Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keris adalah sejenis senjata tikam khas yang berasal dari Indonesia, atau
mungkin lebih tepat Nusantara. Menurut dokumen-dokumen purbakala, keris dalam
bentuk awal telah digunakan sejak abad ke 9 dan telah digunakan sebelum masa
tersebut. Keris memiliki berbagai macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya
berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang
Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteri yang berbeda.
Keris adalah budaya asli Indonesia. Walaupun pada abad ke -14 nenek
moyang bangsa Indonesia pada umumnya beragama Hindu dan Budha, tidak pernah
ditemukan bukti bahwa budaya keris berasal dari India atau negara lain. Tidak ada
bukti kaitan langsung antara senjata tradisional itu dengan kedua agama ini. Pada
beberapa candi di Pulau Jawa ditemukan adanya gambar relief yang menggambarkan
adanya senjata yang berbentuk keris. Keris baru dijumpai setelah kedua cerita itu di
adaptasi oleh orang Jawa dan menjadi cerita wayang.
Keris adalah sejenis senjata tajam yang memiliki tempat terhormat dalam
masyarakat Jawa. Ia tidak hanya berfungsi sebagai senjata, namun juga sebagai
perlengkapan busana, simbol status, pemberi kewibawaan, dan sebagai perlengkapan
dalam upacara adat. Bahkan keris, atau juga disebut sebagai curiga, menjadi sebagai
salah satu dari lima kelengkapan yang diperintahkan oleh Sultan Agung harus
dimiliki oleh seorang pemuda Mataram/Jawa. Kelimanya yaitu curiga (keris), wisma
(rumah), turangga (kuda), wanita (istri), dan kukila (burung).
Masyarakat pada provinsi Jawa Tengah sangat menghargai senjata tradisional
yang khas seperti keris, hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Jawa Tengah menggunakan keris dengan sangat hati-hati saat upacara tradisional
atau acara-acara tertentu, ini juga memiliki kecenderungan mendewakan keris. Tapi
ironisnya masih banyak golongan masyarakat kita ini yang memandang keris dari sisi
magisnya saja, akibat dominasi dan publikasi keris sebagai benda magis dikalangan
masyarakat. Dan masyarakat juga sedikit yang masih bisa membuat keris itu sendiri
karena proses pembuatannya yang sangat - sangat amat rumit.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dari itu penulis ingin mengangkat topik
bagaimana proses pembuatan keris itu sendiri di Jawa Tengah.
2

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan yang akan dibahas berdasarkan latar
belakang diatas yaitu:
1. Bagaimana proses pembuatan keris di provinsi Jawa Tengah ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari dibuatnya tulisan ini yaitu untuk mengetahui proses
pembuatan keris itu sendiri di provinsi Jawa Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dilakukannya penulisan ini yaitu :
1. Mendapat pengetahuan tentang proses pembuatan keris di Jawa
Tengah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pembuatan Keris di Jawa Tengah


Keris telah dikenal lama sebagai senjata tradisional yang berasal dari tanah
jawa. Pembuatan keris hanya bisa dilakukan oleh seorang Empu yang
menguasai perhitungan rumit dan teknik tingkat tinggi. Seorang Empu di
jawa telah mahir dalam membedakan 19 jenis logam terbaik dan 17 jenis
logam buruk untuk membuat sebuah keris. Ketika tanah jawa masih dikuasai
kerajaan Hindu-Budha, pembuatan keris sifatnya rahasia dan tidak bisa
disaksikan oleh setiap orang.

Bukan sekedar senjata, keris dianggap sebagai sebuah benda pusaka yang
memiliki kesaktian yang luar biasa. Pada abad ke-12 dan 13 dipercaya
seorang Empu membuat keris dari bahan dasar batu meteor yang jatuh dari
luar angkasa. Batu meteor dipilih karena mengandung unsur titanium yang
kuat dan tidak bisa berkarat.

Hal ini telah dibuktikan melalui sejumlah riset ilmiah oleh para peneliti dari
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada keris-keris peninggalan
kerajaan jawa. Dari semua keris yang diteliti, diketahui bahwa keris dari
Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung pada abad ke-16
mengandung paling banyak unsur titanium.

Sangat sulit dipercaya, mengingat batu meteor merupakan sebuah batuan


yang tidak berasal dari bumi. Menurut cerita dan kepercayaan masyarakat
jawa, seorang Empu sebelum membuat sebuah keris diharuskan melakukan
tirakatan dan banyak melihat langit. Saat terlihat meteor jatuh, para Empu
berlomba memburunya. Melalui meditasi atau transformasi seorang Empu
bisa menemukan batu meteor yang jatuh ke bumi.
4

Dahulu mencari sebuah batu meteor bukanlah hal yang sulit karena intensitas
jatuhnya meteor di jawa sangat tinggi. Catalogue of Meteorites mencatat
sebuah Meteor Jatipengilon pernah jatuh di Alastoewa Madiun tahun 1884
dengan berat 166 kg. Saat jatuh, Meteor Jatipengilon merangsak masuk
sedalam tiga meter di tanah.

Namun kini pembuatan keris sudah dimodernisasi dengan tetap


mempertahankan nilai-nilai luhur budaya jawa. Penggunaan meteor sudah
digantikan dengan logam lain seperti besi atau baja. Sebelum membuat keris,
seorang pandai besi harus melakukan sebuah tirakatan terlebih dahulu.
Bongakahan besi ditempa secara manual dengan menggunakan tangan secara
konvensional.

Proses pembuatan keris diawali dengan menempa dua bilah besi wasuhan
yang telah yang disisipi bahan pamor di tengahnya. Besi wasuhan adalah besi
yang sudah ditempa berulang kali untuk membuang zat-zat pengotor. Sedang
pamor adalah logam lain yang bahannya mengikuti ketersediaan. Bahan
pamor yang kini biasa digunakan adalah nikel. Namun jika memang tersedia,
bahan pamor bisa diambil dari batu meteor. Pamor ini nantinya berwujud
corak warna terang pada permukaan keris yang berwarna gelap. Pola pamor
dapat bermacam-macam, tergantung bagaimana cara empu mengolah bahan.

Bilah besi yang telah disisipi bahan pamor tersebut ditempa sampai
memanjang, dilipat, ditempa lagi, dilipat, dan ditempa lagi sehingga tercipta
lapisan-lapisan yang menyatu. Keris yang dibuat di masa kini umumnya
memiliki 256 saton (satuan lipatan), sedang konon keris-keris pada masa lalu
dibuat sampai memiliki lebih dari seribu saton. Proses penempaan yang
berulang ini memiliki dua macam fungsi, yaitu untuk membuang zat-zat
pengotor pada besi dan untuk memunculkan lapisan pamor.

Setelah proses melipat itu selesai, maka diambil kira-kira seperempat bagian
bawah untuk kemudian ditekuk membentuk huruf U. Bagian ini nantinya
5

yang akan dibentuk menjadi ganja, bagian melebar yang terdapat di pangkal
keris. Tiga per empat bagian sisanya dibagi dua sama besar berbentuk
trapesium, kemudian sebuah baja diletakkan diantaranya. Baja dan saton hasil
olahan tadi kemudian disatukan. Hasil akhir dari proses ini dinamakan
kodokan.

Kodokan kemudian ditempa kembali mengikuti bentuk dasar yang


diinginkan. Hasil dari proses ini disebut calonan. Calonan kemudian
ditipiskan, dikikir, dan dipahat untuk membentuk dhapur dari keris yang
diinginkan. Dhapur bisa diartikan sebagai penampilan fisik sebuah keris.
Keris dapat dibagi ke dalam dua bentuk dasar. Keris yang lurus dan keris
yang berlekuk (keris luk). Dua bentuk dasar ini kemudian memiliki begitu
banyak varian berdasar ricikan, yaitu perincian dari bagian-bagian sebilah
keris.

Setiap dhapur memiliki identitasnya masing-masing. Misalnya dalam keris


berlekuk dhapur cengkrong, keris berbentuk luk satu (satu lekukan), memiliki
makna agar pemiliknya bersikap dan berwatak sederhana. Dhapur jangkung,
keris berbentuk luk tiga, bermakna dalam hidup tidak perlu khawatir karena
sudah ada yang menghidupi. Harapannya agar sang pemilik dapat bersikap
semeleh dan sumarah, mampu berserah diri pada Tuhan. Berdasar dari variasi
ricikannya, ada banyak sekali jenis dhapur yang ada.

Harapan dan doa yang terkandung dalam keris tidak hanya diwujudkan pada
bentuk fisik semata, namun juga ditiupkan dalam doa-doa yang dipanjatkan
empu sebelum, saat, dan setelah proses pembuatan. Aspek ritual nyatanya
tidak dapat dipisahkan dari pembuatan keris sejak masa prakolonial hingga
kini. Sebelum mengolah logam, seorang empu akan memulainya dengan
berdoa terlebih dahulu pada Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan puasa dan
menyiapkan ubarampe (kelengkapan upacara). Ada pula hari-hari untuk
puasa, ataupun hari-hari pantangan untuk bekerja. Semua ini dilakukan untuk
menyiapkan sikap batin yang tepat untuk mengerjakan keris yang dimaksud.
6

Sikap batin yang tidak tepat, seperti emosi yang tak diharapkan, dapat
mengakibatkan kegagalan pada hasil yang diinginkan.

Menilik dari proses pembuatan dan bahan baku yang digunakan, maka tidak
mengherankan apabila masyarakat Jawa menyebut keris sebagai tosan aji.
Tosan berarti besi dan aji berarti mempunyai nilai atau harga, sehingga dapat
dikatakan tosan aji adalah besi yang bernilai atau berharga. Salah satu bentuk
penghormatan ini diwujudkan dalam pemberian nama pada keris secara
individu. Sampai saat ini puluhan keris yang namanya disematkan gelar
"Kangjeng Kiai". Penyebutan nama dengan kangjeng maupun kiai merupakan
penghormatan yang sangat besar dalam budaya Jawa.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan ini yaitu mengenai proses - proses pembuatan keris
di Jawa Tengah itu sendiri memanglah sangat rumit bahkan menurut penulis
pada pembuatan keris itu tidak bisa dilakukan oleh orang - orang sembarangan
hanya seorang Empu saja yang bisa membuat keris yang bersifat sebenarnya
dari arti keris itu sendiri, mengenai proses pembuatan dari keris itu sampai
akhir sangat detail sekali.

3.2. Saran
Saran yang diberikan oleh penulis kepada para pembaca yaitu hargailah keris
itu sendiri jangan beranggapan bahwa keris itu hanya senjata yang sudah lama
using dan tidak berharga, dan lihatlah proses pembuatan keris tersebut seorang
Empu sangat menjiwai dalam pembuatan keris tersebut.
LAMPIRAN
10
11

Anda mungkin juga menyukai