Ensefalopati toksik
Ensefalopati hepatic
Kriteria diagnosis
Disfungsi serebral karena kegagalan fungsi hati berupa punurunan tingkat dan kualitas kesadaran
Laboratorium :
Peningkatan kadar ammonia,AST,ALT alkalin fosfatase,abnomalitas elektrolit dan asam basa.pada
ensefalofati kronik kadar serum asam amino aromatic dan buthionine meningkat,kadar asam amino
rantai cabang menurun, pada akut ensefalopati asam amino meningkat,kadar asam amino rantai
cabang normal
Gangguan fungsi luhur berupa gangguan atensi ,konsentrasi dan persepsi visuopeatial.(palimg tidak
terjadi pada 60% pasien sirosis walaupun tanpa bukti adanya ensefalopatic)
LCS :
Pada keadaan akut di dapatkan peninggian tekanan, pada keadaan kronik tekanan dan protein
normal, xantrokrom, mengandung bilirubin, glutamin dan a-ketoglukarat.
EEG untuk melihat derajat beratnya ensefalopati, didapatkan 3 tingkatan yaitu :
o Tingkat gelombang theta diffuse 4-7 Hz
o Fase triphasic dengan permukaan defleksi maksimum positif
o Tingkat gelombang delta, karakteristiknya aritmia lambat acak dengan sedikit bilateral
sinkron
MRI pada TI :
Gambaran abnormalitas yang tersebar luas dan ditemukan di sitem limbic dan ekstrafiramidal serta
umumnya di dareah white matter
Tata laksana
Pengobatan suportif
Cari dan obati factor pencetus
Kurangi masukan nitrogen dari usus
Penatalaksanaan jangka panjang
Hentikan diuretic
Kosongkan usus dari nitrogen
Atasi perdarahan & protein-free diet
Laktulosa
Ne3omycin (4x1gram po selama 1 minggu)
Jaga energi, cairan, dan keseimbangan elektrolit
Peningkatan diet protein secara perlahan setelah penyembuhan
Walaupun ensefalopati hepatic revesibel seutuhnya, tetapi episode berkepanjangan atau berulang merupakan
resiko untuk berkembang menjadi degenerasi hepatocerebral non-wilsonian, penyakit bertambah berat
dengan devisit neuroligik yang menetap atau progresif, termasuk dementia, disartria,giat ataxia dengan
intesion tremor dan koreoatetosis.beberapa pasien penyakit berlanjut dengan timbulnya kerusakan pada
tulang belakang dengan gejala paraplegi. Koma hepatic berat merupakan resiko terjadinya kematian.
Ensefalopati uremik
Manifestasi klinik
Gangguan fungsi otak terutama gangguan kesadaran
Twiching
Mioklonus
Agitasi
Kejang (eksitasi neural)
Apati,capek,kurang konsentrasi & insomnia
Asterixi, Distrasia, tremor
Gangguan kognitif, halusinasi release phenomena: paratonia, sucking,grasp rooting relexes
Meningismus
Penurunan virus progresif + papiledema pada anemia uremikum TD .Stupor-koma,Miolonus-
tetani
Kejang umum tonik-kronik
Pemeriksaan penunjang
Fungsi renal : BUN,kreatinin serum
EEG : berupa perlambatan progresif, simetris dan miring paroksismal gelombang lambat di daerah
kepala bagian depan
LCS jernih,tekana normal, limfositik pleositosis sedang, protein meningkat
Diagnosis banding
Intiksikasi air akut
Ensefalopati hipertensi
Tata laksana
Dialisis atau peritoneal dialysis lambat (sebagai alternatif)
Transplantasi ginjal
fenitoin bila kejang
atasi anemia
Gangguan Osmolalitas
Hemostatis osmotik
Penurunana osmolalitas serum akan menyebabkan edema serebri dengan gejala konsekuensinya
Hipoosmolalitas
Berhubungan dengan hiponatremi, pada SIADH dapat asimptomatik
Hiperosmolalitas ( >400)
Berhubungan peningkatan konsentrasi Na serum, hiperglikemi pada pasien diabetik, dehidrasi
(cuaca panas), diabetes yang tidak terkontrol
Gangguan Elektrolit
Definisi Etiologi& patologi Gejala klinis Pemeriksaan Terapi
penunjang
Na
hipokalemi K< 6,5 1. Intake K yg Kelemahan otot Kadar K serum , K <3 mEq/L 20
mEq/L tdk adekuat umum, parestisia EKG (ST depresi, mEq/jam dalam 50 –
2. alkalosis hiporefleksia, QT panjang T 100 cc dekstrosa 5 % K
3. gangguan bingung, inverted, gel. U), > 3 mEq/L per oral
gastrointestinal delirium, & Na serum , Monitor kadar K tiap 2
4. ggn renal tetani, aritmia aldosteron urin, – 4 jam
5. obat jantung kadar rennin &
(epineprin, angiotensin
isoproterenol, plasma, urin 24
salbutamol, jam lengkap,
terbutalin, barium, elektrolit urin
insulin)
hiperkalemi K> 6,5 1. Asidosis Kelemahan & Kadar K serum , Calcium glukonat 10%
mEq/L 2. Eksresi parestisia, Kadar K serum , 10 – 20 ml i.v. bolus
3. Sumber K paralysis & henti EKG (ST depresi, dalam 3 – 5 menit, Na
daeri luar jantung & nafas QT panjang, bicarbonate 50 ml i.v.
(makanan) /dalam puncak ge;. T (44 meq),
(rehabdomyolysis inverted, kompleks cationexchange resin
& hemolysis) QRS besar therapy. Dialisis K < 7
4. intoksikasi mEq/L (sub akut)
flurida akut resin dan dialysis
Kalsium
Gangguan Metabolik
Gangguan karena metabolisme glukosa
Manifestasi klinis
A.Hipoglikemi
Tiga macam sindrom yang dikenal, yaitu:
Sindrom akut
o Kerja jangka pendek preparat insulin/sulfonylurea
o Malaise,perasaan terasing,gelisah berhubungan dengan lapar,cemas yang menjadi
panik,bereringat,ataxia
o Terapi glukosa oral
o Serangan dapat berakhir atau berlanjut kea rah kejang atau koma yang menyebabkan
trauma otak menetap
Sindrom subakut
o Hipoglekemi spontan yang berhubungan dengan keadaan puasa
o Perubahan kesadaran,amnesia,hipotermi terjadi secara lambat dan bertahap
Hipoglikemi kronik
o Jarang
o Etiologi tumor yang mensekresi insulin,control diabetes yang
berlebihan
o Perubahan kepribadian,memori dan tingkah laku(yang di
DD/demensia)
Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa serum, peningkatan kadar serum insulin,tes
fungsi hati
MRI & CT kepala (awal normal,ensefalopati berat:atrofi
cerebri,dilatasi ventrikel)
EEG (perlambatan progresif selama serangan hipoglikemi
dengan aktivitas theta simetris diikuti munculnya aktivitas delta simetris pada kedua hemisfer.pada awal
perlambatan tercetus karena hiperventilasi)
Pada hipoglikemi,terapi dengan glukosa 40% parenteral sebanyak 20-50cc setiap 20-50 menit sampai pasien
sadar,disertai infuse dekstrosa 10% 6 jam/kolf.bila tidak berhasil dapat diberikan antagonis insulin
(adrenalin,Parkinson atau glulkagon)
B.Hiperglikemi
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks (tanda infeksi paru), EKG ( tanda infark miokard akut) q, Laboratorium (DPL, GD sewaktu,
aseton darah/urin, AGD, elektrolit, tes fungsi hati dan ginjal)
Penatalaksanaan infuse 3 jalur (rehidrasi dengan NaCl 0,9 %, insulin dan koreksi K), bila perlu pemasangan
CVP
Periksa :
Kadar glukosa darah tiap jam
Elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
AGD; bila pH<7 tiap 6 jam sampai pH 7,1 selanjutnya tiap hari sampai stabil
Balans cairan
Awasi kemungkinan DIC
Wernick-Korsakoff syndrome
Disebabkan defisiensi thiamin dengan gejala ataksia, diplopia bersama dengan abnormalitas motorik ocular
dan ocute confusional state.
Trias gejala klasik adalah ataksia, oftalmoplegia & akut demensia
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
Alcohol darah, kadar glukosa darah, elektrolit serum, BUN, kreatinin, kalsium, magnesium, profil
enzim hati
MRI peningkatan intensitas pada T2 di periaquuueductal gray matter median thalamus dan TI
postkontras mamillary body enchancement
LCS protein normal – sedikit meningkat
Kadar thiamin serum & eritrosit transketolase & kadar piruvat serum
Tata laksana
Thiamini 3x200 mg IV selama 2 hr diikuti 200mg/hr 2x100mg/hr per oral (selama alkoholik)
Infus glukosa
Koreksi elektrolit imbalans
Multivitamin & berhenti minum alhohol
Korsakoff syndrome
Korsoff syndrome & Wernicke syndrome merupakan stadium yang berbeda dari 1 proses penyakit. Pada
Korsakoff syndrome khasnya mengikuti gejala Wernicke syndrome
Klinis amnesia retro & anterograde ditandai gangguan memori, disoriemtasi tempat & waktu,
kewaspadaan, atensi, tingkah laku social, fungsi kognitif baik. Konfabulasi terutama pada stadium awal.
Fungsi memori lambat & biasa tidak lengkap walaupun diterapi dengan thiamine. Jadi selain terapi dengan
thiamine juga di butuhkan dukungan social.
Enselofalopati dialysis
Sindrom disequilibrium
Terjadi sebagai akibat berpindahnya air kedalam otak selama dialysis.
Klinis gelisah, sakit kepala hebat diikuti nausea, vomitus, diorientasi & tremor.
Kejang & hilangnya kesadaran menunjukkan peningkatan TIK
Faktor resiko:
Trauma kepala, stroke baru, tumor otak, subdural hematoma/edema serebri.
CT scan kepala: abnormalitas fokal ?& edema serebri
Tata laksana
Atasi ketidak seimbangan elektrolit
Atasi kejang
Terapi edema serebri dengan drainase ventrikel bila perlu
Pencegahan SDD adalah dengan cara dialisis lambat, yaitu dengan interval 1- 2 hari. Dapat
pula ditambahkan solusi yang aktif osmotic, seperti gliserol, manitol atau natrium pada dialisat.
Klinis
Pemeriksaan penunjang
EEG (Setelah 6-8 bulan gejala mulai timbul)burst paroksimal bilateral sinkron dan bercampur dengan
gelombang delta-theta dengan gelombang paku tajam
MRI/CT kepala: hidrosefalus ex vacuo ringan-sedand
LCS normal
Tata laksana
Terapi diazepam, khelasi ddengan deferoksamin yang akan mengikat aluminium dengan aviditas lebih tinggi
dibandingkan dengan plasma protein dan jaringan.
Ensefalopati hipertensif
Gangguan fungsi otak yang ditandai oleh peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan intracranial
Etiologi
Primer :
Hipertinsi esensial
Sekunder :
Glomerulonefritis akut, nefritis kronik, feokromositoma, penyakit chusing atau toksemia pada
kehamilan
PA makroskopik edema selebri difus dan vasospasme serebral mikroskopik petechiae dan nekrosis
fibrinoid arteri
Klinis
Sakit kepala hebat dengan nausea & vomitus. Gangguan penglihatan termasuk penglihatan kabur &
skotomata. Bingung dan progresif menjadi stupor, konvulsif, koma bila tidak diobati. Funduskopi
papilleddema & perubahan retina hipertensif. Deficit neurology fokal tidak khas tetapi mungkin terlihat
sebagai fenomena potiktal atau ketika terjadi perdarahan intracranial MRI & CT scan kepala edema cerebri
difus
Tata laksana
Merupakan kedaruratan medis sehingga TD harus diturunkan cepat dan seaman mungkin
Target terapi penurunan mean arterial blood pressure (MABP) tidak lebih dari 25% dalam beberapa menit
sampai 2 jam dan kemudian menjadi 160/100 dalam 2-6 jam. TD diatur tiap 15-30 menit
Terapi berupa obat antihipertensi parenteral seperti :
Diltiazem infuse kontinyu
Nicardipine infuse kontinyu
Miksedema koma
Gangguan fungsi otak akibat hipotiroidisme
Ditandai oleh penurunan setatus mental progresif, dementia, apatis, terabaikan, dan pada beberapa
kasus psikosis berkembang menjadi stupor-koma
Biasanya terjadi pada wanita dengan riwayat hipotiroidisme jangka panjang disebabkan oleh tiroiditis
otoimun, tiroidektomi pada penyakit Grave, radiasi pada daerah leher pada kanker, hipopituitarisme
atau pada penatalaksanaan antitiroid
Factor pencetus pneumonia atau infeksi saluran kemih. Hipoventilasi, hipotermia, bradikardi kulit
terlihat kering dan dingin. Rambut jarang. Wajah dan extremitas nonpitting edema. Refleks tendon
menurun
Laboraturium serum T4 , TSH kreatinin kenase dengan elevasi fraksi MM. hiponatremi,
hipoglikemi karang pericardial infusion. EEG pada hipotiroidisme berat atau meksedema koma
menunjukan perlambatan dengan voltase rendah yang menerata pada daerah theta
Tata laksana
Penggantian cairan
T4 300-500 µg i.v. bolus µg./hr i.v p.o
Hidrokortison 200 mg/hr i.v.
Dihangatkan
Restriksi cairan
Preparat glukosa intravena
Bila perlu intubasi dan alat Bantu nafas.
Daftar pustaka
1. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw Hill. 3rd ed. New York 200: 507-52
2. Bradley W.G., Daroff R.B., fenichel G.M., Jankovic J. pocket Companion to Neurology in
Clinical Practice. Elsevier. 4th ed. USA 2004 : 345-54
3. pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan ke tiga. PIPFKUI.
Jakarta 2001
Gangguan kesadaran
Batasan dan uraian umum
Suatu keadaan terganggunya pengintegrasian impuls eferen (input) dan aferen (output). Derajat penurunan
kesadaran dapat ringan samapai sangat berat, berturut – turut, somnolen, (latergi, obtundasi), spoor (stupor),
koma ringan (semi-koma) dan koma. Selain dari itu dikenal istilah delirium yang juga merupakan salah satu
tipe penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan atas:
2 a. Stroke iskemik
Stroke iskemik ialah menifestasi klinis akibat fungsi otak baik focal maupun global yang disebabkan oleh
berkurangnya atu hilangnya aliran darah pada perenchim otak yang dapat disebabkan oleh penyumbatan,
kekentalan darah; cepatnyan proses pembekuan darah dan gangguan aliran akibat adanya gangguan fungsi
jantung dan kelainan pembuluh darah besar lainnya yang timbulnya mendadak maupun bertahap.
kriteria diagnosis
gangguan fokal:
Kelumpuhan sesisi, kelumpuhan kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan otot-otot
penggerakan bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan, wicara dan sebagainya
Gangguan fungsi keseimbangan
Gangguan fungsi penghidu
Gangguan fungsi penglihatan
Gangguan fungsi pendengaran
Gangguan fungsi somatic sensoris
Gangguan Neurobihabivioral yang meliputi :
o Gangguan attensi
o Gangguan memory
o Gangguan bicara verbal
o Gangguan mengerti pembicaraan
o Gangguan pengenalan ruang
o Gangguan fungsi kognitif lain
Gangguan Global berupa gangguan kesadaran
Pemeriksaan penunjang :
Hematologi
Kimia darah
Elektrolit serum
Ureum, kreatinin, gula darah, asam urat, cholesterol, HDL, LDL, Trigliserida
Kardiologi
EKG
Trans eosophageal Echocardiogram dan atau Trans Thorakal
Terapi khusus :
Reperfusi
rtPA
Hemoreologik :
pentoksifilin, hemodilusi
Antitrombotik (antiplatelet:asprin, dipiridamol,tiklopidin,klopidogrel, cilostazol) dan antikoagulan:
heparin,LMWH, warfarin atas indikasi, sesuai EAFT,spirit, WARS
o Neuroproteksi
o Hypothermia
o Tambahan te:
Citicolin
piracetam
o Neurorestorasi/neurorehabilitasi, yaitu:
Fisiotherapi pasif dilanjutkan aktif
Terapi wicara
Terapi okupasi
o Edukasi keluarga
o Discharge planning
2 b. Stroke hemoragik
Batasan klinis dan uraian umum
Stroke hemoragik adalah suatu gangguan organik otak yang disebabkan adanya darah di parenkim
otak maupun di rongga subarakhnoid.
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Lihat stroke iskemik
Tata laksana dan tindak lanjut:
Terapi umum:
Rawat ICU bila:
Volume hematoma>30cc, perdarahan intraventrikuler, timbul hidrosefalus, klinis cenderung
menurun
Tekana darah:
Ditururnkan perlahan(15-20%) bila tekanan sistolik>180,tekanan
diastolic>120,MAP>130,volume hematoma bertambah dan terdapat gagal jantung(labetalol IV
10mg(2')sampai 20mg(10')maksimum 300mg enalapril IV 0,625-25mg/6jam,captropil 3x6,25-
25mg)
Tekanan intra cranial meningkat
Posisi kepala dinaikan 30 dengan posisi kepala dan dada pada satu bidang
o Manitol (lihat stroke iskemik)
o Hiperventilasi (Pco2 30-35mmHg)
Terapi khusus:
Perdarahan intra serebral
o Medis
o Bedah:
Evakuasi hematoma
Perdarahan subarakhnoid:
o Medis (anti spasme, analgetik, anti muntah)
o Bedah (aneurisma,AVM) dengan ligasi,
embolisasi,eksterpasi,gamma knife,obat-obat pencegahan(anti muntah),perdarahan
lambung,obat pencahar.obat fibrinolitik diberikan apabila akan di lkukan hot intervensi
o Hot phase (sebelum hari ke 4)
o Cold phase (sesudah hari ke 21)
Obat-obatan tambahan:
Anti kejang bila ada kejang
Antibiotik bila ada infeksi
Rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu:
Fisioterapi
Terapi wicara
Terapi okupasi
Edukasi keluarga
Discharge planning
2 c. Pasca stroke rawat jalan
Suatau penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim system saraf pusat yang menimbulkan
kejang, kesadran menurun, atau tanda-tanda neurology fokal
Kriteria diagnosis
Bentuk asimtomatik:
Gejala ringan,kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui
Penyebabnya.Diplopia,vertigo,parestesi berlangsung sepintas
Bentuk abortif:
Nyeri kepala,demam yang tidak tinggi kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran
napas bagian atas atau gastrointestinal
Bentuk fulminan:
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium
akut demam tingi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah
dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari
akibat kelainan bulbar atau jantung
Bentuk khas ensefalitis:
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejla infeksi saluran napas bagian atas atau
gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda kering positif, gelisah, lemah dan sukar
tidur.selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis,
gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi gangguan bicara, dan gangguan mental
Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbal (jika tidak ada kontraindikasi):
o Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
o Fase dini dapat di jumpai peningkatan sel PMN diikuti pleisitosis limfositik,umunya
kurang dari 1000/ul
o Glikosa dan klorida normal
Protein normal atau sedikit meninggi (80-200mg/dl)
Pemeriksaan darah:
o Lekosit normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
o Amilase serum sering meningkat pada parotitis
o Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosida infeksiosa
o Pemeriksaan antibody-antigen spesifik untuk HSV, CMV dan HIV
Pemeriksaan radiology:
Fhoto thoraks, CT scan atau MRI kepala
Penatalaksanaan
Antiedema serebri:
Deksamethason dan manitol 20%
Atasi kejang:
Diazepam 10-20-mg IV perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan interval 15-30
menit.bila masih kejang berikan fenitoin 100-200mg/12jam dilarutkan dalam NaCL 0,9% dengan
kecepatan maksimal 5omg/mnt
Terapi kausal:
Acyclovir untuk HSV
3b. Ensefalitis toksoplasma pada AIDS
Gejala klinis
Demam, sakit kepala,deficit neurology fokal dan kesadaran menurun merupakan manifestasi klinis
utama. Sakit kepala, kesadaran menurun dan gangguan perilaku di jumpai pada 50-75% kasus. Demam
di jumpai pada 40-50% kasus.Defisit neurologik fokal merupakan manisfestasi klinis yang terbanyak di
jumpai, terutama hemiparesis 40-50%. Kejang sebagai gejala utama di jumpai pada 15-30% kasus.
Gejala lain adalah ataksia, paresis saraf cranial, afasia, parkinsone, chorea-athetosis dan gangguan
lapangan pandang.
Imajing
Pemeriksaan imajing otak memiliki peranan yang sangat berarti dalam diagnosis dan manajemen
ET.MRI lebih superior di banding dengan CT dalam memperlihatkan lesi fokal pada ET. 90%
memperlihatkan lesi hipodens pada CT atau hipontens pada MRI yang multiple,menyangat kontras
berbentuk cincin, disertai edema dan efek massa.lesi yang tidak menyangat kontras juga di laporkan
pada 6-20% kasus.Lokasi lesi seringkali de dapatkan pada daerah ganglia basal dan thalamus,juga pada
daerah corticomedullary junction.
Serologi
Pemeriksaan serologi toksoplasma di anjurkan pada ODHA dengan CD4,200sel/uL.pada ET biasanya
dijumpai IgG yang positif sedangkan IgM negative.
Diagnosis
Diagnosis definitive ET hanya dapat di tegakkan dengan pemeriksaan histologis biopsy jaringan otak.
Sedangkan diagnosis presumtif ET dapat dibuat berdasarkan respon terhadap terapi empiric anti-
toksoplasma negative dianjurkan untuk biopsy strereotaktik. Secara praktis semua ODHA dengan lesi
massa intracranial dengan gejala neurology yang progresif dapat diberikan terapi empiric anti-
toksoplasma selama 2 minggu, walaupun serologinya negative atau lesinya tunggal. Bila tidak terdapat
perbaikan klinis maupun radiology setelah terapi empiric, barulah di anjurkan untuk biopsy.
Diagnosis banding
Progressiv multifocal leukoencephalopathy (PML)perjalanan penyakitnya kronis dengan gambaran
imajing lesi fokal yang tidak menyangat kontras dan tanpa efek massa. Infeksi TBC pada system saraf
pusat harus di pertimbangkan bila terdapat bukti infeksi TBC di tempat lain.Limfoma system saraf pusat
berada pada urutan kedua setelah ET sebagai penyebab lesi massa intrakarnial pada ODHA, keduanya
dapat memberikan gambaran imajing yang serupa.pada MRI lesi tunggal dengan penyangatan kontras
yang homogen lebih menyokong pada diagnosis limfoma. Pemeriksaan SPECT, PET dan MRS dapat
membedakan lesi ET atau limfoma sistim saraf pusat..ss
Tatalaksana
Standar terapi ET adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine. Keduanya bersifat aktif terhadap
bentuk takizoit yang menyebabkan gejala klinis dan proses patologik pada ET, namaun tidak aktif
terhadap bentuk kista jaringan karena itu untuk mencegah kekambuhan, setelah terapi fase akut selesai
harus dilanjutkan dengan terapi rumatan jangka pnjang. Leucovorin (folinic acid) harus di tambah kan
dalam regimen standar untuk mencegah efek samping toksisitas pada system hematology. Walaupun
masih diperdebatkan steroid dapat di gunakan dalam waktu singkat pada terapi fase akut, terutama bila
di jumpai efek massa yang signifikan
Respon klinis terhadap terapi standar ET biasanya terlihat dalam 7 hari. Respon radiology berupa
berkurangnya ukuran lesi dan penyangkatan kontras mulai terlihat pada minggu ke-2.
3 c. Meningitis tuberculosis
Batasan klinis dan uraian umum
Meningitis tuberculosis adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan oleh
kuman tuberkolosis. Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah,
demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut,
riwayat penderita TB atau adanya focus infeksi sangat mendukung.
Kriteria diagnosis
Gejala klinis
Demam subfebris
Nyeri kepala
Muntah
Kesadaran menurun dan perubahan tingkah laku
Kaku kuduk, Laseque <70, kernig +, Brudzinsky +
Paresis saraf kranialis
Pemeriksaan menunjang
Laboraturium :
Darah perifer lengkap, gula darah, ureum, kreatinin, elektrolit, kultur darah, Ig G anti TB dan
PCR sebagai pemeriksaan tambahan
Cairan serebrospinal (LP)
Rutin lengkap, sitologi, imunologi, kultur. Didapatkan pleiositosis 50-500/mm 3, dominant
mononuclear, protein meningkat 100-200 mg%, glukosa menurun < 50-60% dari gula darah
sewaktu
Pemeriksaan seputum BTA 3 kalifoto torak PA/AP
CT Scan Kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila dijumpai tanda
peningkatan tekanan intracranial.
Pemeriksaan neuropsikologi dan neuro psikiatri, jika ada indikasi
Tata laksana
Terapi kausal:
Kombinasi obat anti tuberculosis (OAT)
INH
Pyrazinamida
Rifampisin
Etambutol
Kortikostiroaid
Penyulit/komplikasi
Hidrosefalus, kelumpuhan saraf cranial, iskemi dan infark otak dan mielum, epilepsy, SIADH, retaldasi
mental, atrofi nervus optikus.
Konsultasi
Departemen Bedah Saraf jika terdapat penyulit/komplikasi seperti hedrosefalus.
3d. Meningitis purulenta
(meningitis bakterialisasi akut )
Meningitis bakterialis akut ialah infeksi akut atau subakut leptomening (arakhonoid dan piameter) di
sertai dengan perubahan sel (predominan PMN) dan kimia cairan serebrospinal (cairan serebrospinal
keruh karena mengandung pus, nanah).
Etiologinya ialah penyebaran infeksi dari tempat lain melalui darah (meningokok, pneumokok,
hemofilus influenza), atau penjalaran radang langsung dari infeksi THT (OMA, mastoiditis, sinusitis),
infeksi gigi (gangguan pulpa), dan luka terbuka pada kepala.
Tujan
Menyelamatkan pasien dari kematian, mencegah kecacatan, dan mengobati infeksi segera dengan
pemberian antibiotika berdasar klinis dan epidemiologi, sementara menunggu penyebab pasti.
Kriteria diagnosis
Gejala klinis
Demam akut / subskut
Nyeri kepala
Muntah
Kesadaran menurun
Kejang
Kaku kuduk, Lasaque<70, Kernig +, Brudzinky +
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
Darah perifer lengkap, gula darah, ureum, kreatinin, elektrolit, kultur darah
Cairan serebrospinal (LP):
Rutin lengkap, sitologi, imunologi, kultur, laktat (untuk membedakan bakteri/virus)
Foto thoraks PA/AP
Foto sinus, mastoid (jika di perlukan)
CTscan kepala (jika ada penurunan kesadaran, kejang lama, peninggian tekanan intra cranial, dan
deficit fokal neurology sebelum LP)
Neurobehavior
Pemeriksaan neuropsikologi dan n europsikiatri, jika ada indikasi.
Umum:
Pasang infuse
Pasang sonde lambung (jika kesaran menurun)
Medikamentasa:
Pilihan 1:
~ Cephalosporin generasi III (meningkok, pneumokok)
~ Cefotaxime 6x2 gr IV (15 hari)
~ Ceftriaxon 1x2 gr IV (15 hari)
Pilihan II:
Meningitis serosa ialah infeksi akut/subakut leptomening (arahnoid dan piamater) di sertai
perubahan sel (predominan limfosit) dan kimia pada cairan serebrospinal (cairan serebrospinal jernih
meskipun mengandung jumlah sel dan protein yang tinggi).
Etiologi yang tersering ialah infeksi Micobakterium tuberculosis, dapat juga di sebabkan oleh virus.
Kriteria Diagnosi
Gejala dan tanda klinis
Demam subaku/akut
Nyeri kepala
Muntah
Kesadaran menurun
Kejang fokal/umum
Kaku kuduk, Laseque<70°, Kernig +, Brudzinsky+
Keterlibatan saraf kranialis (ocular palsy, facial palsy, deafness)
Dsfisit neurologist fokal
Dapat dijumpai TBC aktif di organ lain seperti tulang, paru, ginjal
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Darah perifer lengkap, gula darah, ureum, kreatinin, elektrolit, kultur darah/ BTA
Tes Tuberkulin
Cairan serebrospinal (LP):
Rutin lengkap (predominan Limfosit, glukosa <40mg/dl), sitologi, imunologi,
kultur/BTA, deteksi PCR dari Tuberculosis nucleid acid)
Foto toraks PA
CT scan kepala (jika ada tanda deficit neurologist fokal dan peninggian tekanan
intracranial)
Neurobehavior:
Pemeriksaan neuropsikologi dan neuropsikiatr , jika ada indikasi.
Steroid
◦ Prednison
2-3mg/kg/hr (dosis normal 20 mg/hr dalam 3 dosis selama 2-4 mingg),
dilanjutkan 1mg/kg BB/hr selama 1-2 minggu. Seluruhnya 3 bulan.
◦ Deksametason :
2-16 mg/hr (dewasa), diberikan selama 3-6 minggu, toppering off 2-4
minggu
Virus
Acyclovir diberikan dengan dosis 10mg/kg BB setiap 8jam selama 10 hari
atau per oral 200mg/kg, (5-6) kali sehari
Kontrol Hb, jika Hb turun sampai dengan 9gr% dosis dturunkan menjadi 200
mg setiap 8 jam. Jika Hb turun sampai dengan 7gr % atau lebih, Pengobatan
sementara dehentikan.
Unit/dokumen terkait
PPM/protocol Penyakit dalam
3e. Meningitis kriptokokus pada AIDS
Gejala klinis
Pada AIDS gejala klinis meningitis kriptokokus sering kali tidak jelas atau samar-samar. Biasanya dijumpai
gejala prodormal selama 2-4 minggu. Gejala awal berupa demam, sakit kepala dan malaise terjadi pada 65-80
% kasus. Bahkan demam dapat merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang ada. Mual dan muntah terjadi
pada 50 %. Tanda klasik meningitis berupa kaku kuduk hanya diju,pai 30%. Pasien dating dengan keluhan
gangguan kesadaran dan perilaku. Gejala neurology fokal hanya dilaorkan 10 %. Peningkatan tekanan
intracranial didapatkan pada 75% kasus meningitis kriptokokus pada AIDS. Sedangkan edema papil hanya
didapatkan 26%.
Imajing
Gambaran imajing pada meningitis kriptokokus tidak khas. Dapat ditemukan gambaran hidrosefalus, edema
difus, atrofi, penyangatan menigen dan pluksus khoroideus. Bahkan gambaran imajing yang normal sering
ditemukan. Pada MRI dapat ditemukan pelebaran ruang Vichow-robin, yang tampak sebagai lesi hipertens
berukuran kecil pada T2 dan lesi hipointens pada T1.
Diagnosis
Diagnosis meningitis kriptokokus melalui pemeriksaan cairan serebrospinal, yaitu :
Identifikasi jamur dengan pewarnaan tinta India
Identifikasi jamur melalui kultur
Deteksi antigen C. neoformans dengan reaksi aglutinasi.
Analisa rutin cairan serebrospinal tidak memperlihatkan gambaran yang khas. Dapat ditemukan peningkatan
sel yang tidak terlalu tinggi yang didominasi oleh limfosit. Kadar glukosa dapat turun atau normal. Protein
biasanya menunjukan peningkatan yang moderet.
Diagnosis banding
Mengingat tingginya prevalensi tuberculosis di Indonesia, kemungkinan adanya meningitis tuberculosis
(MTB) Harus selalu dipikirkan dalam diagnosis banding. Pemeriksaan analisa rutin cairan serebrospinal pada
MTB maupun meningitis kriptokokus memiliki gambaran yang sama, demikian pula bentuk klinisnya.
Berbagai etiologi meningitis pada AIDS dengan CD4<200 sel/u harus dipertimbangkan, yaitu:
Salmonella, streptokokus, histoplasma, kandida, aspergilus, siifilis, listeria, nokardia dan lin sebagainya.
Tata laksana
Terapi fase akut
Pilihan pertama
Fase induksi selama 2 minggu:
Amphoterisin B 0,7-1 mg/kg BB/hr secara intravena dan 5-flurositosin 100mg/kg BB/hr secara oral
Fase konsolidasi selama 8 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril: Flukonazol 400 mh/hr
secara oral
Pilihan kedua
Fase induksi selama 2 minggu:
Amphoterisin B 0,7-1 mg/kg BB/hr secara intravena
Fase konsolidasi selama 10 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril:Flukonazol 400 mg/hr
secara oral
Pilihan ketiga
Flukonazol 400 -800mg/hr secara oral dan 5-flurositosin 100 mg/kg BB/hr secara oral selama 6-10
minggu
Terapi rumatan(profilaksis sekunder)
Salah satu regimen dibawah ini diberikan seterusnya hingga nilai CD 4>200sel/ul:
Flukonazol 200 mg/hr secara oralAmphoterisin B 1mg.
/kg BB/hr satu atau dua kali seminggu secara intravena
Itrakonazol 200 mg 2 kali perhari secara oral
Terapi profilaksis primer hingga saat ini tidak dianjurkan.
Diindonesia tidak terdapat 5-flurositosin sehingga dirumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) digunakan
terapi alternative kedua untuk terapi induksi dan konsolidasi.
Definisi
Penumpukan materi piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak.
Etiologi
Bakteri (yang sering):
Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, S. beta
Hemolitikus, S. alfa hemolitikus, E. coli, Bacteroides
Jamur:
N. asteroids, candida, aspergillus
Parasit:
E. histolitika, cystisercosis, schistosomiasis
Stadium
Serebritis dini (hari I-III)
Serebritis lanjut (hari IV-IX)
Serebritis kapsul dini (hari X-XIII)
Serebritis kapsul lanjut (> hari XIV)
Kriteria diagnosis
Gambaran klinisnya tidak khas. Criteria terdapat tanda infeksi dan peningkatan TIK bila
terdapat trias: gejala infeksi, peningkatan tanda TIK, dan tanda neurologis fokal.
Pemeriksaan darah rutin:
50-60 % didapati leukositosis, 70-95% LED meningkat
Ct scan kepala tanpa kontras dan dengan kontras: abses berrdiameter > 10mm
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin (leukosit, LED)
Pungsi lumbal: dilakukan bila ada kontra indikasi untuk kultur dan tes sensitifitas
Radiologi:
CT Scan kepala tanpa dan dengan kontras, angiografi
Diagnosis banding
Space occupying lesion lainnya
Meningitis
Tata laksana
Prinsip: menghilangkan focus infeksi dan efek massa
Terapi kausal:
Ampisillin 2 g/6 jam IV (200-400 mg/kg BB/hari selama 2 minggu)
Kloramfenikol 1 g/6 jam IV selama 2 minggu
Metronidazole 500 mg/8 jam IV selama 2 minggu
Antiedema: dexamethason/manitol
Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter >=2 cm
Konsultasi
Depertemen Bedah Saraf.
3 g. Rabies
Kriteria diagnosis
Gejala klinis
Stadium prodromal (2-10 hari)
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigigtan (tanda awal rabies, sakit kepala, lemah,
anoreksia, demam, rasa takut cemas, agitasi)
Stadium kelainan neurologist (2-7 hari)
Bentuk spastic: peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot faring dan esophagus, kejang,
aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, meninggal setelah 3-5 hari
Bentuk demensia: kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila, mendadak dapat melakukan
tindakan kekerasan,koma,mati
Bentuk paralitik (7-10 hari)
Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi atau paraplegi
flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot napas
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Darah rutin(lekositosis, Hematokrit menurun, Hb berkurang), urinalisa (albuminuria dan sedikit lekosit
urin)
Tata laksana
Terapi hanya bersifat simtomatis dan suportif (infuse dextrose, antikejang)
Vaksin antirabies/serum antirabies tidak diperlukan
Penyulit
Dehidrasi, gagal napas
Konsultasi
Departemen Anestesiologi
Penatalaksanaan penderita tergigit anjing atau hewan tersangka dan positif rabies
NO Indikasi Tindakan Jenis VAR Boos ter Keterangan
1 Luka gigitan Cuci dg air - - Menunda
sabun penjahitan luka,
(detergen) 5- jika penjahitan
10 menit diperlukan
kemudian gunakan anti
dibilas dengan serum local.
air bersih Bila
Alkhohol 40- diindikasikan
70% dapat diberikan
Berikan Toxoid Tetanus
yodium, antibiotic, anti
betadin infalmasi dan
solution atau analgetik.
senyawa
ammonium
kuartener 0,1
%
Penyuntikan
SAR secara
infiltrasi
sekeliling luka
2 Kotak, terapi tanpa - - - -
lesi, kontak tak
langsung, tak ada
kontak
3 Menjilat kulit, Berikan VAR Imovax atau - Dosis untuk
garukan atau abrasi verorab semua umur
kulit, gigitan kecil Hari 0 : 0,5 ml deltoid sama
(daerah tertutup), 2x suntikan kiri dan 0,5
lengan, badan dan IM ml deltoid
tungkai kanan
0,5 ml deltoid
Hari 7: kanan atau
1x suntikan kiri
IM
0,5 ml deltoid
kanan atau
Hari 21: kiri
1x suntikan
IM
Kriteria diagnosis
Hipertoni dan spasme otot
Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang, anggota
gerak spastic
Lain – lain:
Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot – otot di sekitar luka
Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
Umumnya ada luka/riwayat luka
Retensi urine dan hiperpireksia
Tetanus local
Pemeriksaan penunjang
EKG bila ada tanda gangguan jantung
Foto toraks bila ada tanda komplikasi paru – paru.
Tata laksana
IVFD dekstrose 5 % :RL = 1: 1/6 jam
Kausal:
Antitoksin tetatus:
Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari IM selama 3-5 hari.
Tes kulit sebelumnya, atau
Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3000 IU IM, tergantung beratnya
penyakit. Diberikan single dose
Antibiotik;
Metronidazole 500mg/8 jam drip IV
Ampisilin dengan dosis 1 g/8 jam IV (tes kulit sebelumnya)
Bila alergi terhadap penicillin dapat diberikan : eritromisin 500 mg/6 am oral atau
Tetrasklin 500 mg/6 jam oral
Penanganan luka : dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2
Simtomatis dan suportif:
◦ Diazepam
Segara diberikan diazepam 10mg IV perlahan selama 2-3 menit. Dapat diulang bila
diperlukan.
Dosis rumatan : 10 ampul = 100mh/500 ml cairan infuse( 10-12mg/kg/BB/hari) diberikan
secara IV drip (syringe pump).
Untuk mencegah kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit
Setiap kejang diberikan bolus diazepam 10 mg IV perlahan selama 3-5 menit, dapat
diulang setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU
Bila penderita telah bebas kejang selama + 48 jam maka dosis diazepam diturunkan secara
bertahap + 10% setiap 1-3 hari.
Jika sudah memungkinkan, diazepam diberikan peroral dengan frekuensi pemberian tiap 3
jam
◦ Oksigen diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distress pernapasan, sianosis
◦ Nutrisi TKTP
◦ Menghindari tindakan /perbuatan yang merangsang termasuk suara dan cahaya
◦ Mempertahankan /membebaskan jalan nafas; penghisapan lender oro/nasofaring secara berkala
◦ Posisi/letak penderita diubah-ubah secara periodic
◦ Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin
Penyulit
Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas
Pneumonia aspirasi
Kardiomiopati
Fraktur kompresi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan apus darah tebal: ditemukan parasit ,alaria
Terapi
Antimalaria:
Kinin dihidroklorida IV
Terapi suportif:
Antikonvulsan, antipiretika, penanganan hipoglikemia, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit
Pencegahan:
Anti malaria oral sejak 2 minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis
Penyulit
Hipoglikemia, asidosis, edema paru, syok hemodinamik,
Kriteria diagnosis
Komosio serebri ialah keadaan pingsan tidak lebih dari 10 menit yang disebabkan trauma kepala, tanpa
disertai kelainan neurologist lain. Cedera kepala ringan ialah cedera yang mengenai kepala baik
langsung maupun tidak langsung, dengan lama pingsan kurang atau sama dengan 10 menit, nilai skala
koma glascow 13-15, dan tanpa deficit neurology fokal.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: darah tepi lengkap
Foto kepala AP/lateral, foto servikal kalau perlu
CT Scan kepala saat masuk dan diulang bila ada hematoma intrakranial dengan gejala riwayat
lucide interval, sakit kepala progresif, muntah proyektil, kesadaran menurun, dan gejala
lateralisasi
Unit terkait
PPM bedah saraf → bila ada hematoma epidural atau hematoma subdural yang perlu tindakan
bedah.
4b. Cedera kepala sedang (CKS) dan cedera kepala berat (CKB)
Kebijakanmanifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis:
Lihat uraian umum
Lama perawatan:
Minimal sampai pasien sadar (SKG 15), hemodinamik stabil, elektrolit normal, dengan nilai tes
orientasi dan anemia Galvastone (TOAG) lebih dari 40
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah tepi lengkap
Gula darah sewaktu
Ureum, kreatinin
Albumin serum (hari 1)
Analisa gas darah (astrup)
Elektrolit darah dan elektrolit urin (kalau perlu)
Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen (bila dicurigai ada kelainan hematologis)
Pemeriksaan radiology
Foto kepala AP/lateral, dan foto leher ( bila didapatkan fraktur servikal kerah leher/”collar” yang
telah terpasang tidak dilepas)
Foto anggota gerak, dada, dan abdomen dibuat atas indikasi
Skening otak untuk menentukan luas dan letak lesi intrakranial(edema, kontusio, hematoma)
Neurobehavior
Pemeriksaan neuropsikologi dan neuropsikiatri
A: posisi kepala ekstensi untuk membebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke bawah
Kalau perlu pasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal
Bersihkan sisa muntahan, darah, lender, atau gigi palsu
Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
B:
Berikan oksigen dosis tinggi 10-15 ltr/mnt, intermiten
Kalau perlu pakai ventilator
C:
Jika terjadi hipotensi (sistolik <90 mmHg), cari penyebabnya, biasanya oleh factor ekstrakranial berupa
hipovolemi akibat perdarahan luar atau rupture alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau
pneumotorik dan shock septic.
Pemeriksaan fisi
Dilakukan setelah resusitasi ABC, meliputi:
Kesadarn
Tekanan darah, nadi, pola dan frekuensi pernafasan
Pupil
Deficit local serebral
Cedera ekstrakranial (dengan konsultasi dan kerjasama tim)
Setiap hari dievaluasi, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bisa diartikan timbulnya kerusakan
sekunder.
Pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan laboratorium:
Hipervebtilasi
Lakukan hiperventilasi dengan terkontrol, sasarn Pco2 dipertahankan antara 30-35 mmHg selama 48-72 jam,
lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi, hiperventilasi diteruskan lagi
selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT Scan
ualang.
Terapi diuretic
Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cara pemberian:
Bolus 0,5-1 g/kgBB dalam 24-48 jam. Monitor osmolalitas serum tidak melebihi 320 mOsm
Loop diuretic (flurosemid)
Pemberian bersama manitol mempunyai efek sinergik, dan memperpanjang efek osmotic serum oleh
manitol.
Dosis 40 mg/hari IV
◦ Terapi barbiturat:
Diberikan jika tidak responsive terhadap semua jenis terapi di atas.
◦ Cara pemberian:
Bolus 10 mg/kg BB IV selama ½ jam, dilanjutkan 2-3 mg/kg BB/jam, selama 3 jam, lalu
pertahankan pada kadar serum 3-4 mg% dengan dosis sekitar 1mg/kg BB/jam, setelah TIK
terkontrol <20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari
◦ Posisi tidur
Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada pada satu bidang.
Nutrisi
Kebutuhan energi rata-rata pada CKB meningkat rata-rata 40%, kebutuhan protein 1,5-2 g/kgBB/hr, lipid 10-
40 % dari kebutuhan kalori/hr, dan zinc 12 mg/hr.
Selain infuse, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik:
Hari ke 1:
Berikan glukosa 10% sebanyak 100ml/2jam
Hari ke 2:
Berikan susu dengan dosis seperti glukosa
Hari ke 3 dst:
Makanan cair 2000-3000 kalori perhari disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit.
Neuroproteksi
Adanya tenggang waktu antara terjadinya trauma dengan timbulnya kerusakan jaringan saraf memberi waktu
bagi kita untuk memberikan neuroprotektan.
Obat0obta tersebut antara lain:
Antagonis kalsium atau nimodipin (terutama diberikan pada SAH), sitikolin, dan piracetam 12 gr/hr yang
diberikan selama 7 hari.
Komplikasi
Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsy, dan yang terjadi
setelah minggu pertama disebut late epilepsy.
Profilaksis dengan anti kejang pasca CKB, yaitu:
◦ SKG<10, kontusio kortikal, fraktur kompresi tulang tengkorak, SDH, EDH
◦ ICH, luka tembus dan kejang yang terjadi dalam kurun waktu<24 jam pasca cedera
Pengobatan:
◦ kejang pertama :
Saat kejang, diberikan diazepam 10 mg IV, dilanjutkan dengan fenitol 200 mg peroral, dan
seterusnya diberikan 3-4x100 mg/hr
◦ Profilaksasis:
Diberikan fenitoin 3-4x100 mg/hr atau karbamazepin 3x200 mg/hr selama 7- 10 hari.
Infeksi
Profilaksis antibiotic diberikan bila ada risiko tinggi infeksi seperti fraktur tulang terbuka, luka luar,
dan fraktur basis kranii.
Antibiotik yang diberikan: ampisilin 3x1 gr/hr IV selama 10 hari.
Bila ada kecurigaan infeksi pada menigen, diberikan antibiotika dengan dosis meningitis, misalnya
ampisilin 4x3 gr IV dan kloramfenikol 4x1, 5-2 gr IV selama 10 hari. Untuk gram negative
meningitis, terapi diberikan selama 21 hari atau 10 hari setelah kultur cairan serebrospinal negative.
Demam
Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya.
Selain itu dilakukan tindakan menurunkan suhu dengan kompres dingin pada kepala, ketiak dan
lipat paha, atau tanpa memakai baju dan perawatan dilakukan dalam ruangan dengan pendingin.
Dapat ditambahkan obat antipiretik.
Gastrointestinal
Pada pasien CKB sering ditemukan gastritis erosi dan lesi
Gastroduodenal lain, dengan 19-14% diantaranya akan berdarah.Keadaan ini dapat dicegah dengan
pemberian antasida 3x1 peroral atau bersama dengan H2 reseptor bloker yaitu simetidine, ranitidine,
atau famatidin yang diberikan 3x1 ampul IV selama 5 hari.
Gelisah
Kegelisahan dapt disebabkan oleh kandung kemihatau usus yang penuh, patah tulang yang nyeri,
tekanan intrakranial yang meningkat, dan dapat pula terjadi pad emboli paru. Dapat diberikan
penenang dengan observasi kesadaran lebih ketat. Obat yang dipilih adalah obat peroral dan tidak
menimbulkan depresi pernapasan.
Edema pulmonum
Dapat terjadi pada gangguan fungsi hipotalamus yang mengakibatkan penguncupan vena-vena paru.
Dapat dilakukan pemberian diuretic. Oksigen diberikan, bila perlu dengan teknik tekanan ekspirasio
akhir positif.
Neurorestorasi/rehabilitasi
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi menjadi penting untuk dimasukkan dan diprogramkan pada manajemen
cedera kranioserebral. Program ini dibagi dalam :
Pasien dengan kesadaran menurun, program neurorestorasi/rehabilitasi dilakukan untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan perubahan posisi baring tiap 8 jam, dilakukan tapotase
torak dan ekstremitas digerakan secara pasif.
Pasien sadar, dilakukan pemeriksaan neurologist ulang termasuk pemeriksaan kortikal luhur, karena
banyak gejala sisa berupa gangguan kortikal luhur yang menurunkan kualitas hidup pasca cidera
kranio serebral.
EPILEPSI
5. Status epileptikus/konvulsif
Tujuan rawat jalan ialah untuk mengatai manifestasi klinis yang dapat menurunkan kualitas hidup pribadi
maupun social pasien.
Pemeriksaan penunjang
1. EEg
2. 2. CT Scan dan atau MRI jika diperlukan
3. pemeriksaan fungsi luhur jika diperlukan
4. Laboratorium : Darah tepi lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit (Ca, P, Mg, Na), Gula darah,
dan kadar obat dalam darah jika diperlukan.
5. neurobehavioral : pemeriksaan neuropsikologi dan neuropsikiatri, jika ada indikasi.
Tata laksana:
1. Pemilihan obat anti epilepsy (OAE) tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsy.
Penggunaan terapi tunggal dan dosis rendah menjadi pilihan utama
2. Penatalaksanaan : (sesuai jenis epilepsy)
Obat anti epilepsy pilihan pertama :
o Karbamazepin
o Dephenylhidantoin (Phenytoin)
o Asam valproat
o Phenobarbital
Obat anti epilepsy pilihan kedua:
o Lamotrigine
o Okskarbazepin
o Clobazam
o Topiramate
o Gaba pentin
Unit/dokumen terkait
PPM/protocol Dep. Bedah Saraf
NYERI
6 a. Nyeri punggung bawah rawat inap
dan rawat jalan
Pemeriksaan Penunjang
Neurofisiologik
Elektromiografi ( EMG )
Somatosensory Evoked Pontesial ( SSEP ). Berguna untuk stenosis kanal dan mielopati spinal
Radiologik
Foto polos vetebra
Mielografi, Mielo-CT, CT Scan, MRI
Laboratorium
Laju endap darah, darah perifer lengkap, CRP, Faktor remotoid, fosfatase alkali/asam, kalsium (atas
Indikasi)
Urinalisis ( untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, hematuri)
Likuor serebrospinal ( atas indikasi )
Kriteria Diagnosis
Indikasi Rawat Inap:
Pada NBP akut, dengan nyeri yang menetap setelah mendapat terapi.
Indikasi Rawat Jalan:
Pada NBP kronis, atau NBP akut yang pada pertolongan pertama menunjukan perbaikan
6 b. Brachialgia
Brachialgia adalah suatu istilah rasa nyeri pada daerah brachial akibat lesi pada plexus brachialis. Dalam
menghadapi lesi plexus brachial, diperlukan pengetahuan struktur anatomis pernafasan dari bahu, ekstremitas
atas dan pembagian dermatom sensorik. Plexus brachial terdiri atas cabang-cabang saraf dari C5-8 dan yang
langsung bercabang untuk mempersarafi otot bahu atau membentuk suatu trunkus dan corda terlebih dahulu
saat berjalan turun untuk mempersarafi otot bahu dan lengan.
Manifestasi klinis
Melalui anamnesis, didapatkan manifestasi klinis yang tersaring adalah rasa nyeri pada otot bahu, punggung
dan lengan seperti pegel dan linu. Dapat juga dijumpai kelemahan pada otot-otot ekstremitas atas yang
mungkin tanpadiikuti rasa nyeri. Rasa baal ataupun kesemutan pada kulit bahu dan lengan, walau tidak
disertai nyeri yang spesifik namun dapat memberikan rasa tidak nyaman bagi pasien. Bila telah melibatkan
seluruh plexus brachial dapat timbul gejala sindroma horner. Pada pemeriksaan didapatkan rasa nyeri pada
saat otot-otot bahu dan lengan digerakkan. Seluruh otot yang dipersarafi plexus brachialis diperiksa dengan
menyeluruh abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi dan rotasi. Rasa nyeri dapat unilateral ataupun bilateral
bergantung dari pada lesinya. Kekuatan motorik dapat menurun, dapat juga ditemukan atrofi pada otot-otot
bahu dan lengan. Reflek fisiologis cenderung turun. Terdapat gangguan sensibilitas pada kulit ekstermitas
atas.
Pemerikasaan Penunjang
Untuk menunjang diagnosa, dapat dilakukan pemeriksaan laboraturium seperti darah rutin, LED, gula darah
dan lainnya yang dapat membantu mencari etiologis dari brachialgia yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal seperti trauma, toksin/serum imunisasi, SLE, poliartritis nodosa, tumor, atau cancer.
Pemeriksaan radiologist foto polos, CT scan atau MRI mungkin dapat memperlihatkan suatu massa yang
menekan atau mengiritasi didaerah plexus brachialis. Pemeriksaan EMG dapat memberikan gambaran lokasi
lesi pada plexus brachialis dengan adanya perlambatan atau suatu hantaran gelombang yang abnormal.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemerikasaan yang didapatkan pada keluhan nyeri,
kelemahan otot-otot lengan dan bahu ataupun gangguan sensibilitas yang merupakan manifestasi klinis yang
berkaitan dengan lokasi persarafan pexus brachialis. Pemeriksaan seperti laboraturium, radiologist dan EMG
diperlukan dalam menunjang diagnosis untuk mengetahui lokasi daripada lesi dengan tepat, mencari
etiologinya sehingga dapat menentukan tatalaksana yang tepat dan mengetahui prognosisnya. (lihat lampiran)
Tata laksana
Tatalaksana untuk brachialgia bergantung dari pada etiologisnya. Secara umum tatalaksana ini dibagi
menjadi:
Non Bedah
Non farmakologik
Immobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal, kompres
hangat, diatermi, ultrasound, masase, latihan (tergantung kasus) atau alat Bantu.
Farmakologik
Pada keadaan akut dapat diberikan asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (untuk nyeri yang berat),
injeksi epidural (stroid, lidokain, opioid)untuk nyeri radikuler. Pada keadaan kronik dapat diberikan
antidepresan trisiklik (amitriptilin), antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin).
Bedah
Bila diketahui etiologis dari pada lesi adalah terdapatnya cabang dari saraf yang terjepit atau tertekan oleh
suatu massa, maka dapat dilakukan tindakan bedah dekompresi saraf yang terjepit tersebut
Unit/departemen terkait:
PPM/protocol Dep. Bedah Saraf
PPM/protocol Dep. Rehabilitasi Medik
6 c. Nyeri Ekstermitas Atas
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan,
baik actual maupun potensial yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Keluhan nyeri bahu dan
lengan cukup seringdijumpai dalam praktek sehari-hari. Nyeri bahu lengan meliputi nyeri bahu, lengan atas,
siku lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Nyeri ini bisa disebabkan oleh berbagai bangunan dan
etiologi, seperti kelainan muskuloskletal, system saraf, vaskuler, visceral, dan psikogenik. Beberapa jenis
diantaranya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, bahkan ada yang menimbulkan kerusakan sandi atau
kecacatan, akhirnya merupakan masalah ekonomi dan psikososial bagi penderita dan keluarganya. Oleh
karena itu perlu menegakkan diagnosisnya sedini mungkin sehingga dapat diberikan terapi yang tepat. Dalam
makalah ini akan dibahas beberapa nyeri bahu dan lengan yang sering dijumpai didalam praktek.
Manifestasi klinis
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang:
Deskripsi gejala dan lamanya
Dampak dan gejala terhadap aktifitas harian
Respon terhadap pengobatan sebelumnya
Riwayat trauma
Riwayat penyakit sebelumnya:
Immunosuppresion
Penurunan berat tanpa sebab yang jelas (kanker)
Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kanker atau infeksi
Nyeri yang paling berat pada pagi hari(Spondiloarthropathy seronegatif: Ankylosing spondilitis,
Arthritis Rheumatoid, Polymyalgia Rheumatica, Nyeri Miofacial, Sindroma Fibrimyalgia)
Adanya demam (infeksi)
Gangguan hormonal (Dysminore, Pasca monopouse/androupose)
Keluhan visceral (Referred pain)
Pemeriksaan fisis
Inspeksi:
Posisi dan gerakan leher, bahu, lengan dan tangan
Adanya deformitas, atrofi, dan hilangnya bentuk-bentuk normal
Pemeriksaan neurology:
Motorik
Sensorik
Otonom
Rentang gerak leher, bahu, siku, pergelangan tangan, dan tangan tanda lehrmitte, Tes Naffziger, Tes
Valsava, Tes Tinnel, Tanda Phalen, dan Tes Adson.
Pemeriksaan penunjang
EMG, SSEP (tergantung indiksi dan lokasi nyeri)
Foto polos, Mielografi, CT Scan, Mielo-CT, MRI 9tergantung indiksi dan lokasi nyeri)
Laboraturium (atas indikasi), antara lain:
Darah perifer lengkap, LED, CRP, Faktor Rhematoid, Fosfatase alkali/asam, LCS
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Akut:
Acetaminophen, NSAID, Muscle Relaxan, Opoid (nyeri berat), Injeksi epidural (Steroid, Lidocain,
Opoid) untuk nyeri radikuler.
Kronik:
Antidepressan Trisiklik (Amitriptilin), Antikonvulsan (Gabapentin, Karbamazepin, Oskarbazepin,
Fenitoin), alfa bloker (clonidin, prazozin), Opoid (kalau sangat diperlukan)
Non Farmakoligi
Akut:
Immobilisasi (lamanya tyergantung kasus)
Pengaturan berat badan, posisi tubuhdan aktifitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin),
masase, latihan: jalan, naik sepeda, berenang(tergantung kasus)
Kronik:
Terapi psikologik, modulasi (TENS, Akupuntur, modalitas Termal)
Latihan kondisi otot, rehabilitasi vocasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
Invasif non bedah
Blok saraf dengan anestesilokal (Radikulopathy)
Neurolitik (Alkohol 100%, fenol 30%)→ nyeri neuropatik bahu lengan yang intractable
Bedah
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu: nyeri
berat/intractable/menetap/progresif
Defisit neurology memburuk
Terbukti adanya kompresi radix berdasarkan pemeriksaan neurofisiologi dan radiology
Informasi dan edukasi
Pada nyeri bahu ini terdapat keterbatasan gerak dari sendi glenohumeral, akinatnya sendi bahu susah
digerakkan. Nyeri yang timbul dapat disebabkan oleh inflamasi jaringan ataupun factor mekanik.
Jarang terjadi penyembuhan spontan, keluhan nyeri dapat membaik tetapi gangguan gerakan masih
berlangsung lama.
Etiologi:
Fraktur lengan/bahu, inflamasi, terkait dengan diabetes militus, Stroke, infark miokard, penyakit tyroid, dan
TBC paru. Kadangkala dapat bersamaan dengan osteoporosis.
Gejala:
Nyeri pada sendi bahu
Gerakan sendi bahu terbatas terutama abduksi dan elevasi
Pemeriksaan:
Nyeri pada gerakan sendi bahu kesegala arah, aktif maupun pasif.
Diagnosis:
Diagnosis berdasarkan gejala klinis. Tes Rotasi (+)
Pemeriksaan radiology untuk menyingkirkan fraktur, luksasi, keganasan
Arthrografi untuk menentukan robekan rotator cuff, tetapi jarang dilakukan
Terapi :
Analgetik (OAINS)
Suntikan lokal pariartikular (kortikosteroid dan lidokain)
Fisioterapi dini (kompres hangat, diartemi, ultrasound dan latihan)
Obat- obatan saja tanpa fisioterapi tidak akan menolong, manipulasi sendi bahu dengan pembiusan
dianggap berbahaya karena dapat merusak tendo, kapsul dan tulang
Neuritis brakhialis
Merupakan nyeri yang hebat pada bahu dan lengan yang progfresif menjadi lemah danh atrofi, kadang kala
disertai parastesia. Neuriaperistisi sering dihubungakan dengan infeksi virus (citomegalo virus), vaksinasi,
latihan keras atau penyalahgunaan obat suntikan heroin.
Gambaran klinis :
Awitan akut dimulai dari bahu menjalar ke lengan. Kelemahan otot umumnya pada bagian
proksimal. Umumnya kelemahan unilateral, kadangkala bilateral. Atrofi dapat terlihat setelah 3-4
minggu kemudian. Gejala sensoris minimal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksan titer virus mungkin positif
Pemeriksaan cairan serebrospinal terlihat jumlah sel dan kadar protein sedikit meningkat
Pada EMG tampak kecepatan hantar saraf melambat
Terapi
Kortikosteroid
Analgetik narkotik hanya diberikan pad keluhan nyeri yang hebat
Thoracic outlet syndrome
Bercirikan nyri tengkuk dan bahu yang menjalar kelengan dan tangan.
Etiologi :
Kompresi pada pleksus brakialis dan a. subklavia yang melintas diatas kosta servikal dan m. skalenus
antearior.
Gambaran klinis :
Rasa nyeri pada lengan dan tanagn
Parastesi yang intermiten bila tidur dengan meletakkan lengan diatas kepala
Dapat terjadi kelemahan artrofi tenar serta otot interosius
Hipestesi dapat terjadi pada distribusi torokal I
Kepucatan dan sianosis yang intermiten terjadi akaibat kompresi vaskuler (fenomena Raynaund)
Hilangnya pulsus a.radialis dalam posisis abduksi lengan dan kepala dirotasi kearah yang
berlawanan (tes asdon)
Pemeriksaan :
Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal
Angiogram dikerjakan bila aada obstruksi pembuluh darah
EMG dilakukan untuk membedakan lesi saraf perifer lainya
MRI memberikan hasil yang definitive
Terapi :
Analgetik dan vasodilator
Fisioterapi untuk latihan sikap tubuh. Tindakan operatif hanya untuk penderita yang berat.
Tindakan bedah tersebut berupa refseksi kosta servikal dan eksisi lapisan fasia yang menekan
pleksus n.subklavia.
Terjadi akibat gesekan jaringan lunak yang berdekatan dengan tendo yang membentuk terowongan.
Penyempitan terowongan yang dilintasi saraf dengan sndirinya menimbulkan nyeri dan rasa baal serta
kesemutan. Ras nyeri terutama waktu istirahat, dapat menghebat pada malam harinya. Didalam klinik
dijumpai beberapa neuritis akibat jebakan :
Neuritis radialis akibat jebakan di lengan atas, neuritis ulnaris akibat jebakan disiku (sindrom kubital) atau
dipergelangan tangan (sindroma guyon), neuritis medianus akibat jebakan di lipatan siku(sindroma pronator
teres) dan di pergelangan tangan (sindroma karpal)
Etiologi :
Diabetes mellitus, hipotiroid, trauma, rheumatoid arthritis, gout dan kehamilan.
Diagnosis :
Berdasarkan gejala klinis di atas, gangguan motorik berupa kelemahan m. flexor carpi ulnaris dan m. flexor
digitorium profundus yang menyebabkan klemahan flexi dari pergelangan tangan, jari manis dan klingking
(Claw hand).
Gejala :
Nyeri dan kesemutan, rasa terbakar di pergelangan tangan, telapak tangan dan jari I, II, III. Rasa nyeri lebih
banyak pada malam hari sehingga penderita mengibas-ngibaskan tangannya, pada keadaan berat rasa nyeri
bisa menjalar ke lengan atas serta didapatkan atrofi otot tenar.
Diagnosis :
Berdasarkan gejala klinis
Tes provokasi (tes Tinnel dan tes phalen)
Pada tes Tinnel dilakukan perkusi ringan pada n. medianus dipergelangan tangan, kemudian timbul rasa nyeri
atau parastesi yang menjalar ke jari I, II, III. Pada tes phanel dilakukan extensi maximal atau flexi maksimal
dari pergelangan tangan selama 60 detik, timbul nyeri atau kesemutandikawasan nervus medianus.
EMG (Latensi distal motorik dan sensorik memanjang)
Terapi :
Imobilisasi, splint
NSAID
Suntikan local (steroid dan anastesi)
Operasi (bila pengobatan konservatif gagal atau keadaan berat/atrofi otot thenar)
Diagnosis :
Gejala klinis diatas, kadang-kadang kelemahan ekstensi jari-jari.\terapi :
NSAID
Operatif memberikan kesembuhan
Spiralis groove syndrome
Nervus radialis di pertengahan lengan atas berjalan pada sulkus spinalis humeri, pada daerah tersebut sangat
rawan mengalami kompresi. Ini terjadi pada fraktuf humeri atau akibat kebiasaan berlama-lama
menyandarkan lengannya pada sandaran kursi (Saturday night palsy)
Gejala :
Drop hand, yaitu ketidak mampuan melakukan dorsofleksi pergelangan tangan, ekstensi sandi
metacarpophalangeal dan abduksi ibu jari keradial. Hipertensi terjadi pada lengan bawah dan dorsum falang
I-II-III.
Terapi :
Neurolisis pada fraktur humeri. Untuk menghindari berulang jangan berlama-lama menyandarkan lengan
pada sandaran kursi.
Gejala :
Penderita merasa nyeri dibagian tengah lipatan siku. Parestesia pada telapak tangan serta jari I-II-III.
Gangguan motorik berupa kelemahan jari-jari dan fleksi radial dari tangan.
Terapi :
Seperti sindroma terowongan karpal.
Sindroma guyon
Terowongn Guyon dibentuk oleh prosesus os hamatum, os fisiformis dan ligamentum fisohamatum. Sinroma
Guyon terjadi bila n. ulnaris terjebak didalam terowongan Guyon.
Gejala :
Rasa nyeri dan hipertensia pada jari IV dan V
Gangguan motorik berupa kelemahan memegang dengan ibu jari dan jari II
Terapi :
Seperti sindroma terowongan kubital.
Motorik :
Paresis, tremor, kaku persendian.
Otonomik :
Perubahan aliran darah di kulit (Bertambah atau berkurang), Hiperhidrosis, edema trofik : atrofi
otot, osteopenia, arthropati, kulit licin, kuku rapuh dan perubahan pertumbuhan rambut
Gangguan psikologik antara lain dengan gangguan efektif
Bila tidak diobati RSD dapat berlanjut dan setelah beberapa bulan/tahun akan menimbulkan bentuk
intermitten dimana remisi spontan dapat terjadi
Penatalaksanaan
Diagnosis
Anamnesis :
Nyeri sesuai dengan deskripsi diatas.
Nyeri gerak juga pada eksremitas yang tidak terken.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi
Sesuai dengan deskripsi
Pemeriksaan neurology
Kelainan motorik, sensorik, otonom, dan trofik seperti deskripsi diatas yang berkembang mulai dari daerah
distal eksremitas terutama telapak kaki/tangan.
Pemeriksaan penunjang
Blok Simpatik dengan anastesia
Tes guenetidin
Tes fentolamin
Tes iskemik
Pemeriksaan Radiologik dan sken tulang :
Gambarab osteoporosis
Termografi
Terapi
Farmakologik :
Antidepresan trisiklik
Antikonvulsan
Opioid oral
Simpatolitik oral :
Klonidin, prazosin, fenoksibensamin
Transdenal :
Clonidin patch (0,1 mg tiap 3-7 hari)
Kortikosteroid dosis tinggi
Non-farmakologi :
Latihan fisik
TENS
Modialitas termal
Terapi pisikologik
Invansif non-bedah :
Blok ragional intravena/intraarterial dengan simpatolitik : guanetidin, reserpin, bretilium
Neurolitik dengan fenol
Bedah :
Simpatektomi
Nyeri pada eksremitas seperti terbakar segera (beberapa jam-hari) paca trauma persial pada satu saraf atau
cabang utamanya
Gejala :
Sensorik :
Alodinial, hipestesia, parestesia, dan hiparpatia yang sesuai dengan dermatom atau distribusi saraf
tepi.
Motorik :
Paresis otot. Hiperpatia merupakan gejala yang menonjol pada CRPS tipe II dan tidak ada pada
CRPS tipe I
Penatalaksanaan :
Sama dengan CRPS tipe I.
Unit/departemen terkait:
PPM/Departemen Bedah saraf
PPM/Departemen Bedah Ortopedi
Nyeri pada sindroma terowongan karpal berupa kesemuta, rasa terbakar dan baal di jari tangan I, II, III dan
setengah bagian lateral jari IV terutama malam tau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam
terowongan karpal. Pada keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar ke lengan atas dan atrofi otot tenar.
Klinis :
Tes provokasi : tes tinel, tes phalen, tes wormser
Laboraturium
Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya: Laju Endap Darah, gula darah, rheumatoid
factor, asam urat.
Neurofisiologi :
Studi konduksi saraf
Radiology :
Foto polos pergelangan tangan, MRI.
Penatalaksanaan :
Medikamentosa : Suntikan local (steroid dan anestesi), analgetik ajuvan Nonmedikamentosa
Edukasi :
Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan, imobilisasi, split
Bedah :
Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulanan.
SEFALGIA
7.b.Migren
Klinis
Migren tanpa aura:
Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan
berlangsung4-72 jam, yang sedikitnya mempunyai 2 karateristik berikut:
Unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik.
Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut: nausea dan atau muntah, fotofobia atau fonofobia
Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Migren dengan aura:
Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala neurologi fokal
yang reversible secara bertahan 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit
Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini reversiberl seperti:
Gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia
Paling sedikit dua dari katateristik berikut:
◦ gejala visual homonym dan atau gejala sensoris unilateral
◦ paling tidak timbul satu macam aura secara gradual >= 5 menit dan atau jenis aura yang
lainnya >= 5 menit.
◦ tiap gejala berlangsung >= 5 menit dan <= 60 menit
Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Status migrenous
Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung >=72 jam (tidak hilang dalam 72
jam)
Tidak berkaitan dengan gangguan lain
Laboratorium :
Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
Radiologi
Atas indikasi untuk menyingkir penyebab sekunder
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus
Terapi abortif:
◦ Nonspesifik:
Analgetik/NSAIDs, analgerik narkotik, adjunctive therapy (missal: metoklopramide)
◦ Obat spesifik:
Triptans, DHE, obat kombinasi (missal:aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat
golongan ergotamie
◦ Bila tidak respon:
Opiate dan analgetik yang mengandung buta/bital
7 c. Neuralgia Kranial
Kriteria diadnosis
Klinis
Neuralgis trigeminal klasik
Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau lebih cabang
N.Trigeminus
Memenuhi paling sedikit satu karakteristik berikut:
◦ Kuat, tajam superficial atau rasa menikam
◦ Dipresipitasi dari trigger area atau oleh factor pencetus
Jenis serangan stereotype pada masing-masing individu
Tidak ada deficit neurologist
Tidak berkaitan dengan gangguan lain
Neuralgia oksipital
Nyeri yang paroksimal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor, dengan atau
tanpa rasa nyeri persisten di antara serangan paroksimal, yang kadang-kadang diikuti berkurangnya
sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena
Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan
Nyeri akan bersukarang sementara dengan pemberian blockade local anestesi terhadap saraf yang
bersangkutan.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
Darah rutin, kimia darah
Radiology:
CT/MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab lain)
Penatalaksanaan
Trigeminal klasik
Medikamentasona:
Karbamazepin, okskarbazepin, gabapentin, fenitoin, lamotrigin, baklofen
Operatif:
Operasi pada kasus intractable
Trigeminal simtomatik
Kausal
Medikamentosa:sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
Operatif: menghilangkan kausal seperti angkat tumor
Neuralgia okspital
Analgetik
Fisioterapi, kompres panas local, traksi servikal
Injeksi lidokain 0,5-2 cc blockade saraf servikal
Gabapentin
Bedah dekompresi saraf C2&C3 atas indikasi
DEMENSIA
Demensia adalah sindrom klinis ditandai dengan gangguan daya ingat disertai satu atau lebih domain kognitif
lainnya ( atensi, fungsi bahasa, fungsi visouspasial, fungsi eksekutif( yang sudah mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik. Sindrom ini dapat disebabkan oleh
berbagai gangguan/penyakit otak yang mungkin membaik ataupun menetap /memburuk.
Etiologi
Degeneratif
Alzheimer’s disease, pick’s disease, huntington’disease, frontotemporal atrophy without pick bodies,
lewy body disease, parkinson’s disease, Wilson’s disease, progressive supranuclear palsy dan spinocerebellar
deneration
Vascular
Multi-infacrt, binswanger’s disease, CNS vasculitis, dan subdural hematoma,
Mixed vaskuler and degenerative
Metabolic
Thyroid disease, parathyroid disease, hepatic dysfunction, cushing’s disease, hypopituitarism, uremia,
porphyria, B12 deficiency, dan folate deficiency
Toxic
Anticholinergic drugs, antihistaminic drugs, drug combinations in therapeutic range, alcohol dan heavy
metals, arsenic, lead, mercury
Infectious
Syphilis, fungal meningitis, lyme disease, TB meningitis, AIDs dementia complex, CNS Whipples disease,
herpes encephalitis, dan bacterial meningitis esp.partially treated inflammatory:
Demyelinating-murtiple sclerosis, sarcoid, lupus, dan limbic encephalitis.
Neoplasm
Primary brain tumor (a. frontal lobe glioma, b. corpus callosum glioma), mestatic tumors, dan meningeal
carcinomatosis
Trauma
Head injury, post-anoxic insult
Hydrocephalus
Obstructive, non-obstructive dan normal pressure
Miscellaneous
Creutzfeldt Jakob
Manifestasi klinis
Penyebab demensia terbanyak adalah Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
Gejala klinik Demensia Alzheimer adalah:
Kehilangan daya ingat secara perlahan-lahan dan progresif
Kesulitan dalam mengikuti perintah dan melakukan kegiatan sehari-hari
Gangguan penilaian, penalaran, konsentrasi dan orientasi
Kebingungan dan kegelisahan
Perubahan kepribadian
Kehilangan kemampuan untuk mengurus diri sendiri
Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Karena banyak gangguan memori yang
bisa diobati bahkan disembuhkan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan diagnosis yang tepat
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis umum
Pemeriksaan fisis umum meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital, arteriosclerosis, factor resiko
vaskuler seperti retinopati, bising (bruit), karotis, hipertensi, penyakit jantung.
Pemeriksaan neurologis
Gangguan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau control motorik, gangguan sensorik atau lapangan visual,
gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan, dan gangguan refleks.
Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium
DPL
Kimia Darah
Foto thoraks
CT-scan/MRI
EEG
EKG
Lain-lain: fungsi thyroid, HIV, LCS, PET
Neuroimaging
CT-scan otak/MRI otak
Neurobehavior
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari/fungsional dan aspek
kognitif lainnya seperti memori episodic, memori tunda, memori segera, fungsi eksekutif (perencanaan,
pengaturan), atensi, visuospasial, bahasa, intelektual, dll.
Pemeriksaan neoropsikiatri dapat dievaluasi dengan asesmen Neuro Psychiatry Inventory (NPI).
Neurofisiologis
EEG, P300
Kriteria diagnosis
ICD-10
Demensia adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual meliputi memory dan proses berpikir, sehingga
mengganggu kehidupan aktifitas sehari-hari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan
dan pengambilan kembali informasi. Dalam hal ini harus terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning
disamping memori.
DSM IV
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang ditandai terjadinya deficit kognisi murtiple meliputi daya ingat
dan paling sedikit satu dari kognisi lain seperti afasia, apraksia, agnosia atau gangguan fungsi eksekutif yang
cukup berat sehingga menganggu fungsi-fungsi okupasi, social dan harus memperlihatkan penurunan fungsi
disbanding sebelumnya
Kriteria diagnosis ‘probable’, ‘posible’, ‘definite’, demensia vaskuler dari NINDS-AIREN (National Institute
of Neurological disorders and stroke-Association Internationale pour la Recherche et l’Enseignement en
Neurosciences):
Kriteria diagnosis “probable” demensia vaskuler:
Demensia yaitu penurunan fungsi kognitif yang bermanifestasi sebagai gangguan memori sertai dua
atau lebih gangguan modalitas kognitif lainnya (orientasi, atensi, fungsi bahasa, fungsi visuospasial,
fungsi eksekutif, control motorik dan praksis) dan terutama didukung adanya pemeriksaan klinik
dan tes neuropsikologik.
Penurunan fungsi kognitifharus cukup berat sehingga mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari
yang bukan karena efek gangguan secara fisik.
Kriteria ekslusi:
o Kasus dan gangguan kesadaran
o Delirium
o Psikosis
o Afasia berat
o Gangguan sensori motorik mayor
o Gangguan sistemik
o Penyakit otak lainnya termasuk demensia Alzhaimer
Penyakit serebrovaskuler didefinisikan berdasarkan adanya tanda-tanda fokal pada pemeriksaan
neurology (eg: hemiparesis, kelumpuhan otot muka bawah, tanda-tanda babinsky, deficit sensorik,
hemianopsia, dan disartia) yang konsisten dengan stroke dan kejadiannya mempunyai relevansi
dengan gambaran neuroimaging CT-scan dan MRI (magnetic resonance imaging)termasuk:
o Stroke akibat satu atau murtiple gangguan pembuluh darah besar
Infark yang letaknya strategis (girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori aliran arteri serebri
posterior atau arteri serebri anterior)sepertilesi murtiple ganglia basalis, lesi lakuner substansia alba,
lesi eksensif substansia alba periventrikuler atau kombinasi salah satunya
Hubungan kedua gangguan diatas (demensia dan penyakit serebrovaskuler) bermanifestasi salah
satunya atau keduanya yaitu:
o Munculnya demensia setelah 3 bulan terjadinya stroke yang dikenal
o Deteriorisasi funsi kognitif yang tiba-tiba atau berfluktuasi berlangsung progresif secara
bertingkat (‘step-wise’)
Gambaran klinis yang konsisten dengan ‘probable’ demensia vaskuler sbb:
Gangguan gait muncul awal (‘small-step gait/marche a petits pas, magnetic, apraxic-ataxic, or
Parkinson gait’)
Riwayat bila berdiri tidak stabil dan sering terjatuh tanpa sebab
Gangguan b.a.k muncul awal, ‘urgency’ dan gejala-gejala ‘urinary’ yang tidak sesuai penyakit
urologi
Perubahan mood dan kepribadian, abulia, depresi, emosi labil, deficit sub kortikal lainnya termasuk
retardasi psikomotor dan fungsi eksekutif yang tak normal
Gambaran klinis yang menyebabkan diagnosa demensia vaskuler meragukan:
Perubahan fungsi memori pada ‘on set’ awal dan perburukan yang progresif dari fungsi memori
serta fungsi kognitif lainnya seperti bahasa ( afasia, transkortikal sensorik), keterampilan motorik,
(apraxia), persepsi ( agnosia ) dan tidak ditemukan lesi-lesi fokal pada ‘imaging’ otak
Gejala neurology fokal tidak ada, selain gangguan kognitif
Tidak adanya lesi-lesi serebrovaskuler pada CT atau MRI
Gambaran klinis ‘posible’ demensia vaskuler:
Ditegakkannya diagnosa dengan hadirnya demensia dengan tand-tanda neurology fokal, tapi tidak adanya
konfirmasi ‘imaging’ otak dari ‘definite’ penyakit serebrovaskuler, atau tidak adanya hungan waktu yang
jelas antara demensia atau stroke, atau penderiata ‘subtle onset’ dengan cara yang bervariasi (plateau atau
perbaikan dari deficit kognitif , dan kejadian penyakit serebrovaskuler yang relevan)
Kriteria diagnosa yang ‘definite’ demensia vaskuler adalah:
Kriteria klinis ‘probable’ demensia vaskuler.
Kejadian histopatologi dengan penyakit serebrovaskuler secara biopsy dan autopsy
Tidak adanya ‘neurofibrillary tangels’ dan ‘neurotik plaques’ sesuai umur
Tidak adanya gangguan klinik dan patologik lainnya yang mampu menyebabkan demensia
Klasifikasi dari demensia vaskuler untuk tujuan penelitian dapat dibuat berdasarkan gambaran klinik,
radiologist, dan gambaran neuropatologis untuk sub kategori sbb:
Demensia vaskuler kortikal
Demensia vaskuler subkortikal
Penyakit binswanger
Demensia talamik
Tata laksana
Terapi farmakologi
Terapi kausal
Hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, atherosclerosis, arteriosclerosis, dislipidemia.
Terapi simptomatis
Kolinesterase inhibitor
Donepecil hidrochlorida
Dosis tunggal 5-10 mg/hari tanpa titrasi, diberikan pada malam hari
Rivastigmin
Perbaikan fungsi ADL didapatkan pada dosis 6-12mg/hari
Galantamine
Diberikan dalam dosis terbagi dimulai dengan dosis 2x4 mg/hari selama 4 minggu, kemudian
2x8mg/hari, dosis dapat sampai 24mg/hari
Terapi non farmakologi
Bertujuan untuk memaksimalkan /mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
Prilaku hidup sehat
Terapi rehabilitasi
Intervensi lingkungan
Unit/departemen terkait
PPM/protokol Div. Geriatri Dep. Penyakit Dalam
PPM/protokol Dep. Psikiatri
PPM/protokol Dep. Rehabilitasi Medik
MOVEMENT DISORDER
9. Penyakit Parkinson
Kriteria diagnosis
Klinis
Umum:
Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinsonism)
Tremor saat istirahat
Tidak didapatkan gejala neurologis lain
Tidak dijumpai kelainan laboraturium dan radiology
Perkembangan penyakit lambat
Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
Refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
Khusus:
Tremor: laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat
Rigiditas
Akinesia/bradikinesia
o Kedipan mata berkurang
o Wajah seperti topeng
o Hipotonia, hipersaliva
o Takikinesia
o Tulisan semakin kecil-kecil
o Cara berjalan langkah kecil-kecil
Hilangnya refleks postural
Gambaran motorik lain:
o Distonia
o Rasa kaku
o Sulit memulai gerak
o Palilalia
Perjalananan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasarkan tahapan menurut Hoehn dan Yahr:
Stadium I:
Gejala dan tanda pada satu sisi
Gejala ringan
Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
Tremor pada satu anggota gerak
Gejala awal dapat dikenali orang terdekat
Stadium II:
Gejala bilateral
Terjadinya kecacatan minimal
Sikap/cara berjalan terganggu
Stadium III:
Gerakan tubuh nyata lambat diri
Gangguan keseimbangan saat jalan/berdiri
Disfungsi umum sedang
Stadium IV:
Gejala lebih berat
Keterbatasan jarak berjalan
Rigiditas dan bradikineisa
Tidak mampu mandiri
Tremor berkurang
Stadium V:
Stadium kakeksia
Kecacatan kompleks
Tidak mampu berdiri atau berjalan
Memerlukan perawatan tetap
Laboraturium
Tidak ada
Radiologi
CT scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain
Tata laksana
Medikamentosa
Amantadin
Antikolinergik:
Benz tropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil
Dopaminergik:
Carbidopa dan levodopa
Benserazide dan levodopa
Dopamine agonis:
Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat, pramipexole,
Rupinirol, lysuride
COMT inhibitor:
Entacapone, tolcapone
MAO-B inhibitor:
Selegiline, lazabemide
Antioksidan:
Glutamate, antagonis, alfa tocoferol, asam ascorbat,
Beta carotene
Botulinum toksin
Propanolol
Non medikamentosa:
Operasi:
Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra, ablasi dan stimulasi otak
Rehabilitasi medis
Psikoterapi
10. Gerakan spontan abnormal
Perjalanan penyakit
Syndenham’s chorea biasanya mengalami resolusi dalam 6 bulan sejak onset, sehingga kita tidak perlu
bingung dengan bentuk laim dari chorea yang timbul pada usia anak-anak.
Riwayat minum obat
Obat golongan phenotiazin dan butirophenon dapat memperberat timbulnya gerakan abnormal, baik saat
pasien minum obat atau setelah penghentian obat, dan diskinesia yang timbul mungkin ireversibel.
Diskinesia yang reversible dapat disebabkan oleh obat – obat seperti: kontrasepsi oral, levodopa, dan
phenytion. Beberapa obat-obatan, terutama litium, antidepresan trisiklik, asam valproat, dan bronkodilator
dapat menyebabkan tremor. Serotonin reuptake inhibitor berhubungan dengan terjadinya parkinsonism,
akathisia, chorea, distonia dan bruxism.
Riwayat keluarga
Beberapa jenis gangguan gerak berhubungan dengan factor keturunan.
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan status mental :
Gangguan gerak mungkin berhubungan dengan gangguan psikiats atau timbul karena obat –
obat antipsikotik, atau pasien menderita gangguan gerak disertai gangguan perilaku, seperti
pada penyakit Huntington atau penyakit Wilson
Deficit motorik atau sensorik fokal dapat disebabkan oleh proses desak ruang (SOL) yang
tampak pada funduskopi sebagai papiledema.
Keyser-Fleischer rings menunjukkan adanya penyakit Wilson
Tanda penyakit vaskular, hepatik atau metabolic dapat merupakan petunjuk penyebab lain dari
gangguan gerak seperti degenerasi hepatoserebral yang didapat atau vaskulitis
Pemeriksaan penunjang
EEG
EEG kadang-kadang bermanfaat untuk diagnosis pasien dengan mioklonus, meskipun kegunaannya
sangat terbatas.
Neuroimaging
Foto polos kepala atau CT scan dapat menunjukkan adanya klasifikasi intrakranial. MRI atau Ct
scan menunjukkan adanya tumor yang berhubungan dengan diskinesia fokal atau distonia, atropi
kaudatus pada penyakit huntingtong, atau abnormalitas ganglia basalis yang berhubungan dengan
penyakit Wilson.
Pemeriksaan genetika
Gen untuk penyakit Huntington telah terdeteksi pada kromosom 4, dan penyakit Wilson pada
kromosom 13.
NEUROPATI
11. Neuropati
Etiologi:
Metabolic
Neuropati diabetic:
Polineuropati:
Komplikasi diabetes mellitus yang paling sering terjadi
Gejala dan tanda:
Gangguan motoriok tungkai lebih sering terkena daripada tangan
Gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan beruoa gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi
serta posisi
Otonom neuropati:
Gejala dan tanda:
Keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nocturnal diare
Inkontinensia alvi, konstipasi, inkontinensia & retensio urine
Gastroparesis, dan impotensi
Mononeuropati:
Gejala dan tanda:
Terutama mengenai saraf kranialis (terutama saraf untuk pergerakan bola mata) dan saraf tepi
besar dengan gejala nyeri
Polineuropati uremikum:
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala dan tanda:
Gangguan sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan
Rasa gatal, geli & rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari,
membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome)
Nutrisional:
Polineuropati defisiensi (piridoksin, asam folat, niasin), polineuropat alkoholik
Toksik:
Arsenic, merkuri
Drug induced:
Antineoplasma, antimicrobiar
Keganasan/paraneoplastic polyneuropathy
Trauma
Kriteria diagnosis
Klinis:
Gangguan sensorik (paresthesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba, vibrasi dan posisi)
Gangguan motorik : Kelemahan otot-otot
Refleks tendon menurun
Fasikulasi
Laboratorium :
Periksa Gula Darah Puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam berat,
fungsi hormone tiroid.
Lumbal Pungsi sesuai indikasi
Penatalaksanaan
Terapi kausa
Simptomatik :
Analgetik, antipiretik
Neurotropik vitamin: B1, B6, B12, asam folat
Fisioterapi
Kriteria Diagnosis:
Nyeri neuropati diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuki, ditikam, kesetrum, disobek, diikat, dan
alodinia.
Bisa disertai gejala negative berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang dalam kantong, hilang
keseimbangan, cidera tanpa nyeri, borok.
Diperkirakan > 50% penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika.
Klinis
Ulcerasi kaki
Chargot joint
Deformitas claw toe
Tes Laseque, reverse laseque, test Tinel, tes Phalen
Tes saraf otonom
Laboratorium:
Pemeriksaan kadar gula darah
Neurofisiologi
Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri
Penatalaksanaan
Kausal:
Pengendalian optimal kadar gula darah. Kadar HbA1c dipertahankan 7%.
Medikamentosa:
NSAID:
Nyeri musculoskeletal neurotropati
Antidepressan trisiklik:
Amitryptillin, Amipiramin,
Antikonvulsan:
Meksiletin
Topikal:
Krim Kapsaikin
Blok Saraf Lokal
Non Medikamentosa:
Edukasi:
Perawat kaki teliti.
Splint
TENS
ONKOLOGI
Definisi
Masa intrakranial baik primer maupun sekunder, yang memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan
atau gejala fokal neurologist.
Kriteria diagnosis
Gejala fokal:
1. True Location sign
2. False Location sign
3. Neighbourin sign
Pemeriksaan penunjang
Tata laksana
Introduksi
Tumor pada otak dan medulla spinalis sering disertai dengan diplopia, kelemahan, perubahan
sensorik, rasa sakit yang hebat, seizure atau bahkan halusinasi. Namun pada tumor yang
berkembang lambat dapat menyebabkan sakit kepala kronis, kehilangan fungsi saraf cranial yang
progresif, kelemahan tungkai, atau perubahan kepribadian. Dalam setiap kasus, langkah pertama dan
paling penting dalam mendiagnosa adalah mencurigai keadaan tumor.
Dalam keadaan akut. Komplikasi penting yang tidak perlu disertai adalah status epileptic (klinik
atau sub klinik), kemungkinan hernasi atau kompresi spinal. Sesudah itu dapatkan riwayat gejala,
lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, dapatkan hasil laboratorium yang sesuai, dan studi MRI,
dan akhirnya, kembangkan rencana terapi.
Klasifikasi
Tumor jaringan neuroepitelial:
Tumor astrositik:
o Astrositoma
o Asrtositoma anaplastik
o Gliblastoma pilositik (GBM)
o Astrositoma pilositik
o Xanthoastrositoma pleomorfik
o Astrositoma subependimal gian sel
Tumor oligodendrogllia:
o Oligodendroglioma
o Oligodendroglioma anaplastik
Glioma campur:
o Oligoastrositoma
o Oligoastrositoma anaplastik
Tumor ependimal
o Ependimoma
o Ependimoma anaplastik
o Ependimoma myxopapila
o Subependimoma
Tumor plexus choroids
o Papiloma choroid plexus
o Carcinoma choroids plexus
Tumor neuron dan campuran neuron dan glia:
o Gangliositoma
o Ganglioglioma anaplastik
o Neurositoma pusat
Tumor parenkim pineal
o Pineostoma
o pineoblastoma
Tumor embrional:
meduloblastoma
Tumor neuroektodemal primitif
Tumor meningeal:
Meningioma
Hemangioperisitoma
Tumor melanositik
Hemangioblastoma
Riwayat
Pada orang dewasa, sakit kepala dan seizere merupakan dua manifestasi yang paling sering terjadi
pada tumor otak, diikuti oleh hemiparesis progresif dan abmormalitas status mental.
Melokalisir Gejala
Batang otak
Invasi awal tumor pada batang otak menyebabkan gejala gangguan langsung traktus asendens dan
desendens dan nuclei didekatnya (sindrom parinaud, kelemahan, kehilangan pendengaran,
ophtalmoplegia internuklear dan ataksia)
Tumor sudut serebellopontin, meningens, serebelum, dan syaraf kranial (termasuk syaraf yang
melalui basis kranium) dapat diketahui awalnya melalui tanda-tanda ekstra aksial
Saat invasi tumor berlanjut, kompresi ventrikel ke-empat atau aquaduct menyebabkan
hidrosephalus, dan akhirnya pernafasan dan kardiovaskuler menjadi terganggu.
Serebelum
Siklus vomiting dan sakit kepala, pusing nistagmus horizontal dan rotatory, dismetria atau ataksia trunkus,
berkurangnya tonus dan refleks di ipsilateral tumor.
Daerah pineal
Hidrosefalus, syndrome parinaud, (kesulitan pada pandangan keatas, nistagmus konvergen-retraksi dan
disosiasi pupil bila dekat dengan cahaya) sesudah kompresi tektum dan komisura posterior.
Lobus frontalis
Motorik sederhana atau seizure secara umum diikuti paralysis postiktal, disarthia kortikal, apraxia, aphasia,
kelemahan kontra lateral.
Lobus temporalis
Quadrantanopsia homonimus superior, aphasia, seizure parsial kompleks, aphasia konduktif dan anomic,
disfungsi memori, perubahan kepribadian, depresi.
Lobus parietalis
Quadrantanopsia kontra lateral homonimus inferior atau hemianopia (dengan keterlibatan radiasi optic
parietal), hilangnya kontra lateral visualterhadap stimulasi visual yang simultan, seizure sensorik atau
motorik sederhana, neglect motorik dan sensorik kontra lateral, agnosia jari, bingung membedakan kiri dan
kanan, neglect motorik atau sensorik kontra lateral, apraxia, tidak bisa berhitung.
Lobus oksipital
Hemianopia homonimus kecuali macula, seizure (lampu senter, warna atau bentuk pola), anomia warna,
aloestesia optic (salah menempatkan obyek ke lapangan pandangan yang lain), metamorfosis (distorsi bentuk
dari sebuah obyek).
Diagnosis kerja
MRI dengan penambahan gadolinium merupakan alat diagnostic pilihan.
Bila suatu neoplasma diindentifikasi melalui MRI, pertanyaan pertama yang sering timbul adalah
apakah lesi tersebut primer atau penyakit metastasis. Diindikasikan pemeriksaan menyeluruh untuk
mendapatkan lesi primernya karena lesi primer lebih sesuai untuk biopsy dan tentu memberikan
diagnosis dan prognosis yang paling akurat bagi pasien. Lakukan pemeriksaan fisis lengkap dengan
perhatian khusus pada pemeriksaan lengkap kulit, payudara, testikel, pelvis, dan nodus limfe. Tes
laboraturium sering menyertakan hitung darah lengkap, tes darah fecal occult, panel metabolic
lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi teroid, serum dan urin elektroforesis dan antigen yang spesifik
terhadap antigen. Pencitraan melibatkan dada, abdomen dan CT pelvis, mammogram, dan scan
tulang.
Tomografi dapat berguna untuk mendeteksi daerah hipometabolik di dalam glioma yang dinyatakan
pada tingkat yang rendah. Targetkan daerah ini dengan biopsy atau reseksi untuk menyertakan
jaringan yang paling ganas kedalam diagnosis. Tomografi juga dapat membantu membedakan antara
nekrosis karena radiasi dan tumor rekuren.
Patologi jaringan dengan biopsi atau reseksi
Fungsi lumbal untuk sitologi juga dilakukan bila tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intra kranial. Namun sitologi sering tidak sensitive dan beberapa sample dari CSF mungkin
diperlukan.
Oligodendroglikoma
Epidemiologi:
Puncak insiden pada usia 30-50tahun
Presentasi:
Riwayat panjang seizure. Hemiparesis progresif atau perubahan kognitif. Juga hemoragi intra
kranial (tumor rentan terhadap perdarahan)
Lokasi:
Hemisfer-hemisfer serebral (lobus temporalis dan frontalis yang paling sering)
Radiology:
Serupa dengan astrositoma tingkat rendah, tetapi lebih sering terkalsifikasi
Patologi:
Sel-sel berpenampilan seperti “telur goreng” (nuclei yang bulat ditengah,dikelilingi halo yang
jernih, yang merupakan sisa hasil proses jaringan)
Perawatan:
o Tingkat rendah:
Diawali reseksi lalu terapi radiasi atau kemotrapi
o Anaplastik:
Bila memungkinkan reseksi yang ekstensif, diikuti kemotrapi, lalu radioterapi
Meningioma
Epidemiologi:
20% dari tumor intra kranial. Rasio pria terhadap wanita 2:1
Presentasi:
Sakit kepala dan seizure adalah yang paling sering
Lokasi:
Basis kranium, daerah parasellar, dan diatas daerah konveks pada serebral. Juga intra spinal
Radiologi:
MRI: kontras yang difus dengan tumor berkembang sepanjang dura. Edema yang signifikan
menandakan tingkat tumor yang lebih tinggi atau bentuk sekretori
Patologi:
Badan psammoma, sel nampak lingkaran-lingkaran
Perawatan:
Bedah. Radioterapi sterotaktik biar tumor kecil dan tidak melekat dengan struktur yang penting
Sindrom paraneoplastik
Ada kewaspadaan yang meningkat tentang kelainan neurology yang disebabkan tumor yang berasal dari
organ non nervus. Gejala dari sindrom paraneoplastik dihasilkan dari reaksi silang antibody dengan antigen
tumor dengan antigen system syaraf. Gejala neurology dapat melibatkan bagian system syaraf mana saja:
otot, junction neuromuscular, syaraf perifer, medulla spinalis, akar ganglion dorsal, serebelum, nucleus syaraf
cranial, dan hemisfer serebral.
Tabel 1 memberikan daftar singkat gejala sindrom paraneoplastik yang sering ditemukan, dan hubungannya
dengan antibody dan tumor sistemik.
Tabel 1
Sindrom paraneoplastik yang sering ditemukan
Sindrom Antibodi Kanker yang berhubungan Antigen
Esephalomyelitis, Anti-Hu Sel kecil paaru-paru, Neukleus pada semua
neuronopati sensorik neuroblastoma neuron
Degenerasi serebral Anti-Yo Tumor ginekologi, payudara Sitoplasma sel purkinje
Ataksia serebral, Anti-Ri Tumor ginekologi, payudara, sel Nukleus neuron system
opsoklonus kecil paru-paru syaraf pusat
Disfungsi serebral dan Anti-Ma Multipel Sitoplasma dan nucleus
batang otak neuron
Encefalitis limbik, Anti-Ta Testipel Sitoplasma dan nucleus
disfungsi batang otak neuron
Sindrom mystenik Anti-voltase Sel kecil paru-paru Channel kalsium
Lambert-Eaton gerbang gerbang voltase pra
chnnel sinaptik
Ca²,anti MysB
Myashhenia gravis Anti-reseptor Thymoma Reseptor asetilkolin post
astilko lin, sinaptik
anti-astriasio
nal
Neoplasma maligna pada system syaraf perifer
Definisi: Pertumbuhan sel ganas pada system perifer atau system syaraf otonomi tanpa ada
spesifikasi dari lokasinya.
Gambaran : Dua tipe utama yaitu, schwannoma dan neurofibroma
Schwnnoma
Tumor jinak yang berasal dari sel schwann
Dapat bersal dari nervus VIII pada sudut serebelopontin (neuroma akustik) dari akar dorsal atau
batang syaraf perifer utama
Gambaran: tepi jelas, berkapsul, permukaan putih abu-abu, berasal dari akar dorsal, keluar dari
vetebra bentuknya menjadi seperti dumbel
Syaraf melekat pada tumor dan dapat terbungkus kapsul tumor
Mikroskopik: terdiri dari 2 pola pertumbuhan yaitu:
1. Area Antoni A; sel berelongasi dan lebih padat dengan stroma lebih sedikit di antara sel
2. Area Antini B: Sel tumor kurang padat dan dipisahkan oleh stroma myxoid
Schwannoma Trigeminus
Dapat timbul dari lubang Meckel atau di dalam system sepanjang saraf tersebut. Ekstensi dan ekspansi
keforamen ovale dan rotundum sering terjadi, dan masa terlihat berlobus 2. tumor juga dapat berkembang ke
posterior ke fossa posterior atau berkembang ke anterior ke sinus kavernosus. Schwannoma trigeminus
cenderung memiliki komponen sistik amore di banding schwannoma lainnya.
Schwannoma abdusens
Jarang ditemukan. Terletak pada system prepontin, dengan gambaran heterogen pada CT dan MRI dan
meluas kesinus kavernosus didekatnya. Differensial diagnosis dengan meningioma dan gambaran perubahan
sistik (terlihat berintensitas tinggi pada gambaran T2 weighted) dapat menjadi tanda lesi tersebut
Schwannoma dan bukan meningioma. Schwannoma nervus IV juga jarang.
Schwannoma nervus okulomotorius
Sangat jarang. Dapat terlihat sebagai beberapa massa pada system suprasellar dan dapat sulit di bedakan dari
meningioma.
Diagnosis:
Masa nervus cranial dapat memiliki derajat kepastian yang tinggi dengan menggunakan MRI
Positif/negative palsu:
Positif palsu terjadi pada fossa jugularis dimana aliran yang lambat pada bulba jugularis dapat
menyerupai massa. Negative palsu dapat terjadi pada gambaran yang tidak adekuat. Contohnya potongan
image terlalu tebal atau bila supresi lemak tidak digunakan dalam mengevaluasi dasar kranium
Perawatan
Badah radio stereotsktik(contohnya bedah radio pisau gamma) sudah menggantikan reseksi bedah untuk
perawatan schwanonoma vestibularis, khususnya pada lesi yang tidak menekan batang otak. Lesi harus lebih
kecil dari 3 cm. penelitian menunjukan rata-rata dari control tumor (lesi menjadi stabil atau mengecil)lebih
besar dari 95% dan pendengaran dapat dipertahankan rata-rata 70%. Schwannoma lainnya dapat dirawat
dengan bedah radio.
Neurofibromatosis
Kelainan autosomal dominan yang mengenai tulang, system syaraf, jaringan lunak dan kulit. Minimal ada 8
fenotipe klinis yang berbeda yang sudah diidentifikasi dan berhubungan dengan minimal 2 kelainan genetic.
Manifestasi klinis meningkat dengan berjalannya waktu. Dapat menimbulkan problem neurologis dan
keganasan.
Patofisiologi
Neurofibromatosis (NF) adalah kondisi neurokutaneus yang dapat melibatkan system organ manapun. Maka
gejala dan tanda yang terlihat dapat sangat bervariasi.
Dua subtype utama:
o Neurofibromatosis 1 (NF): paling sering dan disebut juga NF periferal
o Neurofibromatosis 2 (NF2): disebut juga NF pusat
Gambaran ini tidak sepenuhnya tepat karena NF 1 kadang memiliki gambaran pada pusat.
Variasi ketiga dikenal sebagai Neurofibromatosis segmental; istilah ini digunakan untuk
menggambarkan penyakit terbatas pada daerah badan tunggal. NF segmental dapat berhubungan
dengan mosaicisme atau hiperekspresi segmental. Kehilangan heterozigositas dapat menimbulkan
gambaran klinis lesi segmental.
Mortalitas/morbiditas
Dapat melibatkan berbagai system organ. Tanda-tanda dapat berkisar dari manifestasi kutaneus jinak sampai
keganasan. Rata-rata mortalitas lebih tinggi dari populasi yang sehat karena berpotensi untuk berubah
menjadi malignan pada jaringan yang terkena dan berkembangnya neurofibrosarkoma. Pasien dengan NF1
diperkirakan rasio bertambah 3-15% untuk menjadi ganas.
Riwayat
Walaupun kebanyakan individu yang menderita NF tidak lahir dengan macula café au lait, lesi kulit ini
berkembang selama 3 tahun pertama kehidupan, mendorong orang tua mencari pengobatan untuk anak
mereka
NF terbentuk pada dewasa tua
Pasien mengeluh diskolorasi kutan atau perubahan bentuk atau gejala fisik yang lebih serius (contoh: rasa
sakit yang disebabkan NF, factor patologis, sakit kepala seperti pada hipertensi disebabkan
pheochromacytoma)
Gambaran fisik
Pigmentasi yang tidak biasa, bercak café au lait berbentuk tidak reratur, pigmentasinya merata, macula
cokelat. Kebanyakan individu dengan NF terdapat 6 atau lebih bercak yang berdiameter 1,5 atau lebih
o Pada anak kecil 5 atau lebih macula café au lait berdiameter lebih dari 0,5 cm dicurigai sebagai
NF
o Lebih dari 1% anak yang sehat memilki 3 atau lebih bercak seperti itu walaupun 1 atau 2 makula
café au lait sering didapat pada individu sehat
Nodul lisch adalah hamartoma pada iris berbentuk kubah dan ditemukan superficial disekitar mata pada
pemeriksaan slit lamp. Asimtomatik tetapi membantu memastikan diagnosa NF
Freckling aksila (seperti halnya freckling pada perineum ) dikenal sebagai tanda crowe, merupakan
gambaran yang membantu diagnosa NF. Baik freckling aksila dan inguinal sering berkembang pada saat
puber. Daerah bercak dan daerah hipertrikosis sering menutupi NF pleksiform
Keterlibatan tulang dapat meliputi pseudoarthosis pada tibia, melengkungnya tulang dan defek orbital.
Kadang-kadang ditemukan denyut exoptalmus akibat displasia pada sayap sphenoid. Ditemukan
scoliosis ringan dan terdapat localized hipertrofi tulang khususnya pada wajah. Belum jelas apakah
perubahan tulang ini disebabkan NF difus atau kelainan mesodermal lainnya.
Neurofibroma
Adalah tumor jinak NF 1 yang paling sering ditemukan. Tumor ini terdiri dari sel schwann, fibrolas, sel
mast dan komponen vaskuler. Tumor ini dapat berkembang pada daerah manapun sepanjang nervus.
Tiga subtype neurofibroma :
Kutaneus
Pleksiform
Subkutaneus
o Lesi kutaneus dan sub kutan keduanya berbatas jelas, tidak satupun spesifik untuk NF1. nodulnya
berwarna cokelat, pink atau sewrna kulit. Dapat lunak atau keras pada waktu disentuh, dan bila
ditekan jari terjadi invaginasi phatogonomik seprti lubang kancing. Neurofibroma pleksiform
tidak berbatas jelas, tebal dan tidak beraturan, dapat terlihat buruk karena adanya jalinan struktur
pendukung yang penting. Subtype pleksiform spesifik untuk NF1
o Berbagai abnormalitas yang terjadi, dapat menyebabkan ketulian bila melibatkan saraf akustik dan
glioma saraf optikus juga dapat terjadi. Berbagai tumor seperti astrositoma, meningioma, glioma
intra medula, dan ependioma, terjadi lebih sering pada pasien – pasien ini. Tumor dapat
menyebabkan ICP, seizur, ataksia atau abnormalitas syarap cranial. Schawannoma jarang terdapat
pada pasien NFI tetapi dapat hadir pada bungkus syarap spinal. Namun pada NF2, tumor dapat
melinatkan syarap perifer dan cranial. Pada schawannoma vestibularis unilateral (dulu dikenal
sebagai neuroma akustik), NF2 merupakan deferensial diagnosis.
o Banyak individu dengan NF memiliki intelegensi di bawah rata-rata. 25-40 % pasien dengan NFI
memiliki kesulitan belajar, sedangkan 5-10% mengalami reterdasi mental. Tipe-tipe kesulitan
belajar meliputi disfungsi neuromotorik, ADHD dan deficit proses visuospasial
o Masalah endokrinologi sering berhubungan dengan NF. Postur yang pendek dan defesiensi
hormone pertumbuhan lebih sering pada pasien ini disbanding populasi umum walaupun insidens
yang pasti tidak diketahui. Precocity seksual terjadi pada 3-5% anak kecil yang terkena, biasanya
berhubungan dengan tumor intracranial. Pheochromocytoma dapat terjadi