Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hirschsprung Disease


Hirschsprung disease (HD) juga dikenal sebagai megakolon kongenital
merupakan penyakit yang ditandai dengan ketidakhadirannya sel ganglion myenteric
dan submucosal plexuses pada usus. HD terjadi dalam 1 : 50.000 kelahiran. Perkiraan
80% anak memiliki zona transisi pada rektum dan colon rektosigmoid. Sisanya 10%
mengenai kolon lebih proksimal, sekitar 5-10% memiliki total aganglionik kolon
sampai ke intesinal. Dan kejadian yang lebih jarang lagi adalah mengenai hampir
seluruh intestin tidak memiliki ganglion (aganglion). Sel ganglion berdiferensiasi dari
lempeng neural. 13 minggu post konsepsi, sel lempeng neural bermigrasi dari
proksimal ke distal melalui saluran gastrointestinal, dan setelah itu baru maturisasi dari
sel ganglion berlangsung. Ada 2 teori yang menyebabkan Hirschsprung Disease ini
terjadi, pertama adalah teori yang mengatakan bahwa sel lempeng neural tidak pernah
mencapai bagian distal dari saluran cerna karena maturasi yang terlalu dini atau
diferensiasi terlalu dini dari sel ganglion. Teori kedua mengatakan bahwa sel lempeng
nural mencapai daerah tujuannya namun gagal bertahan atau gagal berdeferensiasi
menajdi ganglion sel karena mikroenvironment yang tidak menunjang.
Hirschsprung disease biasanya terdeteksi saat periode neonatal dengan
manifestasi berupa distensi abdomen, muntah bilious, dan intoleransi makanan. Delay
pengeluaran mekonium lebih dari 24 jam pertama ditemukan pada sekitar 90% kasus.
Pada pemeriksaan foto abdomen x ray didapatkan dilatasi usus seluruh abdomen.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kontras water-soluble enema, dimana akan
ditemukan zona transisi antara usus yang normal dan aganglionik, namun ada 10%
neonatus yang tidak menunjukan zona transisi secara radiologis. Setelah itu lakukan
foto ulang retensi kontras 24 jam, dan ditemukannya retensi kontras sangat mengarah
pada Hirschsprung Disease. Jika diagnosis suspek HD telah disebutkan, maka perlu
dilakukan biopsi rektum, yang bisa dilakukan tanpa sedasi dengan menggunakan
suction technique.
Penanganan awal setelah diagnosis ditegakan meliputi pemberian cairan
intravena, pemberian antibiotik spektrum luas, pemasangan NGT dan rektal dekompresi
menggunakan rectal stimulation dan/atau irigasi rektal (wash out). Setelah bayi
dinyatakan stabil dan telah teresusitasi, operasi dapat dilakukan secara semi-elektif.
Sembari menunggu waktu melakukan prosedur yang aman, pasien dapat
dipulangkan dengan konsumsi ASI maupun susu formula dengan rectal stimulation
dan/atau irigasi rektal (wash out). Pada anak yang lebih besar dimana terdapat dilatasi
kolon yang ekstrim, pull-through dapat ditunda sampai diameter kolon berkurang dan
cukup untuk dilakukan prosedur yang aman. Wash out rektal mungkin diperlukan
hingga bebulan-bulan. Pada banyak kasus diperlukan inisial colostomy untuk mencapai
dekompresi yang adekuat pada kolon yang telah mengalami dilatasi.
Tujuan pembedahan pada kasus Hirschsprung Disease adalah mengangkat
usus yang aganglionik dan rekonstruksi saluran cerna dengan menarik usus dengan
inervasi normal ke arah anus (pull-through) sembari menyiapkan fungsi normal
spincter. Ada beberapa prosedur operasi yang dapat dilakukan, antara lain Swenson’s
procedure, Soave’s procedure, Duhamel’s procedure, Laparoscopic Pull-through, dan
Transanal (Perineal) Pull-through. Prosedur tersebut biasanya dilakukan dalam 1 kali
operasi, namun sering terjadi insiden striktur, bocor, dan hasil yang tidak diinginkan
lainnya sehingga prosedur inisial colostomy dilakukan dan kemudian definitif pull-
through dilakukan 3 – 12 bulan kemudian.
Ditemukan relasi antara Clostridium difficile dan toksinnya pada sekitar 30%
pasien dengan enterokolitis pada pasien HD. Hal ini merupakan sesuatu yang esensial
dan perlu penanganan untuk melakukan dekompresi usus sedini mungkin. Deflasi usus
dapat dicapai dengan irigasi rektal, dan ketika bayi sudah stabil dapat dilakukan
colostomy.
Secara tradisi, definitif operasi Pull-through untuk pasien HD dilakukan ketika
bayi berusia 6 – 12 bulan. Namun akhir-akhir ini operasi pull-through dilakukan one
stage pada bayi baru lahir dengan alasan dilatasi kolon dapat dikontrol baik dengan
washouts dan kolon yang dilakukan Pull-through masih dalam kaliber yang hampir
normal. Hal ini dapat mengurangi leakage dan cuff infection serta memungkinkan
anastomosis yang akurat.
Ketika diagnosis HD telah dikonfirmasi, irigasi rektal dilakukan dua kali
sehari selama 3 hari dan diberikan i.v. gentamicin dan metronitazol pagi sebelum
dimulainya operasi.
2.2. Hipospadia

Hipospadia adalah anomaly perkembangan dengan karakteristik berupa


meatus uretra berada di sisi ventral penis, atau dimanapun sepanjang shaft penis dari
gland sampai perineum. Hal lain yang sering ditemukan bersamaan dengan hipospadia
adalah chordee, yang merupakan lengkungan penis kearah ventras.
Hipospadia merupakan kegagalan fusi dari uretra atau atau inner genial folds.
Kelainan sekunder berupa defisiensi dari preputium ventral (dorsal hood), dan
defisiensi relative dari pertumbuhan jaringan peri uretral dibandingkan dengan struktur
dorsal seperti corpus cavernosum. Hal ini yang kemudian menyebabkan munculnya
chordee, atau kelengkungan penis, terutama yang tampak saat ereksi.
Insidensi hipospadia diperkirakan antara 0.8 sampai 8.2 per 1000 kelahiran
bayi laki-laki. Variasi sangat beragam tergantung kondisi geografis dan ras. Namun jika
kelainan minimal diperhitungkan, maka didapatkan angka insidensi 1 per 125 kelahiran
bayi laki-laki.
Etiologic dicurigai karena adanya defek pada stimulasi androgen pada
perkembangan penis, dimana pembentukan uretra dan struktur yang meliputinya
merupakan penyebab yang sangat mempengaruhi terjadinya hipospadia.
Tatalaksana bedah dapat dikerjakan pada usia 3-6 bulan ,biasanya dikerjakan
dengan One day care atau over night stay. Rawat inap mungkin diperlukan jika
dilakukan diversi urin, tergantung tingkat keparahan anomaly dan pilihan operator.

2.3. Undescended Testis

Undescended testis (UDT) merupakan kelainan yang memicu terjadinya


implikasi medis berupa masalah fertilitas dan keganasan. Kelainan pada struktur
anatomi dapat mempengaruhi proses turunnya testis, tremasuk pengaruh pada
regulasi hormonal juga dapat memicu terjadinya maldescent kongenital.
Testis berkembang dan turun tergantuing koordinasi dan interaksi dari
sistem endokrin, parakrin, pertumbuhan dan faktor mekani. Testis pada masa janin
berada di abdomen dekat dengan internal ring sampai terjadinya descensus testis
melalui canal ingunal pada awal trimester ketiga. Ada 2 hormon penting yang
berperan dalam proses testikular descensus, yaitu insulin-like factor 3 (INLS 3) dan
testosteron serta peran 2 struktur anatomi, yaitu gubernaculum testis dan cranial
suspensory ligament (CSL). Undescensus testis memiliki multiple penyebab, yang
paling sering adalah gagalnya gubernaculum bermigrasi untuk alasan mekanikal.
Penyebab lainnya adalah defisiensi transien dari androgen yang berhubungan dengan
anomali pada hipotalamus atau pituitari atau bisa juga disebabkan karena defek dari
fungsi plasenta.
Tempat tersering untuk undesensus testis adalah diluar dari external ring,
yaitu di superficial pouch, nama tunika vaginalis ketika berada pada inguinal,
superficial dari dinding apdomen dan didalam fasia dinding superficial abdomen
(fascia scarpa).
Diagnosis undescensus testis bertujuan untuk menentukan lokasi testis dan
menentukan posisi terendah yang bisa dicapai tanpa tension. Pemeriksaan dilakukan
dalam ruangan yang cukup hangat, pemeriksaan dilakukan mulai dari apakah
skrotum terdapat hiperplasia, karena skrotum akan hiperplasia jika testis tidak
pernah sampai ke skrotum. Kemudian dilanjutkan dengan mencari keberadaan testis.
Setelah diagnosis ditegakan, menurut guidelines (AAP 1996 dan EAU
2012) merekomendasikan orchidopexy pada laki-laki yang sehat pada usia 12-18
bulan, jika UDT masih tidak turun setelah usia 12 bulan.

2.4. Inguinal Hernia


Terminologi hernia berasal dari bahasa latin “hernios”, yang berarti cabang
atau tunas. Hernia inguinalis terjadi karena adanya patensi dari prcessus vaginalis.
Processus vaginalis ini seharusnya tertutup setelah penurunan testis berlangsung dan
berlanjut sampai lahir. Patensi ini telah dilaporkan terjadi 80-94% pada saat baru lahir,
57% pada kelompok usia 4-12 bulan, 20% tidak menutup sampai anak. Namun
kejadian patensi processus vaginalis ini tidak berbanding lurus dengan kejadian hernia
inguinalis.
Insidensi hernia inguinalis diperkirakan sekitar 5% pria. Kejadian pada pria 5-
10 kali lipat lebih sering dibandingkan wanita. Kejadian hernia ingunal kanan dua kali
lebih sering dibanding kiri, dan kejadian hernia inguinal bilateral terjadi sekitar 10%
kejadian.
Terminologi hernia termasuk herina inguinal indirek, herina inguinal direk dan
hernia femoralis. Hernia inguinalis indirek, keluar dari sisi lateral inferior dari a.v.
epigastrika dan merupakan yang tersering pada anak. Hernia inguinal direk merupakan
kejadian yang jarang. Sedangkan hernia femoralis, keluar dari sisi inferior ligamen
ingunalis, merupakan kejadian yang diperkirakan kurang dari 1% hernia inguinal pada
anak. Kehadiran hernia inguinalis merupakan indikasi untuk
Jika diagnosis hernia ingunialis telah ditegakan, maka hal ini merupakan
indikasi untuk operasi elektif untuk repair hernia. Tidak perlu melakukan restriksi pada
anak-anak tanpa gejala sebelum operasi. Repair dini dapat mengurangi insidensi
inkarserata, terutama pada usia awal kehidupan. Penelitian di kanada menemukan
bahwa anak di bawah 1 tahun akan memiliki resiko terjadinya inkarserata 2 kali lipat
jika dilakukan repair lebih dari 2 minggu setelah diagnosis.
Neonatus yang dirawat di NICUdapat dilakukan repair secara dini sebelum
bayi dipulangkan. Namun hal ini masih diperdebatkan karena terdapat pendapat bahwa
repair dini ini akan memiliki insiden rekurensi dan komplikasi yang lebih tinggi,
dandapat memperpanjang masa penggunaan ventilasi mekanik sehingga akan tinggal
lebih lama di NICU. Sebaliknya, repair yang “terlambat” dapat meningkatkan resiko
inkarserasi (10-30%), dan lebih sering datang ke IGD sehingga dilakukan operasi
emergensi.

2.5. Nonperforated Appendicitis

Appendicitis merupakan sebuah versi divertikulitis dimana appendik


merupakan divertikulum dengan lumen yang sempit dan panjang. Appendix sebagai
reservoar untuk flora normal usus dan tempat dimana terdapat konsentrasi tertinggi dari
GALT (gut-associated lymphoid tissue) dalam usus. Inflamasi dari appendix adalah
hasil dari proses obsturksi, dimana obstruksi pada lumen appendix mengakibatkan
terjadinya kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling
sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis.
Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid
Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab
lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh
parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien
appendicitis yaitu7 : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans
streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species
Standar historis untuk manajemen apendisitis adalah apendectomy cito.
Meskipun operasi dianggap darurat, hal ini tidak lagi menjadi masalah. Mengingat
semakin tingginya bukti bahwa antibiotik saja bisa mengobati appendicitis, jelas bahwa
operasi dapat dilakukan hari berikutnya setelah pemberian antibiotik tanpa takut
terhadap dampak negatif. Dalam studi perbandingan appendectomy dalam waktu 5 jam
dan 17 jam, tidak didapatkan perbedaan dalam kejadian appendicitis gangren /
perforasi, waktu operasi, readmisi, komplikasi pasca operasi, infeksi operasi, biaya
perawatan di rumah sakit, atau peningkatan perforasi berdasarkan lamanya waktu di
UGD sebelum operasi. Keterlambatan 12-24 jam tidak berhubungan dengan
peningkatan angka perforasi atau abses pasca operasi. Waktu operasi tidak
mempengaruhi hasil, keterlambatan tidak terkait dengan peningkatan risiko infeksi
luka, abses intraabdomen, operasi ulang, atau readmisi. Selain itu, appendectomy yang
dikerjakan malam hari akan memberikan stress lebih pada keluarga, ahli bedah, dan
rumah sakit, dan tidak lagi dibenarkan.

2.6. Atresia Bilier


Atresia bilier merupakan kelainan kolestasis pada neonatus yang disebabkan
oleh sumbatan total sistem bilier ekstra hepatal yang disebabkan oleh kelainan
kongenital. Pasien biasanya datang membawa bayinya karena berak seperti tanah liat
dan ikterik yang persisten lebih dari usia 2 minggu. Etiologi pasti kelianan ini belum
diketahui secara jelas.
Insidensi atresia bilier diketahui terjadi 1 dari 10.000 kelahiran hidup. Tidak
ada perbedaan insidensi pada rasis yang berbeda. Bayi perempuan lebih sering
dibandingkan laki-laki dengan rasio 1.27 : 1.
Atresia bilier diklasifikasikan berdasarkan anatomi dan temuan kolangiografi.
Tipe 1 atresia common bile duct
Tipe 2a atresia common hepatic duct
Tipe 2b atresia common bile duct dan common hepatic duct
Tipe 3 atresia semua extrahepatic duct sampai ke porta hepatika.
Klinis yang merupakan tanda khas dari atresia bilier adalah ikterik dengan
bilirubin terkonjugasi yang meningkat selama lebih dari 14 hari, acholic stool dan urin
kuning gelap pada neonatus. Selain itu pada neonatus dengan atresia bilier akan
didapatkan malabsorbsi lemak yang berakibay defisiensi vitamin larut lemak A, D, E,
dan yang paling penting Vitamin K. Akibatnya akan terjadi resiko perdarahan termasuk
perdarahan intrakranial.
Strategi diagnostik bertujuan untuk menyingkirkan penyebab ikterus yang
berasal dari kelainan liver lainnya, seperti infantil hepatitis, infeksi virus, defisiensi
alpha-1 antitripsi dan lain lain. Diagnostik prosedur meliputi
1. pemeriksaan darah lengkap
2. evaluasi histologis dari biopsi jarum liver perkutan
3. test untuk ekskresi produk empedu ke duodenum
4. imaging radiografi untuk sistem bilier
Sebelum ditemukannya prosedur Kasai hepatic portoenterostomy, Atresia
bilier merupakan penyakit yang tidak dapat dikoreksi. Dengan prosedur ini, sekitar 50%
pasien bilier atresia dapat mencapai drainase bilier yang efektif. Repair yang dini
merupakan hal yang sangat krusial. Prosedur portoenterostomy ini idealnya dikerjakan
pada usia 2 bulan. Jika dilakukan pada usia lebih dari 4 bulan, maka efektivitasnya
dilaporkan hanya 7% karena berhubungan dengan kerusakan liver yang irreversibel.
Namun sejak ditemukannya teknik transplantasi liver, pasien dengan atresia
bilier memiliki kesempatan hidup yang lebih tinggi. Pilihan transplantasi liver terutama
pada bayi dengan ikterik yang tidak membaik setelah portoenterostomy, atau pada anak
dengan komplikasi end stage chronic liver disease.

2.7. Omphalocele dan Gastroschiziz (fundamental)

Penampilan kasar gastroschisis yang khas melibatkan defek ke kanan


umbilikus yang memiliki tepi yang halus dan biasanya berdiameter kurang dari 4 cm.
Cacat sering dipisahkan dari pangkal tali pusat oleh jembatan kecil kulit. Usus biasanya
menebal dan kusut tanpa membran atasnya. Beberapa varian anatomi telah dijelaskan.
Yang paling menonjol adalah gastroskisis "closed" atau "vanishing", di mana diduga
bahwa defek umbilikus tertutup sebelum lahir, mengakibatkan cedera iskemik dan
nekrosis usus. Penelitian ultrasonografi prenatal telah mendokumentasikan patogenesis
kelainan anatomi ini. Hasil dari bayi-bayi ini berhubungan langsung dengan jumlah sisa
usus yang layak. Secara karakteristik, rawat inap yang lama dan operasi berulang
diperlukan pada bayi yang selamat. Varian lain adalah gastroschisis sisi kiri di mana
defeknya adalah di sebelah kiri umbilikus. Meskipun hanya seri kasus kecil yang ada,
kejadian anomali terkait, frekuensi komplikasi, dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan tampaknya tidak berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan
gastroschisis yang berhak.
Dalam beberapa kasus, defek dinding perut mungkin perlu dibesarkan agar
sesuai dengan ukuran viscera yang akan kembali masuk perut. Dalam semua kasus
defek dinding perut, usus harus diperiksa untuk mencari adanya atresia dan rotasi
abnormal. Jika atresia teridentifikasi dan usus tampak sehat, atresia harus diperbaiki
dengan anastomosis primer. Jika usus terlalu tebal atau meradang, stoma dapat
dilakukan atau cacat dinding perut diperbaiki secara terencana untuk memperbaiki
atresia pada laparotomi selanjutnya beberapa minggu kemudian.Idealnya usus harus
diatur dalam posisi nonrotasi, meskipun dalam kebanyakan kasus gastroschisis sulit
untuk menilai adanya malrotasi.
Omphalocele adalah kelainan dinding perut bawaan yang umum. Ini terdiri
dari cacat sentral di cincin pusar yang memungkinkan herniasi visera ke dalam tali
pusat, sehingga menyebabkan cacat yang ditutupi membran. Kematian secara historis
dilaporkan melebihi 25%, namun ini telah berkurang oleh kemajuan dalam diagnosis
prenatal, anestesi anak, ventilasi mekanis, dukungan nutrisi, teknik operasi, dan unit
perawatan intensif neonatal. Etiologi dianggap sebagai cacat dalam pembelahan antara
3 dan 4 minggu kehamilan. Selama periode ini, dinding perut dibentuk oleh fold
cranial, caudal, dan dua fold embrionik lateral. Jika defisit terutama dengan kranial
fold, maka omphalocele dikaitkan dengan cacat kranial fold lainnya, seperti hernia
diafragma anterior, anomali jantung, cacat perikardial, dan sumbing sternum (pentalogi
Cantrell). Jika defisit terutama dengan caudal fold, maka omphalocele dapat dikaitkan
dengan ekstrofi kandung kemih. Hasil dari kesalahan dalam fold ini adalah spektrum
cacat mulai dari hernia umbilikalis hingga omphaloceles raksasa.
Insidensinya sekitar 1 dari 5.000 kelahiran. Hal ini terkait dengan usia ibu
lanjut. Berbeda dengan gastroschisis, pasien dengan omphalocele memiliki insiden
tinggi terkait cacat, mulai dari 50 hingga 70% (Tabel 66.1), serta 30% kejadian
kelainan kromosom. Sindrom terkait adalah Beckwith-Wiedemann, yang ditandai oleh
makroglossia, organomegali, hipoglikemia, dan peningkatan risiko keganasan,
khususnya tumor Wilms, hepatoblastoma, dan neuroblastoma. Pasien dengan
omphalocele juga memiliki insiden cacat jantung yang tinggi (50%). Menariknya,
semakin kecil omphalocele, semakin tinggi kejadian anomali kromosom dan jantung.
Kelangsungan hidup pasien dengan omphalocele umumnya tergantung pada tingkat
keparahan cacat yang terkait.
Pada bayi dengan omphalocele, diafragma harus diperiksa untuk memastikan
tidak ada cacat yang hanya akan terlihat setelah usus diletakkan kembali ke perut. Jika
visera tidak dapat masuk ke dalam perut tanpa peningkatan tekanan intra-abdominal,
'silo' silastik dapat ditempatkan dan konten hernia berangsur-angsur dimasukan kembali
ke perut selama 1-10 hari ke depan. Silo harus diberi povodone-iodine atau agen
antibakteri lain untuk membantu mengurangi risiko infeksi. Antibiotik parenteral harus
dilanjutkan sampai silo dikeluarkan. Isi silo harus dikurangi setiap 12-24 jam
sebagaimana ditoleransi oleh bayi.
Ketika visera telah berhasil dikembalikan ke perut, bayi dibawa ke ruang
operasi, silo diangkat, dan fasia ditutup bersama dengan kulit di atasnya. Keputusan
untuk melakukan perbaikan primer atau menempatkan silo mungkin akan sulit.
Tekanan intra-abdomen yang berlebihan dapat menyebabkan 'sindrom kompartemen'
perut, dengan iskemia usus yang mengakibatkan perforasi dan fistulisasi, berkurangnya
aliran darah hati dan ginjal, dan berkurangnya sirkulasi ke dan dari ekstremitas bawah.
Tekanan jalan nafas puncak telah digunakan sebagai indikator tekanan intraabdomen
yang berlebihan. Studi eksperimental dan klinis telah menunjukkan bahwa tekanan
intravesikular atau intragastrik <20 mmHg, dalam kombinasi dengan peningkatan
tekanan vena sentral <4mm Hg berkorelasi dengan insiden yang lebih rendah dari
sindrom kompartemen perut. Parameter ini juga dapat diikuti selama pengurangan silo,
dan pasca operasi, dan jika terlampaui akan menyarankan bahwa perut harus dibuka
kembali dan ditempatkan silo. Beberapa konsep baru telah disarankan dalam beberapa
tahun terakhir yang dapat meningkatkan hasil untuk bayi dengan gastroschisis.
Perbaikan segera di ruang bersalin, seperti yang dilaporkan oleh kelompok Detroit,
tampaknya memungkinkan penutupan dinding perut yang lebih mudah, ekstubasi
sebelumnya, lebih sedikit waktu untuk mulai menyusui, dan tinggal di rumah sakit yang
lebih pendek. Baru-baru ini, beberapa kelompok menganjurkan penempatan silo pegas
di samping tempat tidur, yang dapat dimasukkan ke dalam defek tanpa perlu anestesi
umum. Setelah pengurangan viscera secara bertahap selama 1-7 hari ke depan,
penutupan fasia dilakukan hanya dengan satu anestesi yang diperlukan. Teknik ini telah
dikaitkan dengan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan standar.
Akhirnya, Bianchi baru-baru ini melaporkan suatu teknik untuk penutupan gastroschisis
di samping tempat tidur tanpa menggunakan anestesi atau silo. Adopsi yang lebih luas
dari teknik ini akan menunggu pelaporan hasil lebih lanjut.

2.8. Extropia Buli


Selama 2 dekade terakhir, modifikasi dalam manajemen penutupan kandung
kemih fungsional telah berkontribusi pada peningkatan dramatis dalam keberhasilan
prosedur. Perubahan paling signifikan dalam pengelolaan exstrophy kandung kemih
adalah
1. penutupan bladder, uretra posterior, dan dinding perut secara dini, biasanya dengan
osteotomi panggul
2. perbaikan dini epispadia
3. Rekonstruksi bladder neck yang kompeten dan reimplantasi ureter
4. Menentukan kriteria ketat untuk pemilihan pasien yang cocok untuk pendekatan ini.
Tujuan utama dari penutupan fungsional adalah untuk mengubah pasien
dengan exstrophy kandung kemih menjadi satu dengan epispadia lengkap dengan
inkontinensia dan resistensi outlet posterior seimbang yang menjaga fungsi ginjal,
tetapi merangsang pertumbuhan kandung kemih. Biasanya perbaikan epispadias
sekarang dilakukan antara usia 6 bulan dan 12 bulan, setelah stimulasi testosteron.
Perbaikan leher kandung kemih biasanya terjadi ketika anak berusia 4-5 tahun,
memiliki kapasitas kandung kemih yang memadai dan siap untuk berpartisipasi dalam
program berkemih pasca operasi. Bab ini hanya membahas penutupan kandung kemih
awal

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen18 halaman
    Bab Iv
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujuan
    Lembar Persetujuan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Persetujuan
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Aktualisasi
    Rancangan Aktualisasi
    Dokumen16 halaman
    Rancangan Aktualisasi
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen18 halaman
    Bab Iii
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujuan
    Lembar Persetujuan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Persetujuan
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Skoring Pada Trauma
    Skoring Pada Trauma
    Dokumen16 halaman
    Skoring Pada Trauma
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Radiodiagnostik Dan Radioterapi
    Radiodiagnostik Dan Radioterapi
    Dokumen18 halaman
    Radiodiagnostik Dan Radioterapi
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Draft Contoh
    Bab 3 Draft Contoh
    Dokumen17 halaman
    Bab 3 Draft Contoh
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Trauma Score
    Trauma Score
    Dokumen16 halaman
    Trauma Score
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Trauma Score
    Trauma Score
    Dokumen16 halaman
    Trauma Score
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Center of Patients
    Center of Patients
    Dokumen14 halaman
    Center of Patients
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Skoring Pada Trauma
    Skoring Pada Trauma
    Dokumen16 halaman
    Skoring Pada Trauma
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Kemoterapi
    Kemoterapi
    Dokumen23 halaman
    Kemoterapi
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Aktualisasi
    Rancangan Aktualisasi
    Dokumen16 halaman
    Rancangan Aktualisasi
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • TELAAH KRITIS Diagnostik
    TELAAH KRITIS Diagnostik
    Dokumen7 halaman
    TELAAH KRITIS Diagnostik
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Mucosal Immune System of The Gastrointestinal Tract
    Mucosal Immune System of The Gastrointestinal Tract
    Dokumen16 halaman
    Mucosal Immune System of The Gastrointestinal Tract
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Imunologi Dasar
    Imunologi Dasar
    Dokumen16 halaman
    Imunologi Dasar
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat
  • Skoring Pada Trauma
    Skoring Pada Trauma
    Dokumen16 halaman
    Skoring Pada Trauma
    Henderi Saputra
    Belum ada peringkat