osmotic Gap= 290-2 (Na+K). Secretory diarrhea ketika osmotic gap <50.

• Diare yang disebabkan oleh penggunaan AB disebabkan oleh Clostridium difficile.

• Tes untuk intoleransi laktosa adalah restriksi laktosa dan laktosa breath hydrogen test.

E. Kejang Demam
• Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh di atas 38 derajat C (dengan
metode pengukuran apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial (disebabkan
oleh proses ekstrakranial).

Tidak termasuk:

- Adanya gangguan elektrolit

- Usia dibawah 1 bulan

- Ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

- *Bila terjadi pada anak <6bulan/>5 tahun, pikirkan penyebab SSP atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan dengan demam.

• Faktor Terjadinya KD

• Cepatnya peningkatan suhu yang terjadi (akut).

• Demam yang berperan umumnya akibat infeksi saluran pernapasan*, pencernaan,


urogenital, serta imunisasi.

• Patofisiologi

Pada saat demam, terjadi kelainan anatomi, fisiologi, serta biokimia. Salah satu
kelainan yang terjadi adalah adanya gangguan permeabilitas sel, termasuk sel neuron.
Sehingga, ion Na2+ lebih mudah masuk ke sel neuron dan mendorong ion K+ keluar. Hal
ini menjadikan sel neuron tereksitasi dan berujung pada terjadinya bangkitan kejang.

• Klasifikasi KD

• KD simple

- Terjadi <15 menit dan hilang sendiri.

- Generalized tonic-clonic seizures, tanpa gerakan fokal.

- Hanya terjadi 1x dalam 24 jam.

• KD complex

- Apabila salah satu tidak terpenuhi KD simple maka tergolong KD complex.

- Kejang lama didefinisikan terjadi >15 menit atau kejang berulang >2x dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar.

- Kejang berulang didefinisikan terjadi >2x dalam 1 hari dan diantara episode anak
sadar.

• Febrile seizure plus (FS+)-Tambahan

- Terjadi akibat mutasi channel Na2+ dan GABA.

- KD pada anak >6 tahun.

- KD yang disertai kejang tanpa demam.

- KD yang sering terjadi (>13x/tahun)

• Diagnosis

• Anamnesis, harus dipastikan apakah anak mengalam kejang atau bukan kejang.
Harus diketahui juga tipe, durasi, dan frekuensi kejang. Penyebab demam juga harus
ditelusuri untuk terapi penyakit yang mendasari.

• Pemeriksaan fisik, tidak akan ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis


(kecuali bila kejang lama maka bisa terjadi todd’s paralysis (kelemahan yang terjadi
pasca kejang, bisa komplit atau parsial, terjadi rata-rata selama 15 jam). Telusuri juga
tanda infeksi ekstrakranial.

• Penunjang

- Laboratorium, tidak rutin dikerjakan kecuali untuk menelusuri penyebab demam


atau keadaan lain, misalkan gastroenteritis dehidrasi disertai demam, maka dapat
dilakukan pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan GD.

- LP, dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan infeksi SSP apabila dari


anamnesis dan pemfis ditemukan gambaran infeksi SSP/meningeal sign. Bila anak
dengan KD dan mendapat AB sebelumnya, maka dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.

- EEG, tidak direkomendasikan kecuali pada kasus KD complex pada anak berusia
lebih dari 6 tahun atau KD fokal.

- Imaging, jarang sekali dilakukan kecuali atas indikasi: Kelainan neurologik fokal
yang menetap (hemiparesis); paresis N. VI; papiledema.

• Tatalaksasna

Terdiri dari:

- Saat kejang

- Pasca kejang

- Profilaksis jangka panjang

• Saat kejang

- Diazepam (di rumah) per rectal, 5mg BB <12Kg dan 10mg BB >12Kg. Maksimal 2
kali diberikan dengan jarak 5 menit. Total penanganan di rumah 10 menit.

- Diazepam (IGD bila di rumah tidak berhenti kejang) IV, 0,2-0,5mg/KgBB perlahan
dengan kecepatan 2mg/menit, dosis maksimal 10mg. Total penanganan 10 menit

- Midazolam (opsi lain dari diazepam) intrabuccal/IM, 0,2mg/KgBB maksimal 10mg.

- Fenitoin (bila dalam 10 menit masih kejang) IV, 20mg/KgBB diencerkan dalam
50mL NS dengan kecepatan 2mg/KgBB/menit maksimal 1000mg. Total
penanganan 20 menit.

- Fenobarbital (opsi lain fenitoin) IV, 20mg/KgBB kecepatan 10-20mg/KgBB/menit


maksimal 1000mg.

- Bila pemberian fenitoin tidak berhasil, maka berikan fenobarbital, begitu juga
sebaliknya. Lama penanganan 30 menit.

- Bila di IGD masih belum hilang, maka persiapkan ICU (SE refrakter). Di ICU
dilakukan “knock-down” dengan midazolam bolus IV 100-200mcg/KgBB, Propofol
bolus IV 1-3mg/KgBB, atau pentobarbital bolus IV 5-15mg/KgBB

• Pasca kejang

- Terapi demam dengan menanganan penyebab demam dan pemberian antipiretik


(antipiretik dianjurkan untuk diberikan walaupun tidak ada bukti mengurangi risiko
terjadinya KD).

- Paracetamol 10-15mg/KgBB @ 6-8 jam.

- Ibuprofen 5-10mg/KgBB @ 6-8 jam.

- Antibiotik sesuai etiologi, perhatikan aspek keperawatan.

• Profilaksis jangka panjang

• Antikonvulsan intermitten: Diberikan pada saat 48 jam pertama muncul demam.

- Diazepam oral 0,3mg/KgBB/kali atau per rectal 5mg BB <12 kg dan 10mg BB >12
Kg @ 8 jam dosis maksimal 7,5mg/kali.

- Perlu KIE bahwa dosis diazepam ini cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan
ataxia, iritabilitas, dan sedasi.

• Antikonvulsan kontinyu (rumatan)

- Diberikan dengan indikasi:

- Kejang fokal

- Kejang lama >15 menit

- Terjadi kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah episode kejang
speerti hemiparesis, todd’s paralysis, cerebral palsy

- KD >4 kali setahun

- Fenobarbital 3-4mg/KgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis.

- Asam valproat 15-40mg/KgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis.

- Lama terapi selama 1 tahun bebas kejang, setelah itu dihentikan perlahan selama
1-2 bulan.

F. Demam Dengue dan DHF

• Definisi

Infeksi Dengue merupakan infeksi yang disebabkan oleh DEN-V (DEN1-4, DEN-3
paling virulen) dengan manifestasi klinis khas demam tinggi mendadak bifasik. DHF
didefinisikan sebagai demam dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.

• Patofisiologi

DEN-V disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Ada banyak teori. Ketika
DEN-V masuk ke tubuh, maka terjadi respon imun humoral (limfosit B membentuk
antibodi spesifik serotipe DEN-V sehingga terjadi kekebalan terhadap serotipe tersebut)
dan respon imun seluler (limfosit T spesifik dapat mengenali DEN-V, sehingga terjadi
proliferasi limfosit T dan menghancurkan sel yang terinfeksi serta produksi sitokin). Pada
struktur DEN-V terdapat protein NS1 yang mirip dengan komponen sel endotel dan
trombosit (molecular mimicry). Karenanya, antibodi yang terbentuk bereaksi silang
dengan sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas (kebocoran
plasma) dan trombositopenia.

• Perjalanan Penyakit

Ada 3 fase manifestasi klinis infeksi dengue:

- Fase demam

- Fase kritis

- Fase konvalesens

• Fase demam, dimulai dari demam tinggi yang mendadak, kontinyu, bifasik,
berlangsung 2-7 hari. Pada kasus ringan, gejala akan hilang ketika demam hilang.
Hilangnya demam terjadi secara lisis, artinya hilang dengan segera.

• Fase kritis, terjadi saat demam turun. Disebut krisis karena pada fase ini terjadi
kebocoran plasma dan berisiko syok hipovolemi. Terjadi selama 24-48 jam. Paling
awal terjadi pada fase ini adalah peningkatan hematokrit, kemudian diikuti penurunan
tekanan darah dan nadi. Oleh karenanya, penting untuk mengetahui warning sign
yang dapat muncul.

• Fase konvalesens, terjadi setelah fase kritis. Terjadi reabsorpsi cairan dari ruang
esktravaskuler ke intravaskuler secara bertahap 48-72 jam setelahnya. Pada fase ini
terjadi perbaikan KU dan laboratorium.

• Penyulit pada fase:

- Demam: Dehidrasi, KD.

- Kritis: Syok, pendarahan masif, gangguan organ.

- Konvalesens: Hipervolemia (akibat pemberian cairan berlebih atau berlanjut saat


fase konvalesens), edema paru akut.

• Tanda Kebocoran Plasma

- Mual muntah persisten.

- Efusi pleura, ascites, hipoproteinemia.

- Hematokrit meningkat >20%.

• Warning Signs

• Klinis:

- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk.

- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen.

- Muntah yang menetap.

- Letargi, gelisah.

- Pendarahan mukosa.

- Pembesaran hati >2cm.

- Akumulasi cairan.

- Oligouria.

• Laboratorium:

- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit.

- Hematokrit awal tinggi.

• Manifestasi Infeksi

• Infeksi primer (pertama kali): Demam sederhana tidak khas, dapat disertai ruam, self
limiting.

• Infeksi sekunder (secondary heterologous infection, infeksi DEN-V serotipe berbeda):


Klinis lebih berat, dapat berupa DF, DHF, expanded dengue syndrome.

• Demam dengue:

- Masa inkubasi 4-6 hari.

- Demam tinggi mendadak, myalgia, sakit punggung, malaise, anoreksia, gangguan


rasa kecap, atralgia (joint pain), muntah, gangguan GI, nyeri retroorbital.

- Demam tinggi mendadak 39-40 derajat C, terus menerus, bifasik, 2-7 hari.

- Pola demam bifasik: Pada hari 3 demam turun tapi masih diatas suhu normal.

- Pada hari ke 3-4 muncul ruam makulopapular yang segera menghilang.

- Ruam konvalesens white islands in the red sea (ada bercak putih di antara ruam).

- Manifestasi pendarahan melalui uji torniquet (rumple leed test), positif bila >10
petechiae dalam area diameter 5cm atau petechiae spontan.

- Laboratorium pada fase awal demam, leukosit normal, trombosit normal/turun


(100.000-150.000/mm3), peningkatan hematokrit hingga 10% kemungkinan karena
dehidrasi.

- Laboratorium pada fase kritis terjadi peningkatan hematokrit >20% akibat


kebocoran plasma dan trombositopenia (<100.000/mm3).

• Diagnosis laboratorium

- Probable dengue: Klinis mendukung diperkuat dengan pemeriksaan serologi anti


dengue.

- Confirmed dengue: Bila terdeteksi NS1 denga RT-PCR atau terjadi serokonversi
IgG dan IgM (dari negatif jadi positif). IgM muncul dahulu baru diikuti IgG.

- Interpretasi serologi:

- IgM(+) IgG(-) infeksi primer

- IgM(+) IgG(+) infeksi sekunder

- IgM(-) IgG(+) sudah terinfeksi sebelumnya

- IgM(-) IgG(-) bukan dengue

IgM tertinggi pada hari ke 7

• Klasifikasi Infeksi Dengue

• DF (Dengue without warning signs), berupa demam yang diikuti dengan 2 dari gejala:
Nyeri kepala; nyeri retroorbital; myalgia; atralgia; rash; manifestasi pendarahan. Tanpa
adanya tanda kebocoran plasma.

• DBD non syok (Dengue with waring signs, DHF grade I dan II), berupa DF dengan
adanya tanda kebocoran plasma tanpa adanya syok.

• DBD dengan syok/DSS (Severe Dengue, DHF grade III dan IV), berupa DBD dengan
adanya tanda syok.

• Expanded Dengue Syndrome, memenuhi kriteria DF atau DHF disertai syok maupun
tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi virus atau klinis yang tidak biasa, seperti
gangguan elektrolit, kelebihan cairan, ensefalitis, perdarahan hebat, AKI, hemolitic
uremic syndrome, gangguan jantung.

• DSS - terkompensasi (DHF grade III) dan dekompensasi (DHF grade IV).

Parameter Syok Terkompensasi Syok Dekompensasi


Kesadaran Jernih Perubahan status mental
(gelisah, combative)
CRT >2 detik Sangat memanjang, kulit
mottled
Ekstrimitas Dingin Dingin dan lembab
Volume nadi perifer Lemah dan halus Lemah/menghilang
HR Takikardia Takikardia berat, bradikardia
pada syok lanjut
TD Sistolik normal, diastolik Hipotensi (syok hipotensi),
meningkat, TD menyempit TD tidak terukur (profound
(<20mmHg) shock)
RR Takipnea ringan Asidosis metabolik/
hiperpnea/pernapasan
kussmaul
Diuresis Cenderung menurun Oligouria/anuria

• Tatalaksana

• Indikasi rawat inap

- Warning signs

- Tanda dan gejala syok

- Expanded dengue syndrome

- Indikasi sosial (rumah jauh, tidak ada orangtua/wali yang dapat diandalkan).

• Rawat jalan

- Beri minum banyak 1-2L/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit.

- Jenis minuman: Teh manis, sirup, jus, buah, susu, oralit.

- Bila suhu >38,5 derajat C berikan paracetamol.

- Bila ada warning signs langsung dibawa ke rumah sakit.

• Rawat inap (DF)

- Pasang IV, berikan cairan kristaloid (D5% atau NS atau RL) sesuai kebutuhan
maintenance (10Kg pertama 100mL/hari, 10Kg kedua 50mL/hari, Kg berikutnya
20mL/hari).

- Pantau gejala klinis dan laboratorium, perhatikan tanda syok.

- Pemeriksaan Hct, trombosit, Hb setiap 12-24 jam.

- Bila terjadi perbaikan klinis dan laboratorium, boleh pulang.

- Bila terjadi peningkatan Hct >20% lakukan tatalaksana DHF.

• Rawat inap (DHF non syok)

- Cairan awal: RL sesuai kebutuhan maintenance ditambah 5mL/KgBB/jam.

- Pantau TTV tiap 3 jam, Hct dan trombosit tiap 6 jam, bila klinis buruk tiap 4 jam.

- Bila ada perbaikan, cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance saja. Bila terus
berlanjut membaik maka cairan IV dihentikan dalam 24-48 jam.

- Bila Hct tetap tinggi/meningkat tanpa tanda syok, tetesan dipertahankan dan
evaluasi dalam 3 jam. Bila membaik maka kurangi tetesan sesuai maintenance.

- Bila terjadi perburukan klinis (tanda syok), maka lakukan sesuai protokol DSS.

• Protokol DSS terkompensasi

- Berikan O2 2-4L/menit, RL 10-20mL/KgBB dalam 1 jam, periksa Hct.

- Bila syok teratasi, IVFD diturunkan menjadi 10mL/KgBB dalam 1-2 jam, kemudian
bila TTV stabil IVFD diturunkan bertahap 7, 5, 3, 1,5 mL/KgBB/jam. IVFD
dihentikan maksimal 48 jam setelah syok teratasi.

- Bila syok tidak teratasi, periksa ABCS (Hct, AGD, glukosa) dan koreksi segera bila
ditemukan kelainan.

- Bila Hct meningkat, berikan bolus kedua kristaloid atau koloid dengan dosis
yang sama dalam waktu 10-20 menit, bila masih tidak teratasi berikan koloid
(Hes 6% atau gelatin (gelofusin, hati-hati anafilaktik)) dosis yang sama 10-20
menit. Jika syok menetap maka berikan dosis ketiga koloid. Bila membaik
lakukan algoritma syok teratasi.

- Bila Hct menurun, periksa pendarahan. Bila pendarahan tidak jelas maka berikan
koloid dosis yang sama. Bila terjadi pendarahan maka transfusi darah.

• Protokol DSS dekompensasi

- Pada dasarnya sama dengan algoritma DSS terkompensasi, hanya saja pemberian
awal cairan kristaloid dan/atau koloid 10-20mL/KgBB dalam waktu 10-20 menit
dan periksa dari awal ABCS.

• ABCS: A (Acidosis; GDS), B(Bleeding; Hct), C (Calcium; elektrolit), S (Sugar; GDS).

• Kriteria pulang

- Tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik.

- Nafsu makan membaik.

- Perbaikan klinis jelas.

- Jumlah urin cukup.

- Trombosit >50.000/mm3

- 2-3 hari pasca syok.

• Postulat dr. Dwi Lingga: Beri cairan secukupnya, pulangkan pada waktunya.

G. Demam Tifoid

• Definisi

Demam tifoid adalah suatu infeksi sistemik yang akut, disebabkan oleh Salmonella
typhii. Bersama parathypoid fever disebut dengan enteric fever.

• Etiologi

Enterobacteria terdiri dari berbagai macam jenis bakteri; shigella, salmonella,


escherichia, vibrionaceae. Jenis salmonella ini juga banyak subtipenya; S. cholera suis, S.
enteriditis, S. thypimurium, S. parathypi A.B.C, S. typhi. Jenis S. parathypi dan S. typhi
(keduanya merupakan tipe typhoidal) akan menyebabkan enteric fever (paratifoid fever
dan tifoid fever).

S. typhi merupakan bakteri gram (-), berbentuk batang, aerobik, dan bergerak
dengan flagella. Bakteri ini memiliki 3 antigen; antigen somatik (O), antigen flagel (H,
paling tinggi produksi antibodi di tubuh), dan antigen permukaan (Vi, petunjuk sebagai
carrier).

Bakteri masuk melalui feko oral. Ketika masuk, bakteri akan melekat ke vili usus.
Disana, terjadi invasi/penetrasi mukosa, melewati lamina propia dan peyer’s patch, hingga
ke KGB mesentrial. Dari sana akan tersebar melalui darah (bakteremia) dan di uptake oleh
RES (reticuloendothelial system-lien, hepar, bone marrow) dan terjadi eliminasi dan
multiplikasi. Pada fase bakteremia I ini, bersifat asimptomatik. Setelah terjadi proses di
RES, bakteremia II akan terjadi dan diekskresi melalui kantung empedu (kolesistisis) dan
menuju ke usus dan organ/jaringan yang lain. Bakteri yang mati akan melepaskan
endotoksin, menimbulkan gejala klinis.

• Perjalanan Penyakit

• Fase inkubasi: Asimptomatik, h-15 muncul demam.

• Fase invasif: Demam intermitten, nyeri kepala, lesu, lelah, tidak enak di perut,
konstipasi, diare. Hari ke 0-7.

• Fase tifoid: Demam persisten, hepatomegali, splenomegali, konstipasi, diare,


bradikardia, rose spot. Hari ke 7-21. Di akhir fase rentan terjadi komplikasi.

• Fase penyembuhan: Karier, relaps. Setelah hari ke 21.

• Diagnosis:

• Anamnesis

• Inkubasi 7-14 hari.

• Demam (klasik)

- Minggu 1: ireguler, remitens (malam hari naik, pagi/siang turun tapi suhu tidak
pernah mencapai normal.

- Minggu 2: Panas menetap (febris kontinyu).

- Minggu 3: Mulai turun sampai normal di akhir minggu 3.

• Distress abdominal, berupa anoreksia, nausea, muntah, diare atau konstipasi, nyeri
abdomen, distensi abdomen.

• Gejala neurologis, berupa cloudy sensorium, sakit kepala, iritable, apatis, kejang,
delirium, karfologia.

• Pemeriksaan fisik

- Anak tampak sakit, pucat, gelisah, iritable, apatis, delirium, kulit kering.

- Berat badan turun, taki atau bradikardia, suhu tinggi.

- Lidah kotor.

- Facies tifoidea dengan bau khas.

- Nyeri abdomen, distensi abdomen, doughy feel.

- Hepatomegali dan splenomegali.

• Laboratorium

• Darah: Leukopenia atau leukositosis (<12 tahun), aneosinofilia, anemia.

• Rapid test: Dengan TUBEX atau Typhidot, mendeteksi IgM spesifik

• Kultur empedu (Gold standard):

- Darah: Minggu 1 positif 70-90%, minggu 3 positif 50%.

- Tinja: Minggu 1 positif 10-45%, minggu 3 positif 75%.

- Kendala: Identifikasi S. typhi memerlukan waktu 5-7 hari, sulit dilakukan.

• Widal test (tidak direkomendasikan IDAI): Titer meningkat 4x atau lebih, atau titer O
>1/160. Hati-hati dengan test widal karena bisa false negatif. Titer O dapat pada
keadaan:

- Titer O dan H bisa (+) karena ada aglutinin akibat infeksi EPEC.

- Reaksi silang riketsia.

- Pada fase awal antibodi belum terbentuk.

- Pada neonatus, antibodi dapat diperoleh dari ibu.

• Tes koagulasi, DNA probes.

• DD: paratifus, brucellosis (infeksi akibat upasteurized milk), meningoensefalitis, TB

• Tatalaksana:

• Suportif:

- Cairan, larutan D5:NaCl 0,9% 3:1, dosis rumatan, ditambahkan 12,5% pada
peningkatan suhu 1 derajat C.

- Diet, makanan lunak, kurangi serat, tidak terlalu ketat.

- Istirahat (lama tergantung stadium dan beratnya penyakit).

- Simptomatis (antipiretik, antianalgetik, antikonvulsan).

• AB:

- First line: Kloramfenikol PO 50-100mg/KgBB/hari maksimal 2 g selama 10-14 hari


dibagi menjadi 2 dosis; Ampisilin/amoksisilin PO 100mg/KgBB/hari selama 10 hari;
Kotrimoksasol TMP 6-10mg/KgBB/hari atau SMX 30-50mg/KgBB/hari selama 10
hari.

- Second line: Seftriakson 80mg/KgBB/hari dosis tunggal selama 5 hari; Cefixime;


Quinolone.

- Bila terjadi supurasi/diseminasi ekstraintestinal, berikan selama 4-6 minggu.

- Obat sama diberikan pada kasus relaps.

• Kortikosteroid:

- Diberikan pada kondisi klinis berat.

- Deksametason 1mg/KgBB @ 6 jam.

• Evaluasi pengobatan selama 5 hari. Bila tidak membaik, AB yang dipilih bisa saja
resisten sehingga harus diganti dengan obat lain atau ke second line. Bisa juga karena
dosis tidak optimal atau diagnosis salah.

• Vaksin

- Vaksin Typhim Vi (vaksin inaktif), IM, diberikan pada usia >2 tahun, diulang tiap 3
tahun

- Ty 21-A, oral (Vivotif): 3 dosis interval 1 hari, diberikan pada umur > 6 tahun.

H. Gizi Buruk - Malnutrisi Energi Protein (MEP)
• Definisi

MEP adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh kekeurangan protenin/energi.


Berdasarkan derajatnya, dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat
berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala khas, sedangkan gizi buruk
memiliki 3 bentuk klinis, yaitu kwarsiorkor, marasmus, dan marasmik-kwarsiorkor.

• Gizi kurang, pada BB/TB atau BB/PB -2s/d-3 SD (untuk anak 6-59 bulan), LiLA
>11,5cm, nafsu makan baik, tanpa komplikasi.

• Gizi buruk tanpa komplikasi, terlihat sangat kurus, edema minimal (punggung tangan/
kaki), LiLA <11,5cm (6-59 bulan), BB/PB <-3 SD, nafsu makan baik, tanpa komplikasi.

• Gizi buruk dengan komplikasi, kriteria gizi buruk disertai edema seluruh tubuh dengan
komplikasi; anemia berat, anorexia, pneumonia, demam tinggi, penurunan kesadaran,
dan dehidrasi berat.

• Secara antropometri:

- Gizi buruk: < -3 SD

- Gizi kurang: -2 s/d -3 SD

- Gizi cukup: -1 s/d 2 SD

- Gizi lebih: >2 SD

• 5 Kondisi gizi buruk:

- Kondisi I: Syok, letargi, muntah + (diare dan dehidrasi)

- Kondisi II: Letargi, muntah + (diare dan dehidrasi)

- Kondisi III: Muntah + (diare dan dehidrasi)

- Kondisi IV: Letargi

- Kondisi V: Tidak ditemukan syok, letargi, maupun muntah + (diare dan dehidrasi)

• Patofisiologi

Protein merupakan zat pembangun, sehingga ketika sumber karbohidrat dan


lemak habis, maka protein digunakan. Bila protein kurang, maka mengganggu
metabolisme tubuh:

- Gangguan pertumbuhan

- Atrofi otot

- Penurunan kadar albumin serum -> sembab

- Hb turun -> anemia gizi

- Jumlah fagosit turun -> penurunan daya tahan tubuh

- Sintesis enzim turun -> gangguan pencernaan makanan

• Manifestasi Klinis MEP

• Kwarsiorkor -> gejala kekurangan protein

- Wajah bulat dan edema (moon face).

- Edema di seluruh tubuh terutama di dorsum pedis

- Asites

- Rambut kusam dan mudah dicabut

- Hepatomegali

- Otot atrofi

- Perubahan status mental (cengeng, rewel, kadang apatis)

- Anoreksia

- Sering disertai penyakit (infeksi, anemia, diare)

- Gangguan kulit berupa bercak kemerahan-meluas-berubah menjadi hitam dan


mengelupas (crazy pavement dermatosis)

• Marasmus -> gejala kekurangan energi berat

- Anak tampak sangat kurus, tulang-belulang dibungkus kulit, jaringan lemak (-)

- Old man face

- Atrofi otot

- Perubahan status mental

- Perut cekung

- Kulit keriput/berlipat-lipat/kering

- TD, nadi, RR menurun

• Marasmik-Kwarsiorkor -> gejala campuran

• Diagnosis

• Anamnesis, cari susunan diet sejak lahir, faktor-faktor penunjang penyebab medis/non
medis.

• Pemeriksaan fisik, gambaran MEP, defisiensi vit. A, penyakit penyebab/penyerta.

• Pemeriksaan laboratorium, darah, kadar protein serum total, rasio albumin-globulin,


dan penunjang sesuai indikasi.

• Tatalaksana

• Pengelolaan MEP berat dilakukan dengan menerapkan 10 langkah tindakan melalui 3


fase; fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi, dilankutkan dengan follow up.

• Fase stabilisasi (minggu 1)

- Prosi kecil, sering, rendah serat dan laktosa

- Energi: 100kcal/KgBB/hari

- Protein: 1-1,5g/KgBB/hari

- Cairan: 130mL/KgBB/hari (bila sembab berat 100mL/KgBB/hari

- Teruskan ASI pada anak masa menetek.

- Bila nafsu makan baik dan anak tidak sembab, pemberian makan bisa dipercepat
2-3 hari.

- Makanan yang tidak habis, sisanya diberikan per sonde.

- Jenis makanan: Fase stabilisasi F75, fase transisi F100

• Fase transisi (minggu 2-3)

- Pemberian energi masih 100kcal/KgBB/hari

- Jenis makanan F100

- Pantau RR HR.

- Bila RR naik >5x/menit dan HR >25x/menit dalam observasi tiap 4 jam berurutan,
kurangi pemberian formula.

- Setelah normal bisa kembali lagi.

• Fase rehabilitasi (minggu ke 2-6)

- Berikan makanan F135, jumlah tidak terbatas dan sering.

- Energi: 150-220kcal/KgBB/hari

- Protein: 4-6g/KgBB/hari

- ASI diteruskan dengan tambahan makanan formula, perlahan perkenalkan dengan


makanan keluarga.

- Pantai peningkatan BB tiap minggu (tiap hari sebelum makan). Kenaikan BB


kurang (<5g/KgBB/hari) harus dievaluasi ulang secara menyeluruh. Kenaikan BB
sedang (5-10g/KgBB/hari) cek asupan makanan/infeksi teratasi.

• Tindakan khusus

- Hipoglikemi: Bolus 50mL glukosa 10% atau sukrosa per oral.

- Hipotermia: Pakaikan selimut/hangatkan dekat lampu.

- Dehidrasi: Cairan resomal 5mL/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam per oral,
lanjutkan 5-10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam berikutnya. Lanjutkan dengan
makanan formula.

• Cara pembuatan F-100

- Susu skim bubuk 85g atau susu full cream 110g + gula pasir 50g + minyak sayur
60 mL (susu bubuk) atau 30 mL (susu full cream) + larutan elektrolit 20 mL +
ditambahkan air hingga 1000 mL.

- Dalam F-100 1000mL, terdapat 1000 kcal, 29 gram protein, osmolaritas 419
mOsm/L

• RUTF (Ready to Use Therapeutic Food)

- Dapat digunakan mengganti F-100.

- Kandungan: Energi 545 kcal, protein 13 g, lemak 35 g.

I. Ikterus Neonatorum - Hiperbilirubinemia


• Siklus Eritrosit

Eritrosit yang telah selesai masanya (normal usia 120 hari) akan mengalami
hemolisis secara intravaskuler/ekstravaskuler. Hemolisis terjadi di spleen, dimana
hemoglobin akan terpecah menjadi globin (yang akan digunakan kembali) dan heme.
Heme oleh heme oksigenase akan diubah menjadi biliverdin. Biliverdin oleh biliverdin
reduktase kemudian akan diubah menjadi unconjugated bilirubin (bilirubin indirek).
Unconjugated bilirubin akan dibawa oleh albumin ke hepar yang selanjutnya oleh
glucoronyl transferasi diubah menjadi conjugated bilirubin di hepar (bilirubin direk).
Conjugated bilirubin ada yang diubah kembali menjadi unconjugated bilirubin oleh
glucoranidase dan ada yang diubah oleh bakteri usus menjadi urobilinogen (urin) dan
sterkobilinogen (feses).

Unconjugated bilirubin bersifat lipid soluble, sehingga dapat menembus BBB dan
sulit diekskresi. Sedangkan conjugated bilirubin bersifat water soluble.

• Definisi

Ikterus neonatorum adalah warna kulit, konjungtiva, dan mukosa yang kuning
akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah
peningkatan kadar bilirubin serum total akibat produksi bilirubin yang lebih besar dari
ekskresinya, cenderung menjurus ke kernikterus (ensefalopati akibat peningkatan
bilirubin). Hiperbilirubinemia lebih mengarah ke peningkatan bilirubin indirek unbound,
sehingga dapat menembus BBB.

• Pembagian Ikterus Neonatorum

• Fisiologis

- Timbul pada hari ke 2-3, tampak jelas pada hari ke 5-6, batas hari ke 10 (BCB)
atau 14 (BKB).

- Kadar bilirubin indirek yang naik, setelah 2x24 jam tidak >15mg% pada BCB dan
10mg% pada BKB.

- Peningkatan kadar bilirubin <5mg%/hari.

- Akan hilang dalam 10 hari (BCB) atau 14 hari (BKB).

• Patologis

- Terjadi dalam 24 jam pertama.

- Ada peningkatan bilirubin direk (>1mg%).

- Menetap pada bayi setelah 10 hari (BCB) atau 14 hari (BKB).

- Bilirubin serum >10mg% (BKB BBLR) dan >12,5mg% (BCB).

- Peningkatan kadar bilirubin >5mg%/hari.

- Ikterus akibat hemolisis (sepsis, inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD).

• Etiologi

• Ikterus fisiologis

- Umur eritrosit neonatus lebih pendek (90 hari). Normalnya 120 hari.

- Kekurangan protein Y dan Z (protein Y=ligandin).

- Kekurangan enzim glukoronil transferasi -> tidak bisa mengubah bilirubin indirek
menjadi direk.

- Pemberian ASI (mengandung pregmanediol atau asam lemak bebas yang


menghambat kerja enzim G6PD) -> asam lemak bebas dan obat-obatan
berkompetisi dengan bilirubin indirek untuk berikatan dengan albumin.

• Ikterus patologis

- Peningkatan produksi: hemolisis, perdarahan, hipoksia, asidosis, defisiensi G6PD.

- Gangguan transport akibat penurunan kapasitas pengangkutan (hipoalbumin,


penggunaan obat (sulfadiasine, sulfonamide, gentamisin)).

- Gangguan fungsi hati

- Gangguan eksresi (kolestasis)

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik (ileus obstruksi, hirschprung’s disease).

• Pembagian juga bisa dibagi berdasarkan lokasi:

- Pre-hepatik: Umur eritrosit pendek, hipoalbumin.

- Hepatik: Protein Y dan Z belum sempurna sehingga uptake terganggu.

- Post-hepatik: Gerakan usus belum bagus sehingga transit time bilirubin naik.

• Berhubungan dengan ASI:

- Breast milk jaundice: Minum ASI sehingga kuning (>5hari). Kriteria; BB naik,
muncul >5 hari setelah pemberian ASI.

- Breast feeding jaundice: Sedikit ASI sehingga kuning, dimana kurang minum
menyebabkan gerakan usus melambat, sehingga siklus intrahepatik memanjang.
Muncul <5 hari.

• Kolestasis

• Hambatan sekresi/aliran empedu sehingga terjadi akumulasi, retensi, serta regurgitasi


bilirubin, asam empedu, kolesterol, dengan gejala klinis terdiri dari ikterus, urin kental,
feses dempul (menetap -> hambatan total, fluktuatif -> hambatan parsial) dan
gambaran kadar bilirubin direk >1mg/dL bila bilirubin total <5mg/dL atau >20%
bilirubin total bila bilirubin total >5mg/dL.

• Etiologi:

- Intrahepatik: Hepatitis, anatomik, kelainan metabolisme, TORCH, genetik (down


syndrome), dll (obstruksi intestinal, lupus, idiopatik)

- Ekstrahepatik: Atresia bilier, hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier, perforasi


duktus bilier, massa.

• Untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik melalui 4 faktor; BBL, warna


feses, umur onset, keadaan hepar.

- Intrahepatik: BBL 2678 g, tinja sering kuning selama dirawat, feses akholik usia
30 hari, hepar normal lebih sering.

- Ekstrahepatik: BBL 3226 g, tinja sering pucat selama dirawat, feses akholik usia
16 hari, hepar lebih sering hepatomegali.

- (dr. Karyana) -> Bila gejala muncul sebelum 2 minggu, curiga atresia bilier. Bila
gejala muncul setelah 2 minggu, curiga kerusakan intrahepatik (infeksi jaringan
parenkim hepar).

• Px penunjang:

- DL, hapusan darah tepi.

- Bilirubin direk indirek, fungsi hepar (intrahepatik peingkatan SGOT SGPT,


ekstrahepatik peningkatan gamma-glutamyl transpeptidase), albumin.

- Urin: Rutin (leukosit, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultus.

- Feses: 3 tabung (dilihat warna tinja 3 periode dalam 24 jam).

- Imaging: USG 2 fase (puasa 6-8 jam dan setelah minum, lihat ada kontraksi atau
tidak), USG doppler bila sudah sirosis.

- Biopsi hepar

• Tatalaksana

- Terapi etiologik; medikamentosa untuk etiologi intrahepatik, operasi untuk


ekstrahepatik (Kasai procedure).

- Terapi suportif; stimulasi aliran empedu dengan asam ursodeoksikolat, nutrisi,


vitamin A (5000-25000 IU), D (calcitriol 0,05-0,2 ug/KgBB/hari), E (15-25IU/
KgBB/hari), K (2,5-5mg:2-7x/minggu atau 0,3mg/KgBB tiap bulan).

- Terapi definitif atresia bilier: Transplantasi hepar. Kasai procedure hanya terapi
sementara karena sifat atresia bilier fibrosis progresif.

• Gambaran Klinis

- Gejala utama adalah kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa. Cara mengecek
kulit kuning adalah ditekan selama 2 detik kemudian dilepas, dilihat saat warna
kembali merah terlihat kuning. Untuk melihat ikterus minimal, tarik palpebra atas
dan minta anak melirik ke bawah (bilirubin <5mg/dL).

- Dehidrasi.

- Pucat (sering berkaitan dengan inkompatibilitas darah seperti ketidakcocokan


golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD).

- Trauma lahir (bruising, sefalhematom).

- Pletorik (akibat polisitemia).

- Letargi.

- Feses dempul dan urin pekat.

- Hepatosplenomegali.

• Pemeriksaan Penunjang

- Kadar bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan bila bayi kuning usia
>10 hari atau dicurigai adanya kolestasis.

- DL dan hapusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan jumlah retikulosit.

- Golongan darah dan Rh ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan Rh
negatiff harus diperiksakan gol. darah, faktor Rh, uji Coomb (untuk mengetahui
kapasitas darah dan melihat ada tidaknya anemia hemolisis).

- Enzim G6PD.

- Pada ikterus lama, lakukan tes fungsi hati, tiroid, uji urin terhadapt galaktosemia.

• Penilaian Ikterus (Skala Kramer) -> laju ikterus adalah cephalocaudal.

- Kramer I: Kepala, wajah, leher (bilirubin indirek 5mg/dL)

- Kramer II: Dada s/d umbilikus (10mg/dL)

- Kramer III: Umbilikus s/d paha-lutut (15mg/dL)

- Kramer IV: Tungkai bawah+lengan (20mg/dL)

- Kramer V: Telapak tangan+kaki (>25mg/dL)

• Diagnosis -> berdasarkan kadar bilirubin, golongan darah, resus ibu dan anak, coombs
test, retikulosit, albumin.

• Kernicterus: Akibat bilirubin indirek unbound yang tinggi (>20mg/dL) menembus BBB,
sehingga terjadi gangguan fungsi saraf terutama basal ganglia. Keluhan berupa letargi,
hipotonia, iritabilitas, poor feeding.

• Tatalaksana

• Hidrasi: Bisa dengan IV line, pemberian ASI 8x/hari minimal karena penurunan asupan
akan menyebabkan peningkatan gambaran ikterus.

• Fototerapi: Sesuai dengan kurva Bhutani, dengan sinar biru putih (450-460).
Fototerapi radiasi 26-40 uw/cm2/nm. Dikatakan berhasil bila kadar bilirubin minimal
turun 1mg/dL. Kriteria fototerapi Kramer III.

• Transfusi tukar: Darah dikeluarkan dan diganti dengan whole blood (2x85mL/KgBB),
berisiko hipotermia. Indikasi bila ada tanda ensefalopati bilirubin, bilirubin sangat
tinggi, atau fototerapi gagal. Bila inkompatibilitas ABO, maka transfusi degnan darah
ibu/golongan O. Bila inkompatibilitas Rh pakai darah anak.

• Jemur matahari: Dilakukan pagi hari, lindungi mata dan genitalia, jangan sampai sinar
terik.

J. Penanganan Awal Bayi Baru Lahir


• APGAR Score

APGAR score adalah alat penilaian untuk menilai derajat asfiksia dari bayi. APGAR
terdiri dari Appearance, Pulse, Grimmace, Activity, Respiration.

APGAR 0 1 2
Appearance Blue/pale Pink body, blue Pink
extrimity
Pulse (-) <100x/min >100x/min
Grimmace (With (-) Respon minimal Respon normal
tactile stimulation)
Activity (-) Fleksi tangan/kaki Aktif
Respiration (-) Menangis/napas Menangis kuat
lemah/kecil/pelan

Interpretasi hasil:

- 0-3: Asfiksia berat

- 4-6: Asfiksia sedang

- 7-10: Normal (Vigorous Baby)

Vigorous baby didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan HR >100x/menit,


respirasi spontan, dan tonus otot yang baik. Non vigorous baby adalah bayi lahir yang
tidak memenuhi kriteria vigorous baby. Pada saat lahir, harus dievaluasi usaha napas
serta HR dari bayi dan menjalankan protokol resusitasi neonatus bila dibutuhkan.

• Resusitas Neonatus

• Periode transisi

- Pada BBL, terjadi proses transisi dari intrauterin (placental support) ke ekstrauterin
(self maintenance), sehingga terjadi perubahan fisiologis yang terjadi pada organ
tubuh. Perubahan ini terjadi dimulai dari dipotongnya tali pusat.

- Perubahan yang terjadi:

- Pernapasan - detik

- Aliran darah - detik

- Hemostasis glukosa - menit

- Kontrol suhu - menit

- Renal - jam/hari

- Saluran pernapasan - jam/hari

- Transisi pulmoner: Pada intrauterin, paru belum berfungsi untuk pertukaran udara
karena masih diregulasi oleh plasenta, sehinga alveoli terisi cairan dan resistensi
vaskuler paru tinggi. Pada BBL, tarikan napas pertama akan pengembangkan
kapasitas residu fungsional paru dan cairan di alveoli terdorong, sehingga
menurunkan resistensi vaskuler paru dan cairan terserap jaringan paru. Isi alveoli
kemudian diganti dengan udara dan O2 dapat berdifusi ke pembuluh darah
alveolar.

- Adaptasi sirkulasi: Pada intrauterin, sirkulasi fetal masih melalui sirkulasi umbilikus-
plasenta. Sirkulasi fetal masih memiliki circulatory shunt bypass (liver: duktus
venosus ke vena cava inferior, paru: foramen ovale antara atrium kanan dan kiri
serta duktus arteriosus antara arteri pulmonaris dan aorta). Pada BBL, karena
terjadi penurunan resistensi paru dan peningkatan aliran darah paru, paru bayi
akan mengembang dan meningkatkan aliran darah balik dari paru. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan, sehingga menutup foramen
ovale. Dalam 24 jam, resistensi sistemik akan menjadi lebih tinggi dari resistensi
pari, sehingga akibat aktifitas prostaglandin akan menutup duktus arteriosus.

- Hambatan periode transisi:

- Bayi tidak bernapas adekuat untuk mengeluarkan cairan dari alveoli akan
menyebabkan alveoli tidak terisi udara, sehingga hipoksia.

- Kehilangan darah yang banyak atau hipoksia/iskemia akan menyebabkan


kontraktilitas jantung melemah dan bradikardia, sehingga bayi gagal
meningkatkan tekanan darah sistemik, menyebabkan hipotensi sistemik.

- Konsekuensinya dari gangguan transisi; takipnea, sianosis, distres napas,


bradikardia, hipotensi, tonus otot lemah.

• Mengatasi gangguan transisi

- Resusitasi -> ABCD

- Upaya stabilisasi bayi -> STABLE

• Resusitasi neonatus (Update)

- Sebelum resusitasi: (1) Konsultasi antenatal untuk mengetahui morbiditas ibu dan
bayi sehingga bisa memprediksi kebutuhan resusitasi. (2) Pembentukan tim (1
leader 2 anggota) dengan peran masing-masing (circulation, breathing, drug and
equipment). (3) Persiapan alat (dengan checklist). (4) Sesaat sebelum bayi lahir
dilakukan re-brefing dan simulasi.

- Termoregulasi: Gunakan matras hangat, sumber gas hangat dan lembab, topi 2
lapis sampai telinga, dan plastik polietylene untuk BB <1500g.

- A: Alat untuk membuka jalan napas dengan Dee Lee, kateter dan vakum,
laringoskop ukuran 1 (BCB), 0 (BKB), 00 (BBLSR), ETT <1Kg 2,5mm, 1-2Kg 3mm,
2-3Kg 3,5mm, >3Kg 4mm (kedalaman ETT BB(Kg) + 6cm).

- B,C,D: Balon dan sungkup untuk ventilasi, kotak resusitasi lengkap, sarung
tangan, pencatat waktu.

- Pemotongan tali pusat sebaiknya ditunda, paling cepat 30 detik sampai 2 menit,
untuk mengurangi insiden anemia, pendarahan intrakranial, hipotensi. Tidak boleh
ditunda pada solusio plasenta dan prolaps tali pusat.

- Dalam 60 detik sudah harus sampai pada langkat awal (VTP/CPAP/suplementasi


O2). Sebelumnya 30 detik, tapi dinilai tidak realistis.

- Pasang probe pulse oksimetri.

- Evaluasi HR (EKG, pulse oksimetri, stetoskop).

- Tidak perlu rutin melakukan suction sampai trachea, cukup di rongga mulut karena
bahaya refleks vagal.

- Indikasi RJP: LDJ<60x/menit walaupun VTP adekuat selama 30 detik.



- VTP: Tekanan puncak inspirasi (PIP) 20-30 cmH2O, tekanan akhir ekspirasi (PEEP)
5 cmH2O.

- Kecepatan melakukan ventilasi 40-60x/menit (dua,tiga, pompa).

- VTP efektif ditandai dengan dada mengembang, HR meningkat, SpO2 meningkat


(target saturasi 88-92%, bukan 100%):

Waktu Target SpO2


1 menit 60-70%
2 menit 65-80%
3 menit 70-90%
4 menit 75-90%
5 menit 80-90%
10 menit 85-90%

- Jalan napas: 1/2 ekstensi leher dengan cara meletakkan handuk + dari bahu bayi.

- Rangsangan taktil dengan menggosok-gosok punggung bayi atau telapak kaki.

- Evaluasi VTP melalui MR SOPA:

M: Mask O: Open mouth

R: Respiratory airway P: Pressure increase

S: Suction mouth and nose A: Alternative airway

- Sumber oksigen: Prematur <35 minggu dengan FiO2 21-30%; >35 minggu 21%.

- Intubasi mendahului pijat jantung.

- Drug (obat dan cairan) jarang digunakan, sehingga pastikan dahulu VTP dan
kompresi dada adekuat. Epinephrine (jika RJP gagal) dosis 0,1mg/KgBB (0,1mL
epi 1:1000 dilarutkan 1mL NS)

• Pasca resusitasi (STABLE) -> dilakukan untuk stabilisasi neonatus

- S: Sugar and Safe care, bayi lahir punya cadangan energi hingga 72 jam, tetapi
rentan hipoglikemi (normal 50-110mg/dL), cek BS 30-60 menit setelah lahir dan
observasi tanda hipoglikemia. Terapi: Bolus D10% 2mL/KgBB kec. 1mL/menit.

- T: Temperature, terutama bayi prematur memiliki brown fat tipis, kulit tipis, rasio
BSA>massa, tonus jelek (tidak bisa shivering). Hipotermia ringan 36-36,4C,
sedang 32-35,9C, berat <32C.

- A: Airway

- B: Blood pressure

- L: Laboratory exam, 4B (blood count, blood culture, blood glucose, blood gas)

- E: Emotional support

• Perawatan Rutin

• Keringkan dan hangatkan: Gunakan handuk, jangan bersihkan verniks di tangan bayi,
gunakan baju dan topi, mandi setelah 6 jam (suhu bayi harus 36,5-37,5C dan tidak
ada masalah pernapasan), suhu ruangan, IMD.

• Suction jika perlu, observasi TTV dan tonus:

- RR:

0-2 bulan <60x/menit 1-5 tahun <40x/menit

2-12 bulan <50x/menit 5-8 tahun <30x/menit

- LDJ:

0-2 bulan <160x/menit 1-5 tahun <120x/menit

2-12 bulan <160x/menit 5-8 tahun <110x/menit

• Pemotongan tali pusat: Dilakukan 2 menit setelah bayi lahir dan ibu telah
mendapatkan oksitosin. Perawatan tali pusat: Kering dan terbuka, tidak boleh diolesi
alkohol atau betadine, lepas sendiri dalam 6-8 hari, lihat tanda infeksi

• IMD: Dilakukan pada 1 jam pertama kelahiran (diletakkan di dada ibu diantara kedua
puting kebawah sedikit), dikatakan gagal jika >1 jam.

• Suntik Vit. K1 1mg (0,5mL -> 1 ampul 2mg/mL) di anterolateral paha kiri IM. Diberikan
untuk mencegah pendarahan karena sistem pembekuan darah bayi yang belum
sempurna.

• Salep mata tetracycline 1%.

• Imunisasi Hep B0 0,5mL di paha kanan IM 1-2 jam setelah pemberian vit. K1 untuk
menunggu efek vitaminnya (mencegah pendarahan). Diberikan karena Indonesia
endemis.

• Pemeriksaan fisik bayi baru lahir.

• Bayi boleh pulang apabila sudah BAB dan BAK dalam 1 hari serta asupan ASI baik +
1-2 hari.

• Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir

• Dilakukan dalam 24 jam pertama, diulang setiap hari selama dirawat.

• Kesan umum

- Aktifitas, warna kulit, tangisan, fleksi-ekstensi, ada tidaknya kelainan.

• TTV

- Suhu: 36,5-37,5 derajat C

- RR: 40-60x/menit

- HR: 100-180x/menit

• Antropometri

- BB lahir:

Makrosomia: >4000g BBLN: 2500-4000g

BBLR: 1500-2500g BBLASR: <1000g

BBLSR: 1000-1500g

- PB lahir: 48-52cm

- LK lahir: 33-37cm

- LD lahir: 30-35cm (biasanya 2cm lebih kecil dari kepala)

• Usia kelahiran

- Kronologis: Usia sejak lahir

- Post menstrual: UK+Usia kronologis

Bayi preterm (BKB): UK <37 minggu

Bayi aterm (BCB): UK 37-40 minggu

Bayi postterm (BLB): UK >40 minggu

- Pada trimester 1-3 awal terjadi organogenesis, sedangkan akhir trimester 3 terjadi
growth spurt, oleh karenanya bayi prematur biasanya BBL rendah dan memiliki
kelainan organ karena belum menyelesaikan organogenesis.

- Pengukuran pertumbuhan janin dilakukan melalui Kurva Lubchenco, dibagi 3


kelompok: Sesuai masa kehamilan (SMK), kecil masa kehamilan (KMK), besar
masa kehamilan (LMK). SMK berada di persentil 10-90%.

• Status generalis

- Kulit

- Bayi prematur: Tipis, halus, merah tua.

- Bayi postmatur: Kulit terkelupas.

- Plethora: Kemerahan pada kulit akibat dilatas vaskular (polisitemia, overheated,


overoxygenated).

- Pucat: Anemia, asfiksia, syok.

- Ikterus: Tekan kulit dan tahan 2 detik kemudian lepas, lihat warnanya. Penilaian
dengan Kramer (Kramer I-V).

- Cutis marmorata: Dingin, syok hipovolemi.

- Kepala

- Ukur LK: Makrosefali >90 persentil, mikrosefali <10 persentil

- Cek fontanel/ubun-ubun (besar berbentuk belah ketupat tertutup dalam 12-18


bulan, kecil berbentuk segitiga tertutup dalam 2-4 bulan).

- Hidrosefalus: Fontanel menonjol, sutura tidak menutup.

- Cephalic molding: Kepala tidak simetris, hilang dalam 1 minggu.

- Caput succadenum: Pembengkakkan soft tissue karena penekanan saat


persalinan, ada pitting edema, hilang dalam beberapa hari, bisa melewati sutura.

- Cephal hematome: Perdarahan subperiosteum, bisa karena persalinan dengan


forcep, tambah besar setelah lahir dan hilang dalam 2-3 minggu, tidak pernah
melewati sutura. Cek bilirubin dan Hct.

- Leher

- Lihat tonus neck reflex.

- Pembesaran KGB, tiroid.

- Difteri menyebabkan Bullneck (ada pembesaran KGB).

- Wajah

- Wajah khas, facial nerve injury.

- Telinga

- OAE, akan berkedip bila ada suara keras.

- Mata

- Congenital cataract -> red light reflex, icterus

- Sklera biru: Osteogenesis imperfecta

- Sekret: GO

- Cek mata dengan refleks moro, refleks pupil muncul UK 28-30 minggu.

- Hidung

- + atresia koana (cek dengan NGT)

- + distress napas (napas cuping hidung)

- Mulut dan gigi

- Celah palatum, macroglassia, hipersalivasi (atresia esofagus), oral thrush

- Gigi muncul saat usia 6-8 bulan

- Thoraks (Paru)

- Inspeksi: Bentuk dada (pectus excavatum, pectus casinatum, barrel chest), RR


(40-60x/menit), pernapasan bayi baru lahir diafragmatika, ukuran payudara 1
cm.

- Auskultasi: Bronkovesikuler, menetap hingga 2 tahun.

- Thoraks (Jantung)

- Inspeksi: Pectoral bulging, ictus cordis.

- Palpasi: Denyut nadi, ictus cordis (RR normal 110-160x/menit)

- Auskultasi: + murmur

- Abdomen

- Inspeksi: + gastroskisis (dilapisi peritoneum), omfalokel (tidak dilapisi


peritoneum).

- Auskultasi

- Palpasi: Hepar (normal terapa 1-2 cm di bawah arkus kosta), lien (teraba
bertanda CMV/rubella)

- Umbilikus

- Terdapat 2 arteri dan 1 vena

- Infeksi dapat berupa omfalitis

- Genitalia

- Laki-laki: Hipospadia, epispadia, phimosis, kelainan testis (hidrokel,


undescended), penis minimal 2 cm.

- Perempuan: Clitoris, labia mayora dan minora, sekret, pseudomens (normal


sampai usia 4 minggu).

- Anus

- BAB maksimal 48 jam setelah lahir

- Cek dengan NGT 1 mm

- Ekstrimitas: Hitung jari

• Reflex

- Rooting/menetek

- Tonic neck reflex, ketika kepala bayi dihadapkan ke satu sisi, lengan pada sisi
tersebut akan ekstensi (hilang setelah 9-10 bulan).

- Moro reflex, ekstensi lengan ketika hilang support (seperti terjatuh), hilang pada
akhir bulan ke 6. Edema otak menyebabkan reflex muncul setelah 6 bulan,
subdural hematome menyebabkan reflex hilang sebelum 6 bulan.

- Palmar and plantar grasp

• Bayi Prematur

• Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada UK <37 minggu.

• Pemeriksaan bayi prematur meliputi:

- NBS (New Ballard Score)

- Kurva Lubchenco

- Finstorm (bila asfiksia)

• TTV:

- Belum menangis, baru menangis hari ke 2-3 (high pitch crying).

- Suhu labil

- RR tidak teratur, 40-80x/menit, belum ada refleks batuk

• Karakteristik bayi prematur:

- Kulit tipis dan mengkilap.

- Rambut kepala sulit dipisahkan.

- Tidak ada alis dan bulu mata.

- Daun telinga sangat elastis sehingga tidak ada recoil (karena pembentukan tulang
rawan yang belum sempurna), ear lobe bisa belum terbentuk.

- Lanugo di seluruh badan.

- Di abdomen ada vena membayang.

- Genitalia, skrotum bisa kosong dan rugae samar/tidak ada, labia mayora tidak
menutupi labia minora.

- Plantar crease <1/3 anterior.

- Kuku tidak melampaui jari.

- Puting susu kecil (<2cm)

- Refleks menetek tidak ada bila UK <34 minggu.

• Risiko bayi prematur:

- Hipotermia, karena brow fat sedikit, tonus otot lemah (tidak bisa shivering),
BSA>massa (heat loss lebih cepat melalui evaporasi). Lakukan metode kangguru
(skin-to-skin contact dan diselimuti).

- Hipoglikemia

- Infeksi

- Hipoxia

- Jaundice (ikterus neonatorum)

- ROP (target saturasi 88-92%), anemia, NEC (perforasi)

• New Ballard Score

• Digunakan untuk mengetahui maturitas / gestational age.

• Terdapat 2 rubrik penilaian; neuromuscular maturity dan physical maturity.

• Score cukup bulan: 35 (38 minggu), 40 (40 minggu).

• Baik digunakan <12 jam (UK<26 minggu) / <96 jam (>26 minggu).

• Kurva Lubchenco

• Nama lainnya neonatal antropometric chart.

• Untuk mengetahui apakah bayi SMK, BMK, atau KMK berdasarkan UK dan BBL.

• Pada bayi prematur, gunakan kurva Fenton

• Finstorm Score

• Digunakan pada bayi


lahir dengan asfiksia.

• Pada kasus asfiksia,


finstorm score bisa
diganti dengan score
NBS x 2.

• Finstorm digunakan
agar tidak banyak
melakukan stimulasi.

Anda mungkin juga menyukai