Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KOLESISTITIS

Oleh:

Virga Azzania Ashari I4061191035


Shintya Dewi I4061191039
Eric Herrianto Dwiputra I4061191037
Catherine Sugandi I4061191044

Pembimbing:
dr. Ruchanihadi, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DOKTER ABDUL AZIZ
SINGKAWANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul:

KOLESISTITIS

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Penyakit Dalam

Singkawang, September 2019

Disetujui oleh
Pembimbing referat

dr. Ruchanihadi, Sp.PD


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi..................................................................................................2
2.2. Epidemiologi.........................................................................................3
2.3. Klasifikasi................................................................................................
2.4. Etiologic .................................................................................................
2.5. Patofisiologi............................................................................................
2.6. Gejala Klinis............................................................................................
2.7. Diagnosis.................................................................................................
2.8. Diagnosis Banding..................................................................................
2.9. Tatalaksana..............................................................................................
2.10. Komplikasi..............................................................................................
2.11. Prognosis.................................................................................................
BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan..............................................................................................
3.2. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Foto USG Kolesistitis Akut ....................................................3


Gambar 2. Patogenesis Kolesistitis Akut..............................................................
Gambar 3. Patogenesis Kolesistitis Akut..............................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis adalah reaksi inflamasi dinding kandung empedu yang disertai


dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Berdasarkan
etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi kolesistits kalkulus dan akalkulus.
Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu yang
berada di duktus sistikus. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu
empedu. Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul  pada
kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada
kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung
empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan
litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.1

Insidensi di Amerika, 10-20% penduduknya menderita kolelitiasis (batu


empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih.2 Di
Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis
dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat.1

Kasus kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia. Penjelasan secara


fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada. Peningkatan insidensi pada
laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio androgen-estrogen. Perempuan
penderita kolelitiasis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki, sehingga lebih banyak
perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar progesteron selama
kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu, sehingga  penyakit kandung
empedu meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan, kolesistitis akalkulus
lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Infeksi kantung empedu (kolesistitis) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai dengan nyeri perut kanan atas,nyeri tekan, dan
demam.4
2.2. Epidemiologi
Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis
dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan
negara-negara barat.4
Diperkirakan 10% -20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan
sebanyak sepertiga dari orang-orang ini mengalami kolesistitis akut.
Kolesistektomi untuk kolik bilier berulang atau kolesistitis akut adalah prosedur
bedah utama yang paling umum dilakukan oleh ahli bedah umum, yang
menghasilkan sekitar 500.000 operasi setiap tahun.5
Distribusi usia untuk kolesistitis
Insiden kolesistitis meningkat dengan bertambahnya usia. Penjelasan
fisiologis untuk peningkatan insiden penyakit batu empedu pada populasi lansia
tidak jelas. Peningkatan kejadian pada pria lanjut usia telah dikaitkan dengan
perubahan terkait usia dalam rasio androgen-terhadap-estrogen.5
Distribusi jenis kelamin untuk kolesistitis
Batu empedu 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria,
menghasilkan insiden kolesistitis kalkulus yang lebih tinggi pada wanita.
Peningkatan kadar progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan stasis
empedu, yang berakibat pada tingginya tingkat penyakit kandung empedu pada
wanita hamil. Kolesistitis akalkulus lebih sering ditemukan pada pria lanjut
usia.5
Prevalensi kolesistitis berdasarkan ras dan etnis
Cholelithiasis, faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki
peningkatan prevalensi pada orang-orang keturunan Skandinavia, India Pima,
dan populasi Hispanik, sedangkan cholelithiasis kurang umum di antara
individu dari Afrika sub-Sahara dan Asia. Di Amerika Serikat, orang kulit putih
memiliki prevalensi lebih tinggi daripada orang kulit hitam.5
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
1) Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu
kandung empedu yang berada di duktus sistikus.
2) Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang
timbul pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi
akut pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan
inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat
erat hubugannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal
dan tidak menonjol.4
2.4. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis antara lain
adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kantung
empedu. Penyebab utama dari kolesistitis akut adalah batu kandung empedu
(90%) yang terletak di duktus sistitikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus).4
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.1
2.5. Patofisiologi
Hingga kini, pathogenesis penyakit yang sering dijumpai ini masih belum
jelas. Bagaimana stasus di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut,
masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti
kepekatan cairan empedu,kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang
merusak lapisan dinding mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan
supurasi. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.1

Gambar 2. Patogenesis Kolesistitis Akut


Gambar 3. Patogenesis Kolesistitis Akut

Sekitar 90% kasus kolesistitis akut disebabkan oleh obstruksi dari duktus
cysticus oleh batu empedu atau endapan empedu yang menyumbat leher
gallbladder. Obstruksi duktus cysticus menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal dalam gall bladder dan bersama dengan kolesterol jenuh empedu
memicu respons inflamasi akut. Trauma yang disebabkan oleh batu empedu
menstimulasi sintesis prostaglandin I2 dan E2 yang memediasi respon
inflamasi. Infeksi bakteri sekunder dengan organisme enteric (paling umum
E.coli, Klebsiella, dan Streptococcus faecalis) terjadi pada 20% kasus.

Endapan empedu dapat memicu mikrolitiasis. Jika endapan tersebut tetap


ada, misalnya karena pasien telah beberapa kali hamil atau sedang menerima
nutri parenteral total, batu empedu dapat terbentuk. Hamper semua pasien
dengan endapan empedu tidak bergejala, tetapi endapan tersebut dapat
menyebabkan kolesistitis akut.5

2.6. Gejala Klinis


Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu
tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan
dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai
dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Pada pemeriksaan fisis teraba
masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda
Murphy). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin
< 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstra hepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan
fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan
menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi
kandung empedu perlu dipertimbangkan.1
2.7. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Trias timbulnya kolesistitis berupa nyeri tekan palpasi di
Right Upper Quadrant (RUQ), demam dan leukositosis. Biasanya, leukositosis
dalam kisaran 10.000-15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran kiri pada
jumlah diferensial ditemukan. Bilirubin serum sedikit meningkat (<85,5 μmol/L
[5 mg/dL]) pada kurang dari setengah pasien, sedangkan sekitar seperempat
memiliki peningkatan sederhana dalam serum aminotransferase serum
(biasanya kurang dari lima kali lipat). Ultrasonografi akan menunjukkan batu
pada 90-95% kasus dan berguna untuk mendeteksi tanda-tanda peradangan
kandung empedu termasuk penebalan dinding, cairan pericholecystic, dan
dilatasi saluran empedu. Pemindaian bilier radionuklida (mis., HIDA) dapat
menjadi konfirmasi jika pencitraan saluran empedu terlihat tanpa visualisasi
kantong empedu. Pada kolesistitis akalkulus pemeriksaan USG atau CT scan
akan menunjukkan kandung empedu yang besar, tegang, statis tanpa batu dan
dengan bukti pengosongan yang buruk dalam jangka waktu yang lama.7
Berdasarkan Tokyo Guidelines, kriteria diagnosis kolesistitis adalah:8

1. Tanda inflamasi local


a. Murphy’s sign
b. Nyeri atau nyeri tekan atau massa pada kuadran kanan atas
2. Tanda inflamasi sistemik
a. Demam
b. Peningkatan CRP
c. Peningkatan jumlah leukosit
3. Radiologi
Temuan yang sesuai dengan karakteristik kolesistitis akut.

Suspected diagnosis : ditemukan 1 tanda inflamasi local ditambah 1 tanda


inflamasi sistemik.
Definite diagnosis : ditemukan 1 tanda inflamasi local ditambah 1 tanda
inflamasi sistemik serta adanya temuan radiologi dengan karakteristik
kolesistitis akut.

Gambar 1. Foto USG Kolesistitis Akut


(a) Cairan pericholecystic. Cairan pericholecystic ditunjukkan ke sisi kiri
kantong empedu. Batu empedu dan puing-puing juga terlihat di kantong
empedu. (B) Flap intraluminal terlihat pada kolesistitis gangren. Garis
echogenik linier yang mewakili flap intraluminal ditunjukkan.
2.8. Diagnosis Banding
1. Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Kedua penyakit diatas dapat terjadi sendiri saja, tapi sering kali
dijumpai bersamaan karena saling berkaitan. Sekitar 95% penderita
peradangan kandung empedu akut memiliki batu empedu. Batu empedu
yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu
meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah,
terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan
kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor
keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak
dapat dikeluarkan dari kandung empedu. Gejalanya meliputi nyeri perut
kanan atas dengan kombinasi mual muntah dan panas. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas dan sering teraba
kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis.9
2. Pankreatitis
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Secara klinis
pancreatitis akut ditandai dengan nyeri perut yang akut disertai dengan
kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit sangat
bervariasi dari ringan yang self limited sampai sangat berat yang disertai
dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal. Gejala
pancreatitis akut yang paling mencolok adalah rasa nyeri yang timbul
tiba-tiba, kebanyakan intens, terus-menerus dan makin lama makin
bertambah. Rasa nyeri kebanyakan terletak di epigastrium, kadang agak
ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-
kadang nyeri menyebar diperut dan menjalar ke abdomen bagian bawah.
Nyeri berlangsung beberapa hari. Selain nyeri sebagian kasus juga
didapatkan gejala mual dan muntah serta demam. Kadang-kadang didapat
tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernafasan.
Factor yang memperberat pancreatitis akut sebagian besar belum
diketahui. Pada hampir 80% kasus pancreatitis akut jaringan pancreas
mengalami inflamasi tetapi masih hidup, keadaaan ini disebut pancreatitis
interstitial, sisanya sekitar 20% mengalami nekrosis pancreas atau
peripankreas yang merupakan komplikasi yang berat, mengancam nyawa
dan memerlukan perawatan intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi
sebagai sebagai akibat aktivasi lipase pancreas pada jaringan lemak
peripankreas. Kematian tersebar pasien pancreatitis akut terdapat pada
pasien yang mengalami nekrosis pancreas yang mengalami infeksi ini.10
3. Kolangitis
Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri pada cairan empedu
di dalam saluran empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi
dari aliran empedu seperti tumor, striktur, stent, dan paling sering batu
koledokus. Simptom umumnya berupa demam, menggigil, nyeri perut,
dan ikterus (trias dari Charcot). Timbulnya kolangitis berasal dari
kombinasi adanya bakteri di cairan empedu ditambah dengan
meningkatnya tekanan dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada
beberapa keadaan jalur infeksi cukup jelas misalnya timbulnya kolangitis
setelah ERCP, pada anastomosis entero bilier, bakteri mencapai saluran
empedu secara retrograd, namun pada banyak keadaan, mekanisme yang
tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu jelas.
Kemungkinan besar bakteri naik dari duodenum yang
dimungkinkan oleh adanya divertikel periampuler atau disfungsi motorik
dari sfingter Oddi. Bakteri – bakteri yang terlibat adalah bakteri gram
negatif aerob seperti E.coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau
Enterobacter, bakteri anaerob ditemukan pada 10 – 20% kasus. Bila
kolangitis tidak diobati dengan baik, dapat timbul bakteremia dan
selanjutnya abses hati tunggal atau multiple.11
2.9. Tatalaksana
1. Kolesistitis Akut
Meskipun tindakan bedah menjadi terapi utama untuk kolesistitis
akut dan komplikasinya, stabilisasi di rumah sakit mungkin diperlukan
sebelum kolesistektomi. Nutrisi oral tidak diperkenankan, digunakan
nutrisi parenteral, nasogastric suction diperlukan, serta deplesi volume
ekstraselular dan abnormalitas elektrolit diperbaiki. Meperidine atau
NSAID digunakan sebagai analgesic karena dapat mengurangi spasme
dari sfingter Oddi daripada obat seperti morfin. Antibiotic IV biasanya
diindikasikan pada pasien dengan kolesistitis akut sangat parah, meskipun
superinfeksi bakteri di empedu tidak muncul pada tahap awal proses
inflamasi. Terapi antibiotik digunakan untuk bakteri yang biasanya
muncul seperti E.coli, Klebsiella spp., Streptococcus spp. Antibiotik yang
efektif seperti ureidopenicillins yaitu piperacillin atau mezlocillin,
ampicillin sulbactam, ciprofloxacin, moxifloxacin, dan sefalosporin
generasi ketiga. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Organisme
anaerobic dengan obat seperti metronidazole harus ditambahkan jika
dicurigai terdapat kolesistitis emfisematosa atau gangrenosa. Imipenem
atau meropenem digunakan untuk antibiotic parenteral poten yang dapat
meliputi semua spektrum bakteri yang mengakibatkan kolangitis
ascending. Tetapi obat-obatan ini digunakan pada keadaan infeksi yang
mengancam jiwa saat semua rejimen gagal. Komplikasi post operasi dari
infeksi luka, abses, atau sepsis dapat dikurangi dengan antibiotic.
Mengenai kolesistektomi, saat kapan dilaksanakannya masih
diperdebatkan apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) setelah
diagnosis ditegakkan atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif
dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan
membaik tanpa tindakan bedah. Kolesistektomi emergensi mungkin
dilakukan pada pasien dengan komplikasi kolesistitis sepert empyema,
kolesistitis emfisematosa, atau perforasi dicurigai atau dikonfirmasi.
2. Kolesistitis Kronik
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa
batu kandung empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi.
Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan
minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi resiko operasi.12,13
2.10. Komplikasi
1. Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang
tersumbat. Pasieb dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin
dan ditandai dengan lebuh tingginya demam dan leukositosis, adanya
empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara
laparoskpik menjadi kelsistektomi terbuka.
2. Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di
ileum terminal atau duodenum dan atau di pilorus.
3. Kolesistitis emfisematosus, terjadi kurang lebih pada 1% kasus dan
ditandai dengan adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi
organisme penghasil gas seperti E. coli, Clostridia perfringens, Kleibsella
sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih
sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena
tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan
kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
4. Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.5
2.11. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis secara
cepat berkomplikasi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic yang
adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah pada pasien usia tua (> 75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi post kolesistektomi.12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan
nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan penyebabnya,
kolesistitis terbagi menjadi kolesititis kalkulus dan akalkulus. Berdasarkan
onsetnya, terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik. Diagnosis kriteria untuk
kolesititis dapat digunakan berdasarkan Tokyo guidelines. Terapi kolesistitis
meliputi istirahat saluran cerna, diet rendah lemak, pemberian analgesik,
pemberian antibiotik profilaksis, dan terapi pembedahan berupa kolesistektomi.
Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah terjadinya
komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema, emfisema, perforasi kandung
empedu, abses hati, peritonitis, dan sepsis.

3.2. Saran
1. Perlunya pengenalan dan pemahaman tanda dan gejala kolesistitis yang
lebih baik sehingga diagnosis kolesistitis dapat ditegakkan lebih cepat dan
tepat.
2. Perlunya pemberian terapi yang adekuat dan tepat sesuai dengan kondisi
pasien sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah
terjadinya komplikasi kolesistitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady FX. Kolesistitis di dalam Ilmu Penyakit Dalam edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing. 2014.
2. Lambou SG, Heller SJ. Lithogenesis and Bile Metabolism in: Surgical Clinics
of North American. Elsevier Saunders. 2008.
3. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary Colic
in Emergency Medicine. [Diakses pada: 17 September 2019]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
4. Buku Ajar Penyakit Dalam FK UI Jilid II Edisi VI. 2014
5. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. (diakses pada 17 September
2019). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/171886-
overview
6. Indar AA, Beckingham IJ. Acute Cholecystitis. BMJ. 2002 Sep 21;
325(7365):639-43. doi: 10.1136/bmj.325.7365.639.
7. Greenberger, Norton J, Gustav Paumgartner. Disease of the Gallbladder and
Bile Ducts: Acute Cholesystitis. Harrison’s Principles of Internal Medicine,
19th Edition. USA: The McGrawHill Companies, Inc. 2016.
8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Diagnostic criteria and severity grading of acute cholecystitis: Tokyo
Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2018.
9. Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam : penyakit batu empedu. Edisi
ke-8. Jakarta : Erlangga; 2007.
10. Nurma A. Buku ajar ilmu penyakit dalam: pankreatitis akut. Edisi ke-8.
Jakarta: Erlangga; 2007.
11. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit
hati. Edisi pertama. Jakarta: Jayabadi; 2007.
12. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
13. Longo DL, Fauci AS. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. 2 nd ed.
New York: McGraw-Hill Education; 2013.
14. Yu Y. Acute Cholescystitis: Pathogenesis and clinical findings. 2019. Diakses
dari : www.thecalgaryguide.com

Anda mungkin juga menyukai