Anda di halaman 1dari 116

Ambliopia

Batasan dan uraian umum


 Gangguan perkembangan penglihatan spatial pada satu atau
kedua mata yang terjadi pada usia perkembangan (critical period
of visual development) dan dihubungkan dengan keadaan-
keadaan strabismus (strabismus amblyopia), anisometropia
(anisometropic amblyopia), kelainan refraksi (refractive
amblyopia) dan hambatan media ( deprivation amblyopia)
 Pemeriksaan penderita akan memperlihatkan tajam penglihatan
subnormal sesudah koreksi, yang tidak sesuai dengan usia
perkembangan walaupun tidak ditemukan kelainan organic pada
mata dan posterior visual pathway, yang dapat menjadi penyebab
penglihatan yang subnormal tersebut

Kriteria diagnosis

Pemeriksaan standar rutin, terdiri dari:


Anamnesis
 Keluhan utama yang membawa penderita datang berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit-penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga

Pemeriksaan Mata
 Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit-penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga
Pemeriksaan mata
 Visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan
dengan umur)
 Inspeksi:
o Kedudukan bola mata symentris/tidak: “Hirscberg” atau
“Alternate Cover tes”
o Pergerakan bola mata. Ada/tidaknya nystagmus atau
“searching”
o Tanda-tanda kelainan mata
 Pemeriksaan loupe
 Pemeriksaan dengan lampu celah
 Pemeriksaan streak retinoscopy/autoref dengan sikloplegik untuk
menentukan besar kelainan refleksi
 Pemeriksaan funduskopi dan fiksasi penglihatan
Tata laksana
Pepenanganan ambliopia tergantung jenisnya, pada perinsipnya terdiri
dari:
1. menghilangkan deprivasi
2. koreksi kelainan refraksi
3. menghilangkan dominasi ocular dengan cara oklusi mata yang
dominant
4. edukasi:
 kepatuhan pasien dalam menjalankan semua tindakan
terapi sangat penting karena sangat menentukan
kebersihan terapi
 dalam hal ini kerja sama dan pengertian orang tua pasien
sangat dibutuhkan
Daftar pusaka
1. the Faundation of the American Academy of Ophthalmology.
Basic and Clinical Science. Pediatric Ophthalmology and
strabismus Sation 6. san Fransisco. California 200-2001 : 45-50
2. Wright KW. Visual Development, Amblopia and Sensory
Adaptations. In : Wright KW, Editor Strabismus and Pediatric
Ophthalmology. New York : Thieme Medical Publisher. 1996 :
119-31
Graves disease

Batasan dan uraian umum


Graves disease adalahsuatu keadaan kelainan kedudukan bola mata dan
adneksa yang dihubungkan dengan kelainan kelenjar tiroid. Biasanya
ditandai diplopia, oftalmoplegia dan pembesaran otot ekstraokular.

Patogenesis
Patogenesis dari Graves disease diduga adalah suatu proses autoimun,
dimana sel fibrioblast di orbita yang menjadi target utama.

Kriteria Diagnosis
Klinis
 Lid tertraction
 Lid lag
 Lagophthalmos
 Exophthalmos
 Gangguan gerak bola mata
Pemeriksaan rutin
 Pemeriksaan rutin untuk fungsi penglihatan
 Pemeriksaan fungsi kelopak mata
 Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
Tata laksana
 Bila terdapat lagophthalmos, diberikan tetes mata artificvial
tears serta zalft mata sebelum tidur untuk mencegah kornea
 Kortikosteroid diberikan bila terdapat
◦ Tanda-tanda gangguan fungsi N. Optikus
◦ Diplopia akut
◦ Exophthalmos berat
◦ Tanda-tanda kongesti akut
 Dekompresi orbita

Katarak

Batasan dan uraian umum


Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa yang dapat terjadi pada nucleus, kapsul
lensa atau keduanya.

Patogenesis
Sebagian besar katarak terjadi karena factor usia, sebagian lainnya
disebabkan factor penyakit sistemik, trauma, penyakit mata lainnya serta
kelainan congenital.

Gejala
Menurunnya tajam penglihatan secara perlahan-lahan, seperti melihat
dibalik kelambu, melihat lebih terang pada sore hari.

Pemeriksaan
Tajam penglihatan, biomikroskopi, funduskopi, biometri

Pemeriksaan penunjang
Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan retinometri, USG

Tata laksana
Ekstraksi katarak
Teknis operasi katarak dapat dibagi dalam:
1. Ekstraksi katarak intraokuler
2. Ekstraksi katarak ekstraokuler dengan implementasi lensa
intraocular
3. Fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa intraokular
Pengobatan pasca operasi
Tetes mata antibiotik + steroid 6 kali perhari 1 tetes

Edukasi
Petunjuk untuk pasien
 Mengganti perban 1 kali sehari pada pagi hari
 Jangan kena air dan tidak menggosok mata selama 1 minggu
 Memberi obat tetes sesuai petunjuk dokter
Leukokoria

Batasan dan uraian umum


Leukokoria berarti white pupile yaitu bayangan putih pada pupil
Diagnosis banding dari lekokoria adalah (lihat algoritma)

Retinoblastoma
Tumor ganas primer intraokular yang berasal dari sel-sel germinal retina
yang biasa dijumpai pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)


Kelainan kongenital non herediter yang terjadi akibat kegagalan regresi
badan kaca primer, yang kemudian mengalami proliferasi, dengan
kemungkinan terdapatnya sisa-sisa system A. Hyaloid. Biasanya
didiagnosa di bawah usia 1 tahun.

Displasia retina
Kelainan kongenital berupa malformasi retina yang ditandai dengan
rosette, lipatan retina dan ablasio retina yang biasanya menyebabkan
mata menjadi mikrofthalmos. Dapat disertai gangguan perkembangan
lain pada mata berupa PHPV, Coloboma, pembentukan kartilago.
Biasanya didiagnosa di bawah usia 1 tahun.

Coat’s disease (retinal teleangiectasis)

Kelainan congenital pembulu darah retina yang kebanyakan unilateral


pada penderita laki-laki usia decade 1-2, ditandai dengan endotel
vascular retina abnormal, yang bila berlanjut akan menyebabkan
degenerasi pembuluh darah retina, aneurisma, teleangiektasi dan
eksudasi retina.
Retinopathy of prematurity (ROP)

Retinopati bilateral berupa proliferasi abnormal jaringan vaskular retina


yang terjadi pada bayi premature di mana sistem vaskularisasi retina
prifer belum lengkap.

Trauma yang menyebabkan perdarahan badan kaca


Ablasio retina berakhir dengan pembentukan jaringan glia yang
berlebihan.
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga
11. Pemeriksaan mata
1. Visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan dengan
umur)
2. Inspeksi:
 Kedudukan bola mata simetris/tidak:
Hirsscberg atau Alternate Cover test

 Pergerakan bola mata. Ada/tidaknya Nystagmus atau searching


 Tanda-tanda kelainan mata
◦ Pemeriksaan dengan loupe
◦ Pemeriksaan dengan lampu celah
◦ Funduskopis

Pemeriksaan Penunjang
 Usg
 Pemeriksaan ELISA bila dicurigai toksokariasis
 Bila dicurigai tumor sudah meluas ke ekstraokular :
o BMP
o LP
o CT SCAN (lihat algoritma pencitraan)

 Pemeriksaan FFA bila diduga kelainan teleangiektasis

Tata laksana
Tergantung penyebab :
1. Retinoblastoma : lihat hal retinoblastoma
2. Persisten hiperplastic primary vitreous ( PHPV)
Pengobatan /tindakan tergantung letak lesi dan derajat keparahan
akibat komplikasi:
 PHPV anterior tanpa komplikasi :
 Segera operasi lensektomi dan pengangkatan jaringan
fibrovaskuler retrolental untuk mencegah komplikasi
 Pasca operasi : diberikan kaca mata afakia/ lensa kontak
sesuai hasil streak/addisi +3D bila anak sudah dapat
berjalan
 Terapi ambliopia
 PHPV posterior (isolated)
 Tak perlu pengobatan
 Control teratur untuk :
- Kemungkinan komplikasi
- kelainan refraksi
3. Displasia retina :terapi konservatif
4. Coat’s disease(retinal teleangiektasis)
 Non bedah : fotokoagulasi laser/terapi cryo untuk oblitersi
teleangiektasis
 Bedah : scleral buckling pada kasus dengan ablasio retina
5. Retinophaty of prematurity(ROP)
 Lihat hal ROP
6. Trauma yang menyebabkan perdarahan badan kaca, ablasio
retina berakhir dengan pembentukan jaringan gila yang
berlebihan
 Bedah : vitrektomi dan sclera buckling
7. Metasthatic endopthalmitis: terapi konservatif
8. Infeksi Toxocara Canis
 Streroid topical, periokular atau sistemik untuk mengatasi
inflamasi
 Thiabendazole
9. Norrie disease
 Terapi konservatif
 Konsultasi ke bagian ilmu kesehatan anak
 Konsulatsi ke bagian biologi (genetic)
10. Inkontinentia pigmenti:
 Non bedah : retinopati yang terjadi dapat dilakukan
fotokoagulasi laser / trapi cryo
 Bedah :
o operasi katarak bila dijumpai katarak
o sclera buckling dan vitrektomi bila dijumpai ablasio
retina
 Konsultasi ke bagian biologi (genetic)
11. Familial exudative vitreoretinophaty

Edukasi

Informed consent

 Kelainan ini dapat menyebabkan kebutaan


 Dapat menyebabkan kematian bila di sebabkan retinoblastoma
dan tidak diterapi dalam stadium dini
 Tidak ada obat untuk menyembuhkan untuk kelainan genetic
 Konsultasi genetik untuk kelainan genetic

Daftar Pustaka
1. Murphee Al,Christensen LE.Retinoblastoma and
malignant intra ocular tumor..In:Wright KW,ed Pediatric
of Ophthalmologi and strabismus.Mosbi;1995:p. 495-510
2. The Foundation Of American Academy of
Ophthalmology.Basic and Clinical Science
Course.Pediatric of Ophtalmology and Stabismus.
Section 6;2001-2002:p.266-76
3. Wright KW,Spiegel PH.Pediatric Ophtalmology and
Stabismus.In Krachmer JH,ed. The Requisites in
Ophtalmology.Mosby;1999:p.112-113
4. Blody FCLeukokoria.InVibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem.ML,eds.Decision Making in Pediatriic
Ophtalmology.Mosby –Year Book,Inc,1993:p.28-29
5. Slovis TL,Baker JD,Becker C.Imaging approach to the
child with Leukocoria.In Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
ophthalmology.Mosby-Year Book,Inc,1993:p280-83
6. Zwann J.Leuckocoria.In:Van Heuven WAJ,Zwann
J,eds.Decision Making in Ophthalmology. An Algoritmic
Approach. 2nd edition. Mosby, 2000 : p 182-83.
7. the Foundation of American Academy of Ophthalmology.
Basic and Clinikal Science Course. Retina and Vitreous.
Section 12 : 2003-2004 : p.256-263
Algoritma diagnosa banding lekokoria
Leukokoria

Masa putih dibelakang pupil

Selalu pikir RETINOBLASTOMA

UNILATERAL BILATERAL

<1 TH TRAUMA > 1 TH HEREDITER SPORADIK

PENY. COAT”S ROP


ENDOFTALMITIS TRISOMY 13
METASTASTIS TRAUMA
TOKSOKARIATIS

PENY. NORIE
PHPV INCONTINENTIA
DEPLASIA PIGMENTI
RETINA FAMILIAL EXUDATIVE
VITREORETINOPATHY

ALGORITMA PENCITRAAN LEKOKORIA


Patien with
LEUKOKORIA (WHITE PUPIL

A Histori and Physicaal

Examination

Possible retinoblastoma no
retinoblastoma

B CT scan Sedation Consider : ROP


Catarac
Technical considerations Retina
coloboma

CT lindings US if
necessary

C intraocular mass Calcifikation F No tumor


possible retinal detachment

D Rule out : Clear anterior Clear K


view Other
ROP Toxocariasis chamber of
fundus
Optic head drusen
G Cataract
H ROP I J
G H G
Retinal PHPV G
coloboma
Retitinoblastoma US

CT to find extent If mass US to


E
confirm
Of tumor MRI and
define

MRI
Myasthenia gravis (ocular myasthenia)

Batas dan uraian umum


Myasthenia gravis adalah suatu keadaan kelemahan peda otot akibat
kelainan pada neuro-muscular junction yang disebabkan oleh proses
autoimun.
Patogenesis
Pada myasthenia gravis, terjadi pengurangan jumlah acetylcholine
receptor pada neuromuscular junction. Hal ini disebabkan oleh antibody
yang menyerang Ach receptors, sehingga terjadi gangguan pada
transmisi neuromuscular.

Klinis
 Ptosis pada satu atau dua mata yang bertambah berat pada siang
hari disbanding pagi hari
 Oftalmoplegia
 Kelemahan pada otot tubuh lainnya pada keadaan generalisata

Pemeriksaan rutin
 Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
 Pemeriksaan fungsi kelopak mata
Pemeriksaan penunjang
 Tes tensilon
 Ice test
 Elektromyografi
 Thymectomy

Neuritis optika
Batas dan uraian umum
Definisi
Peradangan pada nervus optikus
Patogenesis
Neuritis optika umumnya disebabkan oleh proses demyelinasi. Sebagian
kecil lainnya disebabkan oleh infeksi. Wanita lebih banyak dari pria dan
biasanya pada umur muda.
Kriteria diagnosis
Klinis
 Tajam pengelihatan turun mendadak
 Gangguan lapang pandang
 Gangguan fungsi-fungsi penglihatan lainnya
 Pada pemeriksaan akan didapatkan:
o Reflex pupil yang berkurang (RAPD)
o Papil N. optikus tampak edem (papilitis) atau normal
(Neuritis retobulbar). Dapat juga disertai adanya exudat
di retina (Neuroretinitis)
Pemeriksaan rutin
 Tajam penglihatan
 Lapangan pandang
 Funduskopi

Tata laksana
Diberikan kortikosteroid dengan cara :
Dexamethason 40 mg IV 5 hari berturut-turut atau metyhilprednisolone
1gr IV dalam dosis terbagi @ 250 mg selama 5 hari berturut-turut,
dilanjutkan dengan kortikosteroid oral dengan dosis 1 mg/BB/hari dalam
dosis tunggal. Selama pemberian injeksi kortikosteroid, pasien harus
diraawat di rumah sakit.
Penghobatan mulai di tapering off setelah tajam penglihatan pasien
menetap selama 2 minggu.

Pterigium

Batasan dan uraian umum


Definisi
Pertumbuhan konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva yang
biasanya terdapat di sudut medial atau nasal mata kea rah kornea,
berbentuk segitiga masuk kedalam kornea.
Patogenesis
Kerusakan epitel daerah limbus karena paparan ultraviolet sinar
matahari atau karena peradangan.
Gejala
Selaput berbentuk segitiga yang berjalan dari daerah nasal kea rah
kornea, kadang menutupi kornea.
Pemeriksaan
Tajam penglihatan dan pemeriksaan biomikroskopi
Tatalaksana
 Avulsi pterigium dengan transplantasi epitel limbus atau amnion
 Avulse pterigium secara bare sclera
Pengobatan pasca operasi
 Perban diganti 1x sehari selam 1 minggu
 Pemberian salep mata antibiotic selama 1 minggu
 Pemberian tetes mata antibiotic+steroid selam 1 minggu
berikutnya.

Rupture kornea
Batasan dan uraian umum
Definisi
Hilangnya kontinuitas jaringan kornea
Patogenesis
Jaringan kornea robek, dapat sebagian atau seluruh tebal kornea.
Gejala
Penglihatan berkurang atau hilang karena kontinuitas jaringan kornea
Pemeriksaan
Tajam penglihatan dan biomikroskopi
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah untuk persiapan operasi
Tata laksana
Repair rupture kornea dalam narkose
 Antibiotic IV
 Antibiotic topical
 Midriatikum

Strabismus
1. Esotropia
Merupakan jenis strabismus horizontal dimana satu mata
berfiksasi pada suatu objek sedang mata yang lain berdeviasi ke
dalam. Dapat bersifat komitan atau inkomitan, demikian jga
dapat bersifat congenital maupun didapat.
Manifestasi klinis
 Bila esotropia yang terjadi karena hipermetropia yang tidak
dikoreksi dengan besar deviasi antara 20 PD-30 PD dan
deviasi jauh dan dekat sama atau hamper sama dengan
koreksi penuh maka kedudukan bola mata menjadi orthoporia
saat melihat dekat dan jauh disebut esotropia akomodatif
refraktif
 Bila estropia pada jarak dekat, namun jarak jauh ortho,
dengan anomaly refraksi rata-rata hipermetropia +2.5D
disebut esotropia akomodatif nonrefraktif
 Bila esitropia dengan hipermetropia, dengan koreksi kaca
mata hanya sebagian esotropinya terkoreksi, disebut partially
accommodative esotropia
 Bila suatu esotropia dengan hipermetropia ternyata koreksi
hipermetropia tidak mempengaruhi besarnya deviasi maka
disebut non acomodative esotropia
 Bila ET yang timbul dengan onset sejak lahir sampai usia 6
bulan pada anak yang neurology normal. ET tidak berkurang
dengan koreksi hipermetropia disebut essential infantile ET
 Bila ET yang timbul pada usia diatas 6 bulan, bisa timbul
akibat berbagai sebab, ET jauh sama dengan ET dekat
Acquire ET/ basic ET
 Bila pada esotropia deviasi jarak dekat lebih besar atau sama
dengan 15 PD dibandingkan dengan deviasi jauh Covergence
Excess ET
 Bila ET jauh lebih besar dari pada ET dekat Divergence
inufficiency ET
 Bila ET yang terjadi sebagai akibat adanya nystagmus yang
menghilang bila konvergensi nystagmus compensation
syndrome
 ET yang timbul mendadak sebagai akibat hipermetropia yang
tidak dikoreksi atau dekompensasi dari esophoria yang telah
ada sebelumnya disebut Acute ET
 Bila ET yang muncul hilang timbul secara periodic disebut
Circadian ET/Cyclic ET
 Bila ET sebagai akibat ansimetropia, amblyopia unilateral,
trauma, kekeruhan kornea, katarak monocular, lesi macula
lutea unilateral,papil atrofi unilateral disebut secondary ET
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
 setiap penderita dengan esotropia dilakukan pemeriksaan
refraksi subyektif dan obyektif. Pemeriksaan refraksi
obyektif dilakukan dalam sikloplegia
 duction dan version
 pengukuran sudut deviasi dilakukan sesuai dengan
keadaan yang paling cocok untuk setiap penderita. Bila
visus buruk atau kurang koperatif dapat dilakukan cara
Hirshberg atau krimsky. Bila kedua mata visus baik
lakukan ACT dengan prisma.
Pemeriksaan khusus
untuk menilai status binokukaritas dilakukan dengan Maddox
Rod, WFDT, synophtophore, TNO, bagolini sesuai dengan
kebutuhan.
Tatalaksana
Non bedah/ bedah
1. Refractive Accommodative ET: berian kaca mata dengan
koreksi terbaik (berdasarkan refraksi subyektif dan obyektif)
yaitu lensa sferis positif terbesar yang memberikan sudut
deviasi ET yang terkecil. Jangan memberikan kaca mata yang
bisa menghilangkan esotropinya tapi tidak memberikan visus
yang terbaik. Follow up pendeeita secara teratur, bila suatu
koreksi hipermetropia yang diberikan menimbulkan
exotropia maka power lensa positif yang diberikan harus
dikurangi sampai posisi bola mata ortho.
2. Non Refraktive Accomodative ET: koreksi penglihatan
dekatnya dengan lensa positif sampai posisi mata saat
melihat dekat menjadi ortho.
Kemudian berikan kaca mata bifokus yang batas bifokusnya
tepat berada didepan pupil (sebaiknya tipe eksekutif atau
progresif). Bila penderita tak bisa adaptasi dengan kaca mata
bifokus atau mengalami diplopia saat melihat dekat,
pertimbangkan pembedahan kedua rektus medius dengan
metode faden. Follow up secara teratur dan sesuaikan kaca
mata dengan deviasi bila terjadi perubahan.
3. Partially Refraktive Accommodative ET: bila pemberian
kaca mata dengan koreksi hipermetropia terbaik masih ada
sisa ET yang cukup bermakna, lakukan pembedahan sisa
devisi tersebut. Metode pembedahan yang dipilih bisa
Recces-Resect pada satu mata atau recess otot rektus medius
bilateral
4. Esential Infantile ET
 Koreksi kelainan refraksi dan atasi ambliopia bila ada
 Operasi sedini mungkin setelah besar deviasi bisa
dipastikan
 Operasi dengan reses RM dan resek RL bila visus
kedua mata sementara.
5. pada Acquired ET, prinsip terapi sama dengan esensial
Infantile ET
6. pada Non Accommodative Convergence Excess dilakukan
Reses rektus medius pada kedua mata
7. Divergence Inufficiency ET resek rektus lateral pada
kedua mata
8. Nystagmus Compensation syndrome reses rektus medius
pada kedua mata
9. Secondary ET resek rektus medius dan resek rektus
lateral mata yang ada kelainannya
10. pada inkomitan ET, ditunggu sampai keadaan stabil, atau
terjadi resolusi spontan. Bila hal ini tidak terjadi
11. prosedur operasi
2. Eksotropia
3. Asthenopia

Patogenesis
Dua penyebab utama asthenopia adalah usaha terus menerus untuk
mempertahankan fusi pada keadaan imbalance okulomotor
(muscular asthopenia) atau adanya kelainan refraksi yang tak
terkoreksi sempurna atau insuffisiensi akomodasi (refractive
asthenopia).
Manifestasi klinis
Penderita asthenopia mungkin mengeluh mata terasa pegal,
penglihatan kabur, atau kadang-kadang penglihatan menjadi dobel,
sakit kepala, sakit sakit di atau sekitar mata. Seringkali keluhan
tersebut berhubungan dengan membaca atau mengerjakan pekerjaan
yang memerlukan penglihatan dekat, mengendarai kendaraan dan
lain-lain. Keadaan ini sangat khas, karena selalu timbul selama atau
sesudah bekerja dan tak pernah terjadi saat bangun tidur.
Pemeriksaan penunjang
Pacth test untuk membedakan apakah kelainan ini akibat muscular
atau refraktif. Bila dengan patching salah satu mata saat membaca
keluhan hilang berarti penyebabnya muscular, bila tidak hilang
berarti refraktif .
Tata laksana
 Muscular asthenopia
 Heterophoria (E,X)
◦ Non bedah
◦ Bila hetereophoria dapat dilakukan terapi
orthoptik dengan stereogram, red blue dot test,
prisma bar, atau synophtophore (bila
memungkinan) atau pemberian prisma pada
lansia.
◦ Bedah
◦ bila terapi orthoptik gagal, maka dapat
pertimbangan operasi. Jenis tindakan operasi dan
dosisnya disesuaikan dengan besarnya foria dan
perbedaan deviasi jauh dekat.
 Refractive asthenopia
◦ Non bedah
◦ bila near point of accommodation (NPA) normal,
koreksi kelainan refraksi yang ada.
◦ Bila NPA rendah maka dapat dilakukan,
 Pada presbiopia, atau accommodative
insufficiency berikan kaca mata baca atau
bifokus, demikian pula pada insufisiensi
akomodasi.
 Bila terdapat hypermetropia latent, koreksi
hipermetropianya

◦ Bedah
◦ Bila terdapat kombinasi accommodative
insufficiency dan convergence insufficiency
berikan kaca mat abaca dan latihan ortoptik atau
pembedahan bila dianggap perlu.
Diplopia

Diplopia adalah penglihatan ganda yang terjadi secara mendadak


pada seseorang bila terdapat misalignment okuker oleh berbagai
sebab.
Manifestasi klinis
Penderita mengeluh penglihatan ganda, dapat didahului oleh adanya
riwayat trauma, kencing manis, hipertensi, stroke dan lain-lain.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
 Bila menghadapi penderita yang datang dengan keluhan
diplopia, maka pendekatan diagnosis pertama adalah dengan
melakukan patch test (tutup satu mata ).
 Bila diplopia tetap, berarti diplopia monocular. Diplopia
monokuler dapat disebabkan oleh kelainan refraksi,
kekeruhan lensa.
 Bila diplopia menghilang pada patch test berarti diplopia
binokuler.
 Pada diplopia binokuler dilakukan cover test.
 Bila cover test, ortoforia, berarti diplopia fisiologis.
 Bila pada cover test heteroforia: dapat dilakukan red filter
test /WFDT/Maddox rod
 Bila pada pemeriksaan dengan alat-alat tersebut diatas
ditemukan:
~ Crossed image: XT
~ Uncrossed image: ET
~ Vertical separated image: hyper/hipotropia
~ Torsional image: siklotropia

Pemeriksaan khusus
Konsul ke departemen ilmu penyakit dalam untuk mencari etiologi,
apakah terdapat diabetes militus, hipertensi, sesuai dengan keadaan
yang paling di curigai.

Tata laksana
 Diplopia monokuler:
~ Pada diplopia monocular karena kelainan retina atau kelainan
serebral sebaiknya di rujuk ke
Sub Bagian NO
~ Diplopia karena kelainan media seperti katarak → coba atasi
dengan koreksi optis, bila tidak berhasil pertimbangkan
operasi katarak.
~ Pada kelainan refraksi: berikan koreksi terbaik
~ Desenterasi pseudophakos: berikan miotikum bila tepi optic
IOL tidak melampaui pertengahan pupil, bila melampaui
pertengahan pupil harus di reposisi.
~ Paradoxin : paska oprasi strabismus
 Diplopia binocular:
~ Diplopia fisiologis → jelaskan pada pasien mengenai
fenomena ini.
~ Diplopia karena heterotropia: bila penyebabnya parese
syaraf/otot, tangani secara konservatif sampai proses
penyembuhan telah tuntas barulah diplopia tersebut diatasi
dengan pembedahan(lihat tata laksana strabismusincomitant)
~ Bila heterotropiaterjadi pasca bedah retina , bila
kemungkinan penyebabnya adalah encircling band yang
perlu harus dibuka, maka pelepasan band itu baru bisa
dilakukan 6 bulan setelah bedah retinanya
~ Pasca bedah strabismus: umumnya terjadi diplopia yang akan
hilang secara berangsur-angsur dalam beberapa hari. Bila
tidak hilang, periksa lagi apakah ada ARC atau tidak
~ Bila ad ARC lakukan pembedahankoreksi segera.
GLAUKOMA

Glaucoma sudut tertutup akut

Batasan dan uraian umum


Definisi
Glaukoma dimana seluruh sudut balik mata depan tertutup oleh pangkal iris
secara tiba-tiba.

Patogenesis
Blokade pupil, abnormal konfigurasi iris, membran inflamasi atau neovaskular
yang menarik sudut
, sinekia anterior perifer.

Gejala klinis
 Anamnesis:
Terjadi tiba-tiba, rasa sakit di sekitar mata, penglihatan kabur, pusing, mual
sampai muntah
 Lampu celah:
Hiperemis konjutiva, edema kornea pupil medilatasi dan fix, serta bilik
mata depan dangkal
 Tonometri aplanasi:
Tekanan intra ocular >21 mmHg biasanya sekitar 50-70 mmHg
 Goneoskopi:
Sudut balik mata depan tertutup

Diagnosis banding
1. Peningkatan TIO akut dengan sudut terbuka
 Sindroma Posner-Schossman/Glaukomato cyclitic crisis (TIO meningkat yang
sering kambuh, sel-flare ringan dan tanpa keratik precipitat ringan)
 Glaukoma inflamasi (uveitis)
 Glaukoma traumatic
 Glaukoma pigmenter
2. Peningkatan TIO akut dengan sudt tertutup
 Glaukoma sudat tertutup sekunder
▀ membran inflamasi dan neovaskular menarik sudut balik mata depan
▀ penutupan mekanik dari sudut bilik mata depan dan pergerakankedepan
dari diafrakma iris lensa.
►lensa induced glaucoma
►pembengkakan choroids pasca laser retina yang intensif
►tumor segmen posterior (melanoma badan siliaris – choroid)
►sindroma misdirection aquous
▀ sinekia anterior perifer (uveitis, laser trabeculoplasty)
 Glaukoma sudut tertutup primer

Catatan

Dipertimbangkan glaucoma sekunder bila sudut bilik mata dimata yang


sebelahnya terbuka (bilik mata depan dalam) dan glaucoma primer bila sudut
bilik mata dimata sebelahnya terbuka sempit (capable of closure)

Pemeriksaan penunjang rutin


 Tonometri aplanasi
 Kartu snallen
 Lampu celah
 Funduskopi

Pemeriksaan Penunjang Khusus


 Geneoskopi
 Perimetri

Tata Laksana
Tergantung berat dan lama serangan gejala klinis. Bila serangan yang terjadi
berat, maka kerusakan jaringan permanent akan terjadi dalam beberapa jam. Bila
tajam penglihatan adalah gerakan tangan, maka penyakit ini merupakan darurat ,
harus segera di atasi.

Tujuan
Hentikan serangan akut untuk menghentikan proses proses kerusakan permanen
dari jaringan anyaman trabekulum dan cakram optic dan mempertahankan tajam
penglihatan.

Tindakan untuk menghentikan serangan akut


 Menekan kornea dengan alat goneoprisma
 Parasintesis dibalik mata depan
 Pemberian obat-obatan glaucoma
 Tindakan laser iridektomiperifer
 Tindakan bedah

Pemberian obat-obatan glaucoma


1. Penghambat β topikal (timolol 0,5%, levobunolol o,5%) dosis 2
kali
2. Agonis α adrenergic (aproclonidin 1%, brimonidin 0,2%) dosis 2
kali
3. Penghambat karbonik anhidrose (acetazolamide 250-500 mg IV
atau 500 mg tablet)
4. Bila glaucoma sudut tertutup akut akibat
 Blok pupil atau iris yang menebal:
Kolinergik (pilokarpin 2%) tiap jam
 Blok pupil pseudofakia atau afakia jangan beri pilokarpin
tetapi midriattikum bila laser tidak segera dilakukan
5. Bila karena glaucoma fakomorfik : angkat lensa
6. Bila pasien kesakitan, mual dan muntah:
Infuse manitol 20% 1-2 g/kg (500cc mengandung 100 g manitol)
7. Cek ulang TIO dalam 24 jam
 Bila TIO tidak turun, maka lakukan iridektomi perifer, bila
TIO tetap tidak turun, maka lakukan operasi trabekulektomi
 Bila TIO turun secara signifikan, lakukan iridektomi perifer
terutama bila kornea sudah jernih. Keadaan ini dapat ditunggu
dalam 1-5hari, kemudian pasien dipulangkan dan diberi obat:
o Steroid tetes mata untuk peradangan
o Penghambat β topical
o Penghambat karbonik anhidrase
o Kolinergik
 Untuk glaukoma primer, lakukan iridektomi pada mata
sebelahnya sebelum pulang
8. Bila TIO tetap tinggi, lakukan tindakan bedah trabekulektomi
Pengobatan definitife: iridektomi perifer
 Blokade pupil
o Laser iridektomi perifer pada mata yang sakit
o Laser iridektomi pada mata yang sebelahnya, bila ocludable
closure. Bila mata yang sakit kornea edema sehingga sulit
dilakukan laser iridektomi perifer maka lakukan pada mata
sebelahnya dulu karena akan terjadi akut 40%-80% dalam waktu
5-10tahun
o Lakukan operasi iridektomi perifer bila tindakan laser tidak
memungkinkan
o Pertimbangkan operasi trabekulotomi bila TIO tetap tinggi
walaupun sudah dilakukan iridektomi perifer dan terapi
medikamentosa maksimal
 Glaukoma sekunder atau mekanik
o Pertimbangkan laser gonioplasty untuk membuka sudut seperti
pada pasca tindakan laserretina yang intensif dan operasi retina
(ablasio retina)
o Obati penyebabnya seperti uveitis
Follow Up
 Setelah tindakan definitife, follow up pasien dalam 1 minggu-bulan
dalam TIO, funduskopi dan lapang pandangan kalau mungkin fundus
stereokopi
 Bila masih terjadi serangan akut kembali, hati-hati sindroma plateu iris
 Monitor tajam penglihatan
 Keluarga pasien sebaiknya diingatkan untuk control mata, karena
penyakit ini bersifat diturunkan
Daftar Pustaka
1. cullum RD, Chang B. The Wills Eye manual : Office and Emergency
Room Diagnosis and treatment of Eye Desease. 2ⁿ₫ Lippincolt-Raven.
2002
2. Becker – scaffer

Glaucoma primer sudut terbuka ( GPST )

Batasan dan uraian umum


Definisi
Penyakit optik neuropati bersifat kronis, progresif ditandai dengan atrofi
dan penggaungan papil saraf optik yang karakteristik berhubungan
dengan defek lapang pandangan yang tipikal dengan defek lapang
pandangan yang tipikal dengan factor resiko utama adalah peningkatan
tekanan intra okuler (TIO)
Patogenesis
Terjadi resistensi “out flow” cairan humor aquous yang meningkatkan
dianyaman trabekulum.
Kriteria Diagnosis
A. Klinis
1. Pasien mempunyai TIO > 22mmHg
2. Sudut bilik mata depan terbuka
3. cakram optik memperlihatkan (karakteristik)
 atrofi dan penggaungan
cakram optik
 cup disc ratio > 0,4
 neural retinal rim menipis
 splinter haemorhagic
 defec lapisan serabut saraf
 Notching papil optic
4. defek lapang pandangan yang tipikal
 cacat biasanya terletak dimid – perifer (5-25 derajat dari
fiksasi)
 bintik buta membesar
 Defek parasentral
 Defek nasal step
 Defek arcuata
 Penglihatan sentral
 Penglihatan temporal
Faktor risiko lain
 Factor resiko genetic
o Riwayat keluarga
o Etnik
 Factor vascular
o Hipertensi
o Tekanan perfusi menurun
o Hipotensi noktural
 Miopia
 Diabetes militus
 Vasospame
o Migraine
o Fenomena raynaud
 Apnea waktu tidur
B. Pemeriksaan penunjang rutin
 Papan snellen: tajam penglihatan
 Tonometri schiotz: untuk mengukur tekanan intra okuler
 Lampu celah
 Funduskopi
C. Pemeriksaan penunjang khusus
 Geneskopi: untuk melihat keadaan sudut bilik mata depan
 Perimetri:
o Kinetic : untuk memeriksa lapang pandang
o Automatic setatik : lapang pandang
 Variasi TIO diurnal
Tata laksana
Pengobatan harus disesuai dengan beratnya glukoma tergantung pada
tahap penyakit dan pada berbagai factor resiko.
Katagori glukoma
Grop 1
Glaucoma dengan resiko tinggi dan terjadi cacat penglihatan yang
progresif. Terdapat glaucoma optic neuro pati jelas yang berkolerasi
dengan cacat lapang pandang (moderate-advanced).
Termasuk juga glaucoma terkena normal tekanan normal yang
moderate-advanced
Group 2
Glaucoma dengan resiko sedang dan terjadi penglihatan atau glaucoma
yang dicurigai beresiko tinggi akan terjadi cacat penglihatan.
 Ada glaucoma optic neuropati ringan yang jelas yang berkolerasi
dengan cacat lapang pandang dini.
 Glaucoma tekanan normal yang ringan-moderate
 Hipertensi okuler > 30 mmHhg dengan cakram mencurigakan
 Neo-vaskulariasi sudut bilik mata depan
Group 3
Suspek glaucoma dengan resiko sedang yang mungkin akan terjadi cacat
penglihatan.
 Tampilan cakram optic seperti glaucoma tanpa ditemukan cacat
lapangan pandang.
 Pada mata yang disebelahnya ditemukan glaucoma optic
neuropati yang nyata (tak termasuk berbagai glaucoma sekunder
unilateral)
 Hipertensi okuler dengan tampilan cakram optic yang
mencurigakan
Group 4
Suspek glaucoma dengan resiko rendah akan terjadi cacat penglihatan.
Sasaran dari intervensi adalah mengurangi factor resiko untuk
mempertahankan tajam penglihatan dan lapang pandang.
Sasaran pengobatan
 Mengontrol tekanan intra ocular
 Control terhadap bilik mata depan
 Mengobati berbagai penyakit atau factor yang terjadi predisposisi
Control tekanan intra ocular
 Target TTio
o Didasarkan pada penurunan TIO untuk memperlambat
atau menghentikan progresivitas penyakit
o Harus ditentukan perindividu
o Bila sasaran target TIO tercapai, pasien perlu terus
dipantau untuk melihat ada tidaknya perubahan –
perubahan structural dan fungsional
o Mafaat dari penurunan TIO harus di timbang pengobatan
terhadap factor resiko
 Target TIO
o Target TIO pada group 1
Sasaran penurunan tekanan sekurang – kurangnya adalah
30% atau mendekati tekanan vena episcleral (bila dicapai
dengan aman sasaran itu adalah 7-12 mmHg)
o Target TIO pada group 2
Sasaran tekanan sekurang – kurangnya adalah 20 %
o Target TIO pada Group 3
Perlu pemantauan ketat terhadap perubahan lapang
pandang. Cakram optic dan fungsi penglihatan.
Tambahan pengobatan bila resiko meningkat dengan
penurunan target tekanan sekurang – kurangnya 20%
o Target TIO pada group 4
o Lakukan pemantauan tanpa memberikan pengobatan
Target pressur (TP)
TP = M – (M% X M +(Rn) X 3% X M ) – ( Z2 )
M: Tekanan intra okuler awal
R: jumlah factor resiko
Z: Derajat kerusakan saraf optic
Z: Derajat kerusakan saraf optic
0: Cakram optic optimal, lapang pandang normal
1: Cakram optic tidak normal, defek lapandang dini
2: lapang pandang belum mengancam fiksasi
3: lapang pandang mengancam atau mengganggu fiksasi
A. Pemberian ,edikamentosa (lampiran)
1. Golongan penghambat β adrenergic
 Levobunolol 0,25% dan 0,50%: 2kali 1 tetes sehari
 Timolol 0,25% dan 0,50%: 2 kali 1 tetes sehari
 Metipranolol 0,3% : 2 kali 1 tetes sehari
 Carteolol 1% : 2 kali 1 tetes sehari
2. Golongan analog prostaglandin
Latanaprost 0,005% 1 kali 1 tetes sehari
3. Agonis α reseptor
Brimonidine 0,2% 2-3 kali 1 tetes sehari
4. Penghambat karbonik anhidrase
 Topikal
♣ dorzolamide 2%
♣ brizolamide 2%
 Sistemik: Acetazolamide 125mg dan 250mg
5. Golongan kolinergik/miotikum
Pilokarpin 1 %, 2% dan 4 %
Algoritma pengobatan medika mentosa

Bila tidak di dapat penurunan TIO sesuai target pressure , maka:


B. Laser argon trabekuloplasti (lampiran)
Bila tidak didapat penurunan TIO, maka:
C. Operasi filtrasi: trabekulektomi (lampiran)
Bila di sertai katarak yang indikasi operasi katarak: (lampiran)
→ Glaukoma triple procedure (GTP)
 Ekstrksi Katarak Ekstra Kapsuler + Lensa Intra Okular +
trabekulektomi
 Fakoemulsifikasi+lensa intra ocular+trabekulektomi
 Filtrasi (GTP)
→ Filtrasi →EKEK/Fakoemulsifikasi+lensa intra ocular
Follow up
 Harus di nilai TIO setelah pemberian medikamentosa laser dan
operasi filtrasi
 Bila TIO Turun sesuai dengan target , evaluasi pasien dalam
setiap 3-6 bulan terhadap TIO dan cakram optic. Pemeriksaan lapang
pandangan dan goneoskopi dilakukan setahun sekali
 Perhatikan efek samping pemakaian obat-obatan anti glaucoma .
Pertanyaan yang spesifik lihat lampiran
Hifema

Batasan dan uraian umum

Definisi
Darah yang berada di balik mata depan

Patogenesis
 Terjadinya darah dibalik mata depan biasanya akibat trauma
tumpul dan tajam
 Adanya neovaskuler di iris atau iris dengan vaskuler yang
abnormal

Kriteria diagnosis

Anamnesa
 Rasa sakit pada mata yang terkena
 Tajam penglihatan turun
 Adanya riwayat trauma
Pemeriksaan mata
 Terlihat darah fluid level atau darah beku di balik mata depan
 Terlihat mikro hifema dibalik mata depan
 Perhatikan:
☼ Ada tidaknya rupture sclera
☼ Jumlah darah (1/4, ⅓, ½, penuh terhadap bilik mata depan)
☼ Gambar keadaan hifema tersebut
☼ Ukur tekanan intra ocular
☼ Evaluasi retina: ada – tidak edema makula
 Ada – tidaknya rupture orbita
 Ada – tidaknya benda asing di mata
 Bila gambaran fundus tidak terlihat, lakukan pemeriksaan USG B
scansetelah hari ke 3

Pemeriksaan penunjang rutin


 Papan Snella
 Lampu celah
 Funduskopi
 Tonometri aplanasi

Pemeriksaan penunjang khusus


 Goneoskopi
 USG
 Ro”
 Pemeriksaan darah rutin, hitung trombosit, prothrombin time,
bleeding time

Tata Laksana
A. Non Bedah
►Pasien dirawat; istirahat total dengan posisi kepala naik 30°
►Asam amino kaproic oral
►Antibiotik- steroid tetes mata
►Analgetik kalau perlu
►Bila TIO > 21 mmHg , berikan penghambat βeta 0,5% . Bila TIO tetap
21mmHg ditambah acetazolamide, kalau perlu infuse mannitol 20% evaluasi 24
jam
►Bila fundus tak tampak: steroid oral

Follow Up di ruang rawat


 Evaluasi visus , TIO dan lampu celah untuk melihat re-
bleeding, ada – tidak imbibisi kornea, ieidodialisis
 Bila tidak terjadi re-bleeding pada hari ke 3 kurangi dosis
asam aminokaproik. Stop obat pada hari ke 4. observasi hari ke 5 sebelum
pasien dipulangkan
 Bila terjadi re-bleeding, teruskan obat-obatan dan awasi
TIO secara ketat dan ada – tidaknya ambibisi kornea
 Bila tidak ada komplikasi, pasien dipulangkan hari ke 5

B. Bedah
 Parasentesis
o Bila tajam penglihatan turun secara signifikan
o Bila terdapat imbibisi kornea
o Bila terdapat hifema penuh yang menetap selama 7 hari
o Bila TIO>21mmHg dalam 24jam walaupun telah diberi obat-obatan anti
glukoma secara maksimal.
 Bila tidak ada komplikasi, 1 hari kemudian pasien dipulangkan dan diberi obat
o Antibiotik- steroid
o Midriatikum kalau perlu
o Obat-obatan anti glukoma kalau perlu
Follow up di poliklinik
 Observasi pasien dihari ke 3: visus, TIO, keadaan
mata
 Pada minggu ke 3-4 lakukan goneoskopi
 Tiap tahun, bila terdapat angle recession untuk
melihat terjadi glukoma sekunder

Ekstraksi katarak ekstra kapsular


( EKEK ) + L.I.O + Trabekulektomi

Batasan dan uraian umum


Definisi
Suatu tindakan pembedahan kombinasi antara pengangkatan lensa yang
mengalami katarak dengan pemasangan L.I.O serta pengangkatan
sebagian jaringan trabekulum dank anal Schlemm.
Tujuan
Untuk menurunkan TIO dan mengganti lensa katarak dengan L.I.O
untuk memperbaiki tajam penglihatan
Kebijakan
 Indikasi
o Glaucoma yang tidak terkontrol dengan obat atau
terkontrol dengan MTT ( maximal tolerable therapy )
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien glaucoma
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien galukoma yang memerlukan therapy
medikamentosa, tetapi pasien tidak tahan terhadap obat-
obatan anti glaucoma
o Pasien glaucoma + katarak yang memerlukan tindakan
kombinasi

 Target TIO pasca operasi diatas 6 mmHg dan dibawah 20mmhg


 Pasien tidak memerlukan rawat inap kecuali TIO > 30 mmHg
 Angka keberhasilan berkisar antara 57-80%
 Komplikasi:
Infeksi, perdarahan, prolaps badan kaca (PBK)
 Infeksi endhphthalmitis pasca operasi 0,01%
 Anestesi:
Subkonjungtiva, retrobulbar, peribulbar, umum
 Pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal GD. DPL dan
APTT
Prosedur
1. Dibuat informed concern sebelum operasi
2. Dibuat skleral flap
3. Dilakukan kapsulotomi melewati daerah pangkal
skeleral flap
4. Dibuat pemotongan sebagian jarinagn trabekulum
dan kanal schlemm (jendela)
5. dari jendela tersebut dibuat sayatan limbus dengan
gunting kearah kiri dan kanan
6. Ekspresi nucleus lensa
7. luka limbus dijahit
8. Irigasi masa lensa (korteks)
9. pemasangan L.I.O
10. luka limbus diflap sclera dijahit dengan nylon 10-
0
11. flap konjungtiva dijahit dengan vicryl 8-0
12. A. B. dibawah konjungtiva

Fakoemulsifikasi + LIO + Trabekulektomi


Batasan dan Uraian umum
Definisi
Suatu tindakan pembedahan kombinasi antara operasi katarak dengan
cara fakoemulsifikasi serta pemasangan L.I.O dan pengangkatan
sebagian jaringan trabekulum dank anal schlemm.

Tujuan
Untuk menurunkan TIO dan memperbaiki tajam penglihatan dengan
menggantikan lensa katarak dengan LIO

Kebijakan
 Indikasi
o Glaukoma yang tidak terkontrol dengan obat atau terkontrol
dengan MTT (maximal tolerable therapy)
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien galukoma?
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien glaucoma yang memerlukan terapi medikamentosa,
tetepi pasien tidak tahan terhadap obat-obatan anti glaucoma
o Pasie glaucoma + katarak yang memerlukan tindakan
kombinasi
 Target TIO pasca operasi diatas 6
mmHg dan dibawah 20mmHg
 Pasien tidak memerlukan rawat inap
kecuali TIO > 30 mmHg
 Angka keberhasilan berkisar antara 57-
80%
 Komplikasi:
Infeksi, perdarahan, prolaps badan kaca (PBK)
 Infeksi endhphthalmitis pasca operasi 0,01%
 Anestesi:
Subkonjungtiva, retrobulbar, peribulbar, umum
 Pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal GD. DPL dan
APTT

Cara
1. Operasi katarak dengan fakoemulsifikasi dan trabekulektomi
pada sisi yang berbeda
Trabekulektomi didaerah superior
Phacoemulsifikasi daerah temporal
2. Operasi katarak dengan fakoemulfikasi dan trabekulektomi pada
sisi yang sama. Fakoemulsifikasi dengan insisi skeleral (skeleral
turnel)
Bedah Trabekulektomi

Batasan dan uraian umum


Definisi
Bedah trabekulektomi adalah suatu prosedur bedah yang bertujuan untuk
menurunkan tekanan intra okuler (TIO) dengan membuat jalur drainase
humor aquos dari bilik mata depan keruangan subkonjungtiva.
Tujuan
Untuk mencegah konjungtivitis hilangnya lapang pandangan yang
disebebkan oleh glaucoma
Kebijakan
1. indikasi melakukan bedah trabekulektomi adalah sebagai berikut:
 bila pengobatan medika mentosa yang maksimum tidak efektif
dan tidak dapat ditoleransi
 fungsi dari cakram optic mengalami perburukan dengan evaluasi
rasio cup disk dan lapang pandangan
 Glaukoma infatil, glaucoma sudah tertutup, glaucoma sudut
terbuka dan glaucoma sekunder yang terindikasi
2. Target TIO pasca bedah diatas 6mmHg dan dibawah 20mmHg
3. Angka keberhasilan berkisar antara 40%-90%
4. komplikasi infeksi, perdarahan, hipotoni, bilik mata depan flat
5. infeksi endophathalmitis pasca operasi
6. Anestesi: subkonjungtiva/umum/parabulbar/retrobulbar
7. pemeriksaan laboraturium prabedah minimal GD, DPL, dan APTT
Prosedur
1. konjungtiva flap fornix-based atau limbal-based
2. buat flap skeleral
3. buat pemotongan sebagian jaringan trabekula dan kanalis schemm
(jendela)
4. iridektomi perifer
5. jahit flap sclera
6. bentuk bilik mata depan
7. jahit konjungtiva
Laser iridektomi/iridotomi perifer

Batasan dan uraian umum


Definisi
Suatu tindakan laser terhadap jaringan iris perifer untuk
mengatasimekanisme blockade pupil pada penderita glaucoma/non
galukoma, sehingga terdapat saluran pada iris untuk aliran akuos humor
langsung dari bilik mata belakang (BMB) menuju bilik mata depan
(BMD)
Tujuan
Merupakan tindakan profilaksis dan atau tindakan pengobatan untuk
menurunkan tekanan intraocular (TIO)
Kebijakan
 Indikasi kuat LIP antara lain :
◦ Glaukoma Primer Sudut Tertutup (GPST)
◦ Akut
◦ Kronik dengan sinekia anterior perifer (SAP)
◦ Intermitan dengan gejala klasik sudut trtutup
◦ Afakia atau pseudofakia dengan blockade pupil
◦ Sudut bilik mata depan (BMD) sempit secara anatomis dan
tanda tanda serangan sebelumnya
◦ Mata dengan sudut BMD sempit dengan glakoma sudut
tertutup pada mata sebelumnya
◦ Iridotomi operatif yang inkomplet
◦ Blokade pupil karena silicone oil pasca vitrektomi
◦ Glaukoma dengan mekanisme campuran, yang diperkirakan
tidak memerlukan bedah filtrasi untuk mengontrol TIO
 Indikasi relatif LIP
◦ Pasien asimtomatis dengan sudut BMD sangat sempit
◦ Pasien usia muda dan bertempat tinggal jauh dari pusat
pelayanan kesehatan
◦ Sudut BMD sempit dengan tes provokasi (+)
◦ Kontak iris dan trabekula pada pemeriksaan ganioskopi
kompresi
 Pasien tidak memerlukan rawat inap untuk tindakan LIP
 Anastesi tropical dengan prokain hidroklorida 0,5%
 Waktu melakukan LIP: segera atau 1-2 hari setelah serangan akut
untuk mendapatkan keadaan kornea yang jernih
 Angka keberhasilan LIP berkisar 70-99%
 Komplikasi: iritis, elevasi TIO sementara (1-4 pqsca LIP) yang
akan menurunkan kembali secara spontan, katarak, hifema,
trauma dan kerusakan endotel kornea, emfisema kornea,
kegagalan perforasi iris, iridotomi tertutup saat dilatasi atau
karena tertutup tumpukan pigmen, retinal burn
 Pemeriksaan laboratorium pra tindakan: GD
Prosedur
Sesuai protocol SMF Ilmu Penyakit Mata Subbagian Glaukoma
Penanganan Pra-laser
 Jelaskan prosedur laser pada pasien
 Teteskan pilokarpin 2% atau 4%
 Untuk mengurangi peradangan dan kenaikan tekanan intra ocular
(spike) pasca laser, pertimbangan pemberian tetes mata
apraclonidin 1% atau brimonidine 0,2% dan atau β-Blocker dan
atau penghambat karbonik anhidrase oral atau tetes steroid
sebelum dilaksanakan terapi laser.
 Beri anestesi topikal
 Bila ada edema kornea, berikan gliserin topikal
 Sebaiknya terapi dilakukan dibawah kelopak mata atas yaitu
pada iris 1/3 atas
Laser
 Nd-YAG
 Argon atau krypton
Parameter laser untuk Nd-YAG:
 Enerji: 2-5mJ, gunakan energi minimum dan 1-3 pulsa tiap
bakaran ( kerusakan lensa mungkin terjadi di atas 2 mJ per
pulsa )
 Pusatkan berkas laser kedalam stroma iris, bukan ke
permukaannya.
 Cari daerah iris yang tipis atau pada kripta.
 Nd-YAG dapat dikombinasikan dengan laser Argon dengan
efektif
 Untuk memudahkan penetrasi pada iris yang seluruhnya tebal,
pengobatan pendahuluan dengan Argon laser dapat:
o Menipiskan daerah sasaran
o Melebarkan
o Koagulasi
Parameter laser untuk Argon
 Untuk bakaran persiapan yang melebarkan :
o Besar bintik 200-500µm
o Lama bakar 0,2-0,5 second
o Kekuatan 200 - 600 mW
 Untuk bakaran tembus
o Diameter 50 µm
o Lama bakar 0,2 second
o Kekuatan 800 - 1000 mW
 Untuk iris berwarna biru pucat
Langkah pertama untuk mendapatkan gelembung gas :
o Diameter 50 µm
o Lama bakar 0,5 second
o Kekuatan 1500 mW
Langkah kedua, penembusan melalui gelembung gas
o Diameter 50 µm
o Lama bakar 0,05 second
o Kekuatan 1000mW
 Untuk iris tebal berwarna coklat tua
o Diameter 50 µm
o Lama bakar 0,01- 0,02 second
o Kekuatan 1500 - 2500 mW
Pilih dan sesuaikan parameter tergantung pada respon masing – masing
pasien
Komplikasi
 Penglihatan kabur sementara
 Epitel kornea dan atau endotel dapat terbakar ( belakangan akan
diperberat oleh pembentukan gelembung dan kontak dengan
endotel )
 Pada Nd – YAG dapat terjadi perdarahan saat operasi
 Tekanan intra okuler naik seperti spike
 Peradangan pasca operasi
 Sinekia posterior
 Lubang iridotomi tertutup
 Gagal menembus
 Timbul kekeruhan local pada lensa
 Jarang : kerusakan retina, edema sistoid pada macular, glaucoma
malignan, dekompensasi endotel.
Penangana pasca laser
 Bila pengobatan pencegahan kenaikan tekanan intraokuler
( spike)
 Tidak ada, sebaiknya periksa IOP 1-6 jam sesudah laser dan
diulang 24 – 48 jam pasca laser
 Berikan steroid topical sekurang – kurangnya 4 – 6 kali sehari
selama 4 – 14 hari tergantung pada peradangan yang ada
 Pastikan lubang iridotomi perifer tak tersumbat
 Ulangi gonioskopi
 Lakukan dilatasi pupil untuk melepaskan sinekia posterior bila
dicurigai ada

Dry eye

Batasan dan uraian umum

Definisi
Mata kering karena berkurangnya kualitas dan kuantitas air mata

Patogenesis
Tergantung penyebab:
 Radang palpebra dan margo palpebra:
Gangguan produksi dan pengeluaran cairan lipid dari orifisium
kelenjar meibom
 Radang kelenjar lakrimal ( sjogren syndrome ) dan penyakit
sistemik, penurunan produksi, pengeluaran cairan akuos atau
autoimun ( sindrom steven – Johnson, ocular pempighoid )

Kriteria diagnosis
Klinis
 Mata terasa perih, pedih, kering dengan rasa mengganjal, silau,
kadang – kadang mata merah
 Ditemukan fommy tears dan tears meniscus kurang dari 1 mm

Pemeriksaan rutin
Tes schirmer, break up time, ferning, rose Bengal

Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan noninvasive break up time ( NIBUT ) dan kualitas lipid
dengan tearscope

Tata laksana

Non Bedah
 Berikan air mata artificial
 Atasi kelainan penyebab

Bedah
Bila perlu dilakukan penutupan pungtum lakrimal

Konjungtivitis

Batasan dan uraian umum


Definisi
Radang pada konjungtiva yang dapat disebabkan oleh infeksi atau reaksi
alergi

Patogenesis
 Infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, umumnya terjadi akut
 Reaksi alergi atau hipersensitivitas, umumnya, terjadi kronis
(lebih dari 3 minggu)

Kriteria diagnosis

Klinis
 Mata merah, injeksi konjungtiva bulbi dan hyperemia
konjungtiva tarsalis
 Bila infeksi oleh virus atau bakteri ditemukan folikel atau papil,
secret mukoseorus sampai purulen
 Bila reaksi alergi atau hipersensitivitas ditemukan rasa gatal,
papil “cobble stone“

Pemeriksaan rutin
Dicari factor – factor predisposisi sistemik ( diabetes mellitus, imunitas
seluler yang rendah, kondisi imunokompromis ) dan local ( dry eye,
meibomitis, iatrogenic, obstruksi duktus nasolakrimalis ).

Pemeriksaan khusus
Bila perlu tes schirmer, tes BUT, tes ANEL dan usapan secret ( smear )

Tata laksana
Non bedah
 Bila infeksi bakteri diberikan antibiotika golongan
aminoglikosida ( dibekasin, gentamisin), golongan flurokuinolon
( ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin). Bila infeksi
disebabkan oleh virus, biasanya dapat terjadi penyembuhan
sendiri ( self limiting disease ), tergantung dengan daya tahan
tubuh penderita.
 Bila reaksi alergi atau hipersensitivitas diberi terapi anti alergi
dan mast cell stabilizer
 Bila ada factor – factor predisposisi local ( misalnya :
meibomitis, dry eye dll) atau sistemik ( diabetes mellitus,
imunitas seluler yang rendah dll)segera diatasi atau konsultasi
kebagian penyakit dalam

Skleritis

Batasan dan uraian umum


Definisi
Radang pada sclera

Patogenesis
 Umumnya karena imunologis
 Sering menyertai penyakit sistemik kolagen seperti rheumatoid
arthritis, gout, SLE atau penyakit infeksi seperti TBC, sifilis.
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata merah di daerah sclera anterior ( dapat pula posterior ) dengan atau
tanpa nodul, nyeri tekan, kadang kadang tanpa tanda radang yang jelas,
tetapin ada “ scleral melting “ ( skleromalasia)

Pemeriksaan rutin
 Pemeriksaan laboratorium factor rheumatoid, anti nuclear
antibody (ANA), asam urat dan VDRL/TPHA
 Foto toraks

Pemeriksaan khusus
Konsultasi ke bagian penyakit dalam untuk mencari kemungkinan
penyakin sistemik

Tata laksana
Non bedah
 Diberi terapi topical NSAID atau kortikosteroid, bila tidak efektif
diberi NSAID atau kortikosteroid sistemik
 Periksa ada tidaknya penyakit sistemik kolagen atau infeksi
 Bila terjadi sklero malasia, periksa kemungkinan adanya “
Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC )” dengan periksa
laboratorium darah
 Bila terjadi komplikasi keratitis, uveitis, glaucoma diberi terapi
sesuai komplikasi.
Bedah
 Bila terlihat tanda – tanda “ impending” perforasi, lakukan
graft/flap tektonik

Keratitis

Batasan dan uraian umum


Definisi
Radang atau reaksi toksik yang terjadi pada kornea
Patogenesis
Kriteria diagnosis
 Keratitis epitelial, terjadi akibat infeksi virus, jamur atau bakteri,
reaksi hipersensitivitas atau reaksi toksik terhadap obat – obat
topical
 Keratitis stromal, umumnya disebabkan oleh reaksi imunologis
atau reaksi toksik dan dapat merupakan kelanjutan keratitis
epitelial

Klinis
 Keratitis epitel, terjadi akibat infeksi virus, jamur atau bakteri,
reaksi hipersensitivitas atau reaksi toksik terhadap obat – obat
topical
 Keratitis stromal, mata merah, penglihatan menurun bila di
sentral, injeksi silier, infiltrate stroma dan dapat disertai edema
kornea, neovaskularisasi atau uveitis anterior.

Pemeriksaan rutin
 Tes sensibilitas
 Tes fluoresen
 Usapan kornea dengan pulasan gram, KOH
Pemeriksaan khusus
 Tes kultur dan resistensi
 USG bila segmen posterior tak dapat dinilai
Tata laksana
Non bedah
 Beri anti infeksi sesuai penyebabnya:
o Bakteri : aminoglikosida ( dibekasin, gentamicin)
fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin)
o Jamur : ketokonazole, flukonazole, itrakonazol, amfoterisin
B, natamisin
o Virus : asiklovir
 Beri air mata artificial dan suplemen vitamin A topical
 Hentikan obat bila obat tersebut toksik
 Bila keratitis stromal, beri kortikosteroid topical atau NSAID

Ulkus kornea
Batasan dan uraian umum
Definisi
Radang ulseratif pada kornea, letak dapat di sentral atau marginal kornea

Patogenesis
 Ulkus sentral, umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
virus atau amuba dan dapat diawali rusaknya epitel kornea akibat
trauma, lagoftalmos, atau neuropatik kornea. Infeksi dapat
meluas ke dealam atau terjadi infeksi sekunder oleh bakteri,
sampai merusak stroma kornea
 Ulkus margina, umumnya merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap bakteri seperti staphilococus atau basil Koch-Weeks
yang disebabkan oleh blevarokonjungtifitis atau konjungtivitis
 Ulkus dapat berlanjut sehingga terjadi perforasi kornea dan
endoftalmitis
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata merah, nyeri, silau, penglihatan menurun bila di sentral, injeksi
silier, infiltrate dengan ulkus pada kornea, kadang – kadang disertai
kumpulan pus di dalam bilik mata depan ( hipopion )

Pemeriksaan rutin
Periksa laboratorium mikrobiologi dan kultur resistensi dari kerokan
jaringan ulkus
Tata laksana
Non bedah
 Diberi terapi topical sesuai dengan penyebab
o Bakteri : aminoglikosida ( dibekasin, gentamicin)
fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin)
o Jamur : ketokonazole, flukonazole, itrakonazol, amfoterisin
B, natamisin
o Virus : asiklovir
 Bila terjadi perforasi kornea, tambahkan terapi sistemik spectrum
luas
 Diberi obat untuk menurunkan tekanan intraokuler
Bedah
 Bila terjadi descemetocele atau perforasi kornea, perlu dilakukan
flap konjungtiva, graf fasia lata, mukosa bibir atau membrane
amnion
 Direncanakan untuk keratoplasti
 Bila terjadi endoftalmitis diberi penatalaksanaan endoftalmitis
Uveitis anterior

Batasan dan uraian umum


Defiinisi
Radang yang mengenai iris dan jaringan badan siliaris
Patogenesis
 Uveitis anterior bisa timbul karena infeksi atau reaksi imunologi.
Agen infeksi yang menyebar dalam darah tersangkut pada iris
dan menimbulkan reaksi radang
 Uveitis anterior dapat pula timbul karena kerusakan jaringan iris
atau dipacu oleh timbulnya radikal bebas, sehingga timbul reaksi
radang.
Kriteria diagnosis
Klinis
 Mata merah silau, penglihatan kabur
 Injeksi silier,keratik presipitat, kadang-kadang ada hipopion,
miosis
 Kadan-kadang ada sinekia posterior
Pemeriksaan rutin
 Periksa darah perifer lengkap, LED, hitung jenis
 Roentgen toraks
Pemeriksaan khusus
 Pemeriksaan serologi darah, seperti VCRL, TPHA,IgM dan IgG
toksoplasma
 Pemerisaan rhemathoid factor, anti-nuclear antibody
 Rontgen toraks apabila didapatkan kecurigaan tuberkulosis paru
Tata laksana
Non bedah
 Pemberian pengobatan dengan kortikosteroid local dan
sikloplegik
 Apabila ada glaucoma perlu diberi timolol tetes mata dengan %
sesuai tingginya TIO (konsul glaucoma), mungkin perlu
pemberian glycerin oral (50g glycerin) 3x untuk 3 hari
Bedah
 Bila ada iris bombe dilakukan iridektomi (bila mata tenang lebih
dari 2-6 bulan)
 Bila ada sinekia anterior perifer luas, dilakukan trabekulektomi
 Pemanfaatan bedah laser dapat dipertimbangkan
 Apabila ada katarak dan uveitis sudah tenang selama 2-6 bulan
dapat dilakukan operasi ekstrasi katarak dengan memberikan
kortikosteroid sistemik dengan dosis immunosupresif 2 minggu
sebelum operasi dan 1-2 minggu pasca operasi.
Uveitis posterior

Batasan dan uraian umum


Definisi
Radang dari pada jaringan uvea posterior (koroid)
Patogenesis
 dapat disebabkan oleh infeksi melalui sebaran darah seperti
Mycobacterium tuberculosis
 dapat disebabkan penyebab penyakit autoimun pada mata
seperti oftalmia simpatika, Vogt-koyanagi-Harada, Behcet
disease dan periarteritis nodosa, atau penyakit auto imun
sistemik
Kriteria diagnosis
Gambaran klinis
 penglihatan makin kabur, tidak merah, tidak saakit, timbulnya
tidak akut
 uveitis posterior umumnya bersifat granulomateus, vitreus bisa
keruh
 lesi pada koroid dan retina berupa bercak putih-kekuningan
Pemeriksaan rutin
 periksa darah perifer lengkap, LED, hitung jenis leukosit.
 Rontgen toraks
Pemeriksaan khusus
 Pemeriksaan serologi darah, seperti VDRL, TPHA, IgM dan IgG
toksoplasma, pemeriksaan laboraturium untuk mengidentifikasi
human leucocyt antigen (HLA)
 Pemeriksaan rheumatoid factor, anti-nuclear antibody.
 Roentgen thoraks apabila didapatkan kecurigaan tuberkolosis
paru
 Lakukan USG bila segmen posterior tak dapat dinilai
Tata laksana
Non-bedah
 Pemeberian obat kortikosteroid sistemik
 Jumlah dan lama pemberian steroid ditentukan berdasarkan
respon individual
 Bila pemberian steroid lebih dari 2-3 minggu, penghentian
pemberian steroid dilakukan secara perlahan (tapering off)
 Bila terapi kortikosteroid sistemik menimbulkan komplikasi,
terdapat kontraindikasi atau tidak memberikan respon yang
baik, pengobatan diganti dengan sitostatik
 Cari adanya tanda-tanda efek samping pemberian steroid baik
local maupun sistemik
 Perawatan dan pengobatan komplikasinya (katarak, glaucoma,
ablasi retina dan kekeruhan vitreus)
 Pemberian antibiotika bila ditemukan agen infeksinya
Bedah
Apabila mata sudah tenang dan ada kekeruhan viterus dilakukan
virektomi

Panuveitis

Batasan dan uraian umum


Definisi
Radang seluruh jaringan uvea (anterior dan posterior)
Patogenesis
 Dapat disebabkan oleh infeksi melalui sebaran darah seperti
Mycobacterium Tuberculosis, Treponema pallidum (Syphilis)
dan toxoplasma gondii
 Dapat disebabkan penyebab penyakit autoimun pada mata
seperti oftalmia simpatika, Vogt-koyanagi- harada, Bechcet
disease dan periartritis nodusa, atau penyakit autoimun
sistemik.
Kriteria diagnosis
Klinis
 Sesuai dengan gambaran klinis uveitis anterior dan uveitis
posterior
 Dapat disertai radang pada kornea, trabekulum, sclera atau
nervus optikus
 Umumnya bilateral
Pemeriksaan rutin
 Periksa darah perifer lengkap, LED, hitung jenis leukosit
 Roentgen toraks
Pemeriksaan khusus
 Pemeriksaan serologi darah, seperti VDRL,TPHA, IgM dan
IgG Toksoplasma, pemeriksaan laboratorium untuk
mengidentifikasi human leucocyt antigen (HLA)
 Pemeriksaan rheumatoid factor, anti – nuclear antibody.
 Roentgen toraks apabila didapatkan kecurigaan tuberculosis
paru
 Lakukan USG bila segmen posterior tak dapat dinilai
 Konsultasi ke Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Kulit dan
Kelamin dan Ilmu Penyakit Dalam
Tata laksana
Non bedah
 Pemberian obat kortikosteroid sistemik
 Jumlah dan lama pemberian steroid ditentukan berdasarkan
respon individual
 Bila pemberian steroid lebih dari 2 -3 minggu, penghentian
pemberian steroid dilakukan secara perlahan ( tapering off)
 Bila terapi kortikosteroid sistemik menimbulkan komplikasi,
terdapat kontraindikasi atau tidak memberikan respon yang baik,
pengobatan diganti dengan sitostatik
 Cari tanda – tanda adanya efek samping pemberian steroid baik
local maupun sistemik
 Perawatan dan pengobatan komplikasinya ( katarak, glaucoma,
ablasi retina dan kekeruhan vitreus )
 Pemberian pengobatan antibiotika bila ditemukan agen
infeksinya
Bedah
Apabila mata sudah tenang dan ada kekeruhan viterus dilakukan
virektomi

Selulitis orbita

Batasan dan uraian


Definisi
Radang dari pada jaringan sekitar bola mata dalam rongga orbita
Patogenesis
 Radang dapat terjadi karena trauma tembus yang mengenai
jaringan di luar bola mata di rongga orbita
 Tidak jarang infeksi berasal dari sinusitis melalui sinus ethmoid

Kriteria diagnosis
Klinis
Selulitis orbita pada anak sering terjadi dengan gejala klinis proptosis
gerakan bola mata terhambat, edema palpebra, kemosis, hyperemia,
sakit, gangguan penglihatan, kadang – kadang ada demam. Bila terjadi
komplikasi ke sinus cavernosus, maka kedua mata akan proptosis dan
terjadi gangguan NII, III, IV, V dan VI

Pemeriksaan rutin
 Pemeriksaan darah perifer lengkap
 Pemeriksaan mikrobiologo dari biopsy jaringan infeksi
 Konsultasi ke bagian THT, Ilmu Kesehatan Anak dan Neurologi
untuk mencari kemungkinan sumber infeksi atau komplikasi
Pemeriksaan khusus
Dilakukan pemeriksaan radiology dan CT Scan
Tata laksana
Non Bedah
 Pemberian antibiotika dosis tinggi sistemik ( IV, IM atau oral )
 Memberi kortikosteroid sistemik secara hati-hati atau beri
NSAID
 Mungkin perlu dilakukan ge
 Bila perlu dapat diberikan analgetika dan sedative
Bedah
 Bila terjadi akibat abses pre orbita dilakukan insisi dan drainage
 Karena ada proptosis
 Untuk mencegah kerusakan kornea karena terpapar sinus
cavernosus trombosis, penderita dirujuk ke bagian Neurologi

Endoftalmitis

Batasan dan uraian


Definisi
Infeksi berat jaringan intra okuler
Patogenesis
Umumnya terjadi sesudah trauma tembus yang tidak steril. Dapat terjadi
sesudah operasi intra okuler. Dalam tempo sehari atau dua hari segera
tampak tanda radang/infeksi yang semakin berat. Viterus adalah media
yang baik untuk tumbuhnya kuman. Viterus tak mengandung pembuluh
darah sehingga tidak ada daya pertahanan terhadap infeksi. Radang
infeksi yang berat ini merusak retina, sehingga memperburuk tajam
penglihatan.
Kriteria diagnosis
Klinis
 Visus sangat menurun, mata merah, tekanan intra okuler dapat
tinggi, dapat rendah dan mata sakit
 Terlihat peradangan berat yang mengenai segmen anterior dan
posterior, hipopion, abses viterus atau kekeruhan viterus karena
sel – sel radang
Pemeriksaan rutin
 Segera lakukan pemeriksaan mikrobiologi dari tempat luka
tembus, dari cairan bilik mata depan atau viterus atau kekeruhan
viterus karena sel sel radang
Pemeriksaan khusus
Lakukan USG bila segmen posterior tak dapat dinilai
Tata laksana
Non bedah
 Penderita dirawat
 Bila tidak perlu belum dapat dilakukan tindakan bedah,
dilakukan injeksi intra vitreal antibiotika yang sebelumnya
dilakukan viterus tap untuk pemeriksaan kultur dan resistensi.
 Sebelum hasil kultur dan resistensi keluar, dapat diberikan terapi
sistemik antibiotika spectrum luas
 Setelah hasil tes resisten keluar ( 5 hari – 1 minggu ) diberikan
terapi sistemik antibiotika yang sesuai
 Bila tekanan intra okuler tinggi, diberi obat untuk menurunkan
TIO
 Diberikan sikloplegik
Bedah
 Dilakukan vitrektomi dan injeksi antibiotika intravitreal ( SOP
virektomi dapat dilihat di vitreo – retina) dengan penambahan
pemeriksaan kultur vitreus
 Apabila visus sudah nol dilakukan eviserasi dan rekonstruksi
bola mata.

Panoftalmitis

Batasan dan uraian umum

Definisi

Infeksi berat dari seluruh lapisan bola mata,baik jaringan intraocular


(iris,vitreus,retina dan uvea),maupun jaringan ekstra-okular(kapsul
tenon,episklera,sclera)

Patogenesa

Sama seperti pada endoftalmitis

Gambaran Klinis
 Selain gambaran endoftalmitis,terdapat proptosis
 Sakit yang hebat sekali
 Demam badan
 Tekanan intra-okular tinggi
 Palpebra edematous
 Visus nol

Diagnosis Banding
 Endoftalmitis
 Panuveitis
 Tumor intra okuler

Tata Laksana
Sama seperti endoftalmitis

PENYAKIT MATA PEDIATRI

Penglihatan Buruk Pada Bayi dan Anak tanpa kelainan media refraksi

Kriteria diagnosis

Pemeriksaan rutin

Pemeriksaan standar rutin,terdiri dari:

Anamnesis
 Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit-penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga
Pemeriksaan mata
1. Visus dengan koreksi bila memungkinkan(cara disaesuaikan dengan
umur)
2. Inspeksi:
 Kedudukan bola mata simetris/tidak:Hirscberg atau
Alternate Cover test
 Pergerakan bola mata.Ada/tidaknya Nystagmus atau
searching
 Tanda-tanda kelainan mata
3. Pemeriksaan dengan loupe
4. Pemeriksaan dengan lampu celah
5. Funduskopi
6. Pengukuran TIO

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan refleks pupil
 Pemeriksaan elektrofisiologi ERG,VEP,EOG
 Test warna ishihara Kampimetri
 CT-scan orbita cranial bila di curigai adanya tumor atau
kelainan susunan saraf pusat lainnya
 Pemeriksaan darah:TORCHS jika dicurigai infeksi TORCHS
 Konsultasi kebagian ilmu kesehatan anak, untuk evaluasi
kelainan sistemis pada serebral, kelainan endokrin, dan kelainan
congenital lainnya yang mungkin ada
 Konsultasi kebagian biologi(genetic), tergantung kausa
Diagnosa Banding
 Leber’s congenital amaurosis
Kelainan congenital idiopatik menyebabkan tajam penglihatan
sangat buruk sampai kebutaan yang umumnya bersifat autosome
recessive berupa perubahan degerasi dan distrofidari
neurosensori retina, RPE dan koroid dimana gambaran
fundusbervariasi dari gambaran normal sampai seperti retinitis
pigmentosa.
 Archromatopsia (rod monochromatism)
Kelainan buta warna total akibat tidak ada atau subnormalitas sel
kerucut yang diturunkan secara autosomal recessive, tidak
progressive dan tanpa disertai kelainan neurologist lain.
 Koloboma koloid retina
Kelainan congenital unilateral atau bilateralyang disebabkan
kegagalan penutupan fetal fissure yang diturunkan secara
autosomal dominant.
 Korioretinitis pasca infeksi intrauterine (TORCHS infection)
 Hypoplasia N.Optikus
Kelainan congenital pada N.Optikus unilateral atau
bilateral,tanpa predileksi seks:berupa papil NII yang berukuran
lebih kecil dari normal,berwarna pucat dan dikelilingi cincin
berwarna putih kekuningan(double ring sign)yang menurunkan
tajam penglihatan ringan sampai dengan buta total
 Kelambatan maturasi visual (delayed visual maturation)
Istilah yang digunakan pada bayi dengan respons penglihatan
buruk atau tidak ada respon penglihatan,keadaan maata normal
dan status neurologis normal

Keadaan ini disebabkan kelainan pada extrageniculostriate visual


system yang oleh anak digunakan untuk mendeteksi,mengetahui
lokasi dan respon orientasi. Penglihatan akan meningkat bila
geniculostriate system(fovea,optic tracts,radiation,occipital
cortex)
 Cortical visual impairment
Hialngnya penglihatan yang terjadi mendadak pada kedua mata,
dapat berdiri sendiri( isolated) atau bagian dari kelainan
neurologist lainnya.

Kebutuhan dapat permanent atau sementara yang berlangsung


beberapa hari sampai beberapa bulan, akibat lesi pada pusat
visual dikorteks lobus oksipitalis ( geniculostriate system) pasca
ensefalopati.

Tata laksana
 Tidak ada terapi kecuali untuk infeksi TORCHS ( SOP
Retina/infeksi imunologi)
 Konsultasi pada cerebral, kelainan endokrin dan kelainan
congenital lainnya yang mungkin ada
 Konsultasi ke bagian biologi ( genetic), tergantung kausa

Daftar pustaka
1. Buckey EG. Neuro-Ophthalmology. In : Wright KW ,
ed.pediatrik Ophthalmology and Strabismus. Mosby ;
1995; p.743-870.
2. The Foundation of American Academy of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.
Peditric Ophthalmology and Strabismus. Section 6 ;
2001-2002 : p.266-93.
3. Wright KW, Spegel PH. Pediatric Ophthalmology
and Strabismus. In Krachmer JH, ed. The Requisites
in Opthalmology. Mosby; 1999: p.112-113.
4. Scalise Gory AM, Buckley EG. My baby Does’nt
look at me. In : Vibis GW, Tonge AC, Stass-Isern
ML, eds. Decision Making in Pediatric
Ophthalmology. Mosby-Year Bock, Inc, 1993 :p 66-
7.
5. Zwaan J. Does this baby see 7Leuckocoria. In : van
Heuven WAJ, Zwaan J, eds. Decision Making in
Ophthalmology. An Algoritmie Approach. 2nd edition.
Mosby,2000 : p 178-80.

Proptosis pada bayi dan anak-anak

Kriteria diagnosis
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin, terdiri dari :

I. Anamnesis
 Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat Persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga

II. Pemeriksaan mata


9 Visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan
dengan umur )
9 Inspeksi :
 Kedudukan bola mata simetris/tidak:
Hirscberg atau Alternate Cover test
 Pergerakan bola mata. Ada/tidaknya nistagmus atau Searching
 Tanda-tanda kelainan mata
9 Pemeriksaan dengan loupe
9 Pemeriksaan dengan lampu celah
9 Funduskopi

Pemeriksaan khusus

 CT-Scan orbita dan tengkorak


 Laboratorium darah
 Laboratorium secret
o Langsung : bila dicurigai cellulites orbita
o Kultur
 Konsultasi ke departemen ilmu kesehatan anak (neurology,
Hematologi, Endoerinologi tergantung WD) untuk evaluasi
dan toleransi operasi.
 Konsultasi ke Departemen Bedah Syarap bila diagnosis
craniosynostosis atau meningocele, eccephalocale
 Konsultasi ke Subbagian Tumor, rekonstruksi bila perlu
 Biopsy bila perlu
 Foto segmen anterior untuk follow up
 Konsultasi departemen Radioterapi bila akan mendapat radiasi

Diagnosis banding
Diagnosis banding proptosis pada bayi dan anak adalah (lihat algoritma
proptosis anak
 Craniosynostosis
Penutupan dini sutura cranial pada masa embryonal atau anak-
anak
 Teratoma
 Choristoma yang mengandung jaringan yang berasal dari ketiga
lapisan germinal (ectoderm,mesoderm dan endoderm).umumnya
bersifat sebagian kristik
 Kista dermoid
 Choristoma yang mempunyai kapsul yang terdiri dari jaringan
yang menyerupai epidermis dan membatasi ruangan yang
mengandung keratin dan materi lemak dengan kadar kolesterol
tinggi
 Hemangioma kapilare
Tumor jinak yang berasal dari sel-sel endotel pembuluh darah
yang berpoliferasi, beranastomosis dan berisi darah.
 Lymphangioma
Tumor jinak yang terdiri dari pembuluh-pembuluh yang dibatasi
oleh endotel dan berisi cairan lymph yang dipisahkan oleh
dinding tipis yang mengandung pembuluh-pembuluh darah kecil
yang mudah pecah (spontan atau akibat trauma ringan)
 Congenital cystic eye (a colombomatous cyst)
Mikroftalmus dengan kista yang terdiri dari jaringan yang
berasal dari dinding bola mata (yang berkembangannya tidak
normal) dengan colomboma segmen posterior. Kadang-kadang
kista sedemikian besarnya sehingga jauh lebih besar dari mata
yang sangat mikroftalmik
 Encephalocele atau meningocele
Defek tulang congenital yang mengakibatkan herniasi jaringan
intra cranial.
Lokasi yang khas diatas ligamentum canthus medialis
 Rhapdomysarcoma
Definisi: tumor ganas primer orbita yang paling sering dijumpai
pada anak-anak. Tumor ini tidak berasal dari otot ekstraokuler
tapi dari jaringan lunak yang mempunyai kapasitas
berdiferensiasi kearah jaringan otot.
 Metastatic neuroblastoma
Metastasis tumor ganas yang primer berasal dari neuroblast
primitive ( seyogyanya berkembang membentuk system saraf
simpatif dan ganglia simpatis servikal. Proptosis disertai dengan
echymosis periorbita dan destruksi tulang. Pada 50% kasus
bilateral dan biasanya di diagnosis pada umur sekitar 2 tahun.
 Orbital leukemia
Proses keganasan yang menyangkut sumsum tulang dimana sel –
sel leukemia mengadakan infiltrasi langsung pada tulang – tulang
orbita atau jaringan lunak orbita dan mengakibatkan gejala
proptosis.
Infiltrasi juga dapat kelopak mata dan bola mata (perdarahan
retina).
Massa yang terbentuk sebagai akibat infiltrasi sel leukemik ini
disebut “Granulocytic Sarcoma /Chloroma”, yang dapat timbul
beberapa bulan sebelum leukemia terbukti secara hematologik.
 Retinoblastoma stadium eksrtaokular
Tumor ganas primer intraokular yang berasal dari jaringan retina
yang biasa dijumpai pada ank – anak di bawah usia 5 tahun.
Dalam perkembangannya dapat meluas ke ekstraokular:
o Menebus sklera ke rongga orbita dan mendorong bola
mata ke depan (proptosis)
o Melalui N II ke intracranial
 Glioma N II
Definisi :
Tumor jinak yang berasal dari sel – sel glia N Optikus, berupa
astrocyt yang berbentuk spindle dengan prosessus seperti rambut
panjang.
Sering dihubungi dengan neurofibromatosis (NF – 1)
 Celluitis orbita
Definisi :
Infeksi orbita yang meliputi jaringan lunak orbita di belakang
septum orbitale
 Thrombosis sinus cavernosus
Definisi :
Suatu keadaan yang dapat merupakan perluasaan intracranial /
komplikasi cellulites orbita
 Hematoma, sudah jelas
 Grave’s disease
Definisi :
Inflammasi jaringan orbita, terutama otot – otot ekstraokular
yang disebabkan gangguan imunologis yang berhubungan
dengan fungsi kelenjar thyroid.

Algoritma proptosis pada anak


Tata laksana
Tergantung dari penyebab
1. Craniosynostosis
Non bedah
Konservatif:
 Lubricant/zalf mata pada kornea yang terpajam.
 Bila proptosis hebat dapat dilakukan tarsorafi.
 Melakukan reposisi bola mata bila terjadi prolaps bola
mata dengan menarik dengan lembut kelopak mata atas
kearah bawah.
Bedah
Tidak seperti tempat yang lain biasanya teratoma orbita
bersifat jinak eksisi tumor yang sebelumnya dilakukan
aspirasi biasanya dapat mempertahankan bola mata.

2. Teratoma
Bedah
Tidak seperti pada tempat lain biasanya teratoma orbita bersifat
jinak. Eksisi tumor yang sebelumnya dilakukan aspirasi biasanya
dapat mempertahankan bola mata

3. kista dermoid
 bila lokasi di limbus kornea, dilakukan eksisi tumor dan
jaringan dikirim ke departemen patologi anatomi untuk
pemeriksaan PA
 bila tumor meliputi hamper seluruh permukaan kornea, dapat
dipertimbangkan keratoplasty tembus dan kemudian jaringan
dikirim kedepartemen patologi anatomi untuk pemeriksaan
jaringan.
4. Hemangioma kapilere
 Bila tumor kecil, aksis visual tidak tertutup,
dibiarkan(observasi
) karena biasanya 80% tumor ini akan regresi spontan mulai
usia 2 tahun dan selesai pada usia 7 tahun.
 Bila tumor besar dan menimbulkan gejala ptosis atau
menutupi aksis visual dapat diberikan injeksi steroid intralesi
campuran 40mg triamcinolon acetonid dan 4-6mg
dexamethasone dengan jarum no. 25. pemberian dapat
diulang 2 kali dengan jarak waktu 2 bulan bila kasis visual
belum terbuka. Bila dengan pemberian 1 kali aksis visual
sudah terbuka, pemberian tidak perlu diulang.
 Bila injeksi steroid intralesi tidak memberi hasil,dapat
dilakukan tindakan operatif,yaitu eksisi tumor,bekerjasama
dengan Subbagian Rekonstruksi
5. Lymphangioma
Non bedah
Konservatif dengan membatasi aktivitas,kompres dingin atau
lubricant untuk kornea yang terpajan
Bedah
Bila terjadi perdarahan dan hasil CT Scan menunjukan ancaman
terhadap N
Optikus
6. Congenital cystic eye(a colobomatous cyst)
 Non bedah:konservatif
 Bedah:hanya untuk yang menginginkan figure lebih baik
7. Encephalocele atau meningocele
Terapi oleh departemen bedah saraf
8. Rhabdomyosarcoma
Pengobatan rhabdomyosarcoma tergantung stadium ( intergroup
rhabdomyosarcoma study, 1977).
 Stadium I:
Dilakukan reseksi seluruh jaringan tumor dan dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya metastasis
 Stadium II:
Reseksi tumor seluas – luasnya, kemudian dilanjutkan
dengan radioterapi local dan pemberian kemoterapi
 Stadium III:
Dilakukan biopsy atau reseksi partial dilanjutkan dengan
kemoterapi
 Stadium IV:
Pengobatan primer adalah dengan kemoterapi kemudian
dilanjutkan dengan tindakan bedah dan radiasi “adjuvant”
bila terdapat komplikasi akibat pendesakan tumor terhadap
alat vital, dipertimbangkan tindakan bedah atau radioterapi
segera
Stadium rhabdomyosarcoma (intergroup rhabdomyosarcoma
study, 1977):
 Stadium I:
Tumor terbatas dan dapat direseksi seluruhnya, tidak
dijumpai keterlibatan kelenjar lymph regional. IA. Tumor
terbatas pada organ asal IB. Tumor tidak infiltrasi ke jaringan
sekitarnya
Stadium II:
Tumor sebagian besar dapat direseksi stadium ini dapat di
bedakan kagi dalam 3 sub stadium, yaitu
o IIA. Secara mikroskopis masih ada sisa jaringan
tumor setelah reseksi. Belum ada keterlibatan
kelenjar betah bening regional
o IIB. Tumor telah disertai penyebaran ke sekitar getah
bening regional /organ terdekat, tetapi dpat direseksi
seluruhnya )no. residual disease.
o IIC. Seperti golongan IIB, tapi masih ada sisa
jaringan tumor secara mikroskopis
 Stadium III
Tumor hanya direseksi sebagian kecil atau hanya mungkin di
biopsi
 Stadium IV
Tumor telah disertai metastasis jauh pada saat diagnosis
ditegakan

Kemoterapi
Saat ini di RSCM kombinasi yang telah diberikan adalah (UI cc, 1981)
 Actinomycin D
 15 kg/BB/hari i.v diberikan selama 5 hari setiap 3 bulan
 Cyclophosphamide :
10mg/kg/BB/hari,oral, diberikan selama 7 hari setiap 6
minggu
 Vincristin :
2mg/m2/minggu,i.v,diberikan setiap minggu sebanyak 12
kali lama pengobatan 12-18 bulan
Radioterapi
Dosis radiasi terhadap tumor primer adalah 200 rad tiap hari sebanayk
5kali seminggu atau 900-1200 rad/minggu hingga dicapai dosis total
5000-6000 rad
Pada anak dibawah 3 tahun dengan kemungkinan kerusakan jaringan
normal yang luas, dosis dibatasi sampai 4000-5000 rad selama 5-6
minggu.

Follow up
Evaluasi kelainan yang ditemukan waktu diagnosis
 Tahun 1 evaluasi tiap 3 bulan
 Tahun II evaluasi tiap 6 bulan
 Tahun berikutnya evaluasi tiap 1 tahun
9 Metastatic neuroblastoma

 Terapi:
 SOP Departemen I.K. Anak
 Konservatif
 Lubricant/zalf mata untuk kornea yang terpajan

9. Orbital leukemia
Proses keganasan yang menyangkut sumsum tulang dimana sel-sel
leukimiamengadakan infiltrasi langsung pada tulang-tulang orbita
atau jaringan lunak orbita dan mengakibatkan gejala proptosis.
Infiltrasi juga dapat ke kelopak mata dan bola mata ( perdarahan
retina ). Massa yang terbentuk sebagai akibat infiltrasi sel leukemik
ini disebut “Granulocytic Sarcoma/chloroma”, yang dapat timbul
beberapa bulan sebelum leukemia terbukti secara hematologik.
10. Retinoblastoma stadium ekstraokular
Lihat hal retinoblastoma
11. Glioma NII
Lihat SPM Sub bagian tumor

12. Cellulitis orbita

Lihat SPM Sub bagian infeksi immunologi


13. Thrombosis sinus cavernosus
Lihat SOP Departemen Anak
14. Grave’s disease
Lihat SPM Sub bagian neoro oftalmologi
Penderita dirawat bila:
 WD/Cellulitis orbita
 WD/Thrombosis sinus cavernosus
 Bila penderita akan menjalani tindakan biopsi atau operasi
 Bila akan mendapat cytostatik(di rawat di bagian instalasi
kesehatan anak)

Daftar Pustaka
1. Murphee AL Christensen LE.Retinoblastoma and
malignant intraocular tumor..In:Wright KW,ed.Pediatric
Ofphtalmology and strabismus.Mosby;1995:p.495-510.
2. The Foundation of American Academy of
Ophtalmology.Basic and Clinical Science
Course.Pediatric Ophtalmology and Strabismus.Section
6;2001-2002:p.266-76
3. Wright KW,Spiegel PH Pediatric Ophtalmology and
Strabismus.In krachmer JH,ed.The Requisites in
Ophtalmology.Mosby;1999:p.112-113
4. Blodi FC.Leukokoria.In:Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
Ophtalmology.Mosby-Year Book,Inc,1993:p28-29
5. Slovis TL,Baker JD,Becker C.Imaging approach to the
child with leukocoria.In:Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
Ophtalmology.Mosby-Year Book,inc,1993:p280-83
6. Zwaan J.Leuckocoria.In:van Heuven WAJ,Zwaan
J,eds.Decision making in Ophtalmology.An Algoritmic
Approach.2nd edition.Mosby,2000:p182-83
7. The Foundation of American Academy of
Ophtalmology.Basic and Clinical Science Course.Retina
and Vitreous.Section12;2003-2004:p.256-263

Retinoblastoma

Batasan dan uraian umum

Definisi

Retinoblastoma(RB)adalah tumor ganas retina dan merupakan tumor


primer intraocular terbanyak pada anak

Patogenesis
Pada 60-70% kasus RB bersifat sproradik dan non herediter akibat dari
mutasi somatic yang secara klinik merupakan RB
unilateral(unifokal).Sisanya(30-40%)bersifat herediter akibat mutasi
singkat germinal yang menghasilkan baik RB unilateral dan
bilateral(terutama multifokal)dan dapat di wariskan secara dominant
autosom pada 50% turunanya.20% kasus RB herediter ini mempunyai
riwayat keluarga positif dan di wariskan dari orang tua”carrier”.Sisanya
75% RB herediter didapat akibat mutasi baru tingkat germinal yang di
turunkan orang tua carrier yang asimtomatik.Gen retinoblastoma terletak
di kromosom13q14

Kriteria diagnosis

A.Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin,terdiri dari:
I. Anamnesa
 Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit –penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persilinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga
II. Pemeriksaan mata
 Visus dengan koreksi bila memungkin kan ( cara di sesuwaikan
dengan umur )
 Inspeksi :
o Kedudukan bola mata simetris/tidak : Hirscberg
atau Alternate Cover test
o Pergerakan nola mata. Ada/tidaknya nystagmus
atau searching
o Tanda-tanda krlainan mata
o Pemeriksaan dengan loupe
o Pemeriksaan dengan lampu celah
o Funduskopi

B.Pemeriksaan Khusus
Diagnosis RB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, khususnya
oftalmologis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang
didapat dari enukleasi bulbi dan eksterasi orbita.
Diagnosis RB tidak ditegakkan seperti diagnosis keganasan di alat tubuh
lain, yaitu seperti biasanya di dahului dengan tindakan biopsy, karena
RB terletak di dalam rongga mata yang merupakan kesatuan organ yang
berisi cairan,sehingga tidak mungkin dilakukan pengambilan jaringan.
Diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan
hasilpemeriksaan penunjang sebagai berikut:
Imajing
 Ultrasonografi
o Denga USG Dapat diketahui:
 Ukuran panjang bola mata (axial length) yang
biasanya normal pada RB, kecuali bila terdapat
buftalmos
 Letak, besar dan bentuk massa tumor di dalam
bola mata, juga perluasn tumor ke N. optikus atau
kedalam orbita RB memperlihatkan gambaran
USG yang khas sehingga memberikan ketepatan
diagnosis sampai 90%, yaitu adanya reflektivitas
yang tinggi mencapai 100% pada A scan yang
menunjukkan tanda klasifikasi dan shadowing
effect positif
 Ct Scan kepala termasuk orbita, bila terdapat proptosis atau
kecurigaan perluasan tumor ke ekstraokular atau metastasis
intracranial atau pada USG terdapat perluasan ke N.II
 Bone Survey bila aspirasisumsum tulang positif, nyeri atau
pembengkakan tulang

Pemeriksaan labaratorium
 Rutin
o Darah perifer lengkap, laju endap darah
o Urine lengkap
o Tinja lengkap
o Fungsi hati: SGOT/SGPT
 Pemeriksaan sitogenik

Pemeriksaan lain
 BMP bila ada proptosis
 LP bila terdapat gejala proptosis atau gejala peninggian tekanan
intrakarabial atau NII involvement pasca operasi

Pemeriksaan patologi anatomi


Pemeriksaan PA terhadap bola mata yang mengandung tumor
ditunjukan untuk konfirmasi diagnosis hitopatologik beserta
differensiasi tumor dan penetapan perluasan tumor, sehingga
memberikan informasi untuk pengobatan lebih lanjut dan penentuan
prognosis penderita.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilaporkan ialah:
 Perluasan & penyebaran tumor
o Ke anterior bola mata: badan siliar
o Ke posterior : koroid, sclera NII dan sayatan N.II
o Keluar bola mata: Jaringan orbita
 Differensiasi tumor :
o Diferensiasi baik
o Diferensiasi buruk
Tata laksana

1. Tumor Intraokular:
 Dini: besar tumor kurang dari 10 dd serta tergantung lokasi
tumor.
Pengobatan :
- fotokoagulasi
- krioterapi
- radiasi eksterna
 Lanjut: stadium 4 dan 5 intraokular
Pengobatan: enakleasi
Bila hasil PA : tumor telah menembus sclera atau saytan N.
optikus tidak bebas tumor, pegobatan dilanjutkan dengan
radiasi dan sitostatika (sesuai protocol instalasi Radioterapi
dan IKA)
Catatan:
Untuk timor bilateral tindakan pengobatan sesuai dengan masing-masing
stadium tumor

2. Tumor ekstraokular
Klinis dengan proptosis
 Bila secara radiology tidak ditemukan destruksi orbita,
metastasis jauh (-), perluasan intracranial (-).
 Pengobatan : eksentrasi orbita, dilanjutkan dengan
radioterapi dan kemoterapi
 Bila secara radiology ditemukan destruksi dinding orbita,
dengan atau tanpa metastase jauh
 Pengobatan: radioterapi dan kemoterapi
 Tumor disertai pembesaran kelenjar regional
Pengobtan: raiasi pada orbita dn kelenjar limfe yang
membesar dilanjutkan dengan kemoterapi
 Tumor dengan metastasis jauh
 Pada stadium lanjut gambaran kliniknya dapat sangat
bervariasi pada masing-masing penderita, oleh karenanya
pengobatan berdasarkan peniliaian secara tersendiri kasus
demi kasus. Piliohan pengobatan ialah kemoterapi dan
radioterapi dapat dipertimbangkan kemudian
 Untuk tumor lanjut intraocular yang belum terjadi
vitreous seeding, bola mata dipertahankan tanpa
dilakukan enukleasi dengan cara”
o Kemoreduksi: pemberian sitostatika kombinasi
carboplatin-etoposide dan vincristin sebanyak 2
siklus untuk mengecilkan massa tumor
o Dilanjutkan fokal theraphy dengan fotokoagulasi
laser
Pengamatan lanjut

Dilakukan dengan ketat secara periodic dengan jadwal:


 Pasca operasi tiap bulan selama 1 thaun
 Tahun ke II dank e III tiap 3 bulan
 Tahun ke IV dst tiap 6 bulan sampai berumur 6 tahun
 Selanjutnya tiap tahun
Pengamatan ditujukan untuk:
 Melihat ada tidaknya tumor residif pada
o Soket mata yang dienukleasi/eksenterasi atau
o Tumor dini intraocular yang diterapi dengan
fotokoagulasi atau krioterapi
 Melihat ada tidaknya massa tumor baru dimata yang
sehat
 Mencari ada tidaknya non ocular malignancy terutama
tulang, biasanya pada kasus bilateral
 Mengobservasi ada tidaknya metastasis jauh
Edukasi
 Selalu waspada bila menjumpai anak dengan gambaran
white pupil/mata kucing
 Bersedia dilakukan rangkaian pemeriksaan sampai
dibuktikan bukan suatu retinoblastoma’
 Retinoblastoma stadium dini masih mungkin
disembuhkan

Daftar Pustaka
1. Murphee Al, Christensen LE, Retinoblastoma and
Maglinant intraqocular tumor in : wright Kw, ed.
Pediatric Ofphthamology and strabismus. Mosby ; 1995 :
p 495 -510
2. The foundation of American Academyof opthamology :
Basic and Clinical Science Course Pediatric
Opthamology and Strabismu. Section 6; 2001-2002 :
p266-76
3. Wright KW, Spiegel PH, Pediatric Opthamology and
strabismus. In krachmer Jh, ed. The requisites in
Opthamology Mosby ; 1993 : p28 -29
4. Bloodi F, Leukokoria in :Vibis GW, Tounge Ac, Stass –
Isern ML, eds. Decision Making in Pediatric
Opthamology. Mosby – Year book, inc, 1993 : p 28 -29 .
5. Slovies TL, Baker JD, Becker C Imaging approach to the
child with leukocoria in : Vibis GW Tongue AC, Stass –
Isern ML, eds. Decision Making in Pediatric
Opthamology. Mosby – Year Book, Inc 1993 : p280 – 83
6. Zwaan J. Leuckocoria in : Van Heuven WAJ, Zwaan
J,edc. Decision Making in Opthamology, An Algoritmic
Approach. 2nd edition. Mosby, 2000 : p 182 -83.
7. The foundation of Ametican Academy of Opthamology
Basic and Clinical Science Course retina and Vitreous.
Section 12; 2003 – 2004 :p 256 – 263.
8. Shields Cl, Update on Pediatric Oculars Tumors American
Academy of opthamologi 1997, Annual meeting san
fransisco, CA
9. Chen S, Mukai S. Genetic of retinoblastoma dalam :
jacobiec FA, Lomkin JC, editors international
opthamology clinic, advances in ophthalamic genetic and
heritable eye disease boaton : Little brown and Co, 1990 ;
3392 : 57 – 65

Lampiran
Klasifikasi
Diferensiasi Tumor :
 Undifferentiated / poorly differentiated
 Well differentiated : bentuk – bentuk diferensiasi
o Roset Flexner wintersteiner
o Roset homer wright

Stadium Tumor
A. Tumor terbatas intraocular

Kelompok A dibagi lagi menurut klasifikasi Reese dan Ellsworth 1958,


yaitu :
I. a. Tumor tunggal ( unifokal ), ukuran kurang dari 4 dd ( disc
diameter = 1,7 mm ) terletak pada atau dibelakang ekuator
b. Tumor multiple ( multifokal ), ukuran kurang dari 4dd dan
semuanya terletak pada atau dibelakang ekuator.

II. a. Tumor tunggal dengan ukuran 4-10 dd, terletak dibelakang


ekuator
c. Tumor multiple dengan ukuran 4-10dd, terletak dibelakang
ekuator

III. a. Tiap lesi yang terletak di muka ekuator


b. Tumor tunggal dengan ukuran lebih dari 10 dd dan terletak
dibelakang ekuator

IV. a. Tumor multiple dengan ukuran lebih dari 0 dd


b. Tiap lesi yang meluas ke anterior ora serrata

V. a. Tumor padat meliputi lebih dari setengah luas retina


b. Terdapat “ Vitreous seeding “ ( Penyebaran ke badan kaca )
B. Tumor Sudah meluas ke ekstraokular

Kelompok B dibagi lagi menurut Retinoblastoma study Committee yaite


:
I. Tumor yang saat enukkleasi tampak di jaringan episkelera
gambar patologiktampak sel tumor di emisaria sclera
II. Tumor yang terlihat di tepi sayatan saraf optic pada gambar
patologis tidak bebas tumor
III. Tumor di Orbita yang terbukti dengan biopsy
IV. Tumor terdapat disusunan saraf pusat atau di cairan
serebrosspinal
V. Tumor yang telah menyebar secara hematogen ke sumsum
tulang, tulang kelenjar getah bening leher atau tempat lain.

Algoritma
Retinopathy of prematurity
Batasan dan uraian umum
Definisi
ROP adalah retinopati bilateral berupa proliferasi abnormal jaringan
vaskuler retina yang terjadi pada bayi premature dimana system
vaskularisasi retina belum lengkap.
Patogenesis
Vaskularisasi retina berasal dari jaringan mesenkim yang berisi sel
spindle mulai berkembang pada umur 16 minggu gestasi. Jaringan
mesnkim ini tumbuh secara sentrifugal dengan pusat papil N.optikus dan
mencapai ora serata temporal 1-2 bulan kemudian. Patogenesis ROP
belum sepenuhnya dimengerti tetapi vaskularisasi retina yang immature/
belum lengkap dan kelahiran premature serta pemberian suplemen
oksigen merupakan factor rsiko terjadinya ROP. Hiperoksia ini
menyebabkan vasokontriksi dan obliterasi pembuluh darah retina yang
immature dan terbentuk zat angiogenik yang menyebabkan
neovaskularisasi . proses patologis ini dapat berhenti, membaik atau
bahkan menjadi progresif membentuk jaringan proliferasi fibroglial dan
menyebabkan traksi vitreoretinal dan ablation retina. (AAO 6 hal 268)
Pemberian suplemen oksigen yang berlebihan dianggap sebagai
penyebab ROP, tetapi adanya tingkat keparahan dan suseptabilitas yang
bevariasi pada bayi yang sangat premature mendukung bahwa factor lain
selain hiperoksia juga berperan dalam penyebab ROP. Factor-faktor
tersebut antara lain penyakit jantung sianotik, anensefali, nutrisi
parenteral yang lama, jumlah transfuse darah, episode hipoksia, hiper
atau hipercarbia. (KW 515)

Kriteria diagnosis
a. Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin, terdiri dari :
I. Anamnesis
 Keluhan utama yang membawa penderita datang berobat
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga
II. pemeriksaan mata
 visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan
dengan umur)
 inpeksi :
o kedudukan bola mata simetri/tidak:hiscberg atau
alternate cover test
o pergerakan bola mata. Ada/tidaknya nystagmus atau
searching
o tanda-tanda kelainan mata
 pemeriksaan dengan loupe
 pemeriksaan dengan lampu celah
 funduskopi
 pengukuran TIO
b. Pemeriksaan funduskopi
Untuk mendeteksi ROP harus dilakukan pemeriksaan retina dengan
teliti dan menilai lokasi, ekstensi, stadium penyakit dan plus disease
sesuai dengan klasifikasi internasional ROP.
Lokasi / zone :
Zona I:
(polus posterior)lingkran dengan radius 30 derajat dengan N.
Optikus sebagai pusat (2x jarak papil ke macula)
Zona II :
Lingkaran diluar zona 1 mulai dari oraserata nasal kearah dekat ekuator
daerah temporal
Zona III:
Berbentuk bulan sabit diluar zona II.
Ekstensi
Dinyatakan sesuai dengan arah jarum jam.
Stadium :
 Garis demarkasi
 Tonjolan (ridge)yang merupakan proliferasi jaringan fibrovaskular
yang terbatas diretina
 Tonjolan jaringan fibrovaskular ekstra retina (retina, sedang, berat)
 Ablastio retina: tanpa atau dengan keterlibatan fovea.
 Ablastio retina total
Plus disease
Tanda (+)ditambahkan bila terjadi shunt vascular sangat hebat pada
polus posterior berupa pembesaran vena dan turtositas arteri. Merupakan
indikasi terjadinya prosifitas stadium penyakit.
Threshould disease:
Adanya plus disease sebanyak 5 jam berurutan atau 8 jam kumulatif dan
berada pada zona 1 atau 2. merupakan indikasi terapi ROP

Pakai gambar
……………………….

Tata laksana
Skrining
ROP yang progresif merupakan penyebab kebutaan. Menurut hasil
CRYO ROP TRIAL pengobatan dapat menurunkan 50% angka ablation
retina/traksi vitreo retina pada polus posterior. *(AA0 6)
Petunjuk csreening ROP 2 :
 Bayi premature dengan berat badan lahir ≤1500 gr atau umur
usia gestasi ≤28 minggu, atau bayi 1500 gr dengan keadaan
klinis tidak stabil memerlukan pemeriksaan retina dengan
indirect opthalmoscope
 Diperlukan pemeriksaan retina yang teliti oleh optamologis yang
berpengalaman menilai retina bayi premature
 Pemeriksaan follow up ditentukan berdasarkan temuan sesuai
klasifikasi internasional ROP (missal vaskularisasi immature
pada zona 2 tanpa ROP), follow up diulang dengan interval 2-
4minggu sampai vaskularisasi mencapai zona 3.
 Bayi dengan ROP atau vaskularisasi immature pada zona 1
difollow up dengan interval 1-2 minggu sampai vaskularisasi
mencapai zona 3 atau resiko threshold menghilang
 Bayi dengan threshold disease(ROP stad3 pada zona 1 atau 2
atau plus disease harus mendapat terapi ablative minimal pada
satu mata dalam 72 jam pasca diagnosis
Algoritma screening

Tata laksana
Non bedah/ ablative :
Fotokoagulasi atau terapi cryo pada therhold ROP
Bedah :
ROP stadium 4
Evaluasi
Visus, aligment, nystagmus, fundus 3 bulan posterm
Edukasi
 Pencegahan ROP adalah dengan pencegahan kelahiran
premature
 Perawatan antenatal yang tratur mencegah kelahiran
premature
 Umur kehamilan dan berat badan bayi mempunyai korelasi
terbalik dengan kejadian ROP
 Penjelasan tentang sequele yang mungkin terjadi
kebuitaan,low vision,myopia tinggi,mata
juling,katarak,glaucoma

Daftar Pustaka

1. 1.Ober RR,Palmer EA.Retinopathy of Prematurity.In:Wright


KW,ed.Pediatric Ofphtalmology and
Strabismus.Mosby;1995:p.511-40
2. .The Foundation of American Academy of Ophtalmology.Basic
and Clinical Science Course.Pediatric Ophtalmology and
Strabismus.Section6;2001-2002:p.266-94.
3. wright KW, Spiegel PH. Pediatric Ophthalmoloy and
Strabismus. In Krachmer JH, ed. The Requisites in
Ophthalmoloy. Mosby; 1999: p. 106-26.
4. Stass-Iserm ML. Retinopathy of Prematury. In : Vibis GW,
Tongue AC, Stess- Iserm ML, eds. Decistion Marketing in
Pediatric Opthalmology. Mosby-year Book, Inc 1993 : p 54-55.
5. The Foundation of American Academy of Opthalmology. Basic
and Clinical Science Course. Retina and Vitreus. Saction 12 ;
2003-3004 : p. 117-26
PLASTIK REKONTRUKSI

Entropion
Batas dan uraian umum
Defenisi
Sesuatu keadaan melipat/membaliknya pinggir kelopak mata kearah bola
mata sehingga menyebabkan bulumata menyentuh bolamata (trichiasis)
Dapat congenital (entropion congenital) dan didapat (entropion
involutional dan entropion sikatriks)
Entropion involutional
Patogenesis
 Overriding m.orbikularis preseptal ke pretersal
 Laxity m. rektraktor pelpebra inferior
 Atrofi tarsus
 Laxity palpebra horizontal
 Kadang – kadang enoftalmos
Criteria diagnosis
Klinis
 Terjadi palpebra inferior dan usia tua
 Hiperemis konjungtiva, trichiasis, epifora
 Overriding m. orbikularis preseptal ke pretarsal
 Laxity palpebra horizontal +/-
 Terdapat kerusakan kornea bila terjadi cukup lama
Pemeriksaan penunjang rutin
 Snap test : dapat + atau –
 Distraction test : dapat + atau –
Tata laksana
 Sementara : everting suture
 Jangka panjang :
o Bila tidak terdapat laxity palpebra horizontal : wies
procedure.
o Bila rekurans lakukan pemendekan palpebra horizontal
(tarsal strip procedur)
o Bila terdapat laxity palpebra horizontal : quickert procedure.
o Bila rekurens :
Placation power lid retractor
 Pengobatan pasca operasi :
o Antibiotikal oral 5 hari
o Analgetik dan antiinfalmasi 3 hari
o Antibiotic salep sampai angkat jahitan
Etropion sikatriks
Patogenesis
 Adanya sikatriks konjungtiva
 Terdapat pemendekan vertical tarsus
Kriteria diagnosis
 Dapat terjadi pada orang tua maupun muda, sering merupakan
koplikasi trachoma
 Biasanya pada palpebra superior namun dapat juga di palpebra
inferior
 Terdapat sikatriks pada konjungtiva
 Terdapat pemendekan vertical tarsus
 Trichiasis +
 Epifora + hiperemisis konjungtiva
 Terdapat kerusakan kornea bila sudah terjadi cukup lama
Enropion sikatriks palpebra superior dibagi dalam 3 derajat
 Ringan
o Bulu menyentuh kornea hanya pada saat pasien melirik
keatas
o Konjungtivalisasi pinggir kelopak mata dam migrasi muara
kelenjar miebom
 Sedang
o Bulu mata menyentuh kornea pada posisi primer
o Terdapat penebalan tarsus
 Berat
o Seperti sedang
o Terdapat distorsi seluruh pinggir kelopak mata
o Terdapat metaplasi bulu mata
Tata laksana
Palpebra superior
 Ringan : lakukan lamellar anterior (ALR)
 Sedang : ALR + tersotomi/splitting tarsus
 Berat : posterior lamellar graft

Palpebra inferior
 Bila retraksi palpebra <1,5 mm :
tarsal fracture
 Bila retraksi : palpebra >1,5 mm :
Posterior lamellar graft
Pengobatan pasca operasi
 Antibiotika oral 5 hari
 Analgetik dan anti inflamasi 3 hari
 Antibiotika salep sampai angkat jahitan

Ptosis

Batasan dan uraian umum

Definisi

Turunya kelopak mata atas dibawah kedudukan/posisi normal yang


dapat menutupi aksis visual atau tidak serta dapat terjadi unilateral atau
bilateral.

Ptosis congenital
Patogenesis

Disebabkan karena gangguan perkembanganm.levator palpebra yang


terjadi secara sporadic atau herediter

Kriteria diagnosis

Anamnesis

Riwayat terjadinya ptosis sejak lahir

Klinis

Tampak posisi pinggir kelopak mata atas lebih rendah dari


normal(Normal posisi pinggir kelopak mata atas 2mm di bawah limbus
superior)

Pemeriksaan rutin

 Pemeriksaan bola mata,termasuk gerakan otot-otot ekstra okuler


 MRD(margin reflex distance)tidak normal
 MLD(margin limbal distance)tidak normal
 LA(aksi levator palpebra)umumnya buruk
 Lid LAG+
 Fenomena BELL+/-
 Lipatan kelopak sering tidak ada
 TES SCHIRMER
 FP(fisura palpebra horizontal dan vertical)lebih kecil dari normal

Tata laksana

Tindakan operasi
 Bila aksi levator(LA)>4mm→reseksi levator
 Bila aksi levator (LA)<4mm→suspensi frontalis,dapat dengan
fascia lata atau bahan sintesis

Besar reseksi levator


(MLD mata yang baik – MLD mata ptosis) X3 mm
 Bila aksi levator 4-8 ditambah 1-2 mm
 Bila aksi levator 8-10 sesuai perhitungan
 Bila aksi levator >10 mm dikurangi 1-2 mm

Waktu Operasi
 Bila ptosis unilateral :
Refleks pupil, operasi segera tapi bila refleks pupil+ operasi dapat
kapan saja, biasanya sebelum masuk sekolah
 Bila ptosis bilateral operasi kapan saja

Pengobatan pasca operasi


 Antibiotik oral 5 hari
 Analgetik dan anti inflamasi 3 hari
 Antibiotik salep sampai angkat jaringan
Setelah 7 hari pasca operasi angkat jahitan lalu beri salep/ krim stesolid
selama 1 bulan untuk menghilangkan bekas jahitan. Air mata buatan
selama kornea masih terpapar.

Ptosis didapat
Patogenesis
Disebabkan oleh berbagai etiologi yaitu neurogenik, miogenik, traumatic
dan mekanik.

Kriteria diagnostic
Anamesis
Trunnya kelopak mata atas lebih rendah dari normal
Pemeriksaan:
 MRD tidak normal
 MLD tidak normal
 LA umumnya baik tapi dapat juga buruk
 LID LAG
 Lipatan kelopak +
 Fenomena Bell biasanya +
 Fissura palpebra lebih kecil dari normal

Tata laksana
Pemilik tehnik operasi dan pengobatan pasca operasi prinsipnya sama
seperti ptosis congenital.

Ptisis bulbis

Batasan dan uraian umum

Definisi
Suatu keadaan bola mata yang sudah tidak berfungsi sebagai akibat
trauma atau infeksi, ukuran lebih kecil dari normal. Dapat tenang atau
iritatif

Kriteria diagnostic
Anamnesis
Ada riwayat trauma atau infeksi

Klinis
 Tajam penglihatan nol
 Bola mata lebih kecil dari normal
 TIO rendah
 Tanda2 inflamasi +/-

Tata laksana
 Antibiotik oral 5 hari
 Analgetik dan anti inflamasi 3 hari
 Antibiotik salep sampai angkat jahitan
Dua minggu pasca operasi pasca protesa

Soket anoftalmi

Batasan dan uraian umum


Definisi
Suatu kantung yang terjadi sebagai akibat pengangkatan bola mata
(anukleasi) atau isi bola mata (eviserasi)

Kriteria diagnosis
Anemnesis
Terdapat riwayat pengangkatan bola mata atau isi bola mata
Klinis
Soket anoftalmi normal
 Protesa terpasang baik
 Kelopak mata dapat ditutup
 Tidak ada enoftalmos
 Forniks inferior/superior dalam
 Tidak ada ptosis
 Tidak ada silkus superior dalam
 Tidaj ada laxity palpebra inferior

Post enucleation socket syndrome


 Protesa masih dapat terpasang
 Terdapat enoftalmos, lagoftalmos, sulkus superior dalam dengan
atau tanpa hipoglobus
 Bisa disertai kekenduran kelopak mata bawah

Kelainan soket karena Masalah implant


 Terdapat migrasi atau ekstruded implant
 Bisa disertai tanda infeksi atau tidak

Kelainan Soket mengerut ( Contracted Socked )


 Ringan : Bila terdapat Pemendekan Vertikel kongjungtiva tarsal
dan entropion
 Sedang : Bila terdapat Kontraktur Forniks Superior dan Inferior
 Berat : Bila terdapat Pemendekan horizontal dan vertical
kongjungtiva Tarsal dan terjadi kontraktur forniks Inferior /
Superior
Tata Laksana
Soket normal
Beri tetes Air mata buatan
Post enucleation Socket syndrome
 Konservative bila penampilan kosmetik masih cukup baik
 Bila penampilan Kosmetik Buruk :
 Bila enoflatomos jelas, berarti volumenya kurang, lakukan
dermofat graft
 Bila lagoftalmus yang jelas, tidak enoftalmus, berarti luasnya
soket kurang, lakukan graft mukosa bibir / pipi.

Kelainan soket yang kendur


 Bila volumenya kurang ( enoftalamus ), lakukan dermoft graft,
Kantopexy lateral dan refiksasi forniks inferior.
 Bila tidak ada enoftalmus berarti volumenya cukup, lakukan graft
mukosa pipi, kantopexy lateral dan refiksasi forniks inferior

Kelainan soket karena implant


Keluarkan implant sintektiknya, lakukan dermofat graft dan refiksasi
forniks inferior.

Kelainan soket yang mengerut.


 Bila ringan /sedang, dermofat graft dan refikssi forniks inferior
 Bila berat, lakukan dalam 2 tahap:
o Subcutaneus pedicle flap dari suprabrow / post auricular / galeal
flap.
o Satu bulan kemudian, graft mukosa bibir / pipi dan refiksasi
forniks inferior
o Untuk melebarkan fisura horizontal, lakukan kantoplasti dengan
periosteum lateral
Pengobatan pasca operasi
 Antibiotik oral 5 hari
 Analgetik dan anti inflamasi 3hari
 Antibiotik Salep sampai angkat jahitan

PENYAKIT RETINA
Ablasia Retina

Batasan dan uraian umum


 Definisi
Pelepasan retina sensoris dari pigmen epitel retina dengan
adanya cairan di rongga potensial diantara kedua lapisan
tersebut.
 Klasifikasi
◦ Ablasi retina regmatogen simple
◦ Ablasi retina regmatogen dengan proliferatif vitreoretinopathy
(PVR)

A. Ablasi retina regmatogen (ARR) Simpel


Definisi
Pelepasan retina snsoris dan pigmen epitel retina (PER) karma cairan
vitreous masuk lewat suatu robekan.

Criteria diagnosis
Menifestasi klinis
Anamnesis tenag penglihatan menurun, seperti tertutup tirai melihat
flowaters, fotopsia.
Pemeriksaan penunjang urin :
 Pemeriksaan visus, biomikroskopi, tonometri, gambar fundus
indirect ophthalmoscopy non contect bromiroscopic funduscopy
dengan lensa 60D, 78D, 90D dll
 contect bromiroscopic funduscopy dengan lensa kontak tri dan
four mirror dll
pemeriksaan penunjang khusus
ultrasonography bila media keruh ERG dan VAP bila perlu
Tata laksana
Non bedah
 positioning pasien – bedrest
 ophthalmologic-mata diberi sulfat atropine 0,5% untuk anak -
anak 1% untuk dewasa
Bedah
 bedah dengan narkose atau bius local
 Simple sclera bucling (SB) dengan atau tanpa gas
 Pneumoretinopeksi
Prosedur
Pra bedah
1. bedrest opersi dalam 3 x24 jam:
 Ablasi retina “macula on”
 Ablasi retina hemisfer atas
2. Operasi dalam satu minggu
 Ablasi retina dengan robekan diatas
 Ablasi retina “macula off”
3. Operasi dalam dua minggu
 Ablasi retina kwadran bawah
 Ablasi retina lama
Pasca bedah
 Tekanan intra ocular dimonitor
 SB tanpa gas: Bedres posisi terlentang
 SB dengan gas
o Fakik posisi telungkup
o Afakik posisi disesuaikan letak robekan
 Sikoleplegi antibiotic dan steroid topical selama 1 -2 bulan
o Terapi pencegahan dengan laser FC
o Bila ada factor resiko
o Myopia dengan degenerasi lattice
o ARR pada mata satunta
o Pseudofakia dengan ARR
o Makanan lunak
Edukasi
Selama 2 bulan pasca bedah tidak malakukan kerja fisik mengangkat
mendorong barang diatas 5 kg

B. Ablasi retina regmatogen ARR dengan PVR

Definisi
Pelepasan retina sensoris disertai pembentukan membrane yang
kontraksi sehingga menarik retina. Akibat proliferasi sel – sel yang
menyebabkan traksi pada retina

Patogenesis
PVR adalah poliferasi sel yang membentuk suatu membrane
dipermukaan retina dan cairan vitreous

Kriteria diagnosis
Klinis berdasarkan klasifikasi PVR 1991 ( dari Machemer )

Pemeriksaan penunjang rutin


Pemeriksaan virus, biomikroskopi, tonometri, gambar retina indirek
opthalmoscopy, biomicroscopy funduscopy dengan lensa kontak dan
non kontak

Pemeriksaan penunjang khusus


USG bila medic keruh, ERG dan VEP bila perlu

Tata laksana
Non bedah
 Positioning pasien bed rest
 Siklopegik sufas atropin 0.5% anak, 21% dewasa

Bedah denan narkose atau bius local


Simple scleral buckling (SSB), membrane peeling dengan gas pada PVR
grade Cp2-6 dengann silicon oil pada PVR grade Cp6 dan lenih
Age related manul degeneration (ARMR)

Batasan dan uraian umum


Definisi
ARMD adalah suatu kejadian pada orang berusia diatas 50 tahun yang
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan berat akibat kerusakan
RPE membrane Bruch dan khorio kapiler

Patogenesis
 Akumulasi lipofusin pads PRE sehingga menggangu
metabolisme, bila lipofusin keluar dari sitoplasma PRE, ke ektra
seluler akan terbentuk drusen kemudian mulekul fotoreceptor di
segmen luar akibat reaksi radikal bebas
 Degenerasi membrane branch berupa perubahan ketebalan
intrasruktur dan biokimia peningkatan keadan lipit yang
menyebabkan terbentuknya lipit peroksidase yang
mengidentifikasi terjadinya neovaskularisasi.

Kriteria Diagnosis
ARMD Non Vaskular
 Drusen
 Detachment retina yang geografik dan non geografik hyper
pigmentasi macula

ARMD Neovaskular
 Perdaraan Subretina
 Ablasi Retina Eksudatif
 RPE detachment
 Sikatrik Fibrovaskuler disiform
 Perdarahan Vitreous

Pemeriksaan Penunjang Rutin


 Oftalmologi direk / indirek
 Oftamologi biomikroskopik kontak dan non kontak

Pemeriksaan Penunjang Khusus


 FFA
 Test amsler girl
 Kampimetri
 Retinometri

Tata Laksana

Non bedah
 Rabonrasia / anti oksidan
 Kacamata Pelindung matahari

Bedah
 Fotokoagulasi laser dengan argon laser atau laser diode dengan
laser indirect Opthamology ( LIO )
 Operasi submakula dengan virektomi dan mengeluarkan darah
dari sub macula
 Photo Dynamic Therapy ( PDT )

Prosedur
 Penderita dengan ARMD diperiksa sesuai pemeriksaan rutin
o Pada ARMD tipe non Vaskular – Follow up tiap 3 bulan
o Pada ARMD tipe neoVaskular – penderita dibawakan lembar
tes Amsler Grid untuk menilai sendiri.

 Pemeriksaan follow up tiap 1 bulan bila ada perubahan


memburuk segera ke dokter bila sudah ada penurunan visus dan
melanjutkan pemeriksaan FFA
 Bila ada gambaran abnormal foveal
 Jenis klasik jukstra foveal diterapi dengan laser
 Bila ada perdarahan Subretina atau vitreous – Vitrektomi dan
pengeluaran darah subretina

Central serous choreoretinopathy


( CSCR )

Batasan dan Uraiaan Umum


Definisi
Adanya serous detachment lapisan sensoris retina dengan epitel pigmen
retina didaerah macula

Patogenesis
Kerusakan fungsi berrier dan mekanisme pompa epitel pigmen retina
akibat kelainan pada koroid

Kritea Diagnosis
Anamnesis
Keluhan tajam penglihatan turun mendadak, mikropsia, metamorfopsia
serta penurunan tajam penglihatan warna. Biasanya terjadi pada pria
dengan usia 30 -50 tahun.

Pemeriksaan rutin
Visus, biomikroskopi dengan direk maupun indirek oftamology 78D
lens, three mirror
Pemeriksaan Penunjang
 Foto fundus
 Fundus fluorescein angiography

Tata laksana
 Raboransia, Tranquilizer
 Laser Photokoagulasi : indikasi bila vissus buruk
o Observasi 3-4 bulan serous detachment tidak di observasi
o CSCR berulang
o Mata sebelahnya Pernah CSCR.

Degenarasi ratina perifer

Batasan dan uraian umum


Ada beberapa bentuk lesi degenerasi retina perifer
 Lesi yang dapat menjadi factor predisposisi ablasio retina
 Lesi yang bukan merupakan factor predisposisi ablasio retina
 Lesi yang merupakan factor predisposisi ablasio retina

1. Degenerasi lattice
 Suatu penipisan retina dengan diskontinuitas membrane limitan
internal, atrofi lapisan dalam retina, pencairan viteous diatasnya
dan perlengketan hialoid dengan tepi lesi di retina
 Vitreo retinal tuft suatu elevasi retina perifer yang disebabkan
oleh tarikan vocal vitreous
 Meridional retinal foult biasanya berhubungan dengan bagian
posterior tonjolan oraserata
 Lesi yang bukan merupakan factor predisposisi ablasio retina

2. Cable/paving stone degeneration merupakan atrofi


dari outer retina
3. RPE hiper plasi
4. RPE hiper tropi

Tata laksana
 Lesi yang dapat menjadi faktor ablasio retina : laser
fotokoagulasi presentif
 Lesi yang bukan merupakan faktor predisposisi control tiap 3
bulan.

Macular hole
Batasan dan uraian umum
Sebagai besar maculer hole adalah idiopatik yang berhubungan dengan
usia. Keadaan ini sering terjadi pada usia decade ke 7, 67 % - 91%
adalah wanita.
Macular hole biasanya juga terdiri akibat trauma, setelah terapi laser,
CME, penyakit vaskuler ratina, maculer pucker, oblasio retina.

Patogenesis
 Terbentuk nya traksi vitreo ratina yang disebabkan terikan
tangensial korteks vitreous yang melekat pada permukaan retina.
 Tarikan tangensial ini akan menyebabkan foveoler dan para
fovea detachment dan selanjutnya menjadi macular hole.

klasifikasi
 Stadium 1 :
- 1a : yellow spot
- 1b : yellow ring
 Stadium 2 : lubang seluruh ketebalan macula diameter kurang
dari 400 mikro
 Stadium 3 : lubang ketebalan, akula lebih dari 400 mikron
 Stadium 4 : stadium 3 dengan PPD total.

Tata laksana
 stadium 1 hanya observasi 60% pada stadium ini akan regrasi
spontan
 40% stadium akan ke stadium 2. dilakukan vitrektomi dengan
peningkatan vitreous posterior dan ILM peeling terutama
pada virus 20 / 60 sampai 20 / 400 (6/18 – 3/60)
 Stadium yang biasa di lakukan tindakan seperti stadium 1, 2,
3 tapi dengan hasil virus yang tidak bertambah secara
siggnifikan
 Peningkatan tekanan darah untuk waktu yang lama akan
merusak inner blood – retinal barrier.

Oklusi vena ratina

Batasan dan uraian umum

oklusi vena ratina sentralis ( CRVO ) dengan gambaran fundus


berupa dilatasi dan vena ratina yang berkelok kelok, edema papilla,
perdarahan intra retina serta edema ratina.
Okulasi vena retina cabang ( BRVO ) bila okusinya terjadi di vena
retina cabang.
Dapat terjadi dalam dua tipe yaitu iskemik dan noniskemik.
Patogenesis
 Local : arteri dan vena berjalan bersama dalam selubung
abventitia memasuki lamina kribrosa yang sempit. Perubahan
pada struktur arteri seperti arterosklerosis akan menekan vena
retina sehingga terjadi oklusi
 Sistemik : kelainan factor hemodinamik seperti hiperagregasi
trombosit hiperkoagulasi hiperviskositas darah serta
hipertensi dapat menyebabkan oklusi vena retina.
Criteria diagnosis
Anamnesis
Visus turun mendadak, kadang – kadang disertai keluhan tajam
penglihatan kabur sesaat dan kembali normal dalam beberapa detik.
Pemeriksaan rutin
Visus, biomikroskopi.
Pemerikisaan penunjang :
FFA, ERG, tonometri, konsultasi kebagian hematology
Tata laksana
 Antiagregasi trombosit
 Fotokoagulasi laser bila ada indikasi.
 Vitrektomi endolaser bila terdapat pendarahan vitrus massif non
absorsi.
Retinopati diabetic
Batasab dan uraian umum
Definisi
Suatu mikroangiopati yang mengenai arteriol prekapiler retina, kapiler
dan venula sehingga menyebabkan oklusi mikro vaskuler dan leakage
Patogenesis
 Oklusi mikrovaskuler menyebabkan non perfusi sehingga terjadi
iskemi
 Perubahan kapiler berupa perubahan membrane basal kerusakan
dan proliferasi sel endotel. Selain itu terjadi peningkatan
penebalan dan agregasi platelet
 Leakage terjadi karena berkurangnya parasit sehingga terbentuk
mikroaneurisma dan kerusakan blood retina barrier
Criteria diagnosis
Klinis
 NPDR
o Mild mikroaneurisma, perdarahan retina dan eksudat
o Moderate jumlah lebih banyak
o Severe – tanda2 moderate NPDR dengan adanya venous
beading dan intra retina mikrovaskuler abnormality (IRMA)
 PDR tanda – tanda NPDR dan neovaskularisasi NVD, NVE dan
komplikasi berupa perdarahan vitreous (VH), Traction retinal
detachment (TRD), ARR, rebeosis iridis, glaucoma neovaskular
 Edema macula dapat ditemukan pada setiap tahap diatas
Pemeriksaan penunjang rutin
 Tajam penglihatan
 Oftalmologi direk
 Oftalmologi indirek dengan lensa kontak, (tri mirror, four mirror
dll) dan lensa non kontak (60,D 78D, 90D, dll)
Pemeriksaan penunjang khusus
 Fundus fluoscein angiography (FFA)
 Ultrasonografi bila ada perdarahan vitreous, elektroretinografi
bila perlu
Tata laksana
 Non bedah:
Raboransia
 Bedah:
Laser fotokoagulasi pada NPDR dan vitrektomi pada PDR
Prosedur
Penatalaksanaan pada berbagai stadium retinopati diabetic
1. mata normal atau NPDR ringan dengan mikroaneurisma yang
jarang diperiksa setiap 6 – 12 bulan
2. NPDR tanpa edema macula.
Diperiksa setiap 4 – 6 bulan. Pemeriksaan FFA dan
fotokoagulasi masih belum perlu
3. NPDR dengan edema makula yang tidak bermakna secara klinis,
tetapi tajam penglihatan sudah menurun. Diperiksa setiap 4
bulan. Pemeriksaan FFA mungkin bermanfaat. Fotokoagulasi
laser mungkin belum perlu.
4. NPDR dengan edema makula yang bermakna secara klinis
(CSME). Pemeriksaan FFA perlu, fotokoagulasi laser harus
dilakukan. Keadaan pasien harus terkontrol. Tekanan diastolic
darah di bawah 100 mmHg dan belum ada tanda – tanda gagal
ginjal.
5. NPDR sevare
Pada NPDR sevare, resiko untuk menjadi PDR sangat besar
antara 10% - 40% penderita dengan NPDR severe akan
berkembang menjadi PDR. Pemeriksaan FFA sangat perlu untuk
melihat daerah – daerah non perfusi serta kebocoran.
Fotokoagulasi dilakukan secepatnya.
6. PDR dengan atau tanpa CSME
Pemeriksaan FFA perlu untuk membedakan NV dari perdarahan
retina, juga untuk menilai kebocoran pada edema makula.
Fotokoagulasi segera dilakukan, sebelum terjadi perdarahan
vitreus
7. PDR dengan komplikasi lanjut yang tidak dapat diterapi laser,
diperiksa tiap 6 bulan
Terapi fotokoagulasi laser
Indikasi
 NPDR dengan edema makula atau CSME dan tajam penglihatan
menurun
 NPDR Sevare
 PDR dengan atau tanpa komplikasi. Pada perdarahan vitreous,
fotokoagulasi diusahakan bila vitreous lebih jernih
 NPDR dengan katarak
 Penderita – penderita dengan control diabetes yang tidak baik
 NPDR yang pada mata yang satunya mengalami progresivitas
 Adanya komplikasi lain termasuk penderita gagal ginjal
 Penderita berkediaman jauh atau penderita tak disiplin
Pemeriksaan lanjut
 Control 1 minggu untuk tindakan laser pada mata kedua
 Control 2 minggu setelah tindakan laser pada mata kedua
 Control dua bulan setelah tindakan laser selesai. Laser dapat
ditambahkan
 Control tiap 4 -6 bulan untuk pemeriksaan dan evaluasi lanjut
FFA dapat diulang
Operasi vikrektomi dengan atau tanpa endolaser
Indikasi
 Perdarahan vitreous tebal yang tidak dapat diabsorsi
 Perdarahan vitreous dengan ancaman traction RD
 Traction RD mengenai makula
 Traction RD dengan RD regmatogen

Pemeriksaan lanjut
 Tiap minggu selama satu bulan
 Tiap 2 minggu pada bulan selanjutnya
 Tiap satu bulan selama 4 minggu berikutnya

Retinopati Hipertensi

Batasan dan uraian umum

Definisi
Suatu perubahan vascular retina akibat tingkatan tekanan darah
sistemik untuk waktu yang lama

Patogenesis
 Hipertensi sistemik,sistol 160mmHg dan diastole 90mmHg
akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah retina
 Peningkatan tekanan darah untuk waktu yang lama akan
merusak Inner Blood Retinal Barrier

Klasifikasi(cheie)
 Derajat 0:pembuluh darah retina normal
 Derajat 1:penyempitan arteriola yang difus,kaliber
arteriolar yang uniforum
 Stadium 2:penyempitan arteriolar semakin jelas dan di dapat
area fokal konstriksi arteriolar
 Stadium 3:stadium 2 densgan perdarahan retina dan atau
eksudat
 Stadium 4:kondisi stadium 3 dapat ditemukan,bersama udem
retina,eksudat keras dan papil udem
Pemeriksaan penunjang rutin

FFA

Tata laksana

Kontrol tekanan darah(penyakit dalam)

Trauma

Batasan dan uraian umum

Definisi
 Trauma tumpul:
Benda penyebab tidak menembus bola mata akan tetapi
dapat terjadi perdarahan vitreus,retina,edema retina,rupture
sklera/retina,macular hole
 Trauma tajam
o Penetrasi
Luka tembus bola mata tanpa adanya luka jalan keluar
o Perforasi
Luka tembus bola mata disertai adanya luka jalan keluar

Kriteria diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan rutin
Visus,tonometri,biomikroskopi
 Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi,rongent orbita,Comberg,CT Scan,ERG

Tata laksana
 Trauma tumpul dengan perdarahan vitreus:
bedrest,hemostatik
 Trauma tumpul dengan ruptur sklera:
primary repair,pencegahan infeksi,hemostatik,antiinflamasi
 Trauma tajam:
 Primary repair,pencegahan infeksi,hemostatik,antiinflamasi
SEKRET KONJUNGTIFA PADA NEONATUS
Sekret konjungtiva pada neonatus

Batasan dan uraian umum

Definisi

Diagnosis banding dari secret konjungtiva pada neonatus/bayi adalah


 Obstruksi duktus nasolakrimalis
Definisi:obstruksi saluran lakrimal di bawah sakus lakrimal
 Konjungtivitis neonatus
 Definisi:konjungtivitis yang terjadi pada periode neonatus
o Bakterial
 N.Gonorhoe
 Stapylococcus
 Streptococcus
 H.Influenza
 Viral
 Chlamydia
 Chemical

Criteria dioagnosis

Pemeriksaaan standar rutin terdiri dari


I. Anamnesis
 Keluhan utama yang membawa penderita datang
berobat.
 Keluhan tambahan
 Perjalanan penyakit
 Penyakit-penyakit lain
 Riwayat kehamilan
 Riwayat persalinan
 Riwayat penyakit dalam keluarga

II. Pemeriksaan mata


 Visus dengan koreksi kalau memungkinkan (cara
disesuaikan dengan umur)
 Inspeksi
o Kedudukan bola mata simetris/tidak: hirscberg
atau alternate cover test
o Pergerakan bola mata
Ada atau tidaknya nistagmus atau searching
o Tanda-tanda kelaianan mata
 Pemeriksaan dengan loupe
 Pemeriksaan dengan lampu celah
Pemerikasaan khusus

 Laboratorium
o Sediaaan langsung secret dan bila perlu disertai kultur +
resistensi
 Test anel, bila dicurigai obstruksi duktus nasolakrimalis

Ditujukan terhadap orang tua, bila diagnosis konjungtivitis Gonorhoe


 Konsultasi ke Bagian Obstetric-Ginekologi
 Konsultasi ke Bagian kulit

KONJUNGTIVITIS NEONATUS

Tata laksana
Penanganana konjungtivitis neonatus (ophthalmia neonatorum)
tergantung penyebabnya.
Bila penyebabnya :

N.Ghonoroeae
 Penderita dirawat diruang isolasi
 Penisilin prokain 50.000,-IU/Kg BB IM dibagi dalam 2 dosis
perhari, selama 7 hari
 Bila setelah 7 hari pemberian, pemeriksaan sediaan langsung
secret masih positif, dilakukan pemeriksaan kultur dan test
resistensi untuk penentuan jenis antibiotic yang masih sensitif
 Bila Penderita menolak dirawat, PP dapat diganti dengan
Ceftriaxone IM/IV dosis tunggal yang diberikan di poli klinik
dosis 50 mg/ kg BB
 Zalf mata, penicillin tiap setengah jam dengan sebelumnya
membersihkan secret dari mata
 Bila kornea terkena (keratitis, ulkus) diberikan tetes mata SA 0,5
% dua kali sehari.Bila bayi hipersensitif terhadap SA dapat
diganti dengan midriatikum yang lain
 Pasien dinyatakan sembuh dan dipulangkan bila pemeriksaan
sediaan langsung secret 3 hari berturut-turut memberi hasil
negative
 Terhadap orang tua :
Pemeriksaaan dan pengobatan bila dijumpai infeksi N.
Ghonoroae/ infeksi saluran kemih

Bakteri lain
 Staphylococcus, Streptococcus, H.Influenza,dll
o Diberiksn zalf antibiotik berspektrum luas.
o Bila setelah 1 minggu tidak memperlihatkan perbaikan,
dilakukan pemeriksaan kultur dan resitensi test untuk
penentuan antibiaotik yang sesuai

 Virus, penderita lain diberi zalf antiviral 3, misal :


Vidarabin, Idoxuridin, Zofirax

Pengobatan yang diberikan :


 Sistemis (Erythromycin 40mg/kg BB/hari diberikan
oral dalam 3 dosis selama 2-3 minggu
 Local
 Zalf tetracycline 4 dd selama kurang lebih 3 minggu
Edukasi
 Obstruksi duktus nasolakrimalis :
o Keberhasilan terapi konservatif pada usia dini
cukup tinggi, keluhan akan terjadi kembaki pada
saat influenza
o Kemungkinan kegagalan terapi konservatif
disebabkan kelainan anatomi
 Konjungtivitis neonatus : bila penyebab N. gonorrhoe
sangat infeksius dan menyebabkan perforasi kornea
sampai kebutaan.Tetapi harus dilakukan kepada pasangan
orang tua.
Obstruksi Duktus Nasolaklimaris

Tata laksana
Tindakan/pengobatan pada obstruksi duktus nasolakrimalis (ODN)
Non Bedah
Konservatif, sampai usia 6bulan
 Bila terdapat infeksi :
o Pemberian antibiotik topical (tetes), bila terdapat
insfeksi dois 1-4x perhari tergantung dari purulensi
secret
o Massage sakus lakrimalis sescara digital (metode
Kushner) frekuensi: beberapa kali perhri tergantung
dari purulensi secret
o Massage sakus lakrimalis secara digital (meode
kuisioner) frekuensi ; beberapa kali perhari atau setiap
mengganti”diaper”
o Tujuan ny; menurunkan kemungkinan pertumbuhan
bakteri, tekanan hidrostatik dari drainage yang dapat
membuka sumbatan

 Bila tidak terdapat infeksi, cukup dengan massage saja


Bedah
 Probing :
Direncanakan bila terapi konservatif tidak berhasil
o Usia dilakukan probing : lebih dari 6bulan, dipoliklinik
dengan anastesi local, dapat dulang 1x dengan jarak 1
bulan.
o Ukuran probe Bowman 00, 0 atau 1
o Pasca probing : topical antibiotic dan steroid 4x perhari
selama 1 minggu, antibiotic sistemik pada kasus dengan
kelainan jantung bawaan
 Intubasi silicon pada usia lebih dari 1 tahuun, dilakukan bila
terjadi kegagalan pada 2x probing, bila probing pertama gagal
pada kasus tertentu Tube Silikon dapat dipertahankan 6 bulan
pasca operasi.
 Dakriosistorinostomi (DCR), dilakukan bila: intubasi tak dapat
dilakukan, terjadi rekurensi pasca pengankatan silicon tibe
setelah 6bulan
TUMOR

Biopsi Eksisi
Batasan dan uraian umum
Definisi
Biopsi eksisi adalah suatu prosedur pembedahan dengan pengambilan
jaringan (massa tumor)

Tujuan
Tujuan tindakan eksisi adalah untuk mengetahui jenis tumor

Kebijakan
1. indikasi melakukan biopsi aksisi adalah
 Tumor palpebra
 Tumor Konjungtiva
 Tumor orbita
 Membantu diagnosis tumor metastasis dari organ lain tubuh
2. Lama perawatan selama biopsy aksisi tidak lebih 2 hari. Pasien dapat
pula hanya berobat jalan.
3. jumlah luka terinfeksi = 0%
4. Anastersi local/umum
5. Pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
guladarah, serta masa pembekuan dan perdarahan

Eksisi dan rekontruksi

Batasan dan uraian umum


Definisi
Eksisi tumor adalah suatu prosedur pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat seluruh jaringan tumor dan jaringan sekitarnya.

Tujuan
Tujuan tindakan eksisi tumor adalah untuk mengangkat seluruh jaringan
tumor dan melakukan rekontruksi dengan mengembalikan fungsi
palpebra, melindungi bola mata serta memberikan gambaran kosmetik
yang lebih baik.

Kebijakan
Indikasi melakukan eksisi + rekontruksi :
1. Masa tumor terletak di:
 Palpebra superior
 Palperbra inferior
2. Penderita dapat dirawat ataupun tidak. Apabila dirawat tidak boleh
dari 2 hari.
3. jumlah luka terinfeksi =0%
4. Anastesi local/umum
5. Pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
gula drah, serta masa pembekuan dan perdarahan.

Enukleasi

Batasan dan uraian umum


Pengertian
Enukleasi sadalah suatu peosedur pembedahan dengan mengangkat bola
mata memotong otot ekstraokular serta saraf optic

Tujuan
Tujuan enukleasi adalah untuk mengangkat tumor yang berada dalam
bola mata secara intoto

Kebijakan
1. Indikasi melakukan bedah enukleasi sebagai berikut
 Keganasan intraocular
 Mengangkat tumor diorbita dengan melakukan
enukleasi terlebih dahulu pada jenis tumor
tertentu
 Melakukan pengirbanan bola mata untuk
menghindari metastasis
2. enukleasi indikasi tumor intraocular 10 %
enukleasi indikasi tumor orbita 40 %
3. lama rawat tidak lebih dari 40 hari
4. jumlah luka terinfeksi 0%
5. anestesi umum
6. pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal,fungsi hati,
ginjal, gula darah serta masa pembekuan dan perdarahan.
EKSENTRASI
Pengertian
Bedah eksentrasi adalah suatu prosedur pembedahan yang mengangkat
seluruh bola mata beserta dengan jaringan lunak orbita, amputasi
dilakukan pada daerah apeks.

Tujuan
Tujuan tindakan eksenterasi adalah untuk tumor ganas atau jinak yang
sudah tidak memungkinkan dilakukan tindakan eksisi dan rekonstruksi
serta untuk mencegah metastasis.

Kebijakan
1. indikasi melakukan bedah eksenterasi adalah sebagai berikut:
 tumor primer ganas orbita
 tumor epitel sekunder orbita
 tumor invasi
 tumor primer jinak yang sudah merusak bola mata
2. lama rawat tidak melebihi 4 hari
3. jumlah luka terinfeksi 1%
4. anestesi regional /umum
5. pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal,
fungsi hati, ginjal, gula darah serta masa pembekuan dan
perdarahan

ORBITOMI LATERAL

Batasan dan uraian umum

Pengertian
Bedah orbotomi lateral adalah suatu prosedur pembedahan untuk
mencapai orbita bagian posterior.pendekatan pembedahan melalui
bagian temporal rongga orbita dengan melakukan sayatan kulit,melepas
jaringan disekitar tulang, menyayat periosteum, memotong tulang
zigomaticus ± 2 cm di daerah arkus, kemudian menyayat periorbita.

Tujuan
Tujuan bedah orbitomi lateral adalah untuk melakukan biopsy atau
ekstripasi tumor jinak

Kebijakan
1. indikasi melakukan orbitotomi lateral adalah sebagai berikut :
 tumor ganas kelenjar lakrimal
 tumor primer ganas orbita
 tumor primer jinak orbita
2. lama perawatan tidak melebihi 4 hari
3. jumlah luka terinfeksi 0% - < 1%
4. anestesi umum
5. pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
gula darah serta masa pembekuan dan perdarahan

Orbitotomi anterior

Batassan dan uraian umum


Pengertian
Orbitotomi anterior adalah suatu prosedur pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat tumor intoto di rongga orbita atau melakukan biopsy
eksisi
Tujuan
Tujuan orbitotomi anterior adalah mengangkat tumor sebagai
pengobatan atau untuk menetapkan diagnosis jenis tumor
Kebijakan
1. indikasi melakukan orbitotomi lateral adalah sebagai berikut :
 tumor ganas kelenjar lakrimal
 tumor primer ganas orbita
 tumor primer jinak orbita
2. lama perawatan tidak melebihi 4 hari
3. jumlah luka terinfeksi 0% - < 1%
4. anestesi umum
5. pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
gula darah serta masa pembekuan dan perdarahan
Tumor adneksa mata
Batasan dan uraian umum
Definisi
Tumor yang berasal dari kelopak mata dan konjugtiva baik yang bersifat
jinak maupun ganas.

Patogenesis
 Penyebab tumor tidak diketahui
 Mutasi sel
 Sinar ultraviolet
 Virus

Kriteria diagnosis
Lesi benjolan/ulkus di kelopak mata dan konjungtiva tidak menyembuh
dengan pengobatan antibiotic

Pemeriksaan penunjang
Rutin
 Sitologi
 CT Scan bila dicurigai invasi ke orbita
 Biopsi insisi/eksisi patologi anatomi

Khusus
 Bila diperlukan : imunohistokimia

Tata laksana
Non bedah :
 Steroid
 Sitostatika
 Radiasi

Bedah :
 Eksisi
 Ekstirpasi
 Eksenterasi

Pasca tindakan bedah


 Luka operasi ditutup kasa
 Analgetik
 Antibiotik
 Tetes mata
 Salep mata

Tumor orbita

Batasan dan uraian umum


Definisi
Tumor orbita adalah massa yang berbeda dirongga orbita, dapat berasal
primer dari jaringan lunak orbita atau merupakan metastasis invasi dari
organ lain tubuh dan palpebra/konjungtiva.

Patogenesis
Setiap jaringan dapat berpotensi berubah pertumbuhan menjadi
neoplasma, jinak dan ganas. Di orbita terdapat jaringan yang secara
embriologi berasal dari mesoderm dan neuroektoderm. Jenis tumor
selain bersifat junak atau ganas, dapat ditemui lebih 50 jenis tumor.

Kriteria diagnosis
Klinis
 Identitas
 Seks, laki-laki/perempuan
 Umur,anak/dewasa muda/tua
 Pekerjaan, indoors/outdoors

Amnesia
 Ada tidak penonjolan mata
 Lama gejala,akut/kronis, progresivitas
 Tajam penglihatan ganda, ada/tidak
 Rasa sakit,ada/tidak
 Adanya tumor di organ lain tubuh
 Adanya kekambuhan/residif

Pemeriksaan visus
Penurunan visus tidak dapat dikoreksi pada mata yang sakit hiperopia

Pemeriksaan oftalmologi
 Keadaan adneksa mata, palpebra dan konjungtiva
 Segmen anterior, normal atau ada kelainan ( modul pada
iris, heteromia iris )
 Segmen posterior, normal atau ada kelainan (star figure di
macula papil atrofi/edema)
Tumor orbita

Batasan dan uraian umum


Definisi
Tumor orbita adalah massa yang berada di rongga orbita, dapat berasal
primer dari jaringan lunak orbita atau merupakan metastasis invasi dari
orang lain tubuh dan palpebra / konjungtiva.
Patogenesis
Setiap jaringan dapat berpotensi berubah pertumbuhan menjadi
neoplasma, jinak dan ganas. Di orbita terdapat jaringan yang secara
embriologi berasal dari mesoderm dan neuroektoderm. Jenis tumor
selain bersifat jinak atau ganas, dapat ditemui lebih 50 jenis tumor.
Criteria diagnosis
Klinis
 Idenitas
 Seks, laki – laki/perempuan
 Umur, anak/dewasa muda/tua
 Pekerjaan,indoors/outdoors
Anamnesis
 Ada tidak penonjolan mata
 Lama gejala, akut/kronis, progresifvitas
 Tajam penglihatan, tetap/menurun
 Penglihatan ganda, ada/tidak
 Rasa sakit, ada/tidak
 Adanya tumor di organ lain tubuh
 Adanya kekambuhan/residif
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus tidak dapat dikoreksi pada mata yang sakit hiperopia
Pemeriksaan oftamologi
 Keadaan adneksa mata, palpebra dan konjungtiva
 Segmen anterior, normal atau ada kelainan(nodul pada iris,
heteromia iris)
 Segmen posterior, normal atau ada kelainan (star figure di
macula, papil atrofi/edema)
Pemeriksaan orbita
 Inspeksi, adanya protosis, arah proptosis, gangguan gerak mata
partial/total, arah hambatan gerak, keadaan jaringan sekitar
 Palpasi, teraba/tidak teraba tumor, kenyal/keras/lunak, dapat
digerakan dari dasar/tidak
 Pulsasi, ada bruit/tidak
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan kelenjar gerah bening regional
 Pencarian metastasis secara konsultasi antar disiplin
Pemeriksaan Penunjang
 Foto ornita baku : mencari klasifikasi, destruksi tulang,
pembesaran rongga, atau ada tudaknya perselubungan
 Ultrasonografi : ada tidaknya massa, bentuk padat/listik, refleks
interna, struktur, attenuasi echo, dan konsistensi tumor
 CT-scan : ada tidaknya massa, bentuk padat/kistik, batas
tegas/infiltrtif, lokasi dan kuadran massa, dan eksistensi tumor
 Arteriografi : adanya fistula arteri-vena
 MRI : membedakan tumor saraf
Pemeriksaan penunjang khusus
 Laboraturium darah dan urin
 Penanda tumor
Pemeriksaan patologi anatomi
 Potong beku
 Parafin blok
 Imunohistokimia
Tata laksana
Nonbedah
 Pengobatan steroid
 Sitostatika
 Radiasi
Pembedahan
 Biopsi eksisi/insisi
 Ekstirpasi
 Enukleasi dengan/ tanpa dermofat graft
 Orbitotomi anterior
 Orbitomi lateral
 Osteoplasti orbitotomi
 Eksenterasi orbita
Pasca tindakan bedah
 Luka ditutup dengan tekanan
 Antibiotika local/oral
 Analgetik
 Anti inflamasi
 Angkat tampon
Tumor metastasis
Batasan dan uraian umum
Definisi
Tumor metastasis adalah tumor ganas pada mata yang berasal dari tumor
primer dibagian tubuh lain yang disebarkan melalui pembuluh darah.

Lokasi
Orbita, khoroid dan adneksa

Jenis tumor
Semua jenis tumor

Patogenesis
Factor jenis tumor, imunitas selular, kaya pembuluh darah diduga
sebagai factor yang berperan

Kriteria diagnosis
1. ada focus primer dibagian tubuh lain
2. ditemukan tumor sejenis berdasarkan pemeriksaan patologi
anataomi

Pemeriksaan penunjang rutin


 Funduskopi
 Hertel
 Biopsi insisi
 Biopsi jarum halus
 USG
 CT-Scan
 Pemeriksaan penanganan khusus: bila diperlukan
imunohistokimia
Tata Laksana
Non Bedah
 Sitostatika
 Radiasi
 Laser, untuk tumor intraokuler
Bedah
 Biopsi insisi
 Biopsi jarum halus
 Debulking untuk kasus kasus tertenru
Pasca tindakan bedah
 Luka operasi
 Analgetik
 Tetes mata
 Salep mata

Anda mungkin juga menyukai