PENDAHULUAN
Bukan sekedar senjata, keris dianggap sebagai sebuah benda pusaka yang
memiliki kesaktian yang luar biasa. Pada abad ke-12 dan 13 dipercaya
seorang Empu membuat keris dari bahan dasar batu meteor yang jatuh dari
luar angkasa. Batu meteor dipilih karena mengandung unsur titanium yang
kuat dan tidak bisa berkarat.
Hal ini telah dibuktikan melalui sejumlah riset ilmiah oleh para peneliti dari
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada keris-keris peninggalan
kerajaan jawa. Dari semua keris yang diteliti, diketahui bahwa keris dari
Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung pada abad ke-16
mengandung paling banyak unsur titanium.
Dahulu mencari sebuah batu meteor bukanlah hal yang sulit karena intensitas
jatuhnya meteor di jawa sangat tinggi. Catalogue of Meteorites mencatat
sebuah Meteor Jatipengilon pernah jatuh di Alastoewa Madiun tahun 1884
dengan berat 166 kg. Saat jatuh, Meteor Jatipengilon merangsak masuk
sedalam tiga meter di tanah.
Proses pembuatan keris diawali dengan menempa dua bilah besi wasuhan
yang telah yang disisipi bahan pamor di tengahnya. Besi wasuhan adalah besi
yang sudah ditempa berulang kali untuk membuang zat-zat pengotor. Sedang
pamor adalah logam lain yang bahannya mengikuti ketersediaan. Bahan
pamor yang kini biasa digunakan adalah nikel. Namun jika memang tersedia,
bahan pamor bisa diambil dari batu meteor. Pamor ini nantinya berwujud
corak warna terang pada permukaan keris yang berwarna gelap. Pola pamor
dapat bermacam-macam, tergantung bagaimana cara empu mengolah bahan.
Bilah besi yang telah disisipi bahan pamor tersebut ditempa sampai
memanjang, dilipat, ditempa lagi, dilipat, dan ditempa lagi sehingga tercipta
lapisan-lapisan yang menyatu. Keris yang dibuat di masa kini umumnya
memiliki 256 saton (satuan lipatan), sedang konon keris-keris pada masa lalu
dibuat sampai memiliki lebih dari seribu saton. Proses penempaan yang
berulang ini memiliki dua macam fungsi, yaitu untuk membuang zat-zat
pengotor pada besi dan untuk memunculkan lapisan pamor.
Setelah proses melipat itu selesai, maka diambil kira-kira seperempat bagian
bawah untuk kemudian ditekuk membentuk huruf U. Bagian ini nantinya
5
yang akan dibentuk menjadi ganja, bagian melebar yang terdapat di pangkal
keris. Tiga per empat bagian sisanya dibagi dua sama besar berbentuk
trapesium, kemudian sebuah baja diletakkan diantaranya. Baja dan saton hasil
olahan tadi kemudian disatukan. Hasil akhir dari proses ini dinamakan
kodokan.
Harapan dan doa yang terkandung dalam keris tidak hanya diwujudkan pada
bentuk fisik semata, namun juga ditiupkan dalam doa-doa yang dipanjatkan
empu sebelum, saat, dan setelah proses pembuatan. Aspek ritual nyatanya
tidak dapat dipisahkan dari pembuatan keris sejak masa prakolonial hingga
kini. Sebelum mengolah logam, seorang empu akan memulainya dengan
berdoa terlebih dahulu pada Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan puasa dan
menyiapkan ubarampe (kelengkapan upacara). Ada pula hari-hari untuk
puasa, ataupun hari-hari pantangan untuk bekerja. Semua ini dilakukan untuk
menyiapkan sikap batin yang tepat untuk mengerjakan keris yang dimaksud.
6
Sikap batin yang tidak tepat, seperti emosi yang tak diharapkan, dapat
mengakibatkan kegagalan pada hasil yang diinginkan.
Menilik dari proses pembuatan dan bahan baku yang digunakan, maka tidak
mengherankan apabila masyarakat Jawa menyebut keris sebagai tosan aji.
Tosan berarti besi dan aji berarti mempunyai nilai atau harga, sehingga dapat
dikatakan tosan aji adalah besi yang bernilai atau berharga. Salah satu bentuk
penghormatan ini diwujudkan dalam pemberian nama pada keris secara
individu. Sampai saat ini puluhan keris yang namanya disematkan gelar
"Kangjeng Kiai". Penyebutan nama dengan kangjeng maupun kiai merupakan
penghormatan yang sangat besar dalam budaya Jawa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan ini yaitu mengenai proses - proses pembuatan keris
di Jawa Tengah itu sendiri memanglah sangat rumit bahkan menurut penulis
pada pembuatan keris itu tidak bisa dilakukan oleh orang - orang sembarangan
hanya seorang Empu saja yang bisa membuat keris yang bersifat sebenarnya
dari arti keris itu sendiri, mengenai proses pembuatan dari keris itu sampai
akhir sangat detail sekali.
3.2. Saran
Saran yang diberikan oleh penulis kepada para pembaca yaitu hargailah keris
itu sendiri jangan beranggapan bahwa keris itu hanya senjata yang sudah lama
using dan tidak berharga, dan lihatlah proses pembuatan keris tersebut seorang
Empu sangat menjiwai dalam pembuatan keris tersebut.
LAMPIRAN
10
11