Anda di halaman 1dari 16

Inflamasi

POSTED BY TURSINO INO ON 13:49 WITH 1 COMMENT

A. Pengertian

        Inflamasi merupakan


respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan
yang cedera itu (Dorland, 2002).

Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi adalah reaksi vascular yang
hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan
interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan
dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur
jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.

        Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada
jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau
yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan
yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi
(Rukmono, 1973).

Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin)
yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:

Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa
makrofaga

Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

bentuk gel, glikoprotein adhesif (fibronektin) sebagai struktur penyambung antar ECM. susun
fibrosa, proteoglikan Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab jejas (cell
injury), dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya, serta membuang
penyebab awal jejas sehingga proses penyembuhan dapat dilaksanakan. Inflamasi merupakan sebuah
proses kompleks yang meliputi kerjasama banyak “Pemain”. “Pemain” yang berkontribusi ini adalah
sel dan protein dan sel plasma dalam sirkulasi, sel endotel pembuluh darah dan sel serta matriks
ekstraseluler jaringan ikat. Sel dalam sirkulasi meliputi leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit,
monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi meliputi faktor pembekuan, kininogen dan komponen
komplemen; sel endotel sendiri, sel jaringan ikat meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas;
dan yang terakhir Extraceluler matrix (ECM) meliputi kolagen dan elastin

Jika ingin materi Imunodevisiensi klik Disini

B. Etiologi

Etiologi inflamasi menurut (Menurut Robbins dkk, 1995)

1. infeksi mikroba

2. materi fisik

3. materi kimia

4. jaringan nekrotik

5. reaksi imunologis

Tujuan positif inflamasi

1. Untuk menahan dan memn misahkan kerusakan sel

2. Menghancurkan mikroorganisme

3. Menginaktifkan toksin

4. Mempersiapkan perbaikan jaringan

Negatif

1. Menyebabkan reaksi hipersensitifitas

2. Mengancam jiwa

3. Menyebabkan kerusakan organ progresif

4. Pembentukan jaringan parut

C. Patofisiologi terjadinya Inflamasi


INFLAMASI AKUT

Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas utama eksudasi cairan,
akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor (redness), calor (heat), tumor
(swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of function).

bersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama, perubahan vaskular (vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang
dapat diamati berupa hiperemia yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan
penampakan edema, dan emigrasi leukosit.Terjadi karena tujuan utama : mengirim leukosit ke
tempat jejas

1. Hyperaemia

Jejas yang terbentuk pertama-


tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal (didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan
darah yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti terlihat pada Gambar
1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna merah (eritema) dan hangat. Perlambatan
dan bendungan ini terlihat setelah 10-30 menit

Hyperaemia di dalam inflamasi berhubungan dengan perubahan mikrovaskular, yang disebut Lewis’
triple response – berupa “a FLUSH, a FLARE and a WEAL”. The FLUSH ditandai dengan garis
putih (dikarenakan adanya vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan dilatasi
kapiler). The FLARE merupakan daerah dengan warna merah yang lebih terang di sekitarnya
(dikarenakan dilatasi arteri). 1

2. Exudating

Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel
leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam
darah terkonsentrasi, viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah
kecil yang sisebut stasis.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang
jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein
plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding
kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini
tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma
dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat
aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya

Exudasi dapat menjelaskan The WEAL dalam Lewis’ triple response.

pengenceran racuna. Dengan peningkatan jumlah cairan dalam jaringan interstitial

b. Dengan peningkatan jumlah protein

memproteksi antibodi1) globulin

membatasi penyebaran bakteri dan Berperan dalam proses penyembuhan luka2) Deposit fibrin

Mekanisme :

1. Protein passage

membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar endothelial.Sinyal kimiawi


merangsang kontraksi endotelial

2. Fluid movement

Proses fluid movement

3. Emigration of leucocyte

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek
terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk
bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu
pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak
reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil,
maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan menggunakan
pergerakan amoeboid menuju jaringan target.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah
menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut
hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan
sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian
sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel. 3

Proses emigrasi Leukosit

Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan
antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan
antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata

4. Kemotaksis

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi
sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi
disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis
dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis.
Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil
maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-
faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri
berupa protein maupun polipeptida

Mekanisme kemotaksis

Beberapa agen kemotaksis penting:

• Fraksi sistem KOMPLEMEN (terutama C5a)

• Faktor derivat asan arakidonat yang diproduksi neutrophils – LEUKOTRIENS

• Faktor derivat BAKTERI patogen

• Faktor derivat limfosit khusus – LIMFOKIN

Proses tersebut menjelaskan pergerakan leukosit dan agregatnya secara besar-besaran dan terprogram
dalam proses inflamasi

5. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat
melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam
serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung
yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula
sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang
disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

Proses Fagositosis

Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu:

1. OPSONIN – merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik

2. Fraksinasi sistem KOMPLEMEN

3. Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial

Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ maupun medium tempatnya
berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair, aktivitasnya terhenti.

Sel-sel yang berperan dalam inflamasi akut

1. Neutrofil

(hidup dalam 1-3 hari)

Neutrofil, bekerja saat inflamasi

2. Makrofag

(hidup dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun)

a. Berhasil membunuh, misi terselesaikan.

b. Gagal membunuh dan dapat membuat bakteri dapat menyebar dalam saluran getah bening ke
beberapa organ lain. (menjelaskan peristiwa penyebaran TB dalam tubuh)

c. Seluruh debris (meliputi sel PMN) yang telah diserna oleh makrofag akan dibuang secara bertahap
dari tempat terjadinya inflamasi

d. Antigen bakteri telah siap untuk di presentasikan ke dalam sistem imun.


Peranan Agen kimia pada inflamasi

Terdapat beberapa substansi yang terlibat dalam proses inflamasi, yang terkadang memiliki beberapa
fungsi yang overlapping, baru terdapat beberapa yang berhasil diidentifikasi. Mekanisme regularisasi
dapat mencegah proses inflamasi yang tak terkontrol.

Beberapa agen yang berkaitan dengan dilatasi vaskular dan dapat meningkatkan permeabilitas :

1. Vaso-active AMINES – muncul pada masa-masa awal, dan berlangsung sesaat.

Kerja histamin dan serotonin sebagai vaso-active amine pada inflamasi

2. Vaso-active POLYPEPTIDES yang dibentuk enzim spesifik (breakdown produk berupa protein
dan jaringan)

Kerja vaso-active polipeptida pada inflamasi

3. MISCELLANEOUS AGENTS mempengaruhi proses inflamasi, meliputi:

a. Toksik bakteri

b. Faktor komplemen C3a dan C5a

c. Prostalglandins

d. Leukotriens (leukosit)

e. Enzim lisosomal (leukosit)

f. Interleukin (makrofaga)

g. Faktor permeabilitas globukin

h. Faktor permeabilitas kelenjar getah bening

i. Breakdown produk DNA dan RNA

j. Kompleks antigen-antibodi

k. TNF (Tumor Necrosis Factor)

l. Nitric oksida (oleh sel endotelial)

Macam-macam agen infeksi

INFLAMASI KRONIS
Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan aktif, kerusakan jaringan,
dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya
sebagai kelanjutan radang akut, infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu, seperti basil tuberkel,
treponema pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit, terpapat toksik dalam waktu
berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi autoimun, tubuh dikenali sebagai benda
asing, sehingga seakan-akan terdapat benda asing dalam tubbuh secara terus menerus.

1. Ciri-ciri

Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang dimanifestasikan oleh
peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil, peradangan kronis dicirikan oleh:

a. Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma

b. Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus mengganggu atau oleh sel-sel
inflamasi

c. Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian jaringan yang rusak, dilakukan
dengan poliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis), dan khususnya, fibrosis

2. Peradangan granulomatosa

Peradangan granulomatosa adalah pola khas reaksi peradangan kronis yang ditandai dengan
akumulasi makrofag teraktivasi, yang sering mengembang seperti epitel (epiteloid). Tuberkulosis
adalah contoh penyakit granulomtosa

Sebuah granulomatosa adalah dokus peradangan kronis yang terdiri dari agregasi makrofag
mikroskopis yang berubah menjadi sel-sel epitel seperti dikelilingi oleh keling leuokit mononuklear,
terutama limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Dalam pewarnaan HE, sel epiteloid akan terlihat
pink pucat, sitoplasma granular dengan batas sel tidak jelas, sering muncul untuk bergabung ke dalam
satu sama lain. Intinya tidak sepadat limfosit, berbentuk oval atau memanjang, dan dapat
menununjukkan lipat dari membran nuklir. Granulomas dewasa akan mengembangkan tepi dilampiri
fobroblas dan jaringan ikat. Sel ephiteloid sering bergabung untuk membentuk sel raksasa di
pinggiran atau kadang-kadang di tengan granulomas. Sel raksasa ini dapat mencapai diameter 40-50
mikrometer, Mereka memiliki massa besar sitoplasma yang mengandung 20 atau lebih dan dapat
menjadi langerhans-tipe sel raksasa atau yang lain

Ada 2 jenid granulomatosa, yang berbeda dalam patogenesisnya. Granulomas benda asing yang terisi
benda asing di dalamnya, Biasanya benda asing terbentuk ketika bahan granulomas seperti bedak
(berkaitan dengan penyalahgunaan obat intravenas), jahitan, atau serat lainnya yang cukup besar
untuk menghalangi fagositosis oleh satu makrofah dan tidak menghasut peradangan atau respon
kekebalan tubuh tertentu, Sel epitheloid dan membentuk sel raksasa dan muncul ke permukaan untuk
membungkus benda asing, Bahan asing biasanya dapat diidentifikasi do tengah Granuloma, terutama
jika dilihat dengan cahaya terpolarisasi, di mana tampaknya refractile.
Sel-sel yang berperan

1. Makrofag

Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke daerah peradangan
dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan dalam jaringan, monosit akan berubah menjadi
makrofag yang jika bersatu membentuk endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan
makrofag adalah IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang diprosuksi saat terjasi radang akut,
dan matrix extraceluler, seperti fibronectin.

Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan menjadi nekrosis atau
fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa protease, komponen komplemen dan faktor-faktor
pembekuan, oksigen reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai growth
factor

2. Limfosit

Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan dalam peradangan non
imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan
berbagai molekul adhesi pasangan (terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi
ke situs peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini
mempersiapkan proses peradangan

Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini memainkan peran
penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan
mediator radang untuk mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T
dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel disekitarnya.

3. Eusinofil

Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE dan infeksi parasit. Salah satu
kemokin yang terutama penting bagi perekrutan eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula
yang mengandung protein dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi
juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi
infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi kekebalan.

4. Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam reaksi peradangan akut dan
kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan
sel-sel degranulate dan melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon
terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatanm sering dengan hasil
becana. Bila diatur dengan benar, respon ini dapat bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir
dalam reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap
fibrosis.

D. Mediator Peradangan

Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam inflamasi/radang berperan sangat penting
karena merupakan komponen utama dalam komunikasi sel, amplifikasi inflamasi, ataupun opsonin,
yang ketiganya berguna dalam memfasilitasi eliminasi agen penyebab radang dan juga perbaikan
jaringan.

Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :

1. Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma protein)

2. Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam sel, sedangkan mediator
pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh hati dan berada dalam keadaan non-aktif dalam cairan
darah sehingga membutuhkan mekanisme aktivasi tertentu.

3. Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsangan, termasuk radang

4. Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi dari jaringan yang nekrosis,
dan protein-protein seperti kompelemen, kinin, sistem koagulasi, yang dengan sendirinya diaktivasi
oleh mikroba dan jaringan yang terluka. Mekanisme ini dapat diartikan sebagai “diaktivasi jika
diperlukan, diproduksi jika dibutuhkan”.

5. Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang lain

6. Misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi dikeluarkannnya protein selektin oleh sel
endotel.

7. Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja

8. Kebanyakan mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya memiliki waktu hidup yang pendek
karena harus segera didegradasi agar tidak menimbulkan respon yang berlebihan.

Terdapat dua macam mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia berasal, yaitu mediator yang berasal
dari sel (cell-derived mediators) dan mediator yang murni dari plasma darah (plasma-derived
mediators). Berikut ini, yang akan dibahas secara mendalam adalah mediator yang berasal dari sel.
Mediator selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:

1. Amina Vasoaktif: Histamin dan Serotonin


Amina vasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia yang merupakan turunan dari
amina, yang dapat bekerja langsung pada sistem vaskular. Histamin paling banyak dihasilkan oleh sel
mast yang biasanya terdistribusi dengan normal pada jaringan ikat longgar sebagai sel tetap (fixed
cell).

         Sel Mast dan Mekanisme pengeluaran mediator kimia yang terkandung di dalamnya

Pada gambar bagan di atas, dapat terlihat bahwa sel mast mengeluarkan histamin sebagai mediator
kimia, yaitu Histamin, salah satu mediator yang paling umum diproduksi dan berguna untuk
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Selain itu, histamin juga menyebabkan
bronkofasme pada asma dan meningkatkan produksi mukus pada saluran pernafasan. Histamin akan
berikatan ada reseptor H1 pada sel endotel. 

Pengeluaran histamin selain disebabkan oleh pengikatan antigen dengan reseptor Fc, juga dapat
disebabkan oleh 

(1) trauma, 

(2) histamine releasing hormone yang berasal dari leukosit,

 (3) neuropeptida (misalnya substansi P), dan

 (4) sitokin tertentu.Serotonin

 (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia yang sefungsi dengan histamin, namun tempat
asalnya berada di keping darah (platelet) dan beberapa sel pensekresi neuroendokrin. Serotonin akan
dilepaskan ketika terjadi reaksi koagulasi (pembekuan darah), di mana keping darah akan beragregasi
setelah bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin, ADP, dan komplek antigen-antibodi. Ini
merupakan salah satu hubungan antara pembekuan dan peradangan.

2. Metabolit Asam Arakidonat (AA): Prostaglandin, Leukotrien, dan Lipoksin

AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas 20 atom C (Karbon) yang diperoleh
dari asupan makanan ataupun konversi dari asam lenoleat. AA juga disebut sebagai eicosanoid, dan
perolehan dari bahan kimia ini tidak terdapat secara bebas pada sel-sel, namun diperlukan mekanisme
tertentu untuk menghasilkannya, yaitu dengan pencernaan membran lipid sel oleh enzim phospolipase
A2. Senyawa eikosanoid berikatan dengan reseptor terkait protein G pada sel-sel target untuk
menghasilkan suatu respon.

Proses metabolisme yang menghasilkan AA dan turunannya

Sebagai tambahan untuk keterangan gambar di atas, Prostaglandin (dan turunannya) terlibat dalam
pemicuan timbulnya rasa sakit dan demam. Prostaglandin diproduksi oleh sel mast dan mekanisme
produksinya mulai dari pencernaan lipid membran sampai kepada produksi asam arakidonat dapat
dilihat pada gambar 2.3 sebelumnya.
3. Platelet-Activating Factor (PAF)

Merupakan salah satu bentuk mediator yang adalah turunan dari fosfolipid. Diberi nama PAF karena
mediator ini dapat menyebabkan agregasi dari keping-keping darah, namun sekarang ini ditemukan
pula efek dari mediator ini yang dapat memicu terjadinya inflamasi. Dalam kontraksi yang relatif
tinggi, PAF berlaku sebagai vasokonstriktor dan bronkokonstriktor, namun dalam konsentrasi yang
ekstrem kecil, PAF berefek 100 – 10000 kali lebih besar dibanding histamin dalam bertindak sebagai
vasodilator dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Selain itu, PAF juga berperan dalam adhesi
leukosit ke endotel, kemotaksis, degranulasi, dan peristiwa ledakan oksigen, serta stimulasi produksi
berbagai macam mediator lainnya, terutama eikosanoid.

4. Reactive Oxygen Species (ROS)

ROS, meskipun terlibat dalam pencernaan mikroba dan eliminasi agen radang, juga dapat dilepaskan
ke lingkungan ekstraselular akibat terjadinya frustated-leukocyte. Apabila dikeluarkan dalam
konsentrasi kecil, ROS dapat merangsang pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi endotel
yang lebih banyak, sehingga mengamplifikasi respon inflamasi. Namun, tetap saja ROS dapat
menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat dalam tubuh, misalnya kerusakan pada sel
endotel dan sel-sel lain, serta inaktivasi antiprotease, seperti α-antitripsin. Untuk itu, dalam plasma
darah, terdapat banyak zat antioksidan, misalnya enzim katalase, glutationin, SOD, ceruloplasmin,
dan transferin.

5. Nitrogen Oksida (NO)

NO berperan dalam merelaksasi otot polos vaskular dan mempromosikan terjadinya vasodilatasi.
Namun, pada beberpa keadaan, NO dapat menghambat reaksi inflamasi, misalnya menghambat
agregasi keping darah, inflamasi dengan pemicu sel mast, dan rekruitment dari leukosit ke daerah
inflamasi. Dengan demikian, NO dapat dikatakan sebagai faktor regulator endogenous dari respon
inflamasi.

Kerja NO pada otot polos vaskuler dan makrofag

6. Sitokin dan Kemokin

a. Sitokin

Sitokin yang paling banyak berperan dalam inflamasi akut adalah TNF (α,β,γ) ataupun Interleukin
(IL, dari 1 – 20), selain itu terdapat pula Interferon/IFN (α,β,γ). Perhatikan gambar di bawah ini untuk
memperoleh gambaran dari cara kerja TNF dan IL (dalam hal ini IL-1 yang berperan dalam inflamasi
akut pada masa awal).

Produksi dari sitokin IL-1 diatur oleh kompleks protein multipel yang disebut sebagai inflammasome
yang merespon stimuli dari mikroba dan sel-sel atau jaringan yang mati. Komplek protein ini
tergolong dalam protein apoptotik caspase yang berfungsi mengaktifkan prekursor dari IL-1 menjadi
sitokin yang aktif. Mutasi dari gen-gen yang mengkode protein ini akan menyebabkan penyakit
demam Mediterania.
Kerja TNF/IL-1 pada berbagai macam sel dan efek yang dihasilkannya

b. Kemokin

Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan untuk leukosit. Terdapat 40 jenis
kemokin di dalam tubuh, namun baru 20 yang baru teridentifikasi sampai saat ini. Namun, secara
umum, berdasarkan struktur yang dibentuknya, kemokin dapat digolongkan menjadi 4 kelas, antara
lain:

1. Kelas C-X-C (α-kemokin) dengan 2 gugus sistein di antara asma amino, misalnya IL-8.

2. Kelas C-C (β-kemokin) mencakup protein kemoatraktan untuk monosit (MCP-1), eotaksin untuk
eosinofil, protein inflamasi makrofage (MIP-1 α), dan RANTES (Regulated and Normal T-Cell
Expressed and Secreted). Tidak bekerja pada neutrofil. 

3. Kelas C yang bersifat spesifik untuk limfosit

4. Kelas CX3C, yang hanya meliputi fraktalkin, terdapat dalam dua bentuk yaitu (1) terikat membran
plasma dan (2) turunan dari proteolisis protein terikat membran. 

7. Kandungan Lisosomal dari Leukosit

Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya apabila dilepaskan akan dapat
memicu terjadinya respon inflamasi. Misalnya pada neutrofil terdapat enzim kolagenase pada granula
kecil, sedangkan pada granula besar (bersifat azurofil) terdapat neutral protease. Keseimbangan akan
aktivitas dari enzim-enzim berbahaya ini dikontrol oleh antiprotease.

8. Neuropeptida

Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit tertentu) yang berperand dalam
amplifikasi dari respon inflamasi, misalnya substansi P dan neurokinin-A. Susbtansi P dapat
menyebabkan terjadinya rasa peruh, pengaturan tekanan darah, stimulasi sel endokrin, dan
peningkatan permeablitas membran.

E. Tanda-tanda inflamasi (makroskopis)

   Secara garis besar, inflamasi ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang
mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler
disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan
dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler
dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan
pembengkakan sel jaringan.
     `Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin,
prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan
darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang
tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).

Tanda-tanda inflamasi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa
(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

1. Rubor atau kemerahan

Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Saat reaksi inflamasi
timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah inflamasi. Sehingga lebih banyak
darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena inflamasi akut
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

2. Kalor atau rasa panas

Terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi
darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang
mengalami inflamasi lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

3. Rasa Sakit (Dolor)

Rasa sakit terjadi karena adanya ransangan saraf. Rangsangan saraf sendiri sapat terjadi akibat
perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion tertentu, atau pengeluaran zat-zat kimia bioaktif
lainnya. Selain itu, pembengkakan jaringan yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga dapat
menimbulkan rasa sakit.

4. Pembengkakan (Tumor)

Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun didaerah inflamasi disebut dengan
eksudat.

5. Fungsio Lasea

Perubahan fungsi atau fungsio lasea adalah reaksi reaksi inflamasi yang telah dikenal. Sepintas mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri yang disertai sirkulasi abnormal dari lingkungan
kimiawi yang abnormal, berfungsi abnormal. Namun sebetulnya tidak diketahui secara mendalam
dengan cara apa fungsi jaringan meinflamasi terganggu.
F. Jenis-jenis inflamasi

1. Inflamasi Kataral

Terbentuk diatas permukaan mukosa, dimana terdapat sel-sel yang mensekresikan musin. Eksudat
musin yang terkenal adalah ‘Puck’ yang banyak menyertai infeksi pernafasan bagian atas.

2. Inflamasi Pseudomembran

Istilah ini dipakai untuk reaksi inflamasi pada permukaan selaput lendir, ditandai dengan
pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen penyebab, endapan fibrin,
sel-sel nekrotik aktif, dan sel-sel darah putih inflamasi. Inflamasi membranosa sering ditemui dalam
orofaring, trachea, bronkus, dan traktus intestinal.

3. Ulkus

Terjadi bila bagian permukaan jaringan hilang. Sementara jaringan sekitarnya meinflamasi, contohnya
sariawan.

4. Abses

Abses adalah lubang yang berisi nanah dalam jaringan.

5. Inflamasi Purulen

Inflamasi purulen terjadi akibat infeksi bakteri. Terjadi pada cedera aseptis dan dapat terjadi dimana-
mana pada tubuh yang jaringanya telah nekrotik.

6. Flegmon

Inflamasi purulen yang meluas secara difuse pada jaringan

7. Inflamasi Supuratif

Inflamasi supuratif adalah inflamasi yang menimbulkan nekrosis luquaktif. Nekrosis luquaktif adalah
jaringan nekrosis yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim. Infeksi supuratif lokal disebabkan
oleh banyak macam bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (Pembentukan nanah). Perbedaan
penting antara inflamasi supuratif dan inflamasi purulen bahwa pada inflamasi spuratif terjadi
nekrosis luquaktif pada jaringan dasar.

G. Reaksi Sistemik Pada Peradangan

1. Demam
Demam terjadi akibat pelepasan zat pirogen endogen berasa l dari netrofil dan makrofag. Selanjutnyaa
zat tersebut

2. Perubahan Hematologis

Peradangan dapa mempengaruhi mempengaruhi maturasi dan pengelaran leukosit dari sum-sum
tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah lekosit, yang disebut dengan leukositosis. Perubahan
protein tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan Laju Endap Darah (KED).

3. Gejala Konstitusional (Gejala Tidak Sehat Secara Umum)

Pada cedera hebat terjadi perubahan metabolisme dan endokrin sehingga reaksi peradangan lokal
sering diiringi gejala konstisusional berupa malaise (Lemah/lesu), anorexia (tidak nafsu makan), tidak
mampu melakukan pekerjaan yang berat, sampai tidak dapat melakukan apapun.

Anda mungkin juga menyukai