Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting terutama di negara berkembang. Obat yang
digunakan secara luas untuk mengatasi masalah tersebut adalah
antimikroba, yang terdiri atas antibiotika, antivirus, antijamur, dan anti
parasite. Diantara keempat obat tersebut, antibiotika adalah yang
terbanyak digunakan, berbagai penelitian menyimpulkan bahwa sekitar
40-62 % antibiotika digunakan pada penyakit yang tidak memerlukan
antibiotika. Penggunaan antibiotika bukan tanpa akibat, terutama jika
tidak digunakan secara bijak.
Intensitas penggunaan antibiotika yang tinggi menimbulkan berbagai
masalah baik masalah kesehatan maupun masalah pengeluaran yang
tinggi. Masalah kesehatan yang timbul akibat penggunaan antibiotika
yang tidak rasional adalah resistensi bakteri terhadap antibiotika, yang
mempersulit penanganan penyakit infeksi karena bakteri. Resistensi tidak
hanya terjadi terhadap satu antibiotika melainkan dapat terjadi terhadap
(berbagai jenis antibiotika sekaligus, seperti bakteri MRSA (Methycilin
Resistant Staphylococcus Aureus), ESBL (Extended Strain Beta
Lactamase) dan sebagainya. Kesulitan penanganan antibiotika resistensi
bakteri terhadap berbagai antibiotika selanjutnya berakibat meningkatnya
morbiditas dan mortalitas.
Disamping antibiotika yang secara specific adalah antibacterial,
penggunaan anti jamur juga meningkat terutama pada pasien defisiensi
imun dan akibat pemberian dan tanpa indikasi selanjutnya juga akan
berakibat terjadi resistensi terhadap jamur terutama golongan candida.
Antivirus dan antiparasit lebih jarang digunakan tetapi tetap perlu dibuat
pedoman penggunaanya dengan baik.
2. Tujuan
a. Sebagai panduan bagi klinisi dalam pemilihan dan penggunaan
antimikroba secara bijak.
b. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

3. Definisi
a. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen biologi
(virus, bakteri, jamur )
b. Antimikroba adalah bahan – bahan / obat yang digunakan untuk
memberantas atau membasmi infeksi mikroba khususnya yang
merugikan manusia.
c. Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dalam konsentrasi kecil mempunyai
kemampuan menghambat atau membunuh mikroorganisme lain.
d. Antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh jamur.
e. Antivirus adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh virus.
f. Antiparasit adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh parasite.
g. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan
melemahkan daya kerja antimikroba.
BAB II
RUANG LINGKUP

Pemberian antibiotika meliputi berbagai aspek yaitu :


1. Pengkajian terapi antibiotika
2. Peracikan
3. Pemberian
4. Penggunaan
5. Informasi obat
6. Konseling
7. Pemantauan
a. Prinsip penggunaan antibiotika kombinasi
b. Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Khusus
8. Evaluasi penggunaan antibiotika
BAB III
URAIAN

1. Pengkajian Terapi Antibiotik


Pengkajian terapi antibiotik dapat dilakukan sebelum atau sesudah
penulisan resep, dalam rangka mengidentifikasi, mengatasi dan
mencegah masalah terkait antibiotik. Apoteker dapat memberikan
rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien terkait masalah terapi
antibiotik yang ditemukan.
Pengkajian terapi antibiotik dapat berupa:
a. Kesesuaian indikasi, pasien, jenis dan dosis rejimen antibiotik
terhadap Pedoman/Kebijakan yang telah ditetapkan,
b. Kemungkinan terjadinya ROTD, interaksi antibiotik dengan obat
lain/larutan infus/makanan-minuman,
c. Kemungkinan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium karena
pemberian antibiotik. Misalnya ampisilin, gentamisin mempengaruhi
pemeriksaan AST/ALT.
Beberapa contoh masalah terkait antibiotik yang memerlukan
kewaspadaan dalam penggunaannya:
a. Kotrimoksazol dapat menyebabkan efek samping yang serius,
seperti diskrasia darah dan reaksi kulit yang berat (Stevens
Johnson Syndrome). Oleh karena itu sebaiknya Kotrimosazol hanya
digunakan untuk Pneumonicystis Pneumonia.
b. Aminoglikosida dan Vankomisin yang bersifat nefrotoksik harus
dimonitor kadar dalam darah terutama pada pasien dengan
gangguan ginjal, bila perlu dilakukan penyesuaian dosis rejimen.
c. Vankomisin infus sebaiknya diinfuskan secara pelan lebih dari 100
menit (kecepatan maksimum 10mg/menit) untuk menghindari Red
Man Syndrome.
d. Antibiotik topikal sebaiknya dibatasi hanya untuk penggunaan pada
mata dan telinga karena dapat menyebabkan resistensi antibiotik
dan hipersensitivitas. Jika penggunaan antibiotik topikal diperlukan
maka pilih antibiotik yang tidak diabsorpsi melalui kulit (bukan
antibiotik sistemik), contoh: Mupirocin.
e. Antibiotik intravena hanya digunakan bila rute oral dan rektal tidak
dapat dilakukan atau jika diinginkan kadar dalam serum yang tinggi
dalam waktu cepat. Sebagai contoh kadar puncak metronidazol
dalam darah dapat segera dicapai dengan pemberian intravena, oral
setelah 1 jam dan 3 jam setelah diberikan rektal (Suppositoria).
Semua sediaan Metronidazol intravena, oral maupun rektal
mempunyai bioavailabilitas yang ekivalen. Infus intravena sebaiknya
diberikan pelan (5 ml/menit).

Anda mungkin juga menyukai