Anda di halaman 1dari 10

MASA PENDAMPINGAN KEGIATAN REHAB REKON KABUPATEN LOMBOK UTARA

A. PERIODE REKOMPAK (OKTOBER 2018-31 MARET 2019


1. Masa Pertama penanganan Rehab rekon yang ditangani oleh BNPB dan bersama sama
dengan Satgas Kementrian PUPR (REKOMPAK), Pada masa periode ini masa awal
sosialisasi, tentang RTG (Rumah Tahan Gempa), Pada masa ini adalah masa-masa sulit
dan berat karena harus meyakinkan masyarakat, untuk membangun rumah, yang
disebabkan oleh dialog langsung Presiden dengan masyarakat yang ditafsirkan oleh
masyarakat " Bahwa akan diganti rumah korban bencana gempa bumi dengan kategori
kerusakan Rusak Berat 50 Juta Rusak Sedang 25 Juta dan rusak ringan 10 Juta.. yang
sebenarnya nilai tersebut adalah nilai yang dibutuhkan untuk membangun kembali
rumah yang rusak dengan kategorinya.. dan masyaraka terdampak pada saat ini harus
diberikan pemahaman untuk membangun rumahnya kembali. dan baru pada masa
masa berakhirnya Masa tanggap darurat bencana masyarakat mau membangun rumah
di masa bulan Januari, Februari, maret.. dan pada masa ini peroses pendampingan
belum samapai kepada masa validasi dan verifikasi data,, secara utuh..
2. Pilihan Masyarakat yang kecendrungan membangun RTG jenis Rumah Kayu.
Hampir 80% masyarakat terdampak menjatuhkan pilihan dengan menggunakan rumah
kayu karena sangat trauma dengan beton, dari kejadian dan cerita yang disamapaikan
masarakat korban gempa bahwa banyak dari kelurga dan sanak family mereka
meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan yang terbuat dari beton.
Sehingga fasilitator pada masa tersebut harus berfikir cukup berat untuk meyakinkan
masyarakat bahwa Jenis RTG bukan rumah kayu saja namun ada jenis RTG lainnya yang
lebih mudah dan cepat pengerjaannya, karena untuk membuat rumah yang berbahan
kayu harus mencari tukang yang ahli dan membutuhkan waktu yang cukup lama,
sedangkan pada waktu itu dengan kondisi masyarakat masih dalam keadaan trauma
tidak memungkinkan membangun rumah kayu, karena ketersediaan Tukang,
ketersediaah kayu dengan kualitas Awet dan Kuat 2 di KLU yang tidak ada, dan ditambah
dengan perusahaan dengan legalitas kayu yang belum ada. Sehingga permasalahan
pembangunan RTG pada masa ini sangat lamban karena kegiaaatan-kegiatan
pendampingan lebih terfokus pada kegiatan sosialisasi.

3. Sulit dan rumitnya dalam penerbitan izin jenis dan kualitas kayu, yang menjadi domain
Fasilitator untk meyakinkan masyarakat atas pilihan RTG yang lain, karena seandainya
masyarakat dengan anka 80% menggunakan kayu maka kecendrungan akan terjadi
perambahan hutan akan memperburuk keadaan masa yang akan datang dengan
ancaman bencana lainya. Sehingga dari pertimbangan tersebut fasilitator diarahkan
lebih banyak melakukan sosialisasi dengan membrikan pilihan pembangunan RTG selain
Rumah Kayu, sehingga masyarakat KLU pada waktu itu banyak berubah pilihan RTG dari
pilihan rumah kayu ke RIKO, RISBA dan RTG jenis lainya, dalam
4. Keterlibatan Fasilitator dengan ragam unsur
Bahwa fasilitator sipil direkrut oleh SATGAS Kementrian PUPR (REKOMPAK) dari
Angkatan 1 sampai ankatan 6. Pada masa awal penanganan, yang menjadi senior
fasilitator adalah fasilitator yang diperbantukan dari Program KOTAKU.
Pada masa inilah yang sampai hari ini dibeberapa desa mengalami kehilangan jejak
dokumen, yang disebabkan karena berakhirnya masa penangan oleh Kementriaan
PUPR. Dalam periode ini dapat kami sampaikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan baru
mencapai progres fisik 80% dan fasilitatornya ditarik karena berakhirnya masa TDB
(Tanggap Darurat Bencana) terus ditinggalkan dan ada beberapa yang fisiknya sudah jadi
100% tetapi dokumen LPJ belum diselesaikan dan semua fasilitator pada masa ini
kegiatannya terhenti, itulah yang menyebabkan beberapa dokumen hilang, karena
beberapa orang fasilitator yang memegang peran penting dalam kegiatan ini terindikasi
membawa dokumen tersebut, namun ada juga yang sudah diserahkan kepada POKMAS
namun bukti serah terima yang tidak ada, yang sampai saat ini saling melempar
“dimanakah dokumen tersebut” POKMAS menyatakan Dokumen tersebut ada pada
fasilitator dan Aplikator/supplier dan sebaliknya fasilitator mengatakan dokumen
tersebut sudah dikembalikan kepada POKMAS itulah yang menjadi salah satu
penghambat terlambatnya penyelesaiaan LPJ, ini sangat berkaitan erat pada akhirnya
pada periode di masa TPK.

NO IDENTIFIKASI MASALAH DAMPAK


1 Masyarakat Masih Belum membangun dan masyarakat Terhambatnya Progres
masih Meminta uang Tunai pembangunan RTG
2 hampir 80% Masyarakat KLU pada Masa ini mau Lambatnya Pembangunan
membangun RTG dengan menggukan Kayu RTG
3 fokus kegiatan hanya sosialisasi dan dan penyelesaiaan Terabaikannya dokumen
masalah dokumen pemberkasan
4 Pemahaman Konsep Percepatan dimasing masing Memicu konflik dan isu yang
steakholder masih ambigu di semua tingkatan
5 Dokumen terabaikan Belum tersusunnya dokumen
LPJ
6 Konflik Internal Penerima manfaat atas pilihan RTG Lamban Terbebtuk POKMAS
7 Validasi data yang belum maksimal Masih belum tervilahnya
data anomaly
8 Banyaknya penerima manfaat ganda Menjadi masalah di tingkatan
dusun
9 Dokumen pada masa REKOMPAK banyak yang hilang Kesulitan penyusunan LPJ
B. PERIODE TRANSISI (1 APRIL -25 APRIL 2019)

1. Pada masa ini teradi Stak peran dan fungsi fasilatator, karena pada masa ini adalah
berakhirnya masa tanggap darurat bencana samapai tanggal 31 maret 2019. dan masa
ini kementrian PUPR menarik seluruh armadanya karena masa TDB (Tanggap Darurat
Bencana) udah berakhir, dan pada masa ini fasilitator kehilangan induknya dan belum
ada kejelasan mengenai siapa yang akan menjadi konsultan menegeman yang
menangani peroses pendampingan,,, sedangakan kenyataan real yang dihadapi adalah
pada akhir bulan maret 2019 dibagikannya buku tabugan terhadap penerima manfaat di
Kabupaten Lombok Utara dalam daftar penerima manafaat SK BUPATI KLU (SK 18 – 21)
yang pada masa inilah yang banyak menyisakan masalah sampai dengan saaat ini,,
2. Bahwa pada masa ini dengan tidak ada regulasi dan kejelasan siapa yang akan
menangani dan menjadi pengelola kegiatan pendampingan, namun fakta dilapangan
kegiatan harus terus berjalan sehingga dilkeluarkan sebuah kebijakan untuk melakukan
peroses percepatan dengan melakukan peroses pendebetan satu pintu dalam hal ini
masyarakat dibantu oleh beberapa fasilitator dan TNI dilakukan pembentukan POKMAS
untuk mensegerakan mayarakat untuk mebangun rumahnya yang sudah sebagai
konsekkuensi dari percepatan yang menjadi brand dalam penanganan pembangunan
RTG di NTB.

NO IDENTIFIKASI MASALAH DAMPAK


1 Fasilitator Tidak memiliki legalitas Vacummnya kegiatan
lapangan
2 Pembentukan Pokmas oleh masyarakat sendiri Tidak terdampigi
3 Pendebetan 1 Pintu Berkas pendebetan dan
pengarsipan banyak yang
hilang karena tidak
terdampingi hilang
4 Tidak terawasainya pembangunan Kualitas RTG menurun
5 Pencairan Tanpa Dokumen Terkendala dalam
penyusunan LPJ

C. PERIODE TPK (26 APRIL 2019 – 31MARET 2020


Pada masa ini ditangani Oleh TPK (Tim Pengendali Kegiatan) Pada masa ini terjadi banyak
permasalahan yang di hadapi baik permsalahan yang ditinggalkan baik oleh dosa sejarah
masa lalu ataupun masalah baru yang memang membutuhkan penangannan khusus,
Adapun beberapa permasalahan dalam masa ini

1. Permsalahan pengelolaan managemant


Pada masa ini terjadi ketimpangan jumlah personil fasilitator khususnya di Kabupaten
Lombok Utara. bahwa dahulunya fasilitator yang di gawangi oleh REKOMPAK dengan
jumlah fasilitator yang cukup banyak yang terdiri dari beberapa unsur fasilitator
diantaranya dari unsur fasilitator CPNS yang diperbantukan dari Kementrian PUPR,
fasilitator dari Fasilitator program KOTAKU, dan Fasilitator yang direkrut langsung Oleh
REKOMPAK yang jika dijumlahkan hampir 500 Fasilitatator yang tergabung dalam
penangan peroses percepatan.
Namun setelah ditangani oleh TPK (Tim Pengendali Kegiatan) jumlah fasilitator khusus
untuk di Kabupaten Lombok Utara Sejumlah 291 orang dengan 1(satu) Orang KORWIL
ini dimulai dari tanggal 25 April – 31 desember 2018 pada masa ini adalah masa yang
sangat timpang dengan jumlah Penerima manfaat SK 1-21 berjumlah 41 898 Jumlah
Penerima Bantuan..
Pada masa ini terjadi ketimpangan rasionalsasi fasilitator di kabupaten Lombok Utara
selama 9 bulan, dalam kegiatan ini semua pihak mendorong untuk dilakukan
percepatan pembangunan fisik rumah (RTG) sehingga pada masa ini dari bulan mei
sampai dengan bulan desember semua kegiatan berfokus pada pembangunan fisik dan
pencairan. Dari permasalahan yang terjadi di KLU, pada masa ini yang paling banyak
menyisakan masalah sampai saat ini.
Pada masa awal dibulan mei, juni dan Juli 2019 pada masa ini adalah masa paling gelap
dalam masa pendampingan, karena semua fasilitator belum termenagemant dan
terstruktur dengan baik masih berjalan sendiri, karena tidak dapat dibayangkan jika
jumlah penerima manfaat dengan jumlah 41 898 dengan jumlah 291 fasilitator sipil yang
dikomando oleh 1 (satu) orang Korwil dengan komposisi penempatan belum jelas.

Baru pada masa bulan Agustus Struktur management pendamping KORWIL yang digagas
oleh beberpa orang untuk membantu KORWIL dalam penanganan kegiatan. Pada masa
ini baru disusun komposisi ASKORWIL KORCAM dan KETUA TIM DESA. Dengan harapan
tersusunya struktur tersebut ditopang dengan Operasional yang memadai sehingga
dapat dilakukan mobilisasi terhadap kegiatan dan pengrndalian terhadap semua
fasilitator se KLU. Namun struktur yang dibentuk tersebut hanya menjadi relawan tanpa
operasinal dan bergerak dan berjalan seperti air yang mengalir dengan sallary sama
denga fasilitator biasa.

2. Dinamika Kebijakan
Bahwa progress pembangunan Fisik dikabupaten Lombok utara adalah yang paling
rendah dibanding dengan kabupaten lainnya menurut catatan beberapa pihak, karena
dari 41.898 penerima manfaat baru yang telapor hanya 26%, berprogres, sehingga
menjadi atensi semua pihak mendorong segera dilakukannya percepatan pembangunan
fisik, sehingga diturunkannya pasukan ZENI dari TNI untuk mempercepat pembanguan
fisik. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah fasilitator sipil,yang hanya
berjumlah 291 orang dengan 1 (satu) orang KORWIL, sehingga kebijakan tersebut
berdampak terhadap lemahnya disisi pengawasan dan pencatatan laporan kegiatan.
Dengan penekanan mensegerakan pembangunan fisik berdampak terhada fasilitator
Sipil, beban dan tekanan dari semua pihak, menjadi imbas dari lajunya pembangunan
dialami oleh fasilitator sipil dengan jumlah yang minimalis, dan selery yang berkurang
dari periode sebelumnya.

Lajunya pembangunan fisik menjadi tangisan fasiilitator, dapat dibayangkan semua


pihak menekan fasilitator untuk segera melakukan pencairan karena progress kegiatan
dianggap sudah sesuai dan memenuhi sarat pencairan, tekanan tersebut datang dari
semua pihak baik, dari Aplikator/siplier POKMAS dan Anggotanya, dari pejabat Desa TNI
dan semua pihak lainya. Sehingga banyak dari fasilitator tidak sempat turun kelapangan
untuk mengecek kondisi real untuk melakukan pencairan hanya ditunjukan poto
progress oleh Aplikator/siplier dan POKMAS yang menjadi dasar dilakukan pencairan
sehingga sering dijumpai pencairan dilakukan tidak sesuai dengan Progres Fisik dan
kondisi yang sesungguhnya, sehingga banyak fasilitator menjadi objek yang
dipersalahkan karena tidak mengecek progress real dilapangan ketika terjadi kekeliruan
dalam peroses pencairan. Jumlah rasio fasilitator sipil yang tidak sesuai dengan jumlah
peneriman bantuan mengakibatkan masalah ditingkat pengawasan lapangan, sehingga
berdampak pada pencairan yang tidak bersesuai dengan Progres.

Dalam hal ini dapat kami sampaikan bahwa kebijakan percepatan pembangunan fisik
seyogyanya harus dimbangi dengan kemampaua dan ketercukupan sumber daya
sehingga tidak menimbulkan masalah dalam pelassanaan regulasi..

3. Overlood dampingan (Jeritan Fasilitator)


Jumlah fasilitator di KLU dari tangal 26 April sampi dengan 31 Desembe r berjumlah 291
orang dengan 32 Tim desa dengan menangani 41.898 Penerima manfaat dalam
lampiran SK Bupati No 1 - 21, beban masalah yang dihadapi fasilitator sipil diluar batas
ideal pendampingan jika dirasionalisasikan maka akan ada nilai 144 penerima manfaat di
dampigi oleh satu orang fasilitator.

Bahwa perlu kami sampaika alasan mengapa indicator yang kami gunakan dengan
jumlah 291. Dan jumlah penerima manfaat dari sk 1-21, pasti akan ada tanda tanya,
apakah dimasa prndampingan dulu tidak ada yang sudah selesai, disini kami sampaikan
benar bahwa kegiata waktu ditangani dimasa rekompak ada yang sudah finis progress
kegiatannya fisiknya 100% namun dokumen dokumen LPJ nya belum selesai sehingga
tetap kami gunakan anggka 41.898.

Dimasa gelap peroses pendampingan dengan beralihnya penanganan kegiatan dari


kementrian PUPR yang diserahkan ke PEMDA dan dibawah asuhan TPK, merupakan
masa paling berat, rawan dan sebaagainya.. bahwa pada masa ini kebijkan rule of game
terhadap fasilitator yang masih tidak menentu, semua dilanda kebingunngan.

Dimasa awal TPK dengan perubahan leader yang ditingkatan tpk berdampak pada
legalitas dan legitimate fasilitator, dimasa ini rasa ketidak percayaan diri fasilitator
menjadi salah satu ancaman sikologis, apakah pendampingan akan terus berlanjut atau
dihentikan. Pada saat ini fasilitator seolah tidak memiliki petunjuk arah yang jelas..
regulasi dan aturan yang simpang siur dengan penafsiran surat edaran yang beragam
membuat peroses pendampingan mengalami masa masa paling buruk.

Perores dan progres pembangunan fisik rumah pada saat ini sangat masip, karena
didorong oleh kebijakan untuk harus mensegerakan membangun karena masa tanggap
darurat akan segera berakhir, sehingga semua pihak didorng rasa ketakutan sekan
kegaiatan tersebut berhenti dan dana bantuan akan dikemblaikan kenegara hal
tersebut mendorong semua pihak untuk mepercepat pembangunan dengan melupakan
hal hal yang bersifat administrative, sehingga sering pencairan tersebut dilakukan
dengan tidak melengkapi document pencairan, hanya dengan overbooking dari pokmas
ke Aplikator/supplier.. yang ketika terjadi perubahan tim dalam fasilitator, bahkan
banyak fasilitator resign dan berhenti sehingga jejak dokimen lpj menjadi permasalahan
ketika slip pencairan dan dokumen lainya dibutuhkan sebaga bahan pembuatan LPJ, dan
masalah ini yang menjadi penghabat paling utama dalam pengerjaan LPJ POKMAS.

Peninggalan permasalahan dimasa rekompak yang belum selesai secara kedokumenan,


ditambah peliknya permasalahan dimasa transisi membuat fasilitator sipil menjadi
objek yang persalahkan oleh semua pihak, bahwa pembangunan yang secara maasif
dimasa transisi menimbulkan masalah bagi fasilitator, kurangnya jumlah fasilitator
menjadi masalah primier sebenarnya, yang seharusnya menjadi perhatiaan. Namun
tidak satupun dari semua pihak memberikan advice untuk hal tersebut. Kebenaran
sejatinya fungsi dan tugas fasilitator untuk mendampingi masarakat penerima bantuan
dalam seluruh rangkaian peroses kegiatan seharus dapat difahami oleh semua pihak,
sehingga wantitasnya harus menjadi perhatian lebih, namun kenyataan sebenarnya
tidak demikian, kerja fasilitator pada akhirnya berubah fungsi menjadi pekerja, dan
tempat pembuangan masalah RTG. Setiap hari pekerjaan fasilitator adalah melengkapi
dokumen dokumen DTPR, mencari anggota pokmas yang belum melengkapi
persyaratan, dokumen, yang membuat fasilitator harus mejemput dokumen tersebut
kemasyarakat, yang seharusnya masyarakat sadar bahwa mereka yang memberikan
semua dokumennya kepada fasilitator untuk dibantu menyelesaikan berkas berkas
administrasinya.
Permsalahan lapangan yang tidak bersahabat, Masyarakat sebagai anggota POKMAS
yang tidak percaya kepada pengurus POKMAS karena diangap hanya mementingkan
dirinya sendiri, karena diangap ada pesekongkolan dengan supplier/aplikator, masalah
Pokmas yang terlamabat didatangi material sehingga memutuskan kontrak secara
sepihak dengaan sulier/aplikatonya, makelar yang bergentayangan menjual nama
pejabat dengan mengimingi pokmas mendapatkan Cashback setelah jadi rumahnya yang
pada kenyataan menjadi nihil, saling menggugat antara pokmas dengan
aplikator/supplier karena batas waktu pengerjaan tidak sesuai dengan kotrak, dan
permasalah POKMAS yang telah dilakukan pencairan tapi tidak dikerjakan oleh
Aplikator, dan bahkan dibawa unagnya oleh aplikator, ditambah persaingan bisnis antra
Aplikator dan supplier yang menimbulkan kerugian POKMAS serta banyak lagi
permsalahanlaiinya yang semuanya itu menjadi beban dan tanggung jawab fasilitator.
Hampir 75% permsalahan tersebut dibebankan kepada fasilitator sipil. Seadainya bukan
atas nama kemanusiaan dan bertahan hidup, hapir 80% fasilitator mau mengundurkan
diri, namun atas nama kemanusiaan dan sulitnya mendapat pekerjaan semua fasilitator
bertekad dan meiliki semangat yang sama untuk terus berjuang dengan sumber daya
yang ada.

Sangat ironis ditengah permasalahan yang dihadapi struktur dalam penanganan


kegiatan telah terbentuk jajaran ASKORWIL, KORCAM, KETUA TIM DESA, sudah
terstruktur dengan baik, namun sepeserpun reward tidak pernah menghampiri. Bahwa
semua sama menjadi fasilitator dengan gaji yang sama dengan fasilitator lainya. Dan
yang paling mengherankan tidak pernah ada pembiayaan operasional yang diberikan
untuk menopang kegiatan kegiatan lapngan. Jika dibayangkan konflik di tengah tengah
penerima bantuaan, perkelahian antar pokmas, perselisihan pokmas dengan
aplikator/supplier dan banyak lagi konflik lainya yang harus menghadirkan fasilitator
dalam perkara tersebut, ketika fasilitator tidak memiliki kemampuan terhadap perkara
tersebut, wajib melempar masalah tersebut ke tingakata jengjang berikutnya.

Sangat ironis jajara lembaga dalam KORWIL KORCAM dan Ketua Tim desa tidak dibekali
oleh oleh perlenkapan atau operasional lainya semuanya seolah berjalan seperti air yang
mengalir, diselesaikan dengan potensi seadanya.

Dengan banyaknya permasalah di Kabupaten Lombok utara baru pada bulan januari
2020 sampai ndengan 31 maret Jumlah fasilitator KLU ditambah menjadi 420 personil.
Untuk ikut membantu menyelesaikan LPJ. Tambahan tersebut menjadi kebahagiaan
sendiri untuk kabupaten Lombok utara, namun dalam peroses kegitan yang berlangsung
ada beberapa hal yang mungkin dilupakan oleh pemangku kebijakan bertambahnya
fasilitator tidak diikuti dengan pelatihan dan peningkatan kapasitas fasilitaotr sendiri
sehingga cendrung kegiatan yang dilasanakan oleh fasilitator monoton karena
kurangnya dibekali dengan knowledge

NO IDENTIFIKASI MASALAH DAMPAK


1 Rasionalisasi Fasilitator yang tidak ideal Tidak maksimalnya
pendampingan
2 Struktur Organisasi yang tidak jelas Liarnya fasilitator karena
tidak ada perintah structural
3 Jumlah Fasilitator terlalu sedikit Pengawasan lapangan tidak
maksimal
4 Satu orang KORWIL Tidak maksimalnya
pengendalian fasilitator
5 Tidak ada Time line kerja Progress kegiatan tidak
terlapor dengan baik
6 Kebijakan yang berubah ubah Penyesuaian dokumen
dokumen POKMAS(harus
dibuat ulang)
7 Tidak ada pelatihan atau penguatan kapasitas fasilitator Kemampuan fasilitator tidak
ter upgreat
8 Tidak ada operasional Lemahnya system
pengawasan
9 Kebijakan teknis yang tidak satu pintu (Form atau Lambatnya tersusun
dokumen yang tidak satu bentuk) dokumen LPJ
10 Verifikasi dan vallidasi data yang tidak sistematis Data progress tidak terlapor
dengan baik
11 Perubahan pada dokumen LPJ Perombakan Berkas
(pemberkasan ulang)
12 Data acuan terlambat (data ITTAMA) Data tidak akurat
13 Dokumen hilang Terlambatnya penyusunan
LPJ
14 Kesulitan dalam mengakses transaksi pokmas di bank Terlambatnya penyusunan
penyalur LPJ
15 Pencairan yang tidak sesuai progress Terhabtnya prores fisik
pembangunan
16 Aplikator nakal Rumah Tidak Jadi
17 Fasilitator janrang ke lapangan Progress tidak sesua dengan
pencairan
18 Pokmas menghilangkan berkas Terlambatnya penyusunan
LPJ
19 Berkas dibawa fasilitator lama Terlambatnya penyusunan
LPJ
20 Berkas dibawa Aplikator Terlambatnya penyusunan
LPJ
21 Pemutusan Kontrak sepihak oleh POKMAS Terlambatnya penyusunan
LPJ, menyisakan masalah
saling menggugat
22 Pokmas yang apatis Kesulitan penyusunan LPJ
23 BOP POKMAS habis Terlambatnya penyusunan
LPJ

Masa periode 1 Aprill 2020 sampai sekarang


Dinamika rehabilitasi dan perbaikan rumah pasca bencana adalah fenomena yang luarbisa,
belum berakhir masalah yang dihadapi dimasa rekompak dan TPK sudah diserahkan kepada
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota, sebuah kodisi yang sangat tragis lagi-lagi menimpa
fasilitator dengan beralihnya penangan dan rasionalisasi berdasarkan surat edaran BNPB
membuat semua fasilitator bertambah kebingungannya. Dari tanggal 1 April samapi dengan
tanggal 31 mei tidak ada kepastian hukum tentang fasilitator, padahal dengan rasa tanggung
jawab sebagian fasilitator tetap melakuka aktifitas, dalam kondisi tanpa legalitas, baru pada
tangal 3 juni 2020 diterbitkan SK BUPATI KLU tentang pengankatan fasilitator dari tanggal 3 juni
sampai dengan 31 juli dengan 360 jumlah fasilitator.
Pada masa ini adalah masa yang tidak jauh beda dengan masa sebelumnya, namun yang lebih
memperihatinkan pada masa ini 2 bulan fasilitator tanpa legalitas dan 2 bulan penernitan SK
tanpa kejelasan gaji,
Dengan diterbitkannya Sk oleh BUPATI KLU maka peroses kegiatan fasilitator dengan jumlah
360 mulai melakukan kegiatan kembali dimana dalam kegiatan ini semua fasilitator berfokus
untuk menyelesaikan LPJ POKMAS yang pada masa sebelumnya pada masa TPK baru berada DI
angka 5% baru di masuk dibulan juni dan julu terdorong LPJ samampai angka 30% dengan..
namun pada bulan agustus – september mulai mengalami pelemahan kinerja dari fasilitator
karena untuk gaji dibulan juni juli belum dibayarkan, ragam masalahnnyang harus ditangani
fasilitator dengan segala resiko dan konsekwensi harus terbentur pada kenyataan hidup,
bekerja 2 bulan tanpa legalitas, 2 bulan berikutnya dengan legalitas namun tanpa gaji,
ditambah dengan 2 bulan berikutnya pada bulan agustus September belum juga digaji, sangat
tragis 6 bulan masa kegiatan rehab rekon harus Tarik ulur dengan keadaaan.. baru pada
akhirnya dibayarkan gaji pada bulan Oktober 2020, dibayarkan gaji bulan juni dan juli.. itupun
dengan syarat LPJ harus rampung 60%.. dan akan dibayarkan gaji bulan agustus September jika
LPJ jadi 80%.. itupun KORWI danJajaran Askorwil harus menandatangani surat peryataan
terhadap situasi don kondidsi tersebut.
sebuah kondisi dengan berbagai macam perubahan yang pada akhirnya harus dihadapkan
dengan sebuah kondisi yang fasilitator merupak objek terakhir dalam permasalahan RTG.
Tiga Kondosi perubahan yang terjadi dalam penangan perbaikan rumah pasca bencana
seyogyanya kita belajar bagaimana menggwangi sebuah keadaaan, dan semua pihak harus
bijak, dan tidak menumpukan permasalahan tersebut kepada yang bukan pemegang kebijakan.

NO IDENTIFIKASI MASALAH DAMPAK


1 Fasilitator Tidak memiliki legalitas Vacummnya kegiatan
lapangan
2 Tidak ada konsep penangan Tidak terstruturnya kegiatan
fasilitator
3 Keterlambatan gaji Semangat fasilitator
melemah
4 Tidak ada Time Line Capaian kegiata tidak terukur
5 Masalah masa lalu (pencairan Pencairan tidak sesuai Terkendala dalam
progress) penyusunan LPJ
6 Tidak ada skema kerja Capaian tak terukur tidak ada
indicator capaian
7 Data yang belum valid Validasi data yang tidak
rampung
8 Tidak ada operasioanal Mobilisasi tidak maksimal
9 Dokumen hilang Lpj terlampat

Anda mungkin juga menyukai