Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AIK

“Alquran Sebagai Sumber Ilmu”

Disusun oleh :

Siti Nurhaliza Rais


1903052
3A farmasi

Program Studi Dlll Farmasi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (stikes) Muhammadiyah Manado

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
Rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua yang berupa semua yang berupa ilmu dan amal.
Dan berkat Rahmat dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah al-islam
kemuhammadiyaan dengan judul “ Alquran sebagai sumber ilmu ” yang insya allah tepat
pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya
kritik,saran dan masukan yang membangun sangat penulis butuhkan untuk dijadikan
pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Manado 2,januari 2021

Penulis

Siti Nurhaliza Rais

ii
DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................................i

Kata pengantar..........................................................................................................................ii

Daftar isi....................................................................................................................................iii

BAB 1

A. PENDAHULUAN.................................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. pengertian ilmu pengetahuan.................................................................................................2

2. alquran sebagai ilmu pengetahuan.........................................................................................4

3.Kaitan Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetauan............................................................................7

BAB III

PENUTUP...............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Manusia adalah makhluk yng paling sempurna diciptakan oleh Allah, manusia beruntung
diberikan kelebihan akal/pikiran yang membuat manusia mampu mengungkapkan apa  yang
ada didalam hati dan pikiran mereka, dalam berpikir tersebut mereka mendapatkan Ilmu.
Umat islam diberikan suatu anugerah yang besar yaitu wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw yang menjadi petunjuk bagi umat Islam yaitu Al-Qur’an.
Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala
sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana keabsahan ilmu harus
diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak
ada satu perkara apapun yang terlewatkan, semuanya telah terkafer di dalamnya yang
mengatur berbagai asfek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum
minallah); sesama manusia (Hablum minannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial,
ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagaianya.
Lalu bagaimanakah kandungan ilmu pengetahuan dalam al-qur’an serta apakah ilmu tersebut
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan sains modern yang terus berkembang, hal itu
selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Ilmu Pengetahuan
2.      Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu
3.      Hubungan Al-Qur’an Dengan Ilmu Pengetahuan dan Sains

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia, di samping seni dan agama.
Pengetahuan merupakan sumber jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan. Maka perlu diketahui terhadap pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus
diajukan. Jika orang bertanya : “Apakah yang akan terjadi setelah manusia meninggal?”,
maka pertanyaan itu tidak dapat diajukan kepada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab,
secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup
pengalaman manusia. Sedang agama memasuki pula wilayah penjelajahan yang bersifat
transendental yang berada di luar pengalaman manusia. Sehingga setiap jenis pengetahuan
memiliki ciri-ciri yang spesifik tentang “apa, bagaimana dan untuk apa” (ontologi,
epistemologi dan aksiologi), ketiga hal ini saling berkaitan.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu sebagai alat bagi manusia untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya. Pemecahan itu pada dasarnya adalah meramalkan dan
mengontrol gejala alam. Maka penelaahan ilmiah diarahkan untuk mendapatkan penjelasan
tentang berbagai fenomena alam. Penjelasan ini diarahkan terhadap deskripsi tentang
hubungan berbagai faktor yang terkait dalam konstelasi yang menyebabkan timbulnya sebuah
fenomena dan proses terjadinya fenomena itu.
Seperti, mengapa secangkir kopi diberi gula menjadi manis rasanya, bukan mendeskripsikan
betapa manisnya secangkir kopi yang diberi gula itu. Ilmu mencoba mengembangkan dunia
empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam
sebuah hubungan yang bersifat rasional. Sedang seni mencoba mendeskripsikan sebuah
fenomena dengan sepenuh maknanya dan menjadi bermakna bagi pencipta dan yang
meresapinya.[1]

Upaya untuk menjelaskan fenomena alam telah dilakukan sejak dahulu kala dengan
memperhatikan berbagai kekuatan alam, seperti hujan, banjir, gempa dan sebagainya. Mereka
merasa tak berdaya dalam menghadapi yang dianggapnya merupakan kekuatan luar biasa.
Kemudian mereka coba dengan mengaitkan dengan makhluk luar biasa pula, dan
berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan berbagai kesaktian dan
perangainya, sehingga muncul dewa-dewa pemarah, pendendam, cinta dan sebagainya.
Mereka mengontrol alam sesuai dengan pengetahuannya dengan memberikan berbagai
macam sesaji. Perkembangan selanjutnya, mereka mencoba menafsirkan fenomena fisik
dengan pengembangan penafsiran tertentu, kemudian mempunyai pegangan tertentu, betapa
pun primitifnya. Bukan saja mengerti mengapa sesuatu terjadi, tetapi yang lebih penting
adalah agar sesuatu itu tidak terjadi.
Tahap berikutnya, mereka mencoba menafsirkan dunia ini terlepas dari mitos dengan
mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis, seperti membuat tanggul.
Maka berkembanglah pengetahuan yang berpangkal pada pengalaman berdasarkan akal sehat
dengan metode trial and error, yang kemudian menimbulkan pengetahuan yang disebut
“applied arts” yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-hari, di samping
“fine arts” untuk memperkaya spiritual. Yang terakhir ini lebih berkembang di Timur, karena
filsafatnya yang penting adalah berpikir etis yang menghasilkan wisdom.
Betapa pun primitifnya suatu peradaban, masih saja memiliki kumpulan pengetahuan akal
sehat, yang sangat penting untuk menemukan berbagai fenomena alam.

2
Maka tumbuhlah rasionalisme yang kritis mempermasalahkan pikiran yang bersifat mitos
yang mencoba menemukan kebenaran secara analisis kritis, yang kemudian menimbulkan
berbagai pendapat dan aliran filsafat. Rasionalisme dengan sistem pemikiran deduktifnya
sering menghasilkan implikasi yang benar dari akurasi logikanya. Tetapi, dapat juga tidak
sesuai atau bahkan bertentangan dengan realitas empiriknya. Seperti, Aristoteles
menyimpulkan bahwa gigi wanita lebih sedikit dari pria, Bertrand Russell bergumam orang
seperti dia yang kawin dua kali seharusnya lebih tahu tentang itu.
Reaksi atas kelemahan rasionalisme itu menimbulkan empirisme yang meyakini bahwa
pengetahuan yang benar jika dihasilkan dari sentuhan indrawi, maka berkembanglah cara
berpikir yang menjauhi spekulasi teoritis dan metafisis. Bagi David Hume (1711-1776),
metafisika adalah hayal dan dibuat-buat bagaikan lidah api yang menjilat. Meskipun
empirisme berdasarkan sentuhan indrawi menggunakan sistem berpikir induktif, ternyata
tidak lepas dari kelemahan. Yakni, atas dasar apa dapat menghubungkan berbagai
fenomena/fakta dalam hubungan kausalitas. Bagaimana hubungan fakta rambut keriting
berkorelasi dengan rendahnya intelektual seseorang sebagai hubungan kausalitas.
Untuk mendamaikan dua sistem pemikiran tersebut, maka berkembanglah metode
eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis dari rasional dengan
pembuktian secara empiris. Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim
pada abad keemasan Islam ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai puncaknya antara
abad IX dan XII M. Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli kimia yang mungkin semula
terdorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat awet muda” dan “rumus membuat emas dari
logam biasa” yang lambat laun menjadi paradigma ilmiah. Metode eksperimen ini
diperkenalkan di Barat oleh Roger Bacon (1214-1294) kemudian dimantapkan sebagai
paradigma ilmiah oleh Francis Bacon (1561-1626). Tegasnya, secara konseptual metode
eksperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh
Francis Bacon, sekali pun Francis Bacon tidak pernah menyebut pendahulunya. Briffault,
dalam bukunya The Making of Humanity yang dinukil oleh M. Iqbal mengakui bahwa
bangsa Arab merupakan perintis metode ilmiah. Roger Bacon maupun sesamanya (Francis
Bacon) tidak berhak sebagai orang-orang yang telah memperkenalkan metode eksperimental.
Roger Bacon tidak lebih daripada seorang rasul ilmu pengetahuan dan metode Muslim ke
Eropa Kristiani. Menjelang zaman Bacon, metode eksperimental bangsa Arab tersebut telah
tersebar luas dan ditekuni di seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, metode eksperimen
masih saja merupakan fenomena empiris. Di samping rasionalisme dan empirisme, terdapat
cara lain untuk menghasilkan pengetahuan, yakni intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu masalah secara tiba-tiba menemukan
jawabannya dan diyakini atas kebenarannya, namun tidak bisa menjelaskan bagaimana
caranya dapat sampai ke sana. Karena intuisi sangat personal dan tidak bisa diramalkan,
maka ia tidak bisa diandalkan untuk menyusun ilmu pengetahuan yang teratur. Ia hanya dapat
digunakan sebagai hipotesis bagi analisis berikutnya untuk menentukan benar tidaknya
pernyataan yang dikemukakan. Aktifitas intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantu
untuk menemukan kebenaran.
Sedang wahyu, merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
Pengetahuan ini didasarkan atas hal-hal yang supernatural (ghaib) dan merupakan pangkal
dalam agama. Sehingga suatu pernyataan harus diyakini terlebih dahulu, bisa saja kemudian
dikaji dengan metode lain. Secara rasional, umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang
dikandungnya bersifat konsisten atau tidak.

3
Sebaliknya, secara empiris dapat dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan itu
atau tidak. Tegasnya, agama dimulai dengan rasa percaya, setelah dikaji kepercayaan itu bisa
meningkat atau menurun. Sebaliknya, pengetahuan lain seperti ilmu, bertolak dari rasa tidak
percaya (ragu) setelah dikaji secara ilmiah bisa menjadi yakin atau tetap seperti semula.

B.     Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan


Al-Qur’an pada hakikatnya merupakan miniatur dari Kemahaluasan ilmu Allah yang tak
tertandingi. Maka, ketika manusia mencoba memahami dirinya sendiri kemudian berpindah
kepada pemahaman selain dirinya, termasuk jagat raya, ia benar-benar menyadari
keterbatasan kemampuannya. Begitulah perbandingan antara ilrnu Allah dan kemampuan
manusia untuk memahaminya. Allah sungguh mengandung ilmu yang sangat luas dan dalam;
bagaikan lautan yang menyimpan mutiara yang paling berharga dalam air yang paling dalam.
[2]

Fundamen dalam pemikiran Islam bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk
pengetahuan yakni bersumber dari Allah. Sehingga tujuan pengetahuan itu tidak lain adalah
kesadaran tentang Allah. Al-Qur’an, wahyu Allah menyatakan dalam sebuah cerita, bahwa
awal penciptaan Adam, Allah mengajarkan kepadanya tentang nama benda-benda. Adam
sebenarnya merupakan simbol manusia, dan “nama benda-benda” berarti unsur-unsur
pengetahuan, baik yang materi ataupun non-materi. Demikian juga wahyu pertama yang
diterima Nabi Muhammad saw mengandung perintah  “Bacalah dengan nama Allah”.
Perintah ini mewajibkan orang untuk membaca, yakni pengetahuan harus dicari dan diperoleh
demi Allah. Ini berarti wawasan tentang Allah Yang Maha Suci merupakan fundamen hakiki
bagi pengetahuan.[3]
Keyakinan bahwa al-Qur’an, wahyu Allah sebagai sumber utama bagi pengetahuan lebih
komprehensif daripada lainnya. Jika sumber yang lain hanya mengakui secara parsial, tidak
demikian bagi al-Qur’an. Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah banyak
disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga
mengakui empirisme-induktif, banyak disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung
dan bumi, penciptaan tumbuh-tumbuhan, perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit
dan bumi, dan sebagainya. Demikian juga sumber intuisi dan sebangsanya dapat diraih
melalui penyucian hati. Para ilmuwan Muslim menekankan perlunya tazkiyah al-nafs untuk
memperoleh hidayah Allah, karena sadar atas kebenaran firman-Nya.[4]
Didalam al-qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memiliki kandungan mengenai Ilmu
Pengetahuan, bahkan tertulis pula bahwa Allah akan mengangkat derajad orang-orang yang
berilmu, dalam makalah ini, pemakalah memberikan salahsatu contoh ayat sebagai berikut:
Q. S. Ar-Rahman [55] : 1-4
)٤( َ‫ َعلَّ َمهُ ْالبَيَان‬ )٣(   َ‫ق اإل ْن َسان‬
َ َ‫خَ ل‬ )٢(   َ‫ َعلَّ َم ْالقُرْ آن‬ )١( ُ‫الرَّحْ َمن‬
Artinya: (1) (tuhan) yang Maha pemurah, (2) yang telah mengajarkan Al Quran. (3) Dia
menciptakan manusia. (4) mengajarnya pandai berbicara.
Makna mufradat:
                  :       yang maha pemurah lagi maha penyayang  ُ‫الرَّحْ َمن‬
               :      kepada siapa yang dikehendaki  )telah mengajarkan(  َ‫َعلَّ َم ْالقُرْ آن‬
            :     dia menciptakan manusia   َ‫ق اإل ْن َسان‬ َ َ‫خَ ل‬
             :      Mengajarinya pandai berbicara    َ‫َعلَّ َمهُ البَيَان‬ ْ

4
Tafsiran:
ُ‫الرَّحْ َمن‬

Arti dari Ar-Rahman adalah amat luas, kalimat dalam pengambilannya ialah Rahmat. Yang
berarti kasih, sayang, cinta, pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari kehidupan
manusia dan terbentang didalam segala makhluk yang wujud dalam dunia ini.
Apabila kita perhatikan dalam Al-qur’an, maka akan kita jumpai hampir pada tiap-tiap
halaman kalimat-kalimat rohman, rohim, rahmat, rahmati, rohimi, ruhamaak, arhamah, dan
al-arham yang semuanya itu mengandung arti kasih, sayang, pemurah, kesetiaan, dan lain-
lain.
َ‫َعلَّ َم ْالقُرْ آن‬
Inilah salah satu bentuk dari Rahman, atau kasih sayang Allah kepada manusia, yaitu
diajarkan kepada manusia itu al-qur’an, yaitu wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi-Nya
Muhammad SAW. Yang dengan sebab Al-qur’an itu manusia dikeluarkan dari gelap gulita
kepada terang benderang dan dibawa kepada jalan yang lurus. Maka datangnya pelajaran Al-
qur’an kepada manusia itu yakni sebagai penggenapan kasih Allah. Rahmat ilahi yang utama
adalah ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada kita manusia. Mengetahui itu
adalah suatu kebahagiaan, apalagi kalau yang diketahui itu adalah Al-Qur’an.
Dan oleh karena surat ini menyebut nyebut tentang nikmat-nikmat yang telah Allah
anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, maka terlebih dahulu Allah menyebutkan nikmat
yang merupakan nikmat yang besar kedudukannya dan terbanyak manfaatnya, bahkan paling
sempurna faidahnya, yaitu nikmat diajarkannya Al-qur’an. Karena dengan mengikuti Al-
Qur’an maka diperolehlah kebahagiaan didunia dan diakhirat, lalu diperolehlah segala
keinginan.
َ‫ق اإل ْن َسان‬ َ َ‫خَ ل‬
Dia telah menciptakan manusia dan mengajarinya mengungkapkan apa yang terlintas dalam
hatinya dan terbetik dalam sanubarinya. Sekiranya tidak demikian, maka Nabi Muhammad
Saw takkan dapat mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya. Penciptaan manusia pun adalah
satu diantara tanda Rahman Tuhan kepada alam ini. Sebab diantara begitu banyak makhluk
Ilahi didalam alam, manusia lah satu-satunya makhluk yang paling mulia dan paling baik
bentuknya. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .”
Maka terbentanglah alam luas ini dengan seisinya, sehingga manusia dapat tinggal dan
berdiam diatasnya. Dan Allah menambah Rahmat-Nya kepada manusia dengan memberikan
akal serta fikiran kepada mereka. Dengan akal dan fikiran tersebut manusia dapat
menyesuaikan dirinya dengan alam. Hujan turun dan air mengalir, lalu manusia membuat
sawah. Jarak diantara satu bagian dunia dengan bagian dunia yang lain amat jauh.bahkan
seperlima dunia adalah tanah daratan, sedang empat perlima lautan yang luas.
Manusia dengan akal budinya menembus jarak dan perpisahan yang jauh tadi membuat
bahtera dan kapal untuk menghubungkannya satu dengan yang lain. Di antara begitu banyak
makhluk Tuhan di dalam dunia ini, manusialah yang dikaruniai perkembangan akal dan
fikiran, sehingga  timbullah pepatah terkenal, bahwasanya tabiat manusia itu ialah hidup yang
lebih maju.
َ‫َعلَّ َمهُ ْالبَيَان‬
Barulah Rahman Allah kepada manusia tadi lebih sempurna lagi, karena manusiapun diajar
oleh Tuhan menyatakan perasaan hatinya dengan kata-kata.  Itulah yang ada di dalam bahasa
Arab tersebut “Al Bayan”, yaitu menjelaskan, menerangkan apa yang terasa di hati, sehingga
timbullah bahasa-bahasa.

5
Kita pun sudah sama maklum bagaimana pentingnya kemajuan bahasa karena kemajuan Ilmu
Pengetahuan. Suatu bangsa yang lebih maju, terutama dilihat orang dalam kesanggupannya
memakai bahasa, memakai bicara.
Al-maraghi menambahkan, Allah swt menciptakan manusia serta mengajarinya
mengungkapkan apa yang terlintas di sanubari melalui kata-kata. Manusia merupakan
makhluk social menurut tabiatnya yang tak bisa hidup kecuali bermasyarakat dengan
sesamanya maka untuk menyambung hasrat tersebut dikukuhkan bahasa dan menulis sebagai
perpanjangan kata.[5]
Alangkah malang yang tidak sanggup memakai lidahnya untuk merasakan perasaan hatinya,
“bagai orang bisu bermimpi” kemana dan bagaiman dia akan menerangkan mimpinya? Oleh
sebab itu jelaslah bahwa pemakaian bahasa adalah salah satu diantara Rahman Allah juga di
muka bumi ini. Beribu-ribu sampai berjuta-juta buku-buku yang dikarang, dalam beratus
ragam bahasa, semuanya menyatakan apa yang terasa di hati sebagai hasil penyelidikan,
pengalaman, dan kemajuan hidup.
Al-hasan mengatakan yang di maksud dengan al-bayan di sini adalah pengujaran, yaitu
membaca al-qur’an. Pembacaan itu dengan memudahkan pengujaran kepada hamba-Nya dan
memudahkan dalam mengartikulasikan huruf-huruf dari daerah-daerah artikulator , yaitu
tenggorokan, lidah dan bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya.
Penjelasan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Ayat ini menjelaskan tentang rahmat Allah swt kepada manusia. Terbukti bahwa Allah swt
memberikan pengajaran kepada mereka sehingga dapat melanjutkan kehidupan, bentuk
pengajaran yang diberikan Allah swt kepada manusia adalah mampunya mereka menyusun
kata-kata yang tersirat dalam hati sehingga sehingga mereka dapat menyanpaikan sesuatu
yang tersimpan di hati. Di samping itu Allah swt juga memberikan kemampuan pada orang
lain dalam memahami kata-kata.

Kesemua pelajaran ini terlebih dahulu diajarkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw
melalui wahyunya (Al-Qur’an) baru setelah itu di oleh Nabi saw diajarkan kepada umatnya.
Dan manusia dengan kelebihannya dalam berfikir mengembangkannya menjadi sebuah ilmu
pengetahuan.

Sebuah riwayat menyatakan bahwa Nabi saw bersabda:


‫د‬hh‫ان يش‬hh‫ؤمن كالبني‬hh‫ؤمن للم‬hh‫ الم‬:‫ل‬hh‫عن بريدة عن ابي هريرة عن ابي موسى رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم ق‬
‫بضه بعضا وشبك بين اصابعه‬
“dari buraidah, dari abi hurairah, dari abi musa r.a, dari Nabi saw, ia bersabda: “Mukmin
sesama mukmin ibarat bangunan yang saling mengokohkan satu sama lainnya”
Makna yang terkandung didalam hadist ini adalah menjalin atau memperkuat hubungan
silaturrahmi merupakan keharusan bagi umat mukmin karena sesungguhnya mereka
seumpama anggota tubuh yang tidak bisa dipisahkan apabila, salah satu anggota tubuh
disakiti maka bagian lainnya pun turut merasakan sakitnya.Umat islam yang dijelaskan
didalam hadis tersebut dijelaskan merupakan subjek dalam dunia pendidikan yaitu orang
yang mengembangkan pengetahuannya untuk orang lain atau suri teladan bagi yang lainnya.
Melalui uraian ayat dan hadis diatas, jelaslah bahwa Allah swt merupakan sumber utama
dalam dunia pendidikan Islam dan tanpa ridho-Nya manusia tidak akan mampu meneruskan
kehidupan di dunia, karena tidak memiliki pengetahuan. Selain itu manusia (mukmin) pun
dipandang sebagai sumber/subjek dalam setiap aktivitas termasuk peranannya dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan karena melalui perbuatannyalah manusia lain dapat
mempraktekkan pengetahuannya.

6
Disamping itu kebanyakan manusia baru terangsang untuk melaksanakan perbuatan tersebut
apabila ia melihat langsung pelaksanaanya diwujudkan oleh orang lain yang dipandang cakap
dan pantas untuk ditiru atau di contoh. Namun kesemuanya tetap harus berpulang kepada
Allah swt karena Dia-lah sumber pengetahuan manusia.

Dengan demikian selain Allah swt sebagai sumber atau subjek tertinggi maka manusia pun
dapat dijadikan sebagai sumber atau subjek dalam pendidikan Islam. Mukmin yang
menanamkan nilai-nilai Islam dalam dirinya akan dijadikan contoh terbaik bagi manusia
lainnya. Tentunya diharapkan bagi yang beriman akan menambah tingkat keimanan dan
ketaqwaannya pada Allah swt. Sementara bagi yang nonmukmin diharapkan akan
merangsangnya untuk beriman kepada Allah swt.
Secara nyata atau berdasarkan fenoma yang ada manusia umumnya, lebih  cenderung atau
lebih mudah menerima pendidikan (ajaran) apabila melihat langsung kepada sosok (praktek
langsung yang dilakukan manusia lain) yang dapat dijadikannya contoh nyata. Dalam dunia
Islam uswatun yang dijadikan patokan dalam beribadah atau beramal adalah Nabi
Muhammad saw, beserta keluarganya dan para sahabatnya.

C.    Kaitan Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetahuan dan Sains


Dari beberapa pembahasan diatas sangat jelas dikatakan bahwa ilmu pengetahuan, apapun
cabang ilmunya pastilah bersumberkan kepada Al-quran. Pernyataan ini tidaklah berlebihan,
karena salah satu standar sebuah kitab dapat dikatakan sebagai wahyu atau bersumber dari
Allah SWT adalah kebenaran atau kelogisan isi kandungan dari kitab tersebut, isi
kandungannya haruslah bersifat universal atau menyeluruh, baik untuk seluruh alam maupun
secara historis harus lah dapat dijadikan sandaran sepanjang zaman. nilai-nilai Qur’ani, yaitu
nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat mutlak
dan universal.[6]
Lalu hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan Al-quran, apakah isi
kandungan Al-quran logis dan bersifat universal? tentu, telah sangat banyak fakta fakta yang
tertuang di dalam Al-quran yang telah di buktikan baik dengan cara tradisional masa lampau
maupun dengan cara ilmu pengetahuan modern terkini. Sebagai contoh adalah  Proses
pembentukan janin didalam rahim yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Q.S Al-Mukminun Ayat 12-14:
ْ ُّ‫)ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬١٣( ‫ار َم ِكي ٍن‬
ْ ‫ةَ ُم‬hَ‫ا ْال َعلَق‬hَ‫ةً فَخَ لَ ْقن‬hَ‫ةَ َعلَق‬hَ‫طف‬
ً‫ َغة‬h‫ض‬ ٍ ‫طفَةً فِي قَ َر‬ ْ ُ‫)ثُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن‬١٢( ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن َسانَ ِم ْن سُاللَ ٍة ِم ْن ِطي ٍن‬
)١٤( َ‫ك هَّللا ُ أَحْ َسنُ ْالخَ الِقِين‬ َ ‫فَخَ لَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِعظَا ًما فَ َك َسوْ نَا ْال ِعظَا َم لَحْ ًما ثُ َّم أَ ْن َشأْنَاهُ خ َْلقًا آ َخ َر فَتَبَا َر‬

Artinya: (12)  “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. (13)  kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). (14) kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.”

1.      Tahap pertama
Nutfah : yaitu tahap pertama selepas pencampuran antara sel sperma dan sel telur atau
minggu pertama (Q.S Al-Insaan : 2):
ِ َ‫اج نَ ْبتَلِي ِه فَ َج َع ْلنَاهُ َس ِميعًا ب‬
‫صيرًا‬ ْ ُ‫إِنَّا خَ لَ ْقنَا اإل ْن َسانَ ِم ْن ن‬
ٍ ‫طفَ ٍة أَ ْم َش‬

7
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan
Dia mendengar dan melihat”.

Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang
terdapat di dalam sesuatu wadah, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj
berasal dari perkataan masyj yang berarti pencampuran. Berdasarkan makna kata tersebut
maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia dari air mani
lelaki dan air mani perempuan.
Dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan , tingkah laku yang
berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dari nutfah lelaki akan terbentuknya saraf,
tulang dan fakulti , dan dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.
2.      Tahap kedua
Alaqah : Proses pembentukan alaqah ialah pada penghujung minggu pertama atau  hari
ketujuh . Pada hari ketujuh sel telur yang telah dibuahai itu akan tertanam di dinding rahim
(qarar makin). Selepas itu nutfah berubah menjadi alaqah. (Q.S Almu’minuun14):

َ hَ‫ َر فَتَب‬h‫ا آ َخ‬hhً‫طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَا ْال َعلَقَةَ ُمضْ َغةً فَ َخلَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِعظَا ًما فَ َك َسوْ نَا ْال ِعظَا َم لَحْ ًما ثُ َّم أَ ْن َشأْنَاهُ َخ ْلق‬
ُ‫ن‬h‫اركَ هَّللا ُ أَحْ َس‬h ْ ُّ‫ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬
)١٤( َ‫ْال َخالِقِين‬
Artinnya: “ kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin
dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang dibaliti oleh
darah. Selain itu alaqah mempunyai beberapa maksud yaitu : sesuatu yang bergantung atau
melekat, pacat atau lintah, gumpalan darah.

3.      Tahap Ketiga
Mudghah : Pembentukan mudghah dikatakan pada minggu keempat. Kata mudghah disebut
sebanyak dua kali di dalam al-Quran yaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat
14
Pada tahap pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan organ organ yang lain. Selain itu
sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini
mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi juga sudah berdetak. Untuk
perkembangan seterusnya, darah mulai mengalir dengan lebih banyak lagi untuk mensuplay
oksigen dan makanan yang cukup. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mulai
berfungsi sendiri.

4.      Tahap Keempat
Izam Dan Lahm : Pada tahap ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh ialah tahap
pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah
dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut.
Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini
perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu
sistem pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke pau-paru mulai
kelihatan.

8
Begitu juga dengan organ pembiakan (kelamin), kalenjar, hati, buah, kantung air kencing
dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mula tumbuh.
Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kedelapan semuanya
telah sempurna dan lengkap.

5.      Tahap Kelima
Nasy’ah Khalqan Akhar : Pada tahap ini yaitu menjelang minggu kedelapan , beberapa
perubahan lagi terjadi. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke
peringkat janin.Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya
Kuku-kukunya pun mulai tumbuh. Pada tahap ini perubahan janin didalam kandungan hanya
untuk menyempurnakan semua anggota yang sudah terbentuk. Walaupun perubahan tetap
terjadi tetapi perubahannya hanya pada ukuran bayi saja.

9
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia, di samping seni dan agama.
2. Intuisi merupakan pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
3. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia
4. Nilai yang bersumber kepada al-Qur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat
mutlak dan universal.
5. Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah banyak disebutkannya. Seperti
“afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-
induktif, banyak disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi,
penciptaan tumbuh-tumbuhan, perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan
bumi, dan sebagainya.

B.     Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini pemakalah  memiliki kekuranagan
dan makalh ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu pemakalah sangat membutuhkan
saran dari Bapak dosen selaku pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk bisa dijadikan acuan
untuk pembuatan makalah dikemidan hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta: Sinar Harapan


1985) hal. 104-106.

]Azyumardi Azra, PendidikanIslam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenuim Baru,


(Jakarta:Kalimah.2001) hal. 43

 C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 1989).  hal. 5-6.

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1996). hal. 438.

 Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: Toha Putra.


1989) hal. 200

Abuddin Nata, Manjemen Pendidikan: mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia,


(Bogor: Kencana, 2003). Hal. 103

11

Anda mungkin juga menyukai