Anda di halaman 1dari 2

Ni Putu Intan Kirana

1904551208
Kelas D (Reguler Pagi)
Hukum Pidana Lanjutan
DELIK ADUAN
Pengertian Delik Aduan
Kata Delik merupakan terjemahan dari kata dari Bahasa Belanda Starfbaar feit yang
berarti sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum (P.A.F. Lamintang, 2011:181) dan
dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang dapat dihukum dan pelanggaran pidana. Secara
umum, delik dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang yang melanggar hukum dan
terhadap perbuatan itu dapat dikenai sanksi sebagai konsekuensi. Delik aduan (klacht delict)
merupakan delik yang bersifat privat/pribadi yang hanya dapat dituntut apabila terdapat
pengaduan dari orang yang merasa merugikan dan bergantung pada persetujuan dari yang
dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang. Jaksa dalam delik ini hanya
bisa melakukan penuntutan apabila terdapat pengaduan dari orang yang dirugikan. Dalam
KUHP, delik aduan diatur dalam Buku I KUHP namun juga tersebar dalam Buku II KUHP.

Hak Mengajukan Aduan

Dalam hal delik aduan, negara tidak memiliki wewenang untuk melakukan
penuntutan pidana apabila korban kejahatan sebagai yang memiliki hak untuk mengadu tidak
mengajukan pengaduan agar suatu perkara dapat diperiksa, diajukan ke sidang pengadilan
dan diputus. Pengaduan menjadi syarat mutlak dalam delik aduan agar negara (in casu Jaksa
PU) dapat melakukan penuntutan pidana. Peran korban dalam delik ini adalah menentukan
dapat tidaknya dilakukan penuntutan pidana (vervolging). Namun dalam hal penyidikan,
tidak bergantung pada pengaduan namun akan menjadi sia-sia jika ditolak oleh Jaksa PU
karena pada akhirnya tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan.

Dalam melakukan pengaduan terdapat dua unsur yang esensial yaitu pernyataan telah
dilakukannya suatu tindak pidana oleh seseorang dan permintaan untuk mengadakan
penyidikan untuk dilakukan penuntutan ke persidangan. Dalam delik aduan, hak Penuntut
Umum untuk mendeponer suatu kasus perkara pidana yang berdasarkan kepentingan umum
tidak dipengaruhi oleh adanya pengaduan oleh pengadu. Karena walaupun terdapat
pengaduan, Jaksa PU (atas nama Jaksa Agung) tetap dapat melakukan deponering atau
mengesampingkan suatu perkara demi kepentingan umum.
Jenis Delik Aduan

Apabila dilihat dari sifatnya, delik aduan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
kejahatan aduan mulak (absolute) dan kejahatan aduan relative (nisbi). Delik aduan mutlak
merupakan kejahatan yang pada dasarnya merupakan kejahatan aduan yang memerlukan
syarat pengaduan agar negara dapat melakukan penuntutan. Contoh kejahatan aduan mutlak
adalah pada Pasal 284 (kejahatan zina), 287 (bersetubuh dengan perempuan diluar kawin
yang belum waktunya dikawinkan), 293 (menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan
cabul), 319 (jo 310-318a) (segala bentuk penghinaan kecuali Pasal 316), 322 (membuka
rahasia yang wajib disimpan), 332 (melarikan perempuan yang belum dewasa). Sementara
delik aduan relative pada dasarnya bukan kejahatan aduan melainkan hanya dalam keadaan
tertentu saja kejahatan itu menjadi kejahatan aduan. Misalnya pencurian dalam segala
bentuknya (362-365) pada dasarnya bukan kejahatan aduan, akan tetapi bila ada unsure
dalam kalangan keluarga atau kejahatan itu dilakukan dalam kalangan keluarga, maka
menajdi kejahatan aduan (relative). Contoh lainnya adalah Pasal-pasal: 370 (jo 368,369)
(pemerasan dan pengancaman dalam keluarga), 376 (jo 372-375) (penggelapan dalam
kalangan keluarga), 394(jo 378-393) (penipuan dalam kalangan keluarga).

Menarik Pengaduan

Berdasarkan Pasal 75 KUHP, suatu pengaduan yang telah diajukan dapat ditarik
kembali jika masih dalam tenggang 3 bulan setelah diajukan dimana ini mulai dihitung sejak
keesokan hari dari pengajuan pengaduan. Mengenai delik aduan perzinaan, sesuai Pasal 284
ayat 4 KUHP penarikan pengaduannya tidak tunduk pada tenggang waktu 3 bulan melainkan
pengaduan dapat ditarik selama pemeriksaan dalam persidangan belum dimulai. Penarikan
pengaduan dapat terjadi apabila kedua belah pihak (si pengadu dan si pembuat) telah
menyelesaikan permasalahannya dengan jalan damai. Keberadaan dari penarikan pengaduan
dapat menyebabkan hapusnya hak penuntutan. Terhapusnya hak penuntutan ini otomatis
menyebabkan penuntutan yang sedang berjalan akan menjadi gugur. Keadaan ini tidak jauh
berbeda dengan sebab meninggalnya terdakwa yang menyebabkan terhapusnya hak menuntut
pidana.

Anda mungkin juga menyukai