Anda di halaman 1dari 40

CBD MODUL 2

“Gingival Enlargement”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik pada Modul 2

Diterjemahkan Oleh:

Zukhruf Ibrahim

19100707360804050

Dosen Pembimbing : drg. Maulida Hayati, M. Kes

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2021

1
MODUL 2

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan dan dipresentasikan Laporan Makalah Case Based Discussion yang
berjudul “Gingival Enlargement” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada
Modul 2.

Padang, Februari 2021

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(drg. Maulida Hayati, M. Kes)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Case Based Discussion yang berjudul

“Gingival Enlargement” ini sebagai salah satu syarat dalam melengkapi Kepaniteraan

Klinik pada Modul 2.

Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas serta

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu drg. Maulida Hayati, M. Kes selaku

pembimbing yang telah membantu dalam menyusun perawatan hingga terselesaikannya

Makalah Case Based Discussion ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah CBD ini dapat bermanfaat dan

dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang, Februari 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan
percaya diri (RD dan Granner, 2006). Angka kejadian masalah kesehatan gigi dan
mulut di Indonesia tergolong masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi mulut adalah
25,9%, tetapi hanya 8,1% yang menerima perawatan atau pengobatan (Carranza,
2012). Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang sering
dikeluhkan masyarakat Indonesia (Santoso , 2013). Dua penyakit gigi dan mulut
yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di Indonesia adalah karies dan penyakit
periodontal (Santoso , 2013).
Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir diseluruh
dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Negara Asia dan Afrika
prevalensi dan intensitas penyakit periodontal terlihat lebih tinggi dari pada di
Eropa, Amerika dan Australia. Penyakit periodontal di Indonesia menduduki
urutan kedua utama yang masih merupakan masalah utama di masyarakat
(Wahyukundari, 2008). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Depkes RI tahun 2011, prevalensi penyakit periodontal mencapai 60% pada
masyarakat di Indonesia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Jaringan periodontal merupakan suatu jaringan yang mengelilingi dan
mendukung gigi. Struktur periodontal secara anatomis terdiri dari gingiva,
membran periodontal, prosesus alveolar dan sementum (Prasetyo , 2003;
Anonymous , 2009). Gingiva merupakan salah satu jaringan periodonsium yang
mendukung dan mengelilingi gigi. Salah satu fungsi dari gingiva adalah
melindungi jaringan yang dibalutnya. Gingiva yang sehat berwarna merah muda
pucat terkadang bervariasi menjadi warna lainnya dengan kepekatan pigmen yang
terlihat (Daliemunthe, 2008). Ciri-ciri gingiva sehat yaitu berwarna merah muda,
kenyal, tidak oedem, melekat erat pada gigi dan prosesus alveolaris, sulkus

4
gingiva ≤ 2 mm, tidak ada eksudat dan tidak mudah berdarah (Mamede dkk,
2001).
Salah satu keadaan patologis gingiva yang sangat mengganggu estetika dan
fungsional gigi adalah terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement)
(Pramitasari dkk, 2013). Pembesaran gingiva didefinisikan sebagai pertumbuhan
jaringan gingiva yang tidak normal. Kelainan ini menyebabkan perubahan bentuk
gingiva yang secara klinis terlihat lebih besar dari normal (Turkkahraman dkk,
2005). Gingival enlargement bisa bersifat sementara, maupun menetap, inflamasi
gingiva/gingiva yang bersifat kronis bisa berkembang menjadi gingival
enlargement yang bersifat permanen. Gingival enlargement ditandai dengan
penambahan ukuran gingiva dan dapat menimbulkan efek negatif berupa
gangguan fungsi (Suryono, 2014).
Masalah yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan kondisi gingival
enlargement adalah faktor estetika walaupun sebenarnya aspek kesehatan jaringan
pendukung gigi dan mulut juga mengalami gangguan. Gingival enlargement di
daerah papilla interdental, kontur gingiva yang menebal dan membulat, perasaan
tidak nyaman, penampakan morfologi mahkota gigi yang terkesan tidak baik
menjadikan permasalahan utama yang harus ditangani agar penampilan dan
fungsinya menjadi optimal (Suryono, 2014).
Gingivektomi diindikasikan pada pembesaran gingiva yang tumbuh
berlebih, jaringan yang fibrosis dan poket supraboni (Chapple, 2002). Penelitian
menunjukkan adanya faktor lokal sebagai pemicu terjadinya kekambuhan pada
proses penyembuhan setelah dilakukan gingivektomi (Iwan dan Izzatul, 2005).
Kontrol plak yang tidak optimal menyebabkan terjadinya penumpukan bakteri
plak supragingiva yang menimbulkan keradangan pada gingiva didekatnya.
Keradangan yang terjadi menyebabkan terjadinya kekambuhan atau pembesaran
gingiva, oleh karena itu selama masa penyembuhan diperlukan oral hygiene yang
baik (Iwan dan Izzatul, 2005; Shahrohisham dan Widowati, 2005)

5
BAB II
ISI

2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Gingiva


Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang melekat pada
prosesus alveolaris dan gigi (Mamede dkk 2001). Fungsi gingiva adalah untuk
melindungi akar gigi, selaput periodontal dan tulang alveolar terhadap rangsangan
dari luar, khususnya dari bakteri-bakteri dalam mulut (Itjiningsih, 1995). Dalam
istilah awam disebut gusi (gum) (Mamede, 2001). Gingiva merupakan bagian
terluar dari jaringan periodontal yang nampak secara klinis (Prasetyo dan kasna,
2003).
Tanda-tanda gingiva yang normal yaitu (Mamede dkk, 2001; Pramitasari
dkk, 2013) :
a. Berwarna merah muda atau merah salmon
b. Konturnya berlekuk, berkerut-kerut seperti kulit jeruk dan licin.
c. Konsistensinya kuat dan kenyal, melekat pada struktur dibawahnya.
d. Melekat dengan gigi dan tulang alveolar.
e. Ketebalan free gingiva 0,5-1,0 mm, menutupi leher gigi dan meluas
menjadi papilla interdental.
f. Sulkus gingiva tidak ≥2 mm
g. Tidak mudah berdarah.
h. Tidak oedem.
i. Tidak ada eksudat.
j. Ukuran tergantung dengan elemen seluler, interseluler dan suplai vaskuler.

2.2 Pengertian Gingiva Enlargement


Gingival enlargement adalah keadaan dimana besar gingiva bertambah dari
normal. Keadaan ini merupakan gambaran yang sering menyertai penyakit
gingiva (Daliemunthe, 2008 dan Carranza dkk, 2006). Gingival enlargement
adalah istilah deskriptif klinis yang tepat dan menghindari konotasi patologis
yang salah dari istilah yang digunakan di masa lalu, seperti gingivitis hipertrofi
atau hiperplasia gingiva (Carranzadan hogan, 2006).

6
Gingival enlargement dengan menggunakan kriteria letak dan penyebarannya,
dapat digambarkan seperti berikut (Carranza dkk, 2006) :
Terlokasi : Terbatas pada gingiva di dekat satu gigi atau sekelompok gigi
Umum :Melibatkan gingiva diseluruh mulut
Marginal :Terbatas pada gingiva marginal
Papilar :Terbatas pada papila interdental
Difusi :Melibatkan marginal, attached gingiva dan papila
Terbatas :Tonjolan terilosasi atau pelebaran seperti tumor yang tidak merata
Intensitas gingival enlargement menurut Mc Graw index yang ditetapkan
berdasarkan catatan Cheklis yang dipantau pada masing- masing pasien dengan
ketentuan sebagai berikut (Ghafari, 2010) :
Grade 0: Tidak ada gingival enlargement (dengan margin tipis)
Grade 1: Gingival enlargement hanya pada papila interdental
Grade 2 :Gingival enlargement menutupi sekurang-kurangnya sepertiga mahkota
gigi (dental crown)
Grade 3:Gingival enlargement menutupi lebih dari sepertiga mahkota gigi
(dentalcrown)

2.2.1 Etiologi Gingival Enlargement


Penyebab gingival enlargement terdiri dari faktor lokal dan faktor sistemik,
faktor lokalnya adalah: kesehatan mulut yang buruk, malposisi gigi, cara menyikat
gigi yang salah, trauma oklusi, tambalan kurang baik, iritasi, cangkolan protesa,
alat orthodontik dan kebiasaan bernapas melalui mulut. Faktor sistemiknya
adalah: kelainan hormonal, malnutrisi, kelainan darah, obat- obatan dan sebab-
sebab lain yang tidak diketahui (Usri dkk , 2006).
Gingival enlargement disebabkan juga oleh pemaparan dalam jangka waktu
yang lama oleh plak gigi. Faktor-faktor yang memudahkan penumpukan plak dan
retensi termasuk diantaranya kebersihan rongga mulut yang jelek seperti iritasi
yang disebabkan oleh abnormal anatomis dan penambalan yang tidak tepat serta
alat-alat orthodonti. Gingival enlargement dihasilkan oleh bakteri yang terbawa ke
bagian dalam jaringan sewaktu adanya benda – benda asing yang masuk

7
(misalnya bulu sikat gigi, pecahan biji apel, bagian cangkang lobster atau
kepiting) yang tertanam kuat kedalam gingiva (Carranza dkk, 2006).

2.2.2 Klasifikasi Gingival Enlargement


Banyak sekali tipe pembesaran ginigva, yang bervariasi berdasarkan faktor-
faktor etiologi dan proses patologis yang membentuknya (Daliemunthe, 2008).
Carranza dan Hogan mengemukakan beberapa tipe gingival enlargement menurut
faktor etiologi dan proses patologis, sebagai berikut (Carranza dkk, 2006):
1. Pembesaran gingiva karena Inflamasi (Inflamatory enlargement)
a. Kronis
b. Akut
2. Pembesaran gingiva dinduksi obat-obatan (Drug-induced
enlargement)
a. Anticonvulsans
b. Imunosupresi
c. Calsium channel blocker
3. Pembesaran berkaitan dengan penyakit atau kondisi sistemik
(Enlargement assosiated with systemic diseases or conditions)
1) Pembesaran Kondisional (conditioned enlargement)
a. Pubertas
b. Kehamilan
c. Defisiensi vitamin C

2) Gingivitis sel plasma


a. Penyakit sistemik yang menyebabkan pembesaran gingiva (Systemic
diseases causing gingival enlargement)
b. Leukemia
c. Penyakit granulomatous (misal: Wegener’s granulomatosis, sarcadosis)
4. Pembesaran neoplastik/tumor gingiva (Neoplatic enlargement)
5. Pembesaran semu (False enlargement)
Peningkatan dari ukuran gingiva merupakan ciri utama dari penyakit
gingiva. Berikut ini klasifikasi gingival enlargement (Carranza dkk, 2006) :

8
1. Pembesaran gingiva karena inflamasi
Gingival enlargement merupakan hasil dari proses inflamasi akut atau
kronis, dimana kondisi inflamasi kronis lebih umum ditemukan (Carranza dkk,
2006). Stadium awal pembesaran ini adalah berupa pembesaran berbentuk
pelampung yang mengelilingi gigi yang terlibat. Pembesaran bisa bertambah besar
sehingga menyelubungi sebagian mahkota gigi. Distribusi pembesaran pada
papila marginal lokalisata dan generalisata (Daliemunthe, 2008)
a. Akut
Gingival enlargement inflamasi akut berasal dari bakteri yang terbawa
jauh kedalam jaringan ketika substansi asing seperti bulu sikat gigi, sepotong serat
apel, atau pecahan cangkang lobster tertekan ke gingiva (Carranza dkk, 2006)
Gingival enlargement inflamasi akut ada dua tipe yaitu abses gingiva dan abses
periodontal. Abses gingiva merupakan lesi yang terlokalisir disertai nyeri yang
timbulnya biasanya secara tiba-tiba dan disebabkan oleh terbawanya bakteri jauh
masuk ke dalam jaringan. Abses periodontal adalah inflamsi dengan puluren yang
terlokalisir pada jaringan periodontal yang disebabkan perluasan inflamasi dari
saku periodontal, penyingkiran kalkulus yang tidak tuntas, atau perforasi akar gigi
saat perawatan endodonti (Daliemunthe, 2008)

Gambar 1. Abses gingiva


(https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-abses-periodontal/5757/2)

9
Gambar 2. Abses periodontal
(https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-abses-periodontal/5757/2)

b. Kronis
Pada gingival enlargement inflamasi kronis tampak pembengkakan sedikit
pada marginal dan interdental gingiva yang disebabkan oleh penumpukan plak
pada daerah tersebut. Faktor-faktor yang menyababkan penumpukan dan
akumulasi plak adalah OH yang buruk, iritasi oleh keadaan yang tidak normal,
restorasi yang buruk, dan piranti orthodonti (Carranza,dkk, 2006). Distribusinya
bisa diinterproksimal atau pada gingiva bebas atau gingiva cekat. Lesi bertangkai
ini lambat perkembangannya dan biasanya tidak disertai nyeri sakit. Lesi ini
mengecil secara spontan disertai eksaserbasi dan berlanjut pembesaran. Kadang-
kadang terjadi ulserasi yang disertai nyeri sakit yang hebat pada lipatan antara
masa bertangkai dengan gingiva yang berdekatan (Daliemunthe, 2008)

Gambar 3. Gingival enlargement karena penumpukan karang gigi


(https://www.dictio.id/t/apa-saja-penyebab-pembesaran-gingiva-atau-gusi/33060)

10
2. Pembesaran gingiva karena obat-obatan
Gingiva enlargement yang terjadi merupakan kombinasi dari pertambahan
ukuran karena obat- obatan dan komplikasi inflamasi karena bakteri. Pertumbuhan
mulai berupa pembesaran pada papila interdental dan meluas ke marginal gingiva
fasial dan lingual. Gingival enlargement papila dan marginal menyatu, serta bisa
berkembang kelipatan jaringan besar yang mencakup bagian mahkota yang luas,
dan bisa mengganggu oklusi (Carranza dkk, 2006).
Secara umum gingival enlargement berkembang beberapa bulan
pemakaian terapi obat-obatan, biasanya menyeluruh. Gingival enlargement yang
terjadi karena obat-obatan dapat terjadi pada mulut yang bebas iritasi dan dapat
pula tidak terjadi pada mulut dimana iritasi lokal menumpuk (Daliemunthe, 2008).

Gambar 4. Gingival enlargement karena pemakai obat phenytoin


https://dentias.wordpress.com/2016/06/18/pembesaran-gingiva-pada-rongga-mulut/
Obat-obat yang dapat menyebabkan gingival enlargement adalah:
a) Phenytoin
Phenytoin pertama disintesa oleh Blitz pada tahun 1908 dan diperkenalkan
sebagai obat antiepilepsi. Aksi farmakologis utama dari phenytoin adalah fungsi
motorik susunan saraf pusat tanpa mempengaruhi efek sensoriknya. Phenytoin
merupakan obat antikonvulsan yang mempunyai pengaruh terhadap jaringan
gingiva yang menyebabkan gingival enlargement. Gingival enlargement terjadi
setelah 2 sampai 3 bulan penggunaan obat dan mencapai kondisi yang terparah
setelah 12 sampai 18 bulan.
Mekanisme terjadinya gingival enlargement karena penggunaan phenytoin
secara pasti belum dapat ditentukan. Menurut penelitian dengan pengkulturan

11
jaringan menunjukkan adanya stimulasi langsung oleh phenytoin pada proliferasi
fibroblast “fibroblast like cell”. Fibroblas dari gingival enlargement yang
disebabkan oleh phenytoin secara in vitro terlihat meningkatkan sintesa matrik
non kolagen seperti glycosaminoglycan dan proteoglycan, dalam jumlah yang
lebih banyak dari matrik kolagen. Phenytoin dapat merangsang penurunan
degradasi kolagen sebagai akibat dari produksi kolagen fibroplastik yang inaktif
(Gehrig, 2008).
b) Cyclosporine
Gingival enlargement adalah salah satu komplikasi yang paling rumit
ditimbulkan akibat efek samping penggunaan cyclosporine. Penggunaan obat ini
mempengaruhi gaya hidup pasien dan dapat melemahkan fungsi saluran
pencernaan (Ghafari dkk, 2010)
Mekanisme terjadinya gingival enlargement karena pemakaian obat-
obatan belum diketahui dengan jelas, gingival enlargement karena cyclosporine
menunjukkan terjadinya pengurangan degradasi kolagen yang menyebabkan
peningkatan jumlah fibroblast dan volume dari matrik ekstraseluler. Cyclosporin
menunjukkan adanya penekanan produksi antibodi terhadap antigen sel T. Sel
yang menjadi sasaran antara lain sel T-helper dan kemungkinan T-supresor.
Cyclosporine menekan respon imun seluler dengan memproduksi limpokin
(Carranza dkk, 2006).
Cyclosporine sangat cocok pada pasien yang telah menjalani transplantasi
jaringan maupun organ dan pengobatan penyakit autoimun. Penggunaan
cyclosporine secara klinis dilaporkan pada tahun 1978, sejak itu penggunaannya
telah meluas pada transpantasi ginjal, sumsum tulang, hati, kornea, jantung, paru-
paru. Ketika pasien menerima transplantasi organ, tubuh akan mencoba untuk
menolak transplantasi organ, maka cyclosporine akan bekerja mencegah respon
ini (Gehrig, 2008).
Gingival enlargement karena cyclosporine dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu pemakaian secara kombinasi, lama pemakaian, dosis cyclosporine,
usia, jenis kelamin, kontrol plak, oral higiene. Diperkirakan 25% pasien yang
menggunakan cyclosporine sebagai pengobatan sistemik mengalami gingival
enlargement (Dannewizt, 2007)

12
c. Nifedipine
Nifedipine merupakan obat vasodilator yang dipergunakan secara luas
pada perawatan gangguan kardiovaskuler seperti hipertensi, angina pectoris,
ventricular arhytmias. Kerja utama dari nifedipine yaitu merelaksasikan otot-otot
polos pembuluh jantung dengan menghambat pergerakan kalsium melalui kanal
kalsium tanpa merubah konsentrasi kalsium dalam darah. Proses kontraksi dari
otot jantung dan otot polos pembuluh tergantung pada pergerakan ion kalsium
ekstraseluler ke dalam sel melalui kanal ion, dengan menghambat pergerakan
kalsium, nifedipine menghambat proses kontraksi yang selanjutnya akan
menyebabkan dilatasi arteri jantung dan keseluruhan tubuh (Gehrig, 2008)
Gingival enlargement yang dipengaruhi oleh obat nifedipine ditandai
dengan terjadinya peningkatan fibroblast gingiva dan matriks estraseluler jaringan
ikat, dengan berbagai tingkat peradangan kronis (Fernandes dkk, 2010). Efek
samping penggunaan nifedipine dapat menyebabkan gingival enlargement.
Gingival enlargement terjadi setelah 1 sampai 2 bulan pemberian nifedipine
dengan dosis 90 mg per hari. Mekanisme terjadinya gingival enlargement belum
dapat dipastikan, dari hasil penelitian menyatakan bahwa perubahan level kalsium
intraseluler pada sel gingiva berperan penting akan terjadinya gingival
enlargement akibat penggunaan obat tersebut jika berkombinasi adanya inflamasi
gingiva (Gehrig, 2008).
Gambaran klinis dari gingival enlargement karena obat-obatan adalah :
a. Tahap awal gingiva terlihat tanda-tanda pembesaran papila interdental
yang diikuti dengan pembentukan lobul-lobul yang meluas kearah labial
dan lingual.
b. Mempunyai warna merah muda, berkonsistensi keras, kaku dan lenting.
Kadang-kadang dijumpai stippling, permukaan bergranul atau licin dan
tidak mudah berdarah.
c. Bila lesi bertambah besar, pembesaran margin gingiva dan interdental
gingiva menyatu dan berkembang menjadi massa yang besar sehingga
menutupi setengah bahkan seluruh permukaan mahkota gigi sehingga
mengganggu fungsi pengunyahan (Daliemunthe, 2008).

13
3. Pembesaran Berkaitan dengan Penyakit Sistemik
Gambaran klinis dari gingival enlargement kerena penyakit sistemik adalah :
a. Warna gingiva yang terlibat biasanya merah kebiru-biruan dengan
permukaan yang berkilat.
b. Konsistensinya agak padat, tetapi ada kecenderungan menjadi friabel
(mudah tercabik) dan pendarahan yang terjadi secara spontan atau dengan
iritasi ringan.
c. Inflamasi necrotizing ulcerative kadang-kadang terjadi di servikal dan
gingiva membesar dan permukaan gigi terputus.
d. Pembesaran leukemia bisa difus, marjinal, lokal atau umum.
e. Gingival enlargement pada pasien penyakit Wegener’s granulomatosis
berbentuk buah strawberry
f. Gingival enlargement pada pasien penyakit sarcoidosis gingiva cenderung
membesar secara merata dan berwarna kemerahan.
1) Pembesaran yang terkondisi
Pembesaran kondisional terjadi apabila kondisi sitemik pasien
memperhebat atau mengubah respon gingiva terhadap plak dental, dan
memodifikasi gambaran klinis dari gingivitis kronis yang terjadi. Perbedaan
bentuk perubahan gamabaran klinis pembesaran gingiva kondisional dari
gambaran klinis gingivitis kronis tergantung dari bentuk sistemik yang
memodifikasinya. Untuk memicu pembesaran kondisional diperlukan keberadaan
iritan lokal (Daliemunte, 2008).
a. Pubertas
Gingiva enlargement terlihat dikedua papila interdental dan marginal yang
ditandai dengan adanya tonjolan bulat pada papila interproksimal. Gingival
enlargement selama pubertas mempunyai ciri yang sama dengan penyakit
inflamasi kronis gingiva. Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan
dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan untuk
reproduksi. Periode masa pubertas biasanya usia 12-18 tahun. Pubertas terjadi
karena tubuh mulai memproduksi hormon-hormon seks seperti steroid seks.
Hormon steroid seks yang mempengaruhi perempuan adalah estrogen dan

14
progesteron sedangkan pada laki-laki diproduksi adalah testosteron (Yassin,
2011).
Masa pubertas kadang-kadang dapat terjadi gingival enlargement, baik
pada laki-laki maupun perempuan, dan terjadinya pada daerah-daerah yang ada
iritan lokal seperti plak bakteri. Keparahan respon gingiva pada inflamasi yang
dihubungkan dengan peningkatan sirkulasi hormon estrogen dan progesteron pada
perempuan dan testosteron pada laki-laki disaat masa pubertas. Hal ini terjadi
karena ketidak seimbangan hormon pada masa pubertas yang menimbulkan
perubahan permeabilitas dan peningkatan akumulasi cairan pada jaringan gingiva,
yang menimbulkan oedema dan gingival enlargementm dengan adanya plak
bakteri (Daliemunthe, 2008 ; Gehrig, 2008).
Gambaran histopatologi dari gingival enlargement karena pubertas adalah
gambaran mikroskopik adalah bahwa peradangan kronis dengan edema menonjol
dan perubahan degeneratif yang terkait (Carranza dkk, 2006).

Gambar 5.Gingival enlargement karena pubertas


(http://www.klikdokter.com/userfiles/periodental2/, )
b. Kehamilan
Selama kehamilan terjadi peningkatan kadar progesteron dan estrogen,
yang pada akhir trimester ketiga, mencapai tingkat 10 dan 30 kali tingkat selama
siklus menstruasi, masing-masing. Perubahan hormon ini menyebabkan
perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah menyebabkan gingiva edema dan
respon inflamasi meningkat menjadi plak gigi. Mikrobiota subgingiva juga dapat
mengalami perubahan, termasuk peningkatan Prevotella intermedia (Newman.,
Takei., Carranza, 2006).
Gambaran klinis dari gingival enlargement karena kehamilan adalah :

15
a. Lesi muncul seperti jamur, massa bulat pipih yang menonjol dari margin
gingiva atau lebih umum di ruang interproksimal.
b. Cenderung untuk memperluas lateral, dan tekanan dari lidah dan pipi
memerah. Warna kehitaman atau magenta, memiliki permukaan halus,
berkilau yang sering menunjukkan merah tua.
c. Lesi dangkal dan biasanya tidak menyerang tulang yang mendasarinya
(Carranza dkk, 2006).

Gambar 6. Gingival enlargement karena kehamilan


(http://bentengkehidupan.wordpress.com/2011/03/26/pembekakan-gusi-saat-hamil/)
Gambaran histopatologi dari gingival enlargement karena kehamilan
adalah angiogranuloma. Pembesaran marjinal terdiri dari massa pusatdari
jaringan ikat, dengan berbagai difus diatur, yang baru terbentuk, dan membesar
kapiler dilapisi oleh selendotel berbentuk kubusdan stroma cukup berserat dengan
berbagai tingkat edema dan inflamasi kronis menyusup. Epitel skuamosa
bertingkat kental, dengan retepegs menonjol dan beberapa derajat jembatan antar
sel, dan infiltrasi leukocytic. Meskipun temuan mikroskopis merupakan ciri khas
dari pembesaran gingiva pada kehamilan, tetapi tidak pthognomonic karena tidak
dapat digunakan untuk didiferensiasi pasien hamildan tidak hamil (Daliemunthe,
2008 ).
c. Defisiensi vitamin C
Secara akut kekurangan vitamin C tidak menyebabkan perdarahan,
degenerasi kolangen dan edema dijaringan ikat gingiva. Perubahan ini mengubah
respon dari gingiva ke plak menjadi gingival enlargement. Ciri-cirinya adalah
berwarna kebiruan merah, lunak, gembur, permukaan mengkilat (Daliemunthe,
2008).

16
Defisiensi vitamin C mempunyai manifestasi di rongga mulut seperti gusi
mudah berdarah dan pembesaran jaringan gingiva. Pembesaran yang terjadi
karena defisiensi vitamin C merupakan respon akibat adanya plak bakteri.
Defisiensi vitamin C tidak menyebabkan hemoragik, degenerasi kolagen dan
edema pada jaringan ikat gingiva. Perubahan ini memodifikasi respon gingiva
terhadap iritan lokal sehingga reaksi terhadap pertahanan yang normal terhambat
dan inflamasi bertambah parah. Kombinasi efek defisiensi vitamin C akut dengan
inflamasi menyebabkan gingival enlargement yang mencolok (Yedriwati, 2006).
Gambaran histopatologi dari gingival enlargement karena defesiensi
vitamin C adalah gingiva memiliki infiltrasi seluler kronis inflamasi akut dengan
respon dangkal. Ada daerah yang tersebar perdarahan, dengan membesar kapiler.
Ditandai menyebar edema, degenerasi kolagen, dan kekurangan fibril kolagen
atau fibroblas adalah temuan mencolok (Carranza dkk, 2006).

Gambar 7.Gingival enlargement karena defisiensi vitamin C


(http://www.klikdokter.com/userfiles/periodental2/)
d. Gingivitis sel plasma
Gingiva enlargement ini disebut juga atipikal dan sel plasma
gingivostomatitis yang dimulai dari marginal meluas ke gingiva. Secara klinis
gingiva tampak merah, bulat, dan berdarah dengan mudah (Carranza dkk, 2006).
2) Penyakit sistemik yang menyebabkan pembesaran gingiva
Pembesaran gingiva yang tidak terkondisi seperti :
a) Leukemia
Gingival Enlargement yang disebabkan oleh zat kimia bisa lokalisata atau
generalisata. Pembesarannya bisa berupa pembesaran difus yang melibatkan
gingiva, berupa pembesaran pada gingiva bebas, atau masa seperti tumor diskret
di interproksimal. Warna gingiva yang terlibat biasanya merah kebiru-biruan

17
dengan permukaan yang berkilat. Konsistensinya agak padat, tetapi ada
kecenderungan menjadi friable (mudah tercabik), dan pendarahan yang terjadi
secara spontan atau dengan iritasi ringan.
Kadang-kadang bisa terjadi inflamasi ulseratif nekrosis akut pada celah
yang berbentuk antara perbatasan gingiva yang membesar dengan permukaan gigi
yang berbatasan. Pada leukemia lapisan inflamasi gingiva kronis simpel tanpa
keterlibatan sesl-sel leukemia dengan gambaran klinis dan mikroskopis yang
serupa dengan gambaran yang dijumpai pada pasien non leukemia. Kebanyakan
gingival enlargement yang disebabkan leukemia dijumpai sekaligus gambaran
inflamasi kronis simpel dan infiltrat. Gingival enlargement yang disebabkan
leukemia biasanya terjadi pada penderita leukemia akut, bisa juga terjadi pada
penderita leukemia sub akut. Lesi ini jarang sekali terjadi pada penderita leukemia
kronis (Daliemunte, 2008).

Gambar 8. Gingival enlargemet karena leukimia


https://www.slideshare.net/SaifKhan37/influence-of-hematological-disorder-on-periodontium

b) Penyakit granulomatosa (Wegener’s granulomatosis, Sarcoidosis)


Penyebab pembesaran gingiva pada Wegener’s granulomatosis tidak
diketahui, tetapi kondisi ini dianggap sebagai cedera jaringan imunologi.
Pembesaran gingiva biasanya terjadi pada saat pasien telah mengalami gagal
ginjal dalam beberapa bulan, tetapi baru-baru ini penggunaan obat imunosupresif
telah menghasilkan pengurangan kejadiaan tersebut lebih dari 90% pasien
(Carranza,dkk, 2006). Gingiva enlargement pada penyakit granulomatosa secara
klinis berwarna merah keunguan, mudah berdarah (Newman., Takei., Carranza,
2006).

18
4. Pembesaran Neoplastik/Tumor Gingiva
Epulis adalah istilah yang digunakan secara klinis untuk menandai semua
tumor yang tersebar, dan massa seperti tumor yang berada di gingiva ini hanya
untuk menentukan lokasinya bukan untuk menerangkan tumor itu sendiri.
Kebanyakan lesi yang dirujuk sebagai ‘epulis’ adalah lebih kepada peradangan
dibandingkan dengan neoplastik. Tumor pada gingiva muncul dari jaringan ikat
gingiva atau dari ligamen periodontal. Tumbuhnya lambat, tumor berbentuk bulat
yang cendrung menjadi kenyal atau kuat, serta bernodul tapi cendrung menjadi
lunak dan mudah berdarah. Fibroma yang keras pada gingiva jarang terjadi.
Kebanyakan lesinya yang di diagnosa secara klinis sebagai fibroma adalah
gingival enlargement karena peradangan (Carranza,dkk, 2006).
5. Pembesaran Semu
False enlargement sebenarnya bukan dari jaringan gingiva tetapi mungkin
muncul sebagai akibat dari peningkatan ukuran di underlying osseous dan
jaringan gigi. (Carranza,dkk, 2006).
a. Lesi di bawah tulang
Enlargement di bawah tulang yang paling umum terjadi pada exostosis,
tetapi bisa terjadi pada fibrous dysplasia, cherubism, central giant cell
granuloma, osteoma, osteosarcoma.
b. Bawah jaringan gigi
Tahap erupsi gigi primer gingiva sudah menunjukkan distorsi marginal
disebabkan oleh superimposition yang menonjol dari enamel setengah gingiva
dimahkota (Yassin, 2011).

2.3 Pengertian Gingivektomi


Gingivekvomi adalah eksisi gingiva yang bertujuan untuk menyingkirkan
saku periodontal, dan dalam prosedurnya tercakup pembentukan kembali
(reshaping) gingiva. Disingkirkannya dinding saku yang terinflamasi akan
diperbaiki visibilitas dan aksesbilitas ke permukaan akar gigi sehingga
penyingkiran iritan lokal berupa deposit dapat dilakukan secara tuntas.
Tersingkirkannya jaringan yang terinflamasi dan iritan lokal akan menciptakan
lingkungan yang menguntungkan bagi penyembuhan gingiva dan restorasi kontur

19
gingiva yang fisiologis (Daliemunthe, 2006). Keuntungan gingivektomi adalah
teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna, lapangan
penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan (Lies,
1997; Goldman dan Cohen 1980; Cohen, 1989)

2.3.1 Indikasi dan kontraindikasi gingivektomi


Indikasi gingivektomi:
a. Penyingkiran saku supraboni,tanpa melihat kedalamannya, bila
konsistensi dinding sakunya fibrous dan padat serta zona gingiva cekatnya
adekuat.
b. Penyingkiran gingival enlargement.
c. Penyingkiran abses periodontal dengan saku supraboni.
Kontraindikasi gingivektomi
a. Terdapat cacat tulang yang memerlukan koreksi atau pemeriksaan bentuk
dan morfologi tulang alveolar.
b. Dasar saku berada dekat atau diapikal batas muko gingiva.
c. Gingival enlargement yang terlalu besar, sepeti hiperplasia gingiva yang
diinduksi obat-obatan.

2.3.2 Prosedur Gingivektomi


Berikut ini tahapan kerja gingivektomi, sebagai berikut ( Daliemunthe,
2006):
1. Anestesi, sebelum melakukan gingivektomi daerah yang dikerjakan
terlebih dulu diberi anestesi lokal.
2. Penandaan dasar saku, dengan memakai alat yaitu pocketmarker.
3. Mereseksi gingiva, reseksi gingiva dapat dilakukan dengan beberapa
macam alat yaitu pisau gingivektomi, pisau bedah (skalpel), gunting, alat
bedah elektro (laser).
4. Menyingkirkan gingiva bebas dan gingiva interdental, gingiva yang telah
direseksi disingkirkan dengan menggunakan kuret.Alat kuret diselipkan
sedalam mungkin ke daerah yang diinsisi sampai berkontak dengan

20
permukaan gigi, lalu dengan sapuan kearah koronal jaringan yang telah
direseksi disingkirkan.
5. Penyingkiran jaringan granulasi dan kalkulus, setelah gingiva bebas dan
gingiva interdental disingkirkan akan tersingkap jaringan granulasi yang
terinflamasi dan kalkulus yang belum tersingkirkan pada fase terapi inisial.
6. Pembersihan daerah kerja, daerah yang di gingivektomi dibilas dengan
aqudes atau larutan garam fisiologis.
7. Pemasangan pembalut periodontal, setelah bekuan darah terbentuk, luka
bedah ditutup dengan pembalut periodontal

21
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Kasus
Seorang pasien wanita berusia 19 tahun datang ke RSGM dengan keluhan
gusi bengkak pada rahang atas dan rahang bawah. Pasien menyadari keluhannya
ini sejak kecil akibat gigi bawah yang tidak rata. Pembengkakan tersebut
mengganggu penampilan ketika sedang tertawa dan tidak sakit. Pasien tidak
memakai kawat gigi dan tidak memiliki alergi terhadap obat. Sebelumnya pasien
belum pernah ke dokter gigi. Pemeriksaan klinis ditemukan adanya pembesaran
pada regio 41 dan 42 dengan keadaan jaringan periodontal normal, warna coral
pink.

3.2 Identifikasi pasien


1. Pemeriksaan
a. Data Pasien
Nama : Rini Mariani
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Ampang
Tanggal Pemeriksaan : 23 Maret 2019
b. Pemeriksaan subyektif
Keluhan Utama :
Pasien datang ke RSGM Universitas Baiturrahmah Padang dengan keluhan gusi
rahang bawah bengkak.
Keluhan Tambahan :
1. Pasien mengeluhkan gusi gigi bawah bagian depan membengkak sejak kecil
2. Pasien tidak nyaman dan tidak percaya diri dengan keadaan gusi yang
membesar pada gigi depan bawah
Riwayat Medis Gigi dan Mulut : Pasien belum pernah kedokter gigi sebelumnya

22
Riwayat Medis Umum : Pasien tidak sedang dalam perawatan dokter dan tidak
mengkonsumsi obat-obatan, serta tidak ada riwayat alergi.
Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut :
Menyikat Gigi
Interval :2 kali sehari
Waktu :Pagi sewaktu mandi dan sore sewaktu mandi
Gerakan :Horizontal
Yang disikat :Bagian vestibular dan oral
Pasta :Pepsodent
Obat kumur :Tidak ada
c. Pemeriksaan obyektif
Ekstra Oral
TMJ : Normal
Lympnode : Normal
Bibir : Normal
Intra Oral
Mukosa Lidah : Normal
Mukosa Palatum : Normal
Mukosa Pipi : Normal
Mukosa Bibir : Normal
Dasar Mulut : Normal
Gigi
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 44 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Kondisi jaringan periodontal gigi 41 42


Jaringan periodontal : Pembesaran Gingiva
Warna : Coral pink

23
Pemeriksaan kebersihan mulut
Debris Calculus
Kana
Ant. Kiri Total Kanan Ant. Kiri Total
n
Atas 2/- 0/- 2/- 4/- Atas 2/- 0/- 2/- 4/-
Bawa Bawa
-/2 -/1 -/2 -/5 -/2 -/1 -/2 -/5
h h

Jumlah skor debris 9


DI = = =1,5
Jumlah gigi yang diperiksa 6

Jumlah skor calculus 9


CI = = =1,5
Jumlah gigi yang diperiksa 6
OHI = DI + CI = 1,5 + 1,5 = 3,0 (sedang)
Skor OHI: 0 - 1,2 = Baik
1,3 - 3,0 = Sedang
3,1 - 6,0 = Buruk
d. Pemeriksaan Rontgen Foto
Pemeriksaan rontgen foto tidak dilakukan.
e. Pemeriksaan Oklusi
Statis : Normal
Berfungsi : Normal
Protesa : (-)
2. Diagnosa
Gingiva enlargement inflamasi kronis pada gigi 41 dan 42 karena
penumpukan plak dan kalkulus dalam jumlah banyak disertai dengan cara dan
waktu penyikatan gigi yang salah.
3. Prognosis
Prognosis untuk perawatan pasien adalah sedang, dengan alasan sebagai berikut:
a. Gingival enlargement dapat kembali lagi jika pasien tidak bisa menjaga oral
hygiene nya dengan baik
b. Pasien kooperatif

24
c. Pasien masih muda dan tidak mempunyai penyakit sistemik
d. OH pasien didapatkan sebesar 3,0 dimana berdasarkan Skor OHI level
kebersihan oral pasien adalah sedang
e. Pasien bisa datang dalam waktu yang telah disepakati
4. Gambar Pasien Sebelum Perawatan

Gambar 9. Foto pasien sebelum perawatan - vestibular

5. Rencana Perawatan
Rencana perawatan dilakukan sesudah menegakkan diagnosis penyakit dan
setelah meramalkan prognosis. Perawatan yang diberikan dengan tiga kali
kunjungan
Kunjungan I (Fase inisial)
a. Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan Calculus
Index)
DI = Jumlah gigi seluruhnya
Jumlah total gigi yang diperiksa
CI = Jumlah permukaan gigi dengan calculus
Jumlah Seluruh Permukaan Gigi
OHI = DI + CI
b. Melakukan pengukuran gingiva index pada bagian distal, palatal, mesial dan
bucal pada rahang atas dan rahang bawah
GI = Jumlah seluruh gigi /4
Jumlah gigi yang diperiksa
c. Melakukan pengukuran Plaque Control Record
PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB) x 100%

25
Jumlah Gigi x 4
d. Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS) pada bagian mesial tengah
distal bagian vestibular oral pada gigi yang mengalami pembesaran gingiva.
e. Penskeleran kalkulus/karang gigi supragingival dan subgingival pada rahang
atas dan rahang bawah
f. Memberitahu ke pasien untuk datang 1 minggu lagi untuk dilakukan tindakan
Kunjungan II (Fase Kuratif)
a. Melakukan pengukuran Plaque Control Record kembali
PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB) x 100%
Jumlah Gigi x 4
b. Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS) pada bagian mesial tengah
distal bagian vestibular oral pada gigi yang mengalami pembesaran gingiva.
c. Melakukan tindakan Gingivektomi
Prosedur :
1) Dudukkan pasien di dental unit
2) Pemasangan celemek pada pasien
3) Operator cuci tangan terlebih dulu
4) Pemasangan masker + handscoon pada operator
5) Asepsis lapangan kerja dengan providone iodine
6) Anastesi interdental pada bagian mesial, distal gingiva yang akan dibedah
7) Bleeding point, dengan menggunakan pocket marker atau prob + sonde
dengan cara memasukkan bagian lurus kedalam saku sampai dengan dasar
saku, kemudian jepit sehingga terdapat titik-titik pendarahan pada bagian
vestibular. Pada perawatan ini operator menggunakan prob periodontal +
sonde untuk bleeding point.
8) Reseksi gingiva dengan menggunakan scalpel dengan blade no 15, insisi
dibuat 1 mm ke arah apikal dari bleeding point dengan membentuk sudut 450
ke permukaan gigi atau dapat juga digunakan pisau kirkland untuk bagian
vestibular, kemudian pada bagian interdental dengan pisau orban. Pada
perawatan ini operator menggunakan scalpel dengan blade no.15 dan orban
untuk reseksi gingiva.

26
9) Lakukan kuretase, dengan mata pisau mengarah ke gingiva, untuk
menyingkirkan jaringan granulasi dan sisa kalkulus subgingiva.
10) Irigasi dengan Nacl 0.9% + kompres dengan kassa hingga pendarahan
berhenti.
11) Keringkan daerah yang dibedah, pemasangan pack periodontal.
12) Intruksi pasca bedah, dimana pasien perlu diberi informasi yang lengkap
tentang cara-cara perawatan pascaoperasi. Berikut instruksi pasca bedah,
yaitu:
a) Hindari makan atau minum selama 1 jam.
b) Jangan minum-minuman panas atau alkohol selama 24 jam. Jangan
berkumur-kumur satu hari setelah operasi.
c) Jangan makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan kunyahlah
makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
d) Minumnlah obat yang telah diresepkan secara teratur sesuai anjuran.
Dimana penggunakaan obat analgesik bila anda merasa sakit setelah efek
anestesi hilang. Gunakan larutan kumur salin hangat setelah satu hari.
Gunakan obat kumur di pagi hari dan malam hari bila anda tidak dapat
melakukan pengontrolan plak secara mekanis. Larutan ini dapat langsung
digunakan pada hari pertama setelah operasi asalkan tidak dikumurkan
terlalu kuat di dalam mulut.
e) Bila terjadi perdarahan, tekanlah dressing selama 15 menit dengan
menggunakan sapu tangan bersih yang sudah dipanaskan; jangan
berkumur; hubungi dokter anda bila perdarahan tidak juga berhenti.
f) Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.
g) Bila tahap pascaoperasi tidak menimbulkan gangguan namun sakit dan
bengkak timbul 2-3 hari kemudian, segeralah hubungi dokter anda.
13) Pemberian obat

Fase ke III (Fase Maintenance)


Dimana pada fase ini dalam rentang waktu 1 minggu setelah dilakukan tindakan
pembuangan gingiva enlargement yaitu fase penyembuhan diri. Pada fase ini
dilakukan kembali yaitu:

27
a. Melakukan pengukuran Plaque Control Record kembali

PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB) x 100%


Jumlah Gigi x 4
b. Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS) pada bagian mesial tengah
distal bagian vestibular oral pada gigi yang mengalami pembesaran gingiva.

28
BAB IV
RENCANA PERAWATAN

4.1 Kunjungan I (Fase inisial)


1. Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris
Index dan Calculus Index
DI = Jumlah permukaan gigi dengan debris
Jumlah Seluruh Permukaan Gigi
CI = Jumlah permukaan gigi dengan calculus
Jumlah Seluruh Permukaan Gigi
OHI = DI + CI
Hasil pengukuran
Kana
Ant. Kiri Total Kanan Ant. Kiri Total
n
Atas 2/- 0/- 2/- 4/- Atas 2/- 0/- 2/- 4/-
Bawa Bawa
-/2 -/1 -/2 -/5 -/2 -/1 -/2 -/5
h h

Jumlah skor debris 9


DI = = =1,5
Jumlah gigi yang diperiksa 6

Jumlah skor calculus 9


CI = = =1,5
Jumlah gigi yang diperiksa 6
OHI = DI + CI = 1,5 + 1,5 = 3,0 (sedang)

2. Melakukan pengukuran gingiva index pada bagian


distal, palatal, mesial dan bucal pada rahang atas dan rahang bawah
GI = Skor Gingiva
Jumlah Indeks x Jumlah Permukaan

29
Hasil pengukuran
RAHANG ATAS

Gambar 12. Pengukuran Gingiva Index Rahang Atas Kasus


RAHANG BAWAH

Gambar 13. Pengukuran Gingival Index Rahang Bawah Kasus

3. Melakukan pengukuran Plaque Control Record


PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB)
Jumlah Gigi x 4
Hasil pengukuran:

30
Gambar 14. Pengukuran Plaque Control Record Kasus

4. Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS),


resesi ginggiva (CC), level attachment (LA), kreatinized gingiva (KG),
attached gingiva (AG) pada kasus
Hasil pengukuran:

Gambar 15. Pengukuran KS, CC, LA, KG, AG Rahang Bawah Kasus
5. Penskeleran kalkulus/karang gigi supragingival dan
subgingival pada rahang atas dan rahang bawah
6. Memberitahu ke pasien untuk datang 1 minggu lagi
untuk dilakukan tindakan
4.2 Kunjungan II (Fase Kuratif)
1. Melakukan pengukuran Plaque Control Record kembali
PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB)

31
Jumlah Gigi x 4
Hasil pengukuran:

Gambar 16. Pengukuran Plaque Control Record Kasus

2. Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), resesi ginggiva (CC), level


attachment (LA), kreatinized gingiva (KG), attached gingiva (AG) pada
kasus. Hasil pengukuran:

Gambar 17. Pengukuran KS, CC, LA, KG, AG Rahang Bawah Kasus

3. Melakukan tindakan Gingivektomi


Prosedur :
1. Dudukkan pasien di dental unit
2. Pemasangan celemek pada pasien
3. Operator cuci tangan terlebih dulu
4. Pemasangan masker + handscoon pada operator
5. Asepsis lapangan kerja dengan providone iodine

32
(a)
Gambar 18. Asepsis Daerah Kerja

6. Anastesi lokal pada daerah forniks antara gigi 41 dan 42

Gambar 19. Anastesi Lokal

7. Bleeding point, dengan menggunakan pocket marker atau prob + sonde


dengan cara memasukkan bagian lurus kedalam saku sampai dengan dasar
saku, kemudian jepit sehingga terdapat titik-titik pendarahan pada bagian
vestibular. Pada perawatan ini operator menggunakan prob periodontal +
sonde untuk bleeding point.

33
Gambar 20. Bleeding Point
8. Reseksi gingiva dengan menggunakan scalpel dengan blade no 15, insisi
dibuat 1 mm ke arah apikal dari bleeding point dengan membentuk sudut
450 ke permukaan gigi atau dapat juga digunakan pisau kirkland untuk
bagian vestibular, kemudian pada bagian interdental dengan pisau orban.
Pada perawatan ini operator menggunakan scalpel dengan blade no.15 dan
orban untuk reseksi gingiva.

Gambar 21. Insisi Menggunakan Scalpel dengan Blade No. 15


9. Lakukan kuretase, dengan mata pisau mengarah ke gingiva, untuk
menyingkirkan jaringan granulasi dan sisa kalkulus subgingiva.

(a) (b)
Gambar 22. Kuretase, (a) Penyingkaran Jaringan Granulasi dan (B) Penyingkaran Sisa Kalkulus
Subgingiva

34
10. Irigasi dengan Nacl 0.9% + kompres dengan kassa hingga pendarahan
berhenti.

Gambar 23. Irigasi

11. Keringkan daerah yang dibedah, pemasangan pack periodontal.

Gambar 24. Pemasangan Pack Periodontal pada Gigi Regio 32

12. Intruksi pasca bedah, dimana pasien perlu diberi informasi yang lengkap
tentang cara-cara perawatan pascaoperasi. Berikut instruksi pasca bedah,
yaitu:
1. Hindari makan atau minum selama 1 jam.
2. Jangan minum-minuman panas atau alkohol selama 24 jam. Jangan
berkumur-kumur satu hari setelah operasi.
3. Jangan makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan kunyahlah
makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
4. Minumnlah obat yang telah diresepkan secara teratur sesuai anjuran.
Dimana penggunakaan obat analgesik bila anda merasa sakit setelah efek
anestesi hilang. Gunakan larutan kumur salin hangat setelah satu hari.
Gunakan obat kumur di pagi hari dan malam hari bila anda tidak dapat

35
melakukan pengontrolan plak secara mekanis. Larutan ini dapat langsung
digunakan pada hari pertama setelah operasi asalkan tidak dikumurkan
terlalu kuat di dalam mulut.
5. Bila terjadi perdarahan, tekanlah dressing selama 15 menit dengan
menggunakan sapu tangan bersih yang sudah dipanaskan; jangan
berkumur; hubungi dokter anda bila perdarahan tidak juga berhenti.
6. Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.
7. Bila tahap pascaoperasi tidak menimbulkan gangguan namun sakit dan
bengkak timbul 2-3 hari kemudian, segeralah hubungi dokter anda.
13. Pemberian obat
R/ Cataflam tab 50 mg No. X
S2dd tab I pc
R/Amoksisilin 500 mg No. XV
S3dd tab I pc
R/ Hexadol gargle 100 ml fls No.I
m.et.v
R/ Becom-C tab 500 mg No. V
S1dd

1. Fase ke III (Fase Maintenance)


Pada fase ini dalam rentang waktu 1 minggu setelah dilakukan tindakan
pembuangan gingiva enlargement yaitu fase penyembuhan diri. Pada fase ini
dilakukan kembali yaitu:
1. Melakukan pengukuran
Plaque Control Record kembali
PCR = Jumlah Permukaan yang terkena (RA & RB)
Jumlah Gigi x 4
Hasil pengukuran:

36
Gambar 25. Pengukuran Plaque Control Record Kasus

2. Melakukan pengukuran
kedalaman saku (KS), resesi ginggiva (CC), level attachment (LA),
kreatinized gingiva (KG), attached gingiva (AG) pada kasus
Hasil pengukuran:

Gambar 26. Pengukuran Kedalaman Saku (KS), (CC), (LA), (KG), (AG)

3. Dokumentasi pascaperawatan

Gambar 27. Dokumentasi Pascaperawatan Bagian Vestibular

37
Daftar Pustaka

Anonymous. 2009. Inflamation. http://en.wikipedia.org/wiki/Inflamation.


Carranza FA dan Hogan EL. 2006. Gingiva Enlargement. In: Newman MG, Takei
HH, Klokkevold PR, Carranza FA (eds), Clinical Periodontology, 10th
edition, St. Louis, Saunders-Elsevier. p: 373-90.
Carranza. 2012. Clinical Periodontology, 11th ed. Philadelphia: WB Saunders
Company.
Chapple I dan Gilbert A. 2002. Understanding Periodontal Diseases: Assessment
and Diagnostic Procedures in Practice. QuitEssentials Publishing Co.Ltd.
p.1-10
Cohen ES. 1989. Atlas of Cosmetic an Reconstructive Periodontal Surgery, 2nd
ed. Philadelphia: Lea & Febiger
Daliemunthe, SH. 2008. Periodonsia. Departemen Periodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Ed : Revisi. Medan.
Halaman: 101-102
Ghafari, A. 2010. Gingival Enlargement and its risk factors in kidney transsplant
patients receiving cyclosporine A. PubMed.
Goldman HM., Cohen DW. 1980. Periodontal Therapy 6 th ed. The CV. Mosby
Company p. 640-690
Iwan R dan Izzatul A. 2005, Kekambuhan gingivitis hiperplasi setelah
gingivektomi. Majalah Kedokteran Gigi Unair (Dent. J). 38(3). Halaman
108- 111
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia

38
Tahun 2011. Jakarta
Lies ZBS. 1997. Gingivektomi sebagai tindakan bedah prostetik (laporan kasus).
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. p. 295-301
Mamede RC., De Mello Filho FV. 2001. Ingestion of causatic substance and its
complications. Med J . Sao Paulo. Halaman 119:10-5.
Pramitasari YD., Andiyani NKM., Irlinda R. 2013. Survei Pendahuluan Karya
Tulis Ilmiah. Semarang: Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Prasetyo A dan Kasno. 2003. Patologi Rongga Mulut dan Traktus Gastro
Intestinalis. Semarang: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
RD dan Granner E. 2006. Hereditary gingival fibromatosis. USA. J Periodontol.
Santoso Oedijani. 2013. Oral Medicine. Semarang: IP Gigi dan Mulut.
Shahrohisham dan Widowati W. 2005. The efficacy of chlorhexidine 0.2 % after
scaling in marginal gingivitis. Maj. Ked. Gigi (Dent. J). 38 (4). Halaman
173-175
Suryono. 2014. Bedah Dasar Periodonsia, Ed-1, Yogyakarta: Deepublish.
Turkkahraman H., Sayin MO., Bozkurt FY., Yetkin Z., Kaya S., Onal S.
2005. Archiwire ligination techniques, microbal colonization and
periodontal status in orthodontically tread patiens. Angel Orthod. Halaman
231-236.
Usri dkk. 2006. Diagnosis dan Terapi Penyakit Gigi dan Mulut. Cetakan ke-3.
Bandung: Penerbit LSKI
Wahyukundari M. H. 2008. Perbedaan kadar matrix metaloproteinase-8 setelah
scalling dan pembentukan tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis
departemen periodonsia fakultas kedokteran gigi universitas airlangga
surabaya.
Yedriwati. 2006. Kebutuhan Vitamin C dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan
Tubuh Dan Rongga Mulut. Dentika Dental Jurnal. Edisi 11. Halaman 78-
82.

39
40

Anda mungkin juga menyukai