Anda di halaman 1dari 2

DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN

TERHADAP PROFESI BIDANG KEINSINYURAN

Pelantikan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Banten terpilih Laksma TNI (Purn)
Dr. Ir. Eden Gunawan.,MM.,IPM.,ASEAN-Eng oleh Ketua Umum PII Pusat Dr. Ir. Heru Dewanto, ST.,
M.Sc (Eng.), IPU., ASEAN Eng, selasa (29/12/2020) di salah satu hotel di Kota Serang berjalan dengan
sukses, pelantikan yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Banten Dr. Andika Hazrumi berpesan bahwa
PII Banten harus memberikan kontribusi nyata dalam proses pembangunan dan diharapkan agar
pembangunan di Provinsi Banten lebih berkualitas dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat
banten secara luas. Proses pembangunan yang ada menurut beliau pasti bersentuhan dengan
insinyur, mulai dari pembangunan infrastruktur, pertanian hingga kemaritiman. Dr. Hazrumi juga
mengatakan bahwa Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon sedang menuju menjadi kota
metropolitan untuk itu diperlukan peran PII dalam pembangunan di Banten. Hal tersebut juga menjadi
perhatian Ketua PII Banten Laksma TNI (Purn) Dr. Ir. Eden Gunawan.,MM.,IPM.,ASEAN-Eng bahwa
pentingnya peran strategis insinyur pada proses pembangunan di Provinsi Banten, sehingga perlu
sinergitas untuk mendorong dan memperkuat program PII Banten.

Perlu diketahui, bahwa sejak disepakatinya Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun
2015 telah memberikan peluang yang sama bagi masyarakat di negara-negara ASEAN untuk dapat
bersaing secara dinamis salah satunya adalah bertujuan untuk memperkuat perekonomian regional.
Menurut ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) ada delapan profesi yang bersain di MEA
yaitu, Insinyur, Arsitek, Tenaga Parawisata, Akuntan, Dokter Gigi, Tenaga Survey, Praktisi medis, dan
perawat.

Salah satu profesi yang menjadi perhatian dan cukup menarik untuk dibahas adalah profesi
insinyur, karena kebutuhan insinyur sangat tinggi mengingat pembangunan infrastruktur dan industri
terus berkembang pesat tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Sejak tahun 1993
melalui keputusan Mendikbud RI No. 36/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi
mengubah lulusan kelompok studi Teknik yang semula bergelar insinyur (Ir) maka sejak keluarnya
keputusan tersebut menjadi menggunakan Sarjana Teknik (ST), namun bukan berarti sebutan Insinyur
itu hilang setelah berganti menjada Sarjana Teknik. Berdasarkan Undang-undang no. 20 tahun 2013
tentang Sistem Pendidikan nasional pasal 20 bahwa perguruan tinggi dapat menyelenggarakan
program akademik, profesi dan/atau vokasi hal itu diperkuat dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang
pendidikan tinggi UU No.11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, hanya perguruan tinggi yang secara
hukum mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan program profesi insinyur dan memberikan
gelar insinyur (Ir).

Menurut UU No. 11 Tahun 2014 pasal 1 “Insinyur adalah seseorang yang mempunyai gelar
profesi di bidang Keinsinyuran” sedangkan keinsinyuran adalah kegiatan teknik dengan menggunakan
kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara berkelanjutan dengan memperhatikan keselamatan,
kesehatan, kemaslahatan, serta kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Mencermati hal tersebut diatas maka ada point penting terkait profesi keinsinyuran itu sendiri
yang pertama adalah adanya peluang bagi insinyur Indonesia untuk bisa bersaing di kancah
internasional melalui MEA dimana dengan adanya UU Keinsinyuran diharapkan proses sertifikasi,
profesionalisme serta kesetaraan bisa lebih dikendalikan, namun yang tidak kalah pentingnya adalah
setelah disahkannya Undang-undang tentang keinsinyuran dan diperjelas melalui terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 25 tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 11 tahun 2014
tentang keinsinyuran maka bisa berdampak pada kebijakan profesi bagi siapa saja yang bekerja
dibidang keteknikan, bahkan salah satunya mengancam pidana bagi siapa saja yang mengaku seolah-
olah insinyur atau memberikan pandangan yang layaknya insinyur. Hal tersebut tertuang pada
Undang-undang No. 11 Tahun 2014 pasal 50 (1) “setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan
Praktik Keinsinyuran dan bertindak sebagai Insinyur sebagai diatur dalam Undang-undang ini dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dura ratus juta rupiah), sedangkan pada pasal 50 (2) mejelaskan bahwa “setiap orang
bukan insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak sebagai insinyur sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini sehingga mengakibatkan kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa sesoran,
kegagalan pekerjaan Keinsinyuran dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana dengan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar).

Merujuk pada penjelasan undang-undang diatas maka sangat penting bagi lulusan sarjana
yang bergelar Sarjana Teknik (ST) dan sedang berprofesi dibidang Keinsinyuran seperti Pegawai Negeri
Sipil, konstruksi, konsultan, Dosen/guru SMK, dll agar lebih berhati-hati dan menyikapi undang-
undang tersebut agar terhindar dari ancaman pidana. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) bekerjasama
dengan Lembaga Pendidikan Tinggi yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan program profesi
insinyur membuka peluang bagi lulusan sarjana teknik untuk bergabung bersama PII Wilayah Banten
berkolaborasi dan merealisasikan akan lulusan dengen kompetensi “Insinyur” sesuai dengan amanat
Undang-undang Keinsinyuran.

Anda mungkin juga menyukai