Chronic Kidney Disease (Gagal Ginjal Kronik) adalah adanya kelainan struktur atau fungsi
ginjal (atau keduanya) setidaknya dalam tiga bulan. Hal ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat
disfungsi ginjal, yang diukur dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus.
Gagal ginjal Kronik ditentukan dengan 2 kriteria yaitu pertama, kerusakan ginjal yang terjadi
lebih dari 3 bulan disertai kelainan structural maupun fungsional dengan atau tanpa penurunan
LFG yang bermanifestasi adanya kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan pada ginjal yang
berupa kelainan pada komposisi darah, urin atau kelainan pada tes pencitraan (imaging tests).
Kedua, LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
KDIGO. Clinical Practice Guideline Update for the Diagnosis, Evaluation, Prevention and
Treatment for Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder. 2017.
Klasifikasi
Klasifikasi GGK dibagi atas 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada LFG dengan ada atau
tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum terdapat gejala apapun
(asimptomatik). Manifestasi klinis muncul pada fungsi ginjal yang rendah yaitu terlihat pada
derajat 4 dan 5.
Etiologi
Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius. 2014.
Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun perkembangan
proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal.
Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya,
terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron
progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati
diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM .
Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide,
prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non
enzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium
dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang berlangsung
lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai
dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari
keadaan ini adalah ginjal. Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi,
pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh
darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan
air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu
siklus yang berbahaya.
Hendromartono. Nefropati Diabetik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
Manifestasi klinik
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan penyakit yang mendasari,
sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
dimana GFR masih normal atau justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah
terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat
badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi
serius dan pasien membutuhkan RRT.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
Diagnosis
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologis gagal ginjal kronik meliputi: a) foto polos abdomen, bisa
tampak batu radio-opak. b) pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras
sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c)
pielogragi antegrad atau retrograde dilakukan dengan indikasi. d) ultrasonografi
ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e) pemeriksaan
pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana antara lain untuk menghambat penurunan LFG dan mengatasi komplikasi
CKD stadium akhir (stadium 4 dan 5).
Pada CKD stadium 4, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani terapi pengganti ginjal (TPG).
Terapi pengganti ginjal umumnya dilaksanakan pada CKD stadium 5. Modalitas TPG yang
tersedia untuk pasien CKD dapat berupa hemodialysis (cuci darah), dialysis peritoneal, atau
tranplantasi ginjal.
Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius. 2014.
TEORI PENUAAN
Teori penuaan sudah tercatat dalam teori evolusi. Di dalam teori evolusi, penuaan diindikasikan
sebagai hasil dari penurunan kekuatan hukum alam. Teori ini dirumuskan pertama dari
pengamatan pasien penyakit Huntington. Dilaporkan bahwa sekuat apapun subyek, penyakit
tersebut tetap ditemukan dalam populasi. Turunnya kekuatan seleksi alam dijelaskan dari
keterlambatan onset penyakit tersebut bagi carrier, sehingga carrier masih berkesempatan untuk
memiliki keturunan. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, teori-teori mengenai penuaan
muncul, lebih dari 300 teori diajukan15, namun hanya beberapa dianggap benar seperti :
ASSESMENT GERIATRI
Penilaian geriatri adalah penilaian multidimensi, multidisiplin yang dirancang
untuk mengevaluasi kemampuan fungsional orang tua, kesehatan fisik, kognisi dan
kesehatan mental, dan keadaan lingkungan sosial. Biasanya dimulai ketika dokter
mengidentifikasi masalah potensial. Elemen spesifik kesehatan fisik yang dievaluasi
meliputi nutrisi, penglihatan, pendengaran, feses dan kontinensi urin, dan keseimbangan.
Penilaian geriatrik membantu dalam diagnosis kondisi medis; pengembangan rencana
perawatan dan tindak lanjut; koordinasi manajemen perawatan; dan evaluasi kebutuhan
perawatan jangka panjang dan penempatan yang optimal.
Kemampuan fungsional
Kesehatan fisik
Nutrisi
Penilaian gizi penting karena asupan mikronutrien yang tidak memadai sering
terjadi pada orang tua. Beberapa kondisi medis yang berkaitan dengan usia dapat
menyebabkan pasien mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Penglihatan
Penyebab paling umum dari gangguan penglihatan pada orang yang lebih tua
termasuk presbiopia, glaukoma, retinopati diabetik, katarak, dan degenerasi
makula terkait usia.
Pendengaran
Pemeriksaan audioscope, pemeriksaan otoscopic, dan tes suara berbisik juga
direkomendasikan. Tes suara berbisik dilakukan dengan berdiri sekitar 3 kaki di
belakang pasien dan membisikkan serangkaian huruf dan angka setelah
menghembuskan napas untuk memastikan bisikan yang tenang. Kegagalan untuk
mengulang sebagian besar huruf dan angka menunjukkan gangguan pendengaran.
Inkontinensia urin
Inkontinensia urin memiliki dampak medis yang penting dan berhubungan dengan
ulkus dekubitus, sepsis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih, dan peningkatan
mortalitas. Implikasi psikososial dari inkontinensia termasuk hilangnya harga diri,
pembatasan aktivitas sosial dan seksual, dan depresi. Selain itu, inkontinensia
sering menjadi faktor penentu utama untuk penempatan panti jompo. Penilaian
untuk inkontinensia urin harus mencakup evaluasi asupan cairan, obat-obatan,
fungsi kognitif, mobilitas, dan operasi urologis sebelumnya.
Keseimbangan dan Risiko Jatuh
Orang yang lebih tua dapat mengurangi risiko jatuh mereka dengan olahraga,
terapi fisik, penilaian bahaya di rumah, dan penarikan obat-obatan psikotropika.
Osteoporosis
Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang yang berdampak rendah atau patah
tulang secara spontan, yang dapat menyebabkan jatuh. Osteoporosis dapat
didiagnosis secara klinis atau radiografi.
Dementia
Diagnosis dini demensia memungkinkan pasien akses tepat waktu ke obat-obatan
dan membantu keluarga membuat persiapan untuk masa depan. Ini juga dapat
membantu dalam manajemen gejala lain yang sering menyertai tahap awal
demensia, seperti depresi dan lekas marah.