Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik

secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau

kelemahan. Dengan kondisi yang sehat manusia dapat menyelesaikan peran

dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Shoulder impingement menyebabkan gangguan aktivitas pada gerak

sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional. Cedera ini

biasanya banyak disebabkan oleh kesalahan gerak atau kesalahan posisi,

penggunaan yang berlebihan (overuse), postur yang buruk, faktor pekerjaan

dan trauma. Hal tersebut akan menyebabkan pembebanan pada salah satu

bagian tubuh dan menimbulkan ketidakseimbangan secara anatomi, yang

pada akhirnya akan menimbulkan gangguan dari bagian tubuh yang

mengalami kerja berlebih.

Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan kondisi yang optimal

untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dalam

menjalankan aktivitas sehari-hari kita dituntut untuk memiliki kemampuan

dalam menyelesaikan berbagai macam pekerjaan guna mendukung berbagai

kegiatan, untuk memiliki semua itu kita harus memiliki tubuh yang sehat.

Keadaan fisik yang baik memungkinkan setiap individu melakukan rutinitas

sehari–hari sesuai dengan keperluannya tanpa mengalami keterbatasan gerak

(Karen, et al, 2011).

1
2

Sendi bahu merupakan salah satu anggota gerak yang memiliki

mobilitas tinggi. Patologi gerak dan fungsi pada bahu seringkali mengalami

gangguan anggota gerak. Hal ini disebabkan mobilitas yang luas sehingga

membutuhkan tingkat stabilitas yang baik. Stabilisasi yang kurang baik akan

menimbulkan keluhan yang berupa rasa nyeri pada bahu seperti “Painful

Shoulder Syndrome” (rotator cuff disease, impingement syndrome, shoulder

instabilities) yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak hingga gangguan

fungsi (Kisner and Colby, 2012). Aktivitas yang berlebihan (overuse) pada

bahu dapat memicu terjadinya kelelahan dan kelemahan pada otot-otot

rotator cuff. Hal ini menyebabkan tendon rotator cuff terjepit sehingga

mengakibatkan peradangan. Oleh karena adanya peradangan pada tendon

maka akan menimbulkan nyeri impingement shoulder. Shoulder

impingement didefinisikan sebagai kompresi dan abrasi mekanik dari rotator

cuff, bursa subacromial dan tendon biceps saat melewati bawah lengkung

acromial dan ligamen korakoakromialis terutama pada saat gerak elevasi

lengan (Ludewig and Braman, 2011).

Nyeri pada subakromial shoulder impingement menyebabkan

penurunan aktivitas fungsional bahu (Setyawati et al, 2013). Primary

shoulder impingement (PSI) terjadi pada tendon rotatorcuff, tendon biceps

caput longum, capsul glenohumeral, dan bursa subacromialis akibat caput

humerus dan acromion yang mengalami benturan. PSI mungkin berkaitan

dengan faktor interinsik di antaranya: kelemahan otot rotator cuff, cronic

inflamasi pada tendon rotator cuff dan bursa subacromialis, nyeri tendon
3

rotator cuff akibat proses degeneratif, atau karena pemendekan posterior

capsular sehingga mengakibatkan abnormal gerak translasi antero –

superior dari caput humerus. Faktor ekstrensik mungkin juga

mempengaruhi, seperti diantaranya : posisi curva atau hooked dari

acromion, spurs pada acromion, atau mungkin juga kelainan postur tubuh.

Sedangkan Secondary shoulder impingement (SSI) didefinisikan sebagai

penurunan relatif dari jarak antara subacromial sehingga menyebabkan

instabilitas glenohumeral joint atau abnormal gerak kinematics

scapulothoracal. SSI terjadi ketika rotator cuff terjepit pada posisi postero –

superior dengan glenoid berada di tepi dan posisi lengan pada akhir gerakan

(full) abduksi dan eksternal rotasi. Posisi ini dapat menimbulkan patologi

yang disebabkan oleh gerak rotasi eksternal yang berlebihan, imbalance

otot-otot stabilisasi scapular, overload otot rotator cuff, dan cedera berulang

pada otot rotator cuff (Aimie, 2007; Michener, et al, 2013).

Gangguan yang paling sering dijumpai pada SIS adalah gangguan

mobilitas sendi bahu, kelemahan pada otot-otot rotator cuff dan Lingkup

Gerak Sendi (LGS) bahu. Menurut data nyeri bahu adalah keluhan umum

dengan prevalensi dari 20% sampai 33% pada populasi dewasa. Nyeri bahu

juga menduduki peringkat ke tiga dari keluhan muskuloskeletal setelah nyeri

punggung dan lutut dengan tidak melihat faktor usia. Prevalensi terbesar

pada nyeri bahu adalah SIS sekitar 44-60% keluhan yang menyebabkan

nyeri bahu. Penyebab impingement bahu meliputi kelemahan otot-otot

rotator cuff, muscle imbalance, disfungsi glenohumeral, degenerasi dan


4

inflamasi dari tendon atau bursa. Penekanan ini memungkinkan terjadinya

lesi degeneratif pada tendon (Setyawati, et al, 2013).

Pada umumnya, kondisi ini menyebabkan disfungsi dari sendi bahu,

dan sekaligus menjadi masalah atau keluhan yang utama (Koester, 2005).

Ciri khas nyeri dari SIS adalah nyeri dari perubahan pergerakan bahu yang

dirasakan antara 600-1200 atau painful arc. Biasanya kondisi ini juga

ditandai dengan nyeri dimalam hari ketika tidur pada posisi tertekannya

pada bahu yang bermasalah (Behrens, et al, 2010).

Dari beberapa problem yang timbul, maka diperlukan pemilihan

intervensi yang tepat terhadap penanganan kasus ini untuk mencapai hasil

terapi yang efektif dan efisien. Maka sebagai fisioterapis keluhan nyeri yang

timbul akibat impingemeni ini dapat terselesaikan secara optimal, dengan

melakukan analisis dan proses secara menyeluruh dari segi jaringan spesifik.

Proses itu mencakup assessment: history dating, inspeksi, tes cepat, dan

pemeriksaan fungsi sesuai evidence base practice (Papadonikolakis, et al,

2011).

Traksi Humerus ke Inferior yang diberikan pada kondisi

Subacromial Impingement Syndrome (atau disingkat SIS) bertujuan untuk

merenggangkan jarak antara acromion dan tuberositas humeri sehingga

dapat meminimalkan inflamasi sendi, edema, dan nyeri dengan memperbaiki

sirkulasi dan menghilangkan perlengketan jaringan (Kisner and Colby,

2012).
5

Latihan fungsional bahu adalah latihan yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya perlengketan pada bahu sehingga mencegah terjadinya

keterbatasan LGS dan penurunan aktivitas fungsional dengan ayunan ritmis

pada bahu akan merangsang produksi cairan synovial yang berfungsi

sebagai lubrikasi dan juga memperlancar metabolisme untuk mengangkut

zat-zat pemicu timbulnya nyeri.

Latihan Stabilisasi adalah suatu bentuk latihan yang bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot subscapularis dan otot infraspinatus agar lebih

baik sehingga bahu bisa dipertahankan agar tidak terjadi benturan antara

acromion dan caput humeri sehingga membentuk stabilitas yang baik pada

bahu. Terjadinya peningkatan stabilitas pada bahu maka secara langsung

akan terjadi penurunan nyeri yang disebabkan oleh penjepitan dan mencegah

kembali terjadinya cidera berulang, dengan adanya penurunan nyeri maka

akan terjadi peningkatan pada aktifitas fungsional dan dapat menurunkan

disabilitas bahu dan lengan.

Menurut pernyataan Sugijanto (2014) impingement shoulder banyak

terjadi pada usia remaja dewasa. Hal ini disebabkan dari aktivitas yang

banyak menggunakan otot-otot rotator cuff. Sedangkan penelitian

sebelumnya banyak meneliti kasus SIS yang disebabkan akibat dari direct

trauma pada shoulder serta dikarenakan proses degeneratif (Witte, et al,

2011; Sedeek, et al, 2013).


6

Fisioterapi pada kasus SIS adalah penanganan nyeri yang

mengakibatkan terjadinya gangguan gerak dan fungsi yang berpengaruh

pada penurunan aktivitas fungsional. Peran fisioterapi dalam mengatasi SIS

dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah latihan fungsional

bahu, latihan stabilisasi bahu dan traksi humerus ke inferior. Alat ukur yang

digunakan adalah shoulder pain and disability index (SPADI).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka

rumusan masalah yang disampaikan sebagai berikut :

1. Apakah Kombinasi Latihan Stabilisasi Bahu dan Traksi Humerus Ke

Inferior Dapat Menurunkan Disabilitas Bahu dan Lengan Pada Subacromial

Impingement Syndrome Mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada

Semarang?

2. Apakah Kombinasi Latihan Fungsional Bahu dan Traksi Humerus Ke

Inferior Dapat Menurunkan Disabilitas Bahu dan Lengan Pada Subacromial

Impingement Syndrome Mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada

Semarang?

3. Apakah Ada Perbedaan antara Kombinasi Latihan Stabilisasi Bahu dan

Traksi Humerus Ke Inferior dengan Kombinasi Latihan Fungsional Bahu

dan Traksi Humerus Ke Inferior Dalam Menurunkan Disabilitas Bahu dan

Lengan Pada Subacromial Impingement Syndrome Mahasiswa Akademi

Fisioterapi Widya Husada Semarang?


7

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk membuktikan ada perbedaan antara kombinasi latihan

stabilisasi bahu dan traksi humerus ke inferior dengan kombinasi latihan

fungsional bahu dan traksi humerus ke inferior dalam menurunkan

disabilitas bahu dan lengan pada subacromial impingement syndrome

mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan kombinasi latihan stabilisasi bahu dan traksi

humerus ke inferior dalam menurunkan disabilitas bahu dan lengan

pada subacromial impingement syndrome mahasiswa Akademi

Fisioterapi Widya Husada Semarang.

2. Untuk membuktikan kombinasi latihan fungsional bahu dan traksi

humerus ke inferior dalam menurunkan disabilitas bahu dan lengan

pada subacromial impingement syndrome mahasiswa Akademi

Fisioterapi Widya Husada Semarang.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah disebutkan di atas saya sebagai

penulis dan peneliti mengharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi :

1. Peneliti

Mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya kondisi

subacromial impingement syndrome serta membuktikan bahwa kombinasi

latihan fungsional bahu dan traksi humerus ke inferior lebih baik daripada
8

kombinasi latihan stabilisasi bahu dan traksi humerus ke inferior dalam

menurunkan disabilitas bahu dan lengan pada subacromial impingement

syndrome mahasiswa Akademi Fisioterapi Widya Husada Semarang,

berpengaruh pada kondisi ini sehingga, dapat memberi gambaran bagi

praktisi dan peneliti lainnya.

2. Fisioterapis dan Masyarakat

Menjadi dasar penelitian dan pengembangan ilmu Fisioterapi di

masa yang akan datang serta dapat memberikan pelayanan fisioterapi

kepada masyarakat umum yang mengalami Subacromial Impingement

Syndrome secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai