Kriteria diagnosis
Pemeriksaan Mata
Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
Keluhan tambahan
Perjalanan penyakit
Penyakit-penyakit lain
Riwayat kehamilan
Riwayat persalinan
Riwayat penyakit dalam keluarga
Pemeriksaan mata
Visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan
dengan umur)
Inspeksi:
o Kedudukan bola mata symentris/tidak: “Hirscberg” atau
“Alternate Cover tes”
o Pergerakan bola mata. Ada/tidaknya nystagmus atau
“searching”
o Tanda-tanda kelainan mata
Pemeriksaan loupe
Pemeriksaan dengan lampu celah
Pemeriksaan streak retinoscopy/autoref dengan sikloplegik untuk
menentukan besar kelainan refleksi
Pemeriksaan funduskopi dan fiksasi penglihatan
Tata laksana
Pepenanganan ambliopia tergantung jenisnya, pada perinsipnya terdiri
dari:
1. menghilangkan deprivasi
2. koreksi kelainan refraksi
3. menghilangkan dominasi ocular dengan cara oklusi mata yang
dominant
4. edukasi:
kepatuhan pasien dalam menjalankan semua tindakan
terapi sangat penting karena sangat menentukan
kebersihan terapi
dalam hal ini kerja sama dan pengertian orang tua pasien
sangat dibutuhkan
Daftar pusaka
1. the Faundation of the American Academy of Ophthalmology.
Basic and Clinical Science. Pediatric Ophthalmology and
strabismus Sation 6. san Fransisco. California 200-2001 : 45-50
2. Wright KW. Visual Development, Amblopia and Sensory
Adaptations. In : Wright KW, Editor Strabismus and Pediatric
Ophthalmology. New York : Thieme Medical Publisher. 1996 :
119-31
Graves disease
Patogenesis
Patogenesis dari Graves disease diduga adalah suatu proses autoimun,
dimana sel fibrioblast di orbita yang menjadi target utama.
Kriteria Diagnosis
Klinis
Lid tertraction
Lid lag
Lagophthalmos
Exophthalmos
Gangguan gerak bola mata
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan rutin untuk fungsi penglihatan
Pemeriksaan fungsi kelopak mata
Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
Tata laksana
Bila terdapat lagophthalmos, diberikan tetes mata artificvial
tears serta zalft mata sebelum tidur untuk mencegah kornea
Kortikosteroid diberikan bila terdapat
◦ Tanda-tanda gangguan fungsi N. Optikus
◦ Diplopia akut
◦ Exophthalmos berat
◦ Tanda-tanda kongesti akut
Dekompresi orbita
Katarak
Patogenesis
Sebagian besar katarak terjadi karena factor usia, sebagian lainnya
disebabkan factor penyakit sistemik, trauma, penyakit mata lainnya serta
kelainan congenital.
Gejala
Menurunnya tajam penglihatan secara perlahan-lahan, seperti melihat
dibalik kelambu, melihat lebih terang pada sore hari.
Pemeriksaan
Tajam penglihatan, biomikroskopi, funduskopi, biometri
Pemeriksaan penunjang
Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan retinometri, USG
Tata laksana
Ekstraksi katarak
Teknis operasi katarak dapat dibagi dalam:
1. Ekstraksi katarak intraokuler
2. Ekstraksi katarak ekstraokuler dengan implementasi lensa
intraocular
3. Fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa intraokular
Pengobatan pasca operasi
Tetes mata antibiotik + steroid 6 kali perhari 1 tetes
Edukasi
Petunjuk untuk pasien
Mengganti perban 1 kali sehari pada pagi hari
Jangan kena air dan tidak menggosok mata selama 1 minggu
Memberi obat tetes sesuai petunjuk dokter
Leukokoria
Retinoblastoma
Tumor ganas primer intraokular yang berasal dari sel-sel germinal retina
yang biasa dijumpai pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Displasia retina
Kelainan kongenital berupa malformasi retina yang ditandai dengan
rosette, lipatan retina dan ablasio retina yang biasanya menyebabkan
mata menjadi mikrofthalmos. Dapat disertai gangguan perkembangan
lain pada mata berupa PHPV, Coloboma, pembentukan kartilago.
Biasanya didiagnosa di bawah usia 1 tahun.
Pemeriksaan Penunjang
Usg
Pemeriksaan ELISA bila dicurigai toksokariasis
Bila dicurigai tumor sudah meluas ke ekstraokular :
o BMP
o LP
o CT SCAN (lihat algoritma pencitraan)
Tata laksana
Tergantung penyebab :
1. Retinoblastoma : lihat hal retinoblastoma
2. Persisten hiperplastic primary vitreous ( PHPV)
Pengobatan /tindakan tergantung letak lesi dan derajat keparahan
akibat komplikasi:
PHPV anterior tanpa komplikasi :
Segera operasi lensektomi dan pengangkatan jaringan
fibrovaskuler retrolental untuk mencegah komplikasi
Pasca operasi : diberikan kaca mata afakia/ lensa kontak
sesuai hasil streak/addisi +3D bila anak sudah dapat
berjalan
Terapi ambliopia
PHPV posterior (isolated)
Tak perlu pengobatan
Control teratur untuk :
- Kemungkinan komplikasi
- kelainan refraksi
3. Displasia retina :terapi konservatif
4. Coat’s disease(retinal teleangiektasis)
Non bedah : fotokoagulasi laser/terapi cryo untuk oblitersi
teleangiektasis
Bedah : scleral buckling pada kasus dengan ablasio retina
5. Retinophaty of prematurity(ROP)
Lihat hal ROP
6. Trauma yang menyebabkan perdarahan badan kaca, ablasio
retina berakhir dengan pembentukan jaringan gila yang
berlebihan
Bedah : vitrektomi dan sclera buckling
7. Metasthatic endopthalmitis: terapi konservatif
8. Infeksi Toxocara Canis
Streroid topical, periokular atau sistemik untuk mengatasi
inflamasi
Thiabendazole
9. Norrie disease
Terapi konservatif
Konsultasi ke bagian ilmu kesehatan anak
Konsulatsi ke bagian biologi (genetic)
10. Inkontinentia pigmenti:
Non bedah : retinopati yang terjadi dapat dilakukan
fotokoagulasi laser / trapi cryo
Bedah :
o operasi katarak bila dijumpai katarak
o sclera buckling dan vitrektomi bila dijumpai ablasio
retina
Konsultasi ke bagian biologi (genetic)
11. Familial exudative vitreoretinophaty
Edukasi
Informed consent
Daftar Pustaka
1. Murphee Al,Christensen LE.Retinoblastoma and
malignant intra ocular tumor..In:Wright KW,ed Pediatric
of Ophthalmologi and strabismus.Mosbi;1995:p. 495-510
2. The Foundation Of American Academy of
Ophthalmology.Basic and Clinical Science
Course.Pediatric of Ophtalmology and Stabismus.
Section 6;2001-2002:p.266-76
3. Wright KW,Spiegel PH.Pediatric Ophtalmology and
Stabismus.In Krachmer JH,ed. The Requisites in
Ophtalmology.Mosby;1999:p.112-113
4. Blody FCLeukokoria.InVibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem.ML,eds.Decision Making in Pediatriic
Ophtalmology.Mosby –Year Book,Inc,1993:p.28-29
5. Slovis TL,Baker JD,Becker C.Imaging approach to the
child with Leukocoria.In Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
ophthalmology.Mosby-Year Book,Inc,1993:p280-83
6. Zwann J.Leuckocoria.In:Van Heuven WAJ,Zwann
J,eds.Decision Making in Ophthalmology. An Algoritmic
Approach. 2nd edition. Mosby, 2000 : p 182-83.
7. the Foundation of American Academy of Ophthalmology.
Basic and Clinikal Science Course. Retina and Vitreous.
Section 12 : 2003-2004 : p.256-263
Algoritma diagnosa banding lekokoria
Leukokoria
UNILATERAL BILATERAL
PENY. NORIE
PHPV INCONTINENTIA
DEPLASIA PIGMENTI
RETINA FAMILIAL EXUDATIVE
VITREORETINOPATHY
Examination
Possible retinoblastoma no
retinoblastoma
CT lindings US if
necessary
MRI
Myasthenia gravis (ocular myasthenia)
Klinis
Ptosis pada satu atau dua mata yang bertambah berat pada siang
hari disbanding pagi hari
Oftalmoplegia
Kelemahan pada otot tubuh lainnya pada keadaan generalisata
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
Pemeriksaan fungsi kelopak mata
Pemeriksaan penunjang
Tes tensilon
Ice test
Elektromyografi
Thymectomy
Neuritis optika
Batas dan uraian umum
Definisi
Peradangan pada nervus optikus
Patogenesis
Neuritis optika umumnya disebabkan oleh proses demyelinasi. Sebagian
kecil lainnya disebabkan oleh infeksi. Wanita lebih banyak dari pria dan
biasanya pada umur muda.
Kriteria diagnosis
Klinis
Tajam pengelihatan turun mendadak
Gangguan lapang pandang
Gangguan fungsi-fungsi penglihatan lainnya
Pada pemeriksaan akan didapatkan:
o Reflex pupil yang berkurang (RAPD)
o Papil N. optikus tampak edem (papilitis) atau normal
(Neuritis retobulbar). Dapat juga disertai adanya exudat
di retina (Neuroretinitis)
Pemeriksaan rutin
Tajam penglihatan
Lapangan pandang
Funduskopi
Tata laksana
Diberikan kortikosteroid dengan cara :
Dexamethason 40 mg IV 5 hari berturut-turut atau metyhilprednisolone
1gr IV dalam dosis terbagi @ 250 mg selama 5 hari berturut-turut,
dilanjutkan dengan kortikosteroid oral dengan dosis 1 mg/BB/hari dalam
dosis tunggal. Selama pemberian injeksi kortikosteroid, pasien harus
diraawat di rumah sakit.
Penghobatan mulai di tapering off setelah tajam penglihatan pasien
menetap selama 2 minggu.
Pterigium
Rupture kornea
Batasan dan uraian umum
Definisi
Hilangnya kontinuitas jaringan kornea
Patogenesis
Jaringan kornea robek, dapat sebagian atau seluruh tebal kornea.
Gejala
Penglihatan berkurang atau hilang karena kontinuitas jaringan kornea
Pemeriksaan
Tajam penglihatan dan biomikroskopi
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah untuk persiapan operasi
Tata laksana
Repair rupture kornea dalam narkose
Antibiotic IV
Antibiotic topical
Midriatikum
Strabismus
1. Esotropia
Merupakan jenis strabismus horizontal dimana satu mata
berfiksasi pada suatu objek sedang mata yang lain berdeviasi ke
dalam. Dapat bersifat komitan atau inkomitan, demikian jga
dapat bersifat congenital maupun didapat.
Manifestasi klinis
Bila esotropia yang terjadi karena hipermetropia yang tidak
dikoreksi dengan besar deviasi antara 20 PD-30 PD dan
deviasi jauh dan dekat sama atau hamper sama dengan
koreksi penuh maka kedudukan bola mata menjadi orthoporia
saat melihat dekat dan jauh disebut esotropia akomodatif
refraktif
Bila estropia pada jarak dekat, namun jarak jauh ortho,
dengan anomaly refraksi rata-rata hipermetropia +2.5D
disebut esotropia akomodatif nonrefraktif
Bila esitropia dengan hipermetropia, dengan koreksi kaca
mata hanya sebagian esotropinya terkoreksi, disebut partially
accommodative esotropia
Bila suatu esotropia dengan hipermetropia ternyata koreksi
hipermetropia tidak mempengaruhi besarnya deviasi maka
disebut non acomodative esotropia
Bila ET yang timbul dengan onset sejak lahir sampai usia 6
bulan pada anak yang neurology normal. ET tidak berkurang
dengan koreksi hipermetropia disebut essential infantile ET
Bila ET yang timbul pada usia diatas 6 bulan, bisa timbul
akibat berbagai sebab, ET jauh sama dengan ET dekat
Acquire ET/ basic ET
Bila pada esotropia deviasi jarak dekat lebih besar atau sama
dengan 15 PD dibandingkan dengan deviasi jauh Covergence
Excess ET
Bila ET jauh lebih besar dari pada ET dekat Divergence
inufficiency ET
Bila ET yang terjadi sebagai akibat adanya nystagmus yang
menghilang bila konvergensi nystagmus compensation
syndrome
ET yang timbul mendadak sebagai akibat hipermetropia yang
tidak dikoreksi atau dekompensasi dari esophoria yang telah
ada sebelumnya disebut Acute ET
Bila ET yang muncul hilang timbul secara periodic disebut
Circadian ET/Cyclic ET
Bila ET sebagai akibat ansimetropia, amblyopia unilateral,
trauma, kekeruhan kornea, katarak monocular, lesi macula
lutea unilateral,papil atrofi unilateral disebut secondary ET
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
setiap penderita dengan esotropia dilakukan pemeriksaan
refraksi subyektif dan obyektif. Pemeriksaan refraksi
obyektif dilakukan dalam sikloplegia
duction dan version
pengukuran sudut deviasi dilakukan sesuai dengan
keadaan yang paling cocok untuk setiap penderita. Bila
visus buruk atau kurang koperatif dapat dilakukan cara
Hirshberg atau krimsky. Bila kedua mata visus baik
lakukan ACT dengan prisma.
Pemeriksaan khusus
untuk menilai status binokukaritas dilakukan dengan Maddox
Rod, WFDT, synophtophore, TNO, bagolini sesuai dengan
kebutuhan.
Tatalaksana
Non bedah/ bedah
1. Refractive Accommodative ET: berian kaca mata dengan
koreksi terbaik (berdasarkan refraksi subyektif dan obyektif)
yaitu lensa sferis positif terbesar yang memberikan sudut
deviasi ET yang terkecil. Jangan memberikan kaca mata yang
bisa menghilangkan esotropinya tapi tidak memberikan visus
yang terbaik. Follow up pendeeita secara teratur, bila suatu
koreksi hipermetropia yang diberikan menimbulkan
exotropia maka power lensa positif yang diberikan harus
dikurangi sampai posisi bola mata ortho.
2. Non Refraktive Accomodative ET: koreksi penglihatan
dekatnya dengan lensa positif sampai posisi mata saat
melihat dekat menjadi ortho.
Kemudian berikan kaca mata bifokus yang batas bifokusnya
tepat berada didepan pupil (sebaiknya tipe eksekutif atau
progresif). Bila penderita tak bisa adaptasi dengan kaca mata
bifokus atau mengalami diplopia saat melihat dekat,
pertimbangkan pembedahan kedua rektus medius dengan
metode faden. Follow up secara teratur dan sesuaikan kaca
mata dengan deviasi bila terjadi perubahan.
3. Partially Refraktive Accommodative ET: bila pemberian
kaca mata dengan koreksi hipermetropia terbaik masih ada
sisa ET yang cukup bermakna, lakukan pembedahan sisa
devisi tersebut. Metode pembedahan yang dipilih bisa
Recces-Resect pada satu mata atau recess otot rektus medius
bilateral
4. Esential Infantile ET
Koreksi kelainan refraksi dan atasi ambliopia bila ada
Operasi sedini mungkin setelah besar deviasi bisa
dipastikan
Operasi dengan reses RM dan resek RL bila visus
kedua mata sementara.
5. pada Acquired ET, prinsip terapi sama dengan esensial
Infantile ET
6. pada Non Accommodative Convergence Excess dilakukan
Reses rektus medius pada kedua mata
7. Divergence Inufficiency ET resek rektus lateral pada
kedua mata
8. Nystagmus Compensation syndrome reses rektus medius
pada kedua mata
9. Secondary ET resek rektus medius dan resek rektus
lateral mata yang ada kelainannya
10. pada inkomitan ET, ditunggu sampai keadaan stabil, atau
terjadi resolusi spontan. Bila hal ini tidak terjadi
11. prosedur operasi
2. Eksotropia
3. Asthenopia
Patogenesis
Dua penyebab utama asthenopia adalah usaha terus menerus untuk
mempertahankan fusi pada keadaan imbalance okulomotor
(muscular asthopenia) atau adanya kelainan refraksi yang tak
terkoreksi sempurna atau insuffisiensi akomodasi (refractive
asthenopia).
Manifestasi klinis
Penderita asthenopia mungkin mengeluh mata terasa pegal,
penglihatan kabur, atau kadang-kadang penglihatan menjadi dobel,
sakit kepala, sakit sakit di atau sekitar mata. Seringkali keluhan
tersebut berhubungan dengan membaca atau mengerjakan pekerjaan
yang memerlukan penglihatan dekat, mengendarai kendaraan dan
lain-lain. Keadaan ini sangat khas, karena selalu timbul selama atau
sesudah bekerja dan tak pernah terjadi saat bangun tidur.
Pemeriksaan penunjang
Pacth test untuk membedakan apakah kelainan ini akibat muscular
atau refraktif. Bila dengan patching salah satu mata saat membaca
keluhan hilang berarti penyebabnya muscular, bila tidak hilang
berarti refraktif .
Tata laksana
Muscular asthenopia
Heterophoria (E,X)
◦ Non bedah
◦ Bila hetereophoria dapat dilakukan terapi
orthoptik dengan stereogram, red blue dot test,
prisma bar, atau synophtophore (bila
memungkinan) atau pemberian prisma pada
lansia.
◦ Bedah
◦ bila terapi orthoptik gagal, maka dapat
pertimbangan operasi. Jenis tindakan operasi dan
dosisnya disesuaikan dengan besarnya foria dan
perbedaan deviasi jauh dekat.
Refractive asthenopia
◦ Non bedah
◦ bila near point of accommodation (NPA) normal,
koreksi kelainan refraksi yang ada.
◦ Bila NPA rendah maka dapat dilakukan,
Pada presbiopia, atau accommodative
insufficiency berikan kaca mata baca atau
bifokus, demikian pula pada insufisiensi
akomodasi.
Bila terdapat hypermetropia latent, koreksi
hipermetropianya
◦ Bedah
◦ Bila terdapat kombinasi accommodative
insufficiency dan convergence insufficiency
berikan kaca mat abaca dan latihan ortoptik atau
pembedahan bila dianggap perlu.
Diplopia
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin
Bila menghadapi penderita yang datang dengan keluhan
diplopia, maka pendekatan diagnosis pertama adalah dengan
melakukan patch test (tutup satu mata ).
Bila diplopia tetap, berarti diplopia monocular. Diplopia
monokuler dapat disebabkan oleh kelainan refraksi,
kekeruhan lensa.
Bila diplopia menghilang pada patch test berarti diplopia
binokuler.
Pada diplopia binokuler dilakukan cover test.
Bila cover test, ortoforia, berarti diplopia fisiologis.
Bila pada cover test heteroforia: dapat dilakukan red filter
test /WFDT/Maddox rod
Bila pada pemeriksaan dengan alat-alat tersebut diatas
ditemukan:
~ Crossed image: XT
~ Uncrossed image: ET
~ Vertical separated image: hyper/hipotropia
~ Torsional image: siklotropia
Pemeriksaan khusus
Konsul ke departemen ilmu penyakit dalam untuk mencari etiologi,
apakah terdapat diabetes militus, hipertensi, sesuai dengan keadaan
yang paling di curigai.
Tata laksana
Diplopia monokuler:
~ Pada diplopia monocular karena kelainan retina atau kelainan
serebral sebaiknya di rujuk ke
Sub Bagian NO
~ Diplopia karena kelainan media seperti katarak → coba atasi
dengan koreksi optis, bila tidak berhasil pertimbangkan
operasi katarak.
~ Pada kelainan refraksi: berikan koreksi terbaik
~ Desenterasi pseudophakos: berikan miotikum bila tepi optic
IOL tidak melampaui pertengahan pupil, bila melampaui
pertengahan pupil harus di reposisi.
~ Paradoxin : paska oprasi strabismus
Diplopia binocular:
~ Diplopia fisiologis → jelaskan pada pasien mengenai
fenomena ini.
~ Diplopia karena heterotropia: bila penyebabnya parese
syaraf/otot, tangani secara konservatif sampai proses
penyembuhan telah tuntas barulah diplopia tersebut diatasi
dengan pembedahan(lihat tata laksana strabismusincomitant)
~ Bila heterotropiaterjadi pasca bedah retina , bila
kemungkinan penyebabnya adalah encircling band yang
perlu harus dibuka, maka pelepasan band itu baru bisa
dilakukan 6 bulan setelah bedah retinanya
~ Pasca bedah strabismus: umumnya terjadi diplopia yang akan
hilang secara berangsur-angsur dalam beberapa hari. Bila
tidak hilang, periksa lagi apakah ada ARC atau tidak
~ Bila ad ARC lakukan pembedahankoreksi segera.
GLAUKOMA
Patogenesis
Blokade pupil, abnormal konfigurasi iris, membran inflamasi atau neovaskular
yang menarik sudut
, sinekia anterior perifer.
Gejala klinis
Anamnesis:
Terjadi tiba-tiba, rasa sakit di sekitar mata, penglihatan kabur, pusing, mual
sampai muntah
Lampu celah:
Hiperemis konjutiva, edema kornea pupil medilatasi dan fix, serta bilik
mata depan dangkal
Tonometri aplanasi:
Tekanan intra ocular >21 mmHg biasanya sekitar 50-70 mmHg
Goneoskopi:
Sudut balik mata depan tertutup
Diagnosis banding
1. Peningkatan TIO akut dengan sudut terbuka
Sindroma Posner-Schossman/Glaukomato cyclitic crisis (TIO meningkat yang
sering kambuh, sel-flare ringan dan tanpa keratik precipitat ringan)
Glaukoma inflamasi (uveitis)
Glaukoma traumatic
Glaukoma pigmenter
2. Peningkatan TIO akut dengan sudt tertutup
Glaukoma sudat tertutup sekunder
▀ membran inflamasi dan neovaskular menarik sudut balik mata depan
▀ penutupan mekanik dari sudut bilik mata depan dan pergerakankedepan
dari diafrakma iris lensa.
►lensa induced glaucoma
►pembengkakan choroids pasca laser retina yang intensif
►tumor segmen posterior (melanoma badan siliaris – choroid)
►sindroma misdirection aquous
▀ sinekia anterior perifer (uveitis, laser trabeculoplasty)
Glaukoma sudut tertutup primer
Catatan
Tata Laksana
Tergantung berat dan lama serangan gejala klinis. Bila serangan yang terjadi
berat, maka kerusakan jaringan permanent akan terjadi dalam beberapa jam. Bila
tajam penglihatan adalah gerakan tangan, maka penyakit ini merupakan darurat ,
harus segera di atasi.
Tujuan
Hentikan serangan akut untuk menghentikan proses proses kerusakan permanen
dari jaringan anyaman trabekulum dan cakram optic dan mempertahankan tajam
penglihatan.
Definisi
Darah yang berada di balik mata depan
Patogenesis
Terjadinya darah dibalik mata depan biasanya akibat trauma
tumpul dan tajam
Adanya neovaskuler di iris atau iris dengan vaskuler yang
abnormal
Kriteria diagnosis
Anamnesa
Rasa sakit pada mata yang terkena
Tajam penglihatan turun
Adanya riwayat trauma
Pemeriksaan mata
Terlihat darah fluid level atau darah beku di balik mata depan
Terlihat mikro hifema dibalik mata depan
Perhatikan:
☼ Ada tidaknya rupture sclera
☼ Jumlah darah (1/4, ⅓, ½, penuh terhadap bilik mata depan)
☼ Gambar keadaan hifema tersebut
☼ Ukur tekanan intra ocular
☼ Evaluasi retina: ada – tidak edema makula
Ada – tidaknya rupture orbita
Ada – tidaknya benda asing di mata
Bila gambaran fundus tidak terlihat, lakukan pemeriksaan USG B
scansetelah hari ke 3
Tata Laksana
A. Non Bedah
►Pasien dirawat; istirahat total dengan posisi kepala naik 30°
►Asam amino kaproic oral
►Antibiotik- steroid tetes mata
►Analgetik kalau perlu
►Bila TIO > 21 mmHg , berikan penghambat βeta 0,5% . Bila TIO tetap
21mmHg ditambah acetazolamide, kalau perlu infuse mannitol 20% evaluasi 24
jam
►Bila fundus tak tampak: steroid oral
B. Bedah
Parasentesis
o Bila tajam penglihatan turun secara signifikan
o Bila terdapat imbibisi kornea
o Bila terdapat hifema penuh yang menetap selama 7 hari
o Bila TIO>21mmHg dalam 24jam walaupun telah diberi obat-obatan anti
glukoma secara maksimal.
Bila tidak ada komplikasi, 1 hari kemudian pasien dipulangkan dan diberi obat
o Antibiotik- steroid
o Midriatikum kalau perlu
o Obat-obatan anti glukoma kalau perlu
Follow up di poliklinik
Observasi pasien dihari ke 3: visus, TIO, keadaan
mata
Pada minggu ke 3-4 lakukan goneoskopi
Tiap tahun, bila terdapat angle recession untuk
melihat terjadi glukoma sekunder
Tujuan
Untuk menurunkan TIO dan memperbaiki tajam penglihatan dengan
menggantikan lensa katarak dengan LIO
Kebijakan
Indikasi
o Glaukoma yang tidak terkontrol dengan obat atau terkontrol
dengan MTT (maximal tolerable therapy)
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien galukoma?
o Katarak yang memerlukan tindakan ekstrasi lensa pada
pasien glaucoma yang memerlukan terapi medikamentosa,
tetepi pasien tidak tahan terhadap obat-obatan anti glaucoma
o Pasie glaucoma + katarak yang memerlukan tindakan
kombinasi
Target TIO pasca operasi diatas 6
mmHg dan dibawah 20mmHg
Pasien tidak memerlukan rawat inap
kecuali TIO > 30 mmHg
Angka keberhasilan berkisar antara 57-
80%
Komplikasi:
Infeksi, perdarahan, prolaps badan kaca (PBK)
Infeksi endhphthalmitis pasca operasi 0,01%
Anestesi:
Subkonjungtiva, retrobulbar, peribulbar, umum
Pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal GD. DPL dan
APTT
Cara
1. Operasi katarak dengan fakoemulsifikasi dan trabekulektomi
pada sisi yang berbeda
Trabekulektomi didaerah superior
Phacoemulsifikasi daerah temporal
2. Operasi katarak dengan fakoemulfikasi dan trabekulektomi pada
sisi yang sama. Fakoemulsifikasi dengan insisi skeleral (skeleral
turnel)
Bedah Trabekulektomi
Dry eye
Definisi
Mata kering karena berkurangnya kualitas dan kuantitas air mata
Patogenesis
Tergantung penyebab:
Radang palpebra dan margo palpebra:
Gangguan produksi dan pengeluaran cairan lipid dari orifisium
kelenjar meibom
Radang kelenjar lakrimal ( sjogren syndrome ) dan penyakit
sistemik, penurunan produksi, pengeluaran cairan akuos atau
autoimun ( sindrom steven – Johnson, ocular pempighoid )
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata terasa perih, pedih, kering dengan rasa mengganjal, silau,
kadang – kadang mata merah
Ditemukan fommy tears dan tears meniscus kurang dari 1 mm
Pemeriksaan rutin
Tes schirmer, break up time, ferning, rose Bengal
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan noninvasive break up time ( NIBUT ) dan kualitas lipid
dengan tearscope
Tata laksana
Non Bedah
Berikan air mata artificial
Atasi kelainan penyebab
Bedah
Bila perlu dilakukan penutupan pungtum lakrimal
Konjungtivitis
Patogenesis
Infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, umumnya terjadi akut
Reaksi alergi atau hipersensitivitas, umumnya, terjadi kronis
(lebih dari 3 minggu)
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata merah, injeksi konjungtiva bulbi dan hyperemia
konjungtiva tarsalis
Bila infeksi oleh virus atau bakteri ditemukan folikel atau papil,
secret mukoseorus sampai purulen
Bila reaksi alergi atau hipersensitivitas ditemukan rasa gatal,
papil “cobble stone“
Pemeriksaan rutin
Dicari factor – factor predisposisi sistemik ( diabetes mellitus, imunitas
seluler yang rendah, kondisi imunokompromis ) dan local ( dry eye,
meibomitis, iatrogenic, obstruksi duktus nasolakrimalis ).
Pemeriksaan khusus
Bila perlu tes schirmer, tes BUT, tes ANEL dan usapan secret ( smear )
Tata laksana
Non bedah
Bila infeksi bakteri diberikan antibiotika golongan
aminoglikosida ( dibekasin, gentamisin), golongan flurokuinolon
( ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin). Bila infeksi
disebabkan oleh virus, biasanya dapat terjadi penyembuhan
sendiri ( self limiting disease ), tergantung dengan daya tahan
tubuh penderita.
Bila reaksi alergi atau hipersensitivitas diberi terapi anti alergi
dan mast cell stabilizer
Bila ada factor – factor predisposisi local ( misalnya :
meibomitis, dry eye dll) atau sistemik ( diabetes mellitus,
imunitas seluler yang rendah dll)segera diatasi atau konsultasi
kebagian penyakit dalam
Skleritis
Patogenesis
Umumnya karena imunologis
Sering menyertai penyakit sistemik kolagen seperti rheumatoid
arthritis, gout, SLE atau penyakit infeksi seperti TBC, sifilis.
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata merah di daerah sclera anterior ( dapat pula posterior ) dengan atau
tanpa nodul, nyeri tekan, kadang kadang tanpa tanda radang yang jelas,
tetapin ada “ scleral melting “ ( skleromalasia)
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan laboratorium factor rheumatoid, anti nuclear
antibody (ANA), asam urat dan VDRL/TPHA
Foto toraks
Pemeriksaan khusus
Konsultasi ke bagian penyakit dalam untuk mencari kemungkinan
penyakin sistemik
Tata laksana
Non bedah
Diberi terapi topical NSAID atau kortikosteroid, bila tidak efektif
diberi NSAID atau kortikosteroid sistemik
Periksa ada tidaknya penyakit sistemik kolagen atau infeksi
Bila terjadi sklero malasia, periksa kemungkinan adanya “
Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC )” dengan periksa
laboratorium darah
Bila terjadi komplikasi keratitis, uveitis, glaucoma diberi terapi
sesuai komplikasi.
Bedah
Bila terlihat tanda – tanda “ impending” perforasi, lakukan
graft/flap tektonik
Keratitis
Klinis
Keratitis epitel, terjadi akibat infeksi virus, jamur atau bakteri,
reaksi hipersensitivitas atau reaksi toksik terhadap obat – obat
topical
Keratitis stromal, mata merah, penglihatan menurun bila di
sentral, injeksi silier, infiltrate stroma dan dapat disertai edema
kornea, neovaskularisasi atau uveitis anterior.
Pemeriksaan rutin
Tes sensibilitas
Tes fluoresen
Usapan kornea dengan pulasan gram, KOH
Pemeriksaan khusus
Tes kultur dan resistensi
USG bila segmen posterior tak dapat dinilai
Tata laksana
Non bedah
Beri anti infeksi sesuai penyebabnya:
o Bakteri : aminoglikosida ( dibekasin, gentamicin)
fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin)
o Jamur : ketokonazole, flukonazole, itrakonazol, amfoterisin
B, natamisin
o Virus : asiklovir
Beri air mata artificial dan suplemen vitamin A topical
Hentikan obat bila obat tersebut toksik
Bila keratitis stromal, beri kortikosteroid topical atau NSAID
Ulkus kornea
Batasan dan uraian umum
Definisi
Radang ulseratif pada kornea, letak dapat di sentral atau marginal kornea
Patogenesis
Ulkus sentral, umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
virus atau amuba dan dapat diawali rusaknya epitel kornea akibat
trauma, lagoftalmos, atau neuropatik kornea. Infeksi dapat
meluas ke dealam atau terjadi infeksi sekunder oleh bakteri,
sampai merusak stroma kornea
Ulkus margina, umumnya merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap bakteri seperti staphilococus atau basil Koch-Weeks
yang disebabkan oleh blevarokonjungtifitis atau konjungtivitis
Ulkus dapat berlanjut sehingga terjadi perforasi kornea dan
endoftalmitis
Kriteria diagnosis
Klinis
Mata merah, nyeri, silau, penglihatan menurun bila di sentral, injeksi
silier, infiltrate dengan ulkus pada kornea, kadang – kadang disertai
kumpulan pus di dalam bilik mata depan ( hipopion )
Pemeriksaan rutin
Periksa laboratorium mikrobiologi dan kultur resistensi dari kerokan
jaringan ulkus
Tata laksana
Non bedah
Diberi terapi topical sesuai dengan penyebab
o Bakteri : aminoglikosida ( dibekasin, gentamicin)
fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin)
o Jamur : ketokonazole, flukonazole, itrakonazol, amfoterisin
B, natamisin
o Virus : asiklovir
Bila terjadi perforasi kornea, tambahkan terapi sistemik spectrum
luas
Diberi obat untuk menurunkan tekanan intraokuler
Bedah
Bila terjadi descemetocele atau perforasi kornea, perlu dilakukan
flap konjungtiva, graf fasia lata, mukosa bibir atau membrane
amnion
Direncanakan untuk keratoplasti
Bila terjadi endoftalmitis diberi penatalaksanaan endoftalmitis
Uveitis anterior
Panuveitis
Selulitis orbita
Kriteria diagnosis
Klinis
Selulitis orbita pada anak sering terjadi dengan gejala klinis proptosis
gerakan bola mata terhambat, edema palpebra, kemosis, hyperemia,
sakit, gangguan penglihatan, kadang – kadang ada demam. Bila terjadi
komplikasi ke sinus cavernosus, maka kedua mata akan proptosis dan
terjadi gangguan NII, III, IV, V dan VI
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pemeriksaan mikrobiologo dari biopsy jaringan infeksi
Konsultasi ke bagian THT, Ilmu Kesehatan Anak dan Neurologi
untuk mencari kemungkinan sumber infeksi atau komplikasi
Pemeriksaan khusus
Dilakukan pemeriksaan radiology dan CT Scan
Tata laksana
Non Bedah
Pemberian antibiotika dosis tinggi sistemik ( IV, IM atau oral )
Memberi kortikosteroid sistemik secara hati-hati atau beri
NSAID
Mungkin perlu dilakukan ge
Bila perlu dapat diberikan analgetika dan sedative
Bedah
Bila terjadi akibat abses pre orbita dilakukan insisi dan drainage
Karena ada proptosis
Untuk mencegah kerusakan kornea karena terpapar sinus
cavernosus trombosis, penderita dirujuk ke bagian Neurologi
Endoftalmitis
Panoftalmitis
Definisi
Patogenesa
Gambaran Klinis
Selain gambaran endoftalmitis,terdapat proptosis
Sakit yang hebat sekali
Demam badan
Tekanan intra-okular tinggi
Palpebra edematous
Visus nol
Diagnosis Banding
Endoftalmitis
Panuveitis
Tumor intra okuler
Tata Laksana
Sama seperti endoftalmitis
Penglihatan Buruk Pada Bayi dan Anak tanpa kelainan media refraksi
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan rutin
Anamnesis
Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
Keluhan tambahan
Perjalanan penyakit
Penyakit-penyakit lain
Riwayat kehamilan
Riwayat persalinan
Riwayat penyakit dalam keluarga
Pemeriksaan mata
1. Visus dengan koreksi bila memungkinkan(cara disaesuaikan dengan
umur)
2. Inspeksi:
Kedudukan bola mata simetris/tidak:Hirscberg atau
Alternate Cover test
Pergerakan bola mata.Ada/tidaknya Nystagmus atau
searching
Tanda-tanda kelainan mata
3. Pemeriksaan dengan loupe
4. Pemeriksaan dengan lampu celah
5. Funduskopi
6. Pengukuran TIO
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan refleks pupil
Pemeriksaan elektrofisiologi ERG,VEP,EOG
Test warna ishihara Kampimetri
CT-scan orbita cranial bila di curigai adanya tumor atau
kelainan susunan saraf pusat lainnya
Pemeriksaan darah:TORCHS jika dicurigai infeksi TORCHS
Konsultasi kebagian ilmu kesehatan anak, untuk evaluasi
kelainan sistemis pada serebral, kelainan endokrin, dan kelainan
congenital lainnya yang mungkin ada
Konsultasi kebagian biologi(genetic), tergantung kausa
Diagnosa Banding
Leber’s congenital amaurosis
Kelainan congenital idiopatik menyebabkan tajam penglihatan
sangat buruk sampai kebutaan yang umumnya bersifat autosome
recessive berupa perubahan degerasi dan distrofidari
neurosensori retina, RPE dan koroid dimana gambaran
fundusbervariasi dari gambaran normal sampai seperti retinitis
pigmentosa.
Archromatopsia (rod monochromatism)
Kelainan buta warna total akibat tidak ada atau subnormalitas sel
kerucut yang diturunkan secara autosomal recessive, tidak
progressive dan tanpa disertai kelainan neurologist lain.
Koloboma koloid retina
Kelainan congenital unilateral atau bilateralyang disebabkan
kegagalan penutupan fetal fissure yang diturunkan secara
autosomal dominant.
Korioretinitis pasca infeksi intrauterine (TORCHS infection)
Hypoplasia N.Optikus
Kelainan congenital pada N.Optikus unilateral atau
bilateral,tanpa predileksi seks:berupa papil NII yang berukuran
lebih kecil dari normal,berwarna pucat dan dikelilingi cincin
berwarna putih kekuningan(double ring sign)yang menurunkan
tajam penglihatan ringan sampai dengan buta total
Kelambatan maturasi visual (delayed visual maturation)
Istilah yang digunakan pada bayi dengan respons penglihatan
buruk atau tidak ada respon penglihatan,keadaan maata normal
dan status neurologis normal
Tata laksana
Tidak ada terapi kecuali untuk infeksi TORCHS ( SOP
Retina/infeksi imunologi)
Konsultasi pada cerebral, kelainan endokrin dan kelainan
congenital lainnya yang mungkin ada
Konsultasi ke bagian biologi ( genetic), tergantung kausa
Daftar pustaka
1. Buckey EG. Neuro-Ophthalmology. In : Wright KW ,
ed.pediatrik Ophthalmology and Strabismus. Mosby ;
1995; p.743-870.
2. The Foundation of American Academy of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.
Peditric Ophthalmology and Strabismus. Section 6 ;
2001-2002 : p.266-93.
3. Wright KW, Spegel PH. Pediatric Ophthalmology
and Strabismus. In Krachmer JH, ed. The Requisites
in Opthalmology. Mosby; 1999: p.112-113.
4. Scalise Gory AM, Buckley EG. My baby Does’nt
look at me. In : Vibis GW, Tonge AC, Stass-Isern
ML, eds. Decision Making in Pediatric
Ophthalmology. Mosby-Year Bock, Inc, 1993 :p 66-
7.
5. Zwaan J. Does this baby see 7Leuckocoria. In : van
Heuven WAJ, Zwaan J, eds. Decision Making in
Ophthalmology. An Algoritmie Approach. 2nd edition.
Mosby,2000 : p 178-80.
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin, terdiri dari :
I. Anamnesis
Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
Keluhan tambahan
Perjalanan penyakit
Penyakit lain
Riwayat kehamilan
Riwayat Persalinan
Riwayat penyakit dalam keluarga
Pemeriksaan khusus
Diagnosis banding
Diagnosis banding proptosis pada bayi dan anak adalah (lihat algoritma
proptosis anak
Craniosynostosis
Penutupan dini sutura cranial pada masa embryonal atau anak-
anak
Teratoma
Choristoma yang mengandung jaringan yang berasal dari ketiga
lapisan germinal (ectoderm,mesoderm dan endoderm).umumnya
bersifat sebagian kristik
Kista dermoid
Choristoma yang mempunyai kapsul yang terdiri dari jaringan
yang menyerupai epidermis dan membatasi ruangan yang
mengandung keratin dan materi lemak dengan kadar kolesterol
tinggi
Hemangioma kapilare
Tumor jinak yang berasal dari sel-sel endotel pembuluh darah
yang berpoliferasi, beranastomosis dan berisi darah.
Lymphangioma
Tumor jinak yang terdiri dari pembuluh-pembuluh yang dibatasi
oleh endotel dan berisi cairan lymph yang dipisahkan oleh
dinding tipis yang mengandung pembuluh-pembuluh darah kecil
yang mudah pecah (spontan atau akibat trauma ringan)
Congenital cystic eye (a colombomatous cyst)
Mikroftalmus dengan kista yang terdiri dari jaringan yang
berasal dari dinding bola mata (yang berkembangannya tidak
normal) dengan colomboma segmen posterior. Kadang-kadang
kista sedemikian besarnya sehingga jauh lebih besar dari mata
yang sangat mikroftalmik
Encephalocele atau meningocele
Defek tulang congenital yang mengakibatkan herniasi jaringan
intra cranial.
Lokasi yang khas diatas ligamentum canthus medialis
Rhapdomysarcoma
Definisi: tumor ganas primer orbita yang paling sering dijumpai
pada anak-anak. Tumor ini tidak berasal dari otot ekstraokuler
tapi dari jaringan lunak yang mempunyai kapasitas
berdiferensiasi kearah jaringan otot.
Metastatic neuroblastoma
Metastasis tumor ganas yang primer berasal dari neuroblast
primitive ( seyogyanya berkembang membentuk system saraf
simpatif dan ganglia simpatis servikal. Proptosis disertai dengan
echymosis periorbita dan destruksi tulang. Pada 50% kasus
bilateral dan biasanya di diagnosis pada umur sekitar 2 tahun.
Orbital leukemia
Proses keganasan yang menyangkut sumsum tulang dimana sel –
sel leukemia mengadakan infiltrasi langsung pada tulang – tulang
orbita atau jaringan lunak orbita dan mengakibatkan gejala
proptosis.
Infiltrasi juga dapat kelopak mata dan bola mata (perdarahan
retina).
Massa yang terbentuk sebagai akibat infiltrasi sel leukemik ini
disebut “Granulocytic Sarcoma /Chloroma”, yang dapat timbul
beberapa bulan sebelum leukemia terbukti secara hematologik.
Retinoblastoma stadium eksrtaokular
Tumor ganas primer intraokular yang berasal dari jaringan retina
yang biasa dijumpai pada ank – anak di bawah usia 5 tahun.
Dalam perkembangannya dapat meluas ke ekstraokular:
o Menebus sklera ke rongga orbita dan mendorong bola
mata ke depan (proptosis)
o Melalui N II ke intracranial
Glioma N II
Definisi :
Tumor jinak yang berasal dari sel – sel glia N Optikus, berupa
astrocyt yang berbentuk spindle dengan prosessus seperti rambut
panjang.
Sering dihubungi dengan neurofibromatosis (NF – 1)
Celluitis orbita
Definisi :
Infeksi orbita yang meliputi jaringan lunak orbita di belakang
septum orbitale
Thrombosis sinus cavernosus
Definisi :
Suatu keadaan yang dapat merupakan perluasaan intracranial /
komplikasi cellulites orbita
Hematoma, sudah jelas
Grave’s disease
Definisi :
Inflammasi jaringan orbita, terutama otot – otot ekstraokular
yang disebabkan gangguan imunologis yang berhubungan
dengan fungsi kelenjar thyroid.
2. Teratoma
Bedah
Tidak seperti pada tempat lain biasanya teratoma orbita bersifat
jinak. Eksisi tumor yang sebelumnya dilakukan aspirasi biasanya
dapat mempertahankan bola mata
3. kista dermoid
bila lokasi di limbus kornea, dilakukan eksisi tumor dan
jaringan dikirim ke departemen patologi anatomi untuk
pemeriksaan PA
bila tumor meliputi hamper seluruh permukaan kornea, dapat
dipertimbangkan keratoplasty tembus dan kemudian jaringan
dikirim kedepartemen patologi anatomi untuk pemeriksaan
jaringan.
4. Hemangioma kapilere
Bila tumor kecil, aksis visual tidak tertutup,
dibiarkan(observasi
) karena biasanya 80% tumor ini akan regresi spontan mulai
usia 2 tahun dan selesai pada usia 7 tahun.
Bila tumor besar dan menimbulkan gejala ptosis atau
menutupi aksis visual dapat diberikan injeksi steroid intralesi
campuran 40mg triamcinolon acetonid dan 4-6mg
dexamethasone dengan jarum no. 25. pemberian dapat
diulang 2 kali dengan jarak waktu 2 bulan bila kasis visual
belum terbuka. Bila dengan pemberian 1 kali aksis visual
sudah terbuka, pemberian tidak perlu diulang.
Bila injeksi steroid intralesi tidak memberi hasil,dapat
dilakukan tindakan operatif,yaitu eksisi tumor,bekerjasama
dengan Subbagian Rekonstruksi
5. Lymphangioma
Non bedah
Konservatif dengan membatasi aktivitas,kompres dingin atau
lubricant untuk kornea yang terpajan
Bedah
Bila terjadi perdarahan dan hasil CT Scan menunjukan ancaman
terhadap N
Optikus
6. Congenital cystic eye(a colobomatous cyst)
Non bedah:konservatif
Bedah:hanya untuk yang menginginkan figure lebih baik
7. Encephalocele atau meningocele
Terapi oleh departemen bedah saraf
8. Rhabdomyosarcoma
Pengobatan rhabdomyosarcoma tergantung stadium ( intergroup
rhabdomyosarcoma study, 1977).
Stadium I:
Dilakukan reseksi seluruh jaringan tumor dan dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya metastasis
Stadium II:
Reseksi tumor seluas – luasnya, kemudian dilanjutkan
dengan radioterapi local dan pemberian kemoterapi
Stadium III:
Dilakukan biopsy atau reseksi partial dilanjutkan dengan
kemoterapi
Stadium IV:
Pengobatan primer adalah dengan kemoterapi kemudian
dilanjutkan dengan tindakan bedah dan radiasi “adjuvant”
bila terdapat komplikasi akibat pendesakan tumor terhadap
alat vital, dipertimbangkan tindakan bedah atau radioterapi
segera
Stadium rhabdomyosarcoma (intergroup rhabdomyosarcoma
study, 1977):
Stadium I:
Tumor terbatas dan dapat direseksi seluruhnya, tidak
dijumpai keterlibatan kelenjar lymph regional. IA. Tumor
terbatas pada organ asal IB. Tumor tidak infiltrasi ke jaringan
sekitarnya
Stadium II:
Tumor sebagian besar dapat direseksi stadium ini dapat di
bedakan kagi dalam 3 sub stadium, yaitu
o IIA. Secara mikroskopis masih ada sisa jaringan
tumor setelah reseksi. Belum ada keterlibatan
kelenjar betah bening regional
o IIB. Tumor telah disertai penyebaran ke sekitar getah
bening regional /organ terdekat, tetapi dpat direseksi
seluruhnya )no. residual disease.
o IIC. Seperti golongan IIB, tapi masih ada sisa
jaringan tumor secara mikroskopis
Stadium III
Tumor hanya direseksi sebagian kecil atau hanya mungkin di
biopsi
Stadium IV
Tumor telah disertai metastasis jauh pada saat diagnosis
ditegakan
Kemoterapi
Saat ini di RSCM kombinasi yang telah diberikan adalah (UI cc, 1981)
Actinomycin D
15 kg/BB/hari i.v diberikan selama 5 hari setiap 3 bulan
Cyclophosphamide :
10mg/kg/BB/hari,oral, diberikan selama 7 hari setiap 6
minggu
Vincristin :
2mg/m2/minggu,i.v,diberikan setiap minggu sebanyak 12
kali lama pengobatan 12-18 bulan
Radioterapi
Dosis radiasi terhadap tumor primer adalah 200 rad tiap hari sebanayk
5kali seminggu atau 900-1200 rad/minggu hingga dicapai dosis total
5000-6000 rad
Pada anak dibawah 3 tahun dengan kemungkinan kerusakan jaringan
normal yang luas, dosis dibatasi sampai 4000-5000 rad selama 5-6
minggu.
Follow up
Evaluasi kelainan yang ditemukan waktu diagnosis
Tahun 1 evaluasi tiap 3 bulan
Tahun II evaluasi tiap 6 bulan
Tahun berikutnya evaluasi tiap 1 tahun
9 Metastatic neuroblastoma
Terapi:
SOP Departemen I.K. Anak
Konservatif
Lubricant/zalf mata untuk kornea yang terpajan
9. Orbital leukemia
Proses keganasan yang menyangkut sumsum tulang dimana sel-sel
leukimiamengadakan infiltrasi langsung pada tulang-tulang orbita
atau jaringan lunak orbita dan mengakibatkan gejala proptosis.
Infiltrasi juga dapat ke kelopak mata dan bola mata ( perdarahan
retina ). Massa yang terbentuk sebagai akibat infiltrasi sel leukemik
ini disebut “Granulocytic Sarcoma/chloroma”, yang dapat timbul
beberapa bulan sebelum leukemia terbukti secara hematologik.
10. Retinoblastoma stadium ekstraokular
Lihat hal retinoblastoma
11. Glioma NII
Lihat SPM Sub bagian tumor
Daftar Pustaka
1. Murphee AL Christensen LE.Retinoblastoma and
malignant intraocular tumor..In:Wright KW,ed.Pediatric
Ofphtalmology and strabismus.Mosby;1995:p.495-510.
2. The Foundation of American Academy of
Ophtalmology.Basic and Clinical Science
Course.Pediatric Ophtalmology and Strabismus.Section
6;2001-2002:p.266-76
3. Wright KW,Spiegel PH Pediatric Ophtalmology and
Strabismus.In krachmer JH,ed.The Requisites in
Ophtalmology.Mosby;1999:p.112-113
4. Blodi FC.Leukokoria.In:Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
Ophtalmology.Mosby-Year Book,Inc,1993:p28-29
5. Slovis TL,Baker JD,Becker C.Imaging approach to the
child with leukocoria.In:Vibis GW,Tongue AC,Stass-
Isem ML,eds.Decision Making in Pediatric
Ophtalmology.Mosby-Year Book,inc,1993:p280-83
6. Zwaan J.Leuckocoria.In:van Heuven WAJ,Zwaan
J,eds.Decision making in Ophtalmology.An Algoritmic
Approach.2nd edition.Mosby,2000:p182-83
7. The Foundation of American Academy of
Ophtalmology.Basic and Clinical Science Course.Retina
and Vitreous.Section12;2003-2004:p.256-263
Retinoblastoma
Definisi
Patogenesis
Pada 60-70% kasus RB bersifat sproradik dan non herediter akibat dari
mutasi somatic yang secara klinik merupakan RB
unilateral(unifokal).Sisanya(30-40%)bersifat herediter akibat mutasi
singkat germinal yang menghasilkan baik RB unilateral dan
bilateral(terutama multifokal)dan dapat di wariskan secara dominant
autosom pada 50% turunanya.20% kasus RB herediter ini mempunyai
riwayat keluarga positif dan di wariskan dari orang tua”carrier”.Sisanya
75% RB herediter didapat akibat mutasi baru tingkat germinal yang di
turunkan orang tua carrier yang asimtomatik.Gen retinoblastoma terletak
di kromosom13q14
Kriteria diagnosis
A.Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin,terdiri dari:
I. Anamnesa
Keluhan utama yang membawa penderita dating berobat
Keluhan tambahan
Perjalanan penyakit
Penyakit –penyakit lain
Riwayat kehamilan
Riwayat persilinan
Riwayat penyakit dalam keluarga
II. Pemeriksaan mata
Visus dengan koreksi bila memungkin kan ( cara di sesuwaikan
dengan umur )
Inspeksi :
o Kedudukan bola mata simetris/tidak : Hirscberg
atau Alternate Cover test
o Pergerakan nola mata. Ada/tidaknya nystagmus
atau searching
o Tanda-tanda krlainan mata
o Pemeriksaan dengan loupe
o Pemeriksaan dengan lampu celah
o Funduskopi
B.Pemeriksaan Khusus
Diagnosis RB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, khususnya
oftalmologis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang
didapat dari enukleasi bulbi dan eksterasi orbita.
Diagnosis RB tidak ditegakkan seperti diagnosis keganasan di alat tubuh
lain, yaitu seperti biasanya di dahului dengan tindakan biopsy, karena
RB terletak di dalam rongga mata yang merupakan kesatuan organ yang
berisi cairan,sehingga tidak mungkin dilakukan pengambilan jaringan.
Diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan
hasilpemeriksaan penunjang sebagai berikut:
Imajing
Ultrasonografi
o Denga USG Dapat diketahui:
Ukuran panjang bola mata (axial length) yang
biasanya normal pada RB, kecuali bila terdapat
buftalmos
Letak, besar dan bentuk massa tumor di dalam
bola mata, juga perluasn tumor ke N. optikus atau
kedalam orbita RB memperlihatkan gambaran
USG yang khas sehingga memberikan ketepatan
diagnosis sampai 90%, yaitu adanya reflektivitas
yang tinggi mencapai 100% pada A scan yang
menunjukkan tanda klasifikasi dan shadowing
effect positif
Ct Scan kepala termasuk orbita, bila terdapat proptosis atau
kecurigaan perluasan tumor ke ekstraokular atau metastasis
intracranial atau pada USG terdapat perluasan ke N.II
Bone Survey bila aspirasisumsum tulang positif, nyeri atau
pembengkakan tulang
Pemeriksaan labaratorium
Rutin
o Darah perifer lengkap, laju endap darah
o Urine lengkap
o Tinja lengkap
o Fungsi hati: SGOT/SGPT
Pemeriksaan sitogenik
Pemeriksaan lain
BMP bila ada proptosis
LP bila terdapat gejala proptosis atau gejala peninggian tekanan
intrakarabial atau NII involvement pasca operasi
1. Tumor Intraokular:
Dini: besar tumor kurang dari 10 dd serta tergantung lokasi
tumor.
Pengobatan :
- fotokoagulasi
- krioterapi
- radiasi eksterna
Lanjut: stadium 4 dan 5 intraokular
Pengobatan: enakleasi
Bila hasil PA : tumor telah menembus sclera atau saytan N.
optikus tidak bebas tumor, pegobatan dilanjutkan dengan
radiasi dan sitostatika (sesuai protocol instalasi Radioterapi
dan IKA)
Catatan:
Untuk timor bilateral tindakan pengobatan sesuai dengan masing-masing
stadium tumor
2. Tumor ekstraokular
Klinis dengan proptosis
Bila secara radiology tidak ditemukan destruksi orbita,
metastasis jauh (-), perluasan intracranial (-).
Pengobatan : eksentrasi orbita, dilanjutkan dengan
radioterapi dan kemoterapi
Bila secara radiology ditemukan destruksi dinding orbita,
dengan atau tanpa metastase jauh
Pengobatan: radioterapi dan kemoterapi
Tumor disertai pembesaran kelenjar regional
Pengobtan: raiasi pada orbita dn kelenjar limfe yang
membesar dilanjutkan dengan kemoterapi
Tumor dengan metastasis jauh
Pada stadium lanjut gambaran kliniknya dapat sangat
bervariasi pada masing-masing penderita, oleh karenanya
pengobatan berdasarkan peniliaian secara tersendiri kasus
demi kasus. Piliohan pengobatan ialah kemoterapi dan
radioterapi dapat dipertimbangkan kemudian
Untuk tumor lanjut intraocular yang belum terjadi
vitreous seeding, bola mata dipertahankan tanpa
dilakukan enukleasi dengan cara”
o Kemoreduksi: pemberian sitostatika kombinasi
carboplatin-etoposide dan vincristin sebanyak 2
siklus untuk mengecilkan massa tumor
o Dilanjutkan fokal theraphy dengan fotokoagulasi
laser
Pengamatan lanjut
Daftar Pustaka
1. Murphee Al, Christensen LE, Retinoblastoma and
Maglinant intraqocular tumor in : wright Kw, ed.
Pediatric Ofphthamology and strabismus. Mosby ; 1995 :
p 495 -510
2. The foundation of American Academyof opthamology :
Basic and Clinical Science Course Pediatric
Opthamology and Strabismu. Section 6; 2001-2002 :
p266-76
3. Wright KW, Spiegel PH, Pediatric Opthamology and
strabismus. In krachmer Jh, ed. The requisites in
Opthamology Mosby ; 1993 : p28 -29
4. Bloodi F, Leukokoria in :Vibis GW, Tounge Ac, Stass –
Isern ML, eds. Decision Making in Pediatric
Opthamology. Mosby – Year book, inc, 1993 : p 28 -29 .
5. Slovies TL, Baker JD, Becker C Imaging approach to the
child with leukocoria in : Vibis GW Tongue AC, Stass –
Isern ML, eds. Decision Making in Pediatric
Opthamology. Mosby – Year Book, Inc 1993 : p280 – 83
6. Zwaan J. Leuckocoria in : Van Heuven WAJ, Zwaan
J,edc. Decision Making in Opthamology, An Algoritmic
Approach. 2nd edition. Mosby, 2000 : p 182 -83.
7. The foundation of Ametican Academy of Opthamology
Basic and Clinical Science Course retina and Vitreous.
Section 12; 2003 – 2004 :p 256 – 263.
8. Shields Cl, Update on Pediatric Oculars Tumors American
Academy of opthamologi 1997, Annual meeting san
fransisco, CA
9. Chen S, Mukai S. Genetic of retinoblastoma dalam :
jacobiec FA, Lomkin JC, editors international
opthamology clinic, advances in ophthalamic genetic and
heritable eye disease boaton : Little brown and Co, 1990 ;
3392 : 57 – 65
Lampiran
Klasifikasi
Diferensiasi Tumor :
Undifferentiated / poorly differentiated
Well differentiated : bentuk – bentuk diferensiasi
o Roset Flexner wintersteiner
o Roset homer wright
Stadium Tumor
A. Tumor terbatas intraocular
Algoritma
Retinopathy of prematurity
Batasan dan uraian umum
Definisi
ROP adalah retinopati bilateral berupa proliferasi abnormal jaringan
vaskuler retina yang terjadi pada bayi premature dimana system
vaskularisasi retina belum lengkap.
Patogenesis
Vaskularisasi retina berasal dari jaringan mesenkim yang berisi sel
spindle mulai berkembang pada umur 16 minggu gestasi. Jaringan
mesnkim ini tumbuh secara sentrifugal dengan pusat papil N.optikus dan
mencapai ora serata temporal 1-2 bulan kemudian. Patogenesis ROP
belum sepenuhnya dimengerti tetapi vaskularisasi retina yang immature/
belum lengkap dan kelahiran premature serta pemberian suplemen
oksigen merupakan factor rsiko terjadinya ROP. Hiperoksia ini
menyebabkan vasokontriksi dan obliterasi pembuluh darah retina yang
immature dan terbentuk zat angiogenik yang menyebabkan
neovaskularisasi . proses patologis ini dapat berhenti, membaik atau
bahkan menjadi progresif membentuk jaringan proliferasi fibroglial dan
menyebabkan traksi vitreoretinal dan ablation retina. (AAO 6 hal 268)
Pemberian suplemen oksigen yang berlebihan dianggap sebagai
penyebab ROP, tetapi adanya tingkat keparahan dan suseptabilitas yang
bevariasi pada bayi yang sangat premature mendukung bahwa factor lain
selain hiperoksia juga berperan dalam penyebab ROP. Factor-faktor
tersebut antara lain penyakit jantung sianotik, anensefali, nutrisi
parenteral yang lama, jumlah transfuse darah, episode hipoksia, hiper
atau hipercarbia. (KW 515)
Kriteria diagnosis
a. Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan standar rutin, terdiri dari :
I. Anamnesis
Keluhan utama yang membawa penderita datang berobat
Keluhan tambahan
Perjalanan penyakit
Penyakit lain
Riwayat kehamilan
Riwayat persalinan
Riwayat penyakit dalam keluarga
II. pemeriksaan mata
visus dengan koreksi bila memungkinkan (cara disesuaikan
dengan umur)
inpeksi :
o kedudukan bola mata simetri/tidak:hiscberg atau
alternate cover test
o pergerakan bola mata. Ada/tidaknya nystagmus atau
searching
o tanda-tanda kelainan mata
pemeriksaan dengan loupe
pemeriksaan dengan lampu celah
funduskopi
pengukuran TIO
b. Pemeriksaan funduskopi
Untuk mendeteksi ROP harus dilakukan pemeriksaan retina dengan
teliti dan menilai lokasi, ekstensi, stadium penyakit dan plus disease
sesuai dengan klasifikasi internasional ROP.
Lokasi / zone :
Zona I:
(polus posterior)lingkran dengan radius 30 derajat dengan N.
Optikus sebagai pusat (2x jarak papil ke macula)
Zona II :
Lingkaran diluar zona 1 mulai dari oraserata nasal kearah dekat ekuator
daerah temporal
Zona III:
Berbentuk bulan sabit diluar zona II.
Ekstensi
Dinyatakan sesuai dengan arah jarum jam.
Stadium :
Garis demarkasi
Tonjolan (ridge)yang merupakan proliferasi jaringan fibrovaskular
yang terbatas diretina
Tonjolan jaringan fibrovaskular ekstra retina (retina, sedang, berat)
Ablastio retina: tanpa atau dengan keterlibatan fovea.
Ablastio retina total
Plus disease
Tanda (+)ditambahkan bila terjadi shunt vascular sangat hebat pada
polus posterior berupa pembesaran vena dan turtositas arteri. Merupakan
indikasi terjadinya prosifitas stadium penyakit.
Threshould disease:
Adanya plus disease sebanyak 5 jam berurutan atau 8 jam kumulatif dan
berada pada zona 1 atau 2. merupakan indikasi terapi ROP
Pakai gambar
……………………….
Tata laksana
Skrining
ROP yang progresif merupakan penyebab kebutaan. Menurut hasil
CRYO ROP TRIAL pengobatan dapat menurunkan 50% angka ablation
retina/traksi vitreo retina pada polus posterior. *(AA0 6)
Petunjuk csreening ROP 2 :
Bayi premature dengan berat badan lahir ≤1500 gr atau umur
usia gestasi ≤28 minggu, atau bayi 1500 gr dengan keadaan
klinis tidak stabil memerlukan pemeriksaan retina dengan
indirect opthalmoscope
Diperlukan pemeriksaan retina yang teliti oleh optamologis yang
berpengalaman menilai retina bayi premature
Pemeriksaan follow up ditentukan berdasarkan temuan sesuai
klasifikasi internasional ROP (missal vaskularisasi immature
pada zona 2 tanpa ROP), follow up diulang dengan interval 2-
4minggu sampai vaskularisasi mencapai zona 3.
Bayi dengan ROP atau vaskularisasi immature pada zona 1
difollow up dengan interval 1-2 minggu sampai vaskularisasi
mencapai zona 3 atau resiko threshold menghilang
Bayi dengan threshold disease(ROP stad3 pada zona 1 atau 2
atau plus disease harus mendapat terapi ablative minimal pada
satu mata dalam 72 jam pasca diagnosis
Algoritma screening
Tata laksana
Non bedah/ ablative :
Fotokoagulasi atau terapi cryo pada therhold ROP
Bedah :
ROP stadium 4
Evaluasi
Visus, aligment, nystagmus, fundus 3 bulan posterm
Edukasi
Pencegahan ROP adalah dengan pencegahan kelahiran
premature
Perawatan antenatal yang tratur mencegah kelahiran
premature
Umur kehamilan dan berat badan bayi mempunyai korelasi
terbalik dengan kejadian ROP
Penjelasan tentang sequele yang mungkin terjadi
kebuitaan,low vision,myopia tinggi,mata
juling,katarak,glaucoma
Daftar Pustaka
Entropion
Batas dan uraian umum
Defenisi
Sesuatu keadaan melipat/membaliknya pinggir kelopak mata kearah bola
mata sehingga menyebabkan bulumata menyentuh bolamata (trichiasis)
Dapat congenital (entropion congenital) dan didapat (entropion
involutional dan entropion sikatriks)
Entropion involutional
Patogenesis
Overriding m.orbikularis preseptal ke pretersal
Laxity m. rektraktor pelpebra inferior
Atrofi tarsus
Laxity palpebra horizontal
Kadang – kadang enoftalmos
Criteria diagnosis
Klinis
Terjadi palpebra inferior dan usia tua
Hiperemis konjungtiva, trichiasis, epifora
Overriding m. orbikularis preseptal ke pretarsal
Laxity palpebra horizontal +/-
Terdapat kerusakan kornea bila terjadi cukup lama
Pemeriksaan penunjang rutin
Snap test : dapat + atau –
Distraction test : dapat + atau –
Tata laksana
Sementara : everting suture
Jangka panjang :
o Bila tidak terdapat laxity palpebra horizontal : wies
procedure.
o Bila rekurans lakukan pemendekan palpebra horizontal
(tarsal strip procedur)
o Bila terdapat laxity palpebra horizontal : quickert procedure.
o Bila rekurens :
Placation power lid retractor
Pengobatan pasca operasi :
o Antibiotikal oral 5 hari
o Analgetik dan antiinfalmasi 3 hari
o Antibiotic salep sampai angkat jahitan
Etropion sikatriks
Patogenesis
Adanya sikatriks konjungtiva
Terdapat pemendekan vertical tarsus
Kriteria diagnosis
Dapat terjadi pada orang tua maupun muda, sering merupakan
koplikasi trachoma
Biasanya pada palpebra superior namun dapat juga di palpebra
inferior
Terdapat sikatriks pada konjungtiva
Terdapat pemendekan vertical tarsus
Trichiasis +
Epifora + hiperemisis konjungtiva
Terdapat kerusakan kornea bila sudah terjadi cukup lama
Enropion sikatriks palpebra superior dibagi dalam 3 derajat
Ringan
o Bulu menyentuh kornea hanya pada saat pasien melirik
keatas
o Konjungtivalisasi pinggir kelopak mata dam migrasi muara
kelenjar miebom
Sedang
o Bulu mata menyentuh kornea pada posisi primer
o Terdapat penebalan tarsus
Berat
o Seperti sedang
o Terdapat distorsi seluruh pinggir kelopak mata
o Terdapat metaplasi bulu mata
Tata laksana
Palpebra superior
Ringan : lakukan lamellar anterior (ALR)
Sedang : ALR + tersotomi/splitting tarsus
Berat : posterior lamellar graft
Palpebra inferior
Bila retraksi palpebra <1,5 mm :
tarsal fracture
Bila retraksi : palpebra >1,5 mm :
Posterior lamellar graft
Pengobatan pasca operasi
Antibiotika oral 5 hari
Analgetik dan anti inflamasi 3 hari
Antibiotika salep sampai angkat jahitan
Ptosis
Definisi
Ptosis congenital
Patogenesis
Kriteria diagnosis
Anamnesis
Klinis
Pemeriksaan rutin
Tata laksana
Tindakan operasi
Bila aksi levator(LA)>4mm→reseksi levator
Bila aksi levator (LA)<4mm→suspensi frontalis,dapat dengan
fascia lata atau bahan sintesis
Waktu Operasi
Bila ptosis unilateral :
Refleks pupil, operasi segera tapi bila refleks pupil+ operasi dapat
kapan saja, biasanya sebelum masuk sekolah
Bila ptosis bilateral operasi kapan saja
Ptosis didapat
Patogenesis
Disebabkan oleh berbagai etiologi yaitu neurogenik, miogenik, traumatic
dan mekanik.
Kriteria diagnostic
Anamesis
Trunnya kelopak mata atas lebih rendah dari normal
Pemeriksaan:
MRD tidak normal
MLD tidak normal
LA umumnya baik tapi dapat juga buruk
LID LAG
Lipatan kelopak +
Fenomena Bell biasanya +
Fissura palpebra lebih kecil dari normal
Tata laksana
Pemilik tehnik operasi dan pengobatan pasca operasi prinsipnya sama
seperti ptosis congenital.
Ptisis bulbis
Definisi
Suatu keadaan bola mata yang sudah tidak berfungsi sebagai akibat
trauma atau infeksi, ukuran lebih kecil dari normal. Dapat tenang atau
iritatif
Kriteria diagnostic
Anamnesis
Ada riwayat trauma atau infeksi
Klinis
Tajam penglihatan nol
Bola mata lebih kecil dari normal
TIO rendah
Tanda2 inflamasi +/-
Tata laksana
Antibiotik oral 5 hari
Analgetik dan anti inflamasi 3 hari
Antibiotik salep sampai angkat jahitan
Dua minggu pasca operasi pasca protesa
Soket anoftalmi
Kriteria diagnosis
Anemnesis
Terdapat riwayat pengangkatan bola mata atau isi bola mata
Klinis
Soket anoftalmi normal
Protesa terpasang baik
Kelopak mata dapat ditutup
Tidak ada enoftalmos
Forniks inferior/superior dalam
Tidak ada ptosis
Tidak ada silkus superior dalam
Tidaj ada laxity palpebra inferior
PENYAKIT RETINA
Ablasia Retina
Criteria diagnosis
Menifestasi klinis
Anamnesis tenag penglihatan menurun, seperti tertutup tirai melihat
flowaters, fotopsia.
Pemeriksaan penunjang urin :
Pemeriksaan visus, biomikroskopi, tonometri, gambar fundus
indirect ophthalmoscopy non contect bromiroscopic funduscopy
dengan lensa 60D, 78D, 90D dll
contect bromiroscopic funduscopy dengan lensa kontak tri dan
four mirror dll
pemeriksaan penunjang khusus
ultrasonography bila media keruh ERG dan VAP bila perlu
Tata laksana
Non bedah
positioning pasien – bedrest
ophthalmologic-mata diberi sulfat atropine 0,5% untuk anak -
anak 1% untuk dewasa
Bedah
bedah dengan narkose atau bius local
Simple sclera bucling (SB) dengan atau tanpa gas
Pneumoretinopeksi
Prosedur
Pra bedah
1. bedrest opersi dalam 3 x24 jam:
Ablasi retina “macula on”
Ablasi retina hemisfer atas
2. Operasi dalam satu minggu
Ablasi retina dengan robekan diatas
Ablasi retina “macula off”
3. Operasi dalam dua minggu
Ablasi retina kwadran bawah
Ablasi retina lama
Pasca bedah
Tekanan intra ocular dimonitor
SB tanpa gas: Bedres posisi terlentang
SB dengan gas
o Fakik posisi telungkup
o Afakik posisi disesuaikan letak robekan
Sikoleplegi antibiotic dan steroid topical selama 1 -2 bulan
o Terapi pencegahan dengan laser FC
o Bila ada factor resiko
o Myopia dengan degenerasi lattice
o ARR pada mata satunta
o Pseudofakia dengan ARR
o Makanan lunak
Edukasi
Selama 2 bulan pasca bedah tidak malakukan kerja fisik mengangkat
mendorong barang diatas 5 kg
Definisi
Pelepasan retina sensoris disertai pembentukan membrane yang
kontraksi sehingga menarik retina. Akibat proliferasi sel – sel yang
menyebabkan traksi pada retina
Patogenesis
PVR adalah poliferasi sel yang membentuk suatu membrane
dipermukaan retina dan cairan vitreous
Kriteria diagnosis
Klinis berdasarkan klasifikasi PVR 1991 ( dari Machemer )
Tata laksana
Non bedah
Positioning pasien bed rest
Siklopegik sufas atropin 0.5% anak, 21% dewasa
Patogenesis
Akumulasi lipofusin pads PRE sehingga menggangu
metabolisme, bila lipofusin keluar dari sitoplasma PRE, ke ektra
seluler akan terbentuk drusen kemudian mulekul fotoreceptor di
segmen luar akibat reaksi radikal bebas
Degenerasi membrane branch berupa perubahan ketebalan
intrasruktur dan biokimia peningkatan keadan lipit yang
menyebabkan terbentuknya lipit peroksidase yang
mengidentifikasi terjadinya neovaskularisasi.
Kriteria Diagnosis
ARMD Non Vaskular
Drusen
Detachment retina yang geografik dan non geografik hyper
pigmentasi macula
ARMD Neovaskular
Perdaraan Subretina
Ablasi Retina Eksudatif
RPE detachment
Sikatrik Fibrovaskuler disiform
Perdarahan Vitreous
Tata Laksana
Non bedah
Rabonrasia / anti oksidan
Kacamata Pelindung matahari
Bedah
Fotokoagulasi laser dengan argon laser atau laser diode dengan
laser indirect Opthamology ( LIO )
Operasi submakula dengan virektomi dan mengeluarkan darah
dari sub macula
Photo Dynamic Therapy ( PDT )
Prosedur
Penderita dengan ARMD diperiksa sesuai pemeriksaan rutin
o Pada ARMD tipe non Vaskular – Follow up tiap 3 bulan
o Pada ARMD tipe neoVaskular – penderita dibawakan lembar
tes Amsler Grid untuk menilai sendiri.
Patogenesis
Kerusakan fungsi berrier dan mekanisme pompa epitel pigmen retina
akibat kelainan pada koroid
Kritea Diagnosis
Anamnesis
Keluhan tajam penglihatan turun mendadak, mikropsia, metamorfopsia
serta penurunan tajam penglihatan warna. Biasanya terjadi pada pria
dengan usia 30 -50 tahun.
Pemeriksaan rutin
Visus, biomikroskopi dengan direk maupun indirek oftamology 78D
lens, three mirror
Pemeriksaan Penunjang
Foto fundus
Fundus fluorescein angiography
Tata laksana
Raboransia, Tranquilizer
Laser Photokoagulasi : indikasi bila vissus buruk
o Observasi 3-4 bulan serous detachment tidak di observasi
o CSCR berulang
o Mata sebelahnya Pernah CSCR.
1. Degenerasi lattice
Suatu penipisan retina dengan diskontinuitas membrane limitan
internal, atrofi lapisan dalam retina, pencairan viteous diatasnya
dan perlengketan hialoid dengan tepi lesi di retina
Vitreo retinal tuft suatu elevasi retina perifer yang disebabkan
oleh tarikan vocal vitreous
Meridional retinal foult biasanya berhubungan dengan bagian
posterior tonjolan oraserata
Lesi yang bukan merupakan factor predisposisi ablasio retina
Tata laksana
Lesi yang dapat menjadi faktor ablasio retina : laser
fotokoagulasi presentif
Lesi yang bukan merupakan faktor predisposisi control tiap 3
bulan.
Macular hole
Batasan dan uraian umum
Sebagai besar maculer hole adalah idiopatik yang berhubungan dengan
usia. Keadaan ini sering terjadi pada usia decade ke 7, 67 % - 91%
adalah wanita.
Macular hole biasanya juga terdiri akibat trauma, setelah terapi laser,
CME, penyakit vaskuler ratina, maculer pucker, oblasio retina.
Patogenesis
Terbentuk nya traksi vitreo ratina yang disebabkan terikan
tangensial korteks vitreous yang melekat pada permukaan retina.
Tarikan tangensial ini akan menyebabkan foveoler dan para
fovea detachment dan selanjutnya menjadi macular hole.
klasifikasi
Stadium 1 :
- 1a : yellow spot
- 1b : yellow ring
Stadium 2 : lubang seluruh ketebalan macula diameter kurang
dari 400 mikro
Stadium 3 : lubang ketebalan, akula lebih dari 400 mikron
Stadium 4 : stadium 3 dengan PPD total.
Tata laksana
stadium 1 hanya observasi 60% pada stadium ini akan regrasi
spontan
40% stadium akan ke stadium 2. dilakukan vitrektomi dengan
peningkatan vitreous posterior dan ILM peeling terutama
pada virus 20 / 60 sampai 20 / 400 (6/18 – 3/60)
Stadium yang biasa di lakukan tindakan seperti stadium 1, 2,
3 tapi dengan hasil virus yang tidak bertambah secara
siggnifikan
Peningkatan tekanan darah untuk waktu yang lama akan
merusak inner blood – retinal barrier.
Pemeriksaan lanjut
Tiap minggu selama satu bulan
Tiap 2 minggu pada bulan selanjutnya
Tiap satu bulan selama 4 minggu berikutnya
Retinopati Hipertensi
Definisi
Suatu perubahan vascular retina akibat tingkatan tekanan darah
sistemik untuk waktu yang lama
Patogenesis
Hipertensi sistemik,sistol 160mmHg dan diastole 90mmHg
akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah retina
Peningkatan tekanan darah untuk waktu yang lama akan
merusak Inner Blood Retinal Barrier
Klasifikasi(cheie)
Derajat 0:pembuluh darah retina normal
Derajat 1:penyempitan arteriola yang difus,kaliber
arteriolar yang uniforum
Stadium 2:penyempitan arteriolar semakin jelas dan di dapat
area fokal konstriksi arteriolar
Stadium 3:stadium 2 densgan perdarahan retina dan atau
eksudat
Stadium 4:kondisi stadium 3 dapat ditemukan,bersama udem
retina,eksudat keras dan papil udem
Pemeriksaan penunjang rutin
FFA
Tata laksana
Trauma
Definisi
Trauma tumpul:
Benda penyebab tidak menembus bola mata akan tetapi
dapat terjadi perdarahan vitreus,retina,edema retina,rupture
sklera/retina,macular hole
Trauma tajam
o Penetrasi
Luka tembus bola mata tanpa adanya luka jalan keluar
o Perforasi
Luka tembus bola mata disertai adanya luka jalan keluar
Kriteria diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan rutin
Visus,tonometri,biomikroskopi
Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi,rongent orbita,Comberg,CT Scan,ERG
Tata laksana
Trauma tumpul dengan perdarahan vitreus:
bedrest,hemostatik
Trauma tumpul dengan ruptur sklera:
primary repair,pencegahan infeksi,hemostatik,antiinflamasi
Trauma tajam:
Primary repair,pencegahan infeksi,hemostatik,antiinflamasi
SEKRET KONJUNGTIFA PADA NEONATUS
Sekret konjungtiva pada neonatus
Definisi
Criteria dioagnosis
Laboratorium
o Sediaaan langsung secret dan bila perlu disertai kultur +
resistensi
Test anel, bila dicurigai obstruksi duktus nasolakrimalis
KONJUNGTIVITIS NEONATUS
Tata laksana
Penanganana konjungtivitis neonatus (ophthalmia neonatorum)
tergantung penyebabnya.
Bila penyebabnya :
N.Ghonoroeae
Penderita dirawat diruang isolasi
Penisilin prokain 50.000,-IU/Kg BB IM dibagi dalam 2 dosis
perhari, selama 7 hari
Bila setelah 7 hari pemberian, pemeriksaan sediaan langsung
secret masih positif, dilakukan pemeriksaan kultur dan test
resistensi untuk penentuan jenis antibiotic yang masih sensitif
Bila Penderita menolak dirawat, PP dapat diganti dengan
Ceftriaxone IM/IV dosis tunggal yang diberikan di poli klinik
dosis 50 mg/ kg BB
Zalf mata, penicillin tiap setengah jam dengan sebelumnya
membersihkan secret dari mata
Bila kornea terkena (keratitis, ulkus) diberikan tetes mata SA 0,5
% dua kali sehari.Bila bayi hipersensitif terhadap SA dapat
diganti dengan midriatikum yang lain
Pasien dinyatakan sembuh dan dipulangkan bila pemeriksaan
sediaan langsung secret 3 hari berturut-turut memberi hasil
negative
Terhadap orang tua :
Pemeriksaaan dan pengobatan bila dijumpai infeksi N.
Ghonoroae/ infeksi saluran kemih
Bakteri lain
Staphylococcus, Streptococcus, H.Influenza,dll
o Diberiksn zalf antibiotik berspektrum luas.
o Bila setelah 1 minggu tidak memperlihatkan perbaikan,
dilakukan pemeriksaan kultur dan resitensi test untuk
penentuan antibiaotik yang sesuai
Tata laksana
Tindakan/pengobatan pada obstruksi duktus nasolakrimalis (ODN)
Non Bedah
Konservatif, sampai usia 6bulan
Bila terdapat infeksi :
o Pemberian antibiotik topical (tetes), bila terdapat
insfeksi dois 1-4x perhari tergantung dari purulensi
secret
o Massage sakus lakrimalis sescara digital (metode
Kushner) frekuensi: beberapa kali perhri tergantung
dari purulensi secret
o Massage sakus lakrimalis secara digital (meode
kuisioner) frekuensi ; beberapa kali perhari atau setiap
mengganti”diaper”
o Tujuan ny; menurunkan kemungkinan pertumbuhan
bakteri, tekanan hidrostatik dari drainage yang dapat
membuka sumbatan
Biopsi Eksisi
Batasan dan uraian umum
Definisi
Biopsi eksisi adalah suatu prosedur pembedahan dengan pengambilan
jaringan (massa tumor)
Tujuan
Tujuan tindakan eksisi adalah untuk mengetahui jenis tumor
Kebijakan
1. indikasi melakukan biopsi aksisi adalah
Tumor palpebra
Tumor Konjungtiva
Tumor orbita
Membantu diagnosis tumor metastasis dari organ lain tubuh
2. Lama perawatan selama biopsy aksisi tidak lebih 2 hari. Pasien dapat
pula hanya berobat jalan.
3. jumlah luka terinfeksi = 0%
4. Anastersi local/umum
5. Pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
guladarah, serta masa pembekuan dan perdarahan
Tujuan
Tujuan tindakan eksisi tumor adalah untuk mengangkat seluruh jaringan
tumor dan melakukan rekontruksi dengan mengembalikan fungsi
palpebra, melindungi bola mata serta memberikan gambaran kosmetik
yang lebih baik.
Kebijakan
Indikasi melakukan eksisi + rekontruksi :
1. Masa tumor terletak di:
Palpebra superior
Palperbra inferior
2. Penderita dapat dirawat ataupun tidak. Apabila dirawat tidak boleh
dari 2 hari.
3. jumlah luka terinfeksi =0%
4. Anastesi local/umum
5. Pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
gula drah, serta masa pembekuan dan perdarahan.
Enukleasi
Tujuan
Tujuan enukleasi adalah untuk mengangkat tumor yang berada dalam
bola mata secara intoto
Kebijakan
1. Indikasi melakukan bedah enukleasi sebagai berikut
Keganasan intraocular
Mengangkat tumor diorbita dengan melakukan
enukleasi terlebih dahulu pada jenis tumor
tertentu
Melakukan pengirbanan bola mata untuk
menghindari metastasis
2. enukleasi indikasi tumor intraocular 10 %
enukleasi indikasi tumor orbita 40 %
3. lama rawat tidak lebih dari 40 hari
4. jumlah luka terinfeksi 0%
5. anestesi umum
6. pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal,fungsi hati,
ginjal, gula darah serta masa pembekuan dan perdarahan.
EKSENTRASI
Pengertian
Bedah eksentrasi adalah suatu prosedur pembedahan yang mengangkat
seluruh bola mata beserta dengan jaringan lunak orbita, amputasi
dilakukan pada daerah apeks.
Tujuan
Tujuan tindakan eksenterasi adalah untuk tumor ganas atau jinak yang
sudah tidak memungkinkan dilakukan tindakan eksisi dan rekonstruksi
serta untuk mencegah metastasis.
Kebijakan
1. indikasi melakukan bedah eksenterasi adalah sebagai berikut:
tumor primer ganas orbita
tumor epitel sekunder orbita
tumor invasi
tumor primer jinak yang sudah merusak bola mata
2. lama rawat tidak melebihi 4 hari
3. jumlah luka terinfeksi 1%
4. anestesi regional /umum
5. pemeriksaan laboratorium pra bedah minimal,
fungsi hati, ginjal, gula darah serta masa pembekuan dan
perdarahan
ORBITOMI LATERAL
Pengertian
Bedah orbotomi lateral adalah suatu prosedur pembedahan untuk
mencapai orbita bagian posterior.pendekatan pembedahan melalui
bagian temporal rongga orbita dengan melakukan sayatan kulit,melepas
jaringan disekitar tulang, menyayat periosteum, memotong tulang
zigomaticus ± 2 cm di daerah arkus, kemudian menyayat periorbita.
Tujuan
Tujuan bedah orbitomi lateral adalah untuk melakukan biopsy atau
ekstripasi tumor jinak
Kebijakan
1. indikasi melakukan orbitotomi lateral adalah sebagai berikut :
tumor ganas kelenjar lakrimal
tumor primer ganas orbita
tumor primer jinak orbita
2. lama perawatan tidak melebihi 4 hari
3. jumlah luka terinfeksi 0% - < 1%
4. anestesi umum
5. pemeriksaan laboraturium pra bedah minimal, fungsi hati, ginjal,
gula darah serta masa pembekuan dan perdarahan
Orbitotomi anterior
Patogenesis
Penyebab tumor tidak diketahui
Mutasi sel
Sinar ultraviolet
Virus
Kriteria diagnosis
Lesi benjolan/ulkus di kelopak mata dan konjungtiva tidak menyembuh
dengan pengobatan antibiotic
Pemeriksaan penunjang
Rutin
Sitologi
CT Scan bila dicurigai invasi ke orbita
Biopsi insisi/eksisi patologi anatomi
Khusus
Bila diperlukan : imunohistokimia
Tata laksana
Non bedah :
Steroid
Sitostatika
Radiasi
Bedah :
Eksisi
Ekstirpasi
Eksenterasi
Tumor orbita
Patogenesis
Setiap jaringan dapat berpotensi berubah pertumbuhan menjadi
neoplasma, jinak dan ganas. Di orbita terdapat jaringan yang secara
embriologi berasal dari mesoderm dan neuroektoderm. Jenis tumor
selain bersifat junak atau ganas, dapat ditemui lebih 50 jenis tumor.
Kriteria diagnosis
Klinis
Identitas
Seks, laki-laki/perempuan
Umur,anak/dewasa muda/tua
Pekerjaan, indoors/outdoors
Amnesia
Ada tidak penonjolan mata
Lama gejala,akut/kronis, progresivitas
Tajam penglihatan ganda, ada/tidak
Rasa sakit,ada/tidak
Adanya tumor di organ lain tubuh
Adanya kekambuhan/residif
Pemeriksaan visus
Penurunan visus tidak dapat dikoreksi pada mata yang sakit hiperopia
Pemeriksaan oftalmologi
Keadaan adneksa mata, palpebra dan konjungtiva
Segmen anterior, normal atau ada kelainan ( modul pada
iris, heteromia iris )
Segmen posterior, normal atau ada kelainan (star figure di
macula papil atrofi/edema)
Tumor orbita
Lokasi
Orbita, khoroid dan adneksa
Jenis tumor
Semua jenis tumor
Patogenesis
Factor jenis tumor, imunitas selular, kaya pembuluh darah diduga
sebagai factor yang berperan
Kriteria diagnosis
1. ada focus primer dibagian tubuh lain
2. ditemukan tumor sejenis berdasarkan pemeriksaan patologi
anataomi