616.65
Indonesia. Kementerian
Ind p Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Judul Buku : Pedoman Pe
Terpadu di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar
Jakarta : Kementerian Kesehatan Cetakan Pertama : 2014 Cetakan Kedua: 2015
KATA PENGANTAR
ii
KATA SAMBUTAN
iv
DAFTAR ISI
LAMPIRAN - LAMPIRAN :
Lampiran 1 Alur Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu...............46
Lampiran 2 Bagan Alur Pelayanan Antenatal......................................47
Lampiran 3 Bagan Alur Pelayanan Persalinan.....................................49
Lampiran 4 Bagan Alur Pelayanan Nifas..............................................50
Lampiran 5 Bagan Alur Pelayanan KB.................................................51
Lampiran 6 Bagan Alur Pelayanan Kesehatan Remaja........................52
Lampiran 7 Formulir Rekapitulasi Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Terpadu (PKRT).............................................53
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara
global sejak dikemukakannya isu tersebut dalam Konferensi
Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan
International Conference on Population and Development (ICPD) di
Cairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi
tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan, yaitu dari
pendekatan pengendalian populasi dan penurunan
fertilitas/keluarga berencana menjadi pendekatan yang terfokus
pada kesehatan reproduksi. Dengan perubahan paradigma tersebut,
pengendalian kependudukan menjadi bergeser ke arah yang lebih
luas, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi
bagi laki-laki dan perempuan sepanjang siklus hidup, termasuk hak
reproduksi, kesetaraan gender, martabat dan pemberdayaan
perempuan. ICPD Cairo menekankan bahwa setiap negara harus
berusaha untuk membuat pelayanan kesehatan reproduksi dapat
terjangkau oleh semua orang pada umur yang sesuai, melalui sistem
pelayanan kesehatan dasar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
sebelum tahun 2015 (Akses Universal Kesehatan Reproduksi 2015).
2
1. Menghargai, melindungi, memenuhi hak seksual dan reproduksi
se individu melalui pendidikan masyarakat serta penyesuaian
kebijakan dan peraturan.
2. Pencapaian akses universal terkait dengan pelayanan kesehatan
reproduksi, pendidikan dan informasi kesehatan seksual dan
reproduksi yang berkualitas, komprehensif, dan terintegrasi.
3. Menjamin akses universal dalam pendidikan kesehatan
reproduksi yang komprehensif bagi kaum muda.
4. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta
menjamin akses universal pelayanan kesehatan reproduksi yang
dibutuhkan bagi semua penyintas kekerasan berbasis gender.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan reproduksi
terpadu dalam rangka pencapaian akses universal kesehatan
reproduksi.
2. Tujuan Khusus
- Menyediakan acuan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu
di pelayanan kesehatan dasar dengan memperha an keadilan
dan kesetaraan gender.
- Meningkatnya penyelenggaraan kesehatan reproduksi terpadu
di at pelayanan kesehatan dasar.
- Meningkatnya capaian indikator pelayanan program dalam
lingkup kesehatan reproduksi.
C. SASARan
Pemangku kebijakan, penanggung jawab program, pengelola
program dan pelaksana program di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar di setiap tingkatan.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi terpadu meliputi
komponen:
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
4) Infeksi Menular Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus
and Acquired Immuno Deficieny Syndrom (HIV dan AIDS)
5) Kesehatan Reproduksi Lanjut Usia (Kespro Lansia)
6) Kesehatan Reproduksi lainnya seperti: kanker payudara dan
kanker leher rahim (kanker serviks),pencegahan dan
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak (PP-
KtP/A), aborsi, infertilitas, fistula vesiko-vaginal, prolapsus uteri,
kanker prostat dan benign prostatic hyperplasia.
4
BAB II
GAMBARAN UMUM KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA
6
Seperti halnya kesehatan ibu, kesehatan anak sampai saat ini
kondisinya belum seperti yang diharapkan. Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) masih tinggi. Walaupun
terjadi penurunan AKB dan AKABA yang cukup tajam dari 68 per
1000 dan 97 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 1991) menjadi 35 per
1000 dan 46 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002-2003), namun
penurunan kematian semakin melambat dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan SDKI tahun 2012, AKB 32 per 1.000 kelahiran hidup
dan AKABA masih 40 per
1.000 kelahiran hidup. Target MDG's tahun 2015, AKB menurun
menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup, AKABA menurun menjadi 32
per 1000 kelahiran hidup.
Saat ini angka kesuburan total (Total Fertility Rate, TFR) masih
tinggi. Selama 3 periode SDKI (2003, 2007 dan 2012) angka tersebut
stagnan di 2,6. Angka kesertaan ber-KB (Contraceptive Prevalence
Rate, CPR) cara modern baru sekitar 57.9 % (SDKI, 2012), dan
sebanyak 47,3% dari angka tersebut adalah pengguna kontrasepsi
non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sedangkan
pengguna kontrasepsi MKJP hanya 10,6%.
8
4. Pelayanan KB yang belum terjangkau secara merata.
5. Meningkatnya kelahiran usia remaja (15-19 tahun).
10
Melihat berbagai permasalahan tersebut, Kementerian
Kesehatan RI telah mengembangkan Program Kesehatan Remaja
dengan pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
yang telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2003.
Berdasarkan laporan rutin Direktorat Bina Kesehatan Anak tahun
2013, jumlah puskesmas PKPR sebanyak 3.086 puskesmas dengan
cakupan kabupaten/kota yang memiliki minimal 4 puskesmas PKPR
sebesar 406 kabupaten/kota (81.69%).
12
Para ibu ini sebagian besar tertular dari suaminya (Laporan
Hasil Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV, Kemenkes, tahun 2012).
Berdasarkan data rutin P2PL dari tahun 1987 sampai Desember
2013 dilaporkan sebanyak 6.230 ibu rumah tangga yang menderita
AIDS.
a. MENOPAUSE
Menopause adalah berhentinya kemampuan reproduksi
perempuan. Biasanya terjadi pada akhir usia 40-an atau awal 50-
an yang menandakan akhir dari fase subur kehidupan seorang
perempuan. Peralihan dari masa reproduksi ke masa non
reproduksi biasanya terjadi selama beberapa tahun, tidak tiba
tiba. Selama masa peralihan ini, sebagian perempuan akan
mengalami gangguan, seperti rasa lemah, hot flashes, perubahan
suasana hati yang secara signifikan dapat mengganggu kegiatan
sehari-hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2007 menunjukkan
bahwa rata-rata umur menopause perempuan Indonesia adalah
48 ± 5,3 tahun.
14
lambat.
15
Penyakit-penyakit lain yang dapat timbul akibat menurunnya
kadar estrogen diantaranya penyakit jantung koroner,
kepikunan (Demensia tipe Alzheimer) sehingga menyebabkan
kesulitan konsentrasi, kehilangan ingatan pada peristiwa
jangka pendek.
b. AndrOPAUSE
Istilah Andropause pada laki-laki masih merupakan sesuatu hal
yang baru dan belum terbiasa didengar, bahkan sebagian
orang meragukan adanya keluhan yang timbul berkaitan
dengan penurunan fungsi hormon androgen pada laki-laki
berusia di atas 55 tahun. Namun beberapa penelitian
menyatakan bahwa penurunan fungsi testosteron pada laki-
laki di usia lebih dari 50 tahun, terkait dengan beberapa gejala
seperti penurunan keinginan seksual/libido, kekurangan
tenaga, penurunan kekuatan otot, sedih dan sering marah
tanpa sebab yang jelas, berkurangnya kemampuan ereksi,
mudah mengantuk dan lain sebagainya.
c. Gangguan SekSUAL
Seks sering dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibahas pada
masa lanjut usia. Namun hal ini perlu didiskusikan agar
mendapatkan pemahaman yang benar. Kemampuan hubungan
seksual dapat bertahan sampai orang mencapai lansia dengan
tingkat penurunan yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh perubahan fungsi
organ tubuh dari masing-masing individu, seperti penurunan
hormon dan penyakit yang menyertai.
Sebagai contoh gangguan seksual yang terjadi pada laki-laki lansia
adalah gangguan fungsi ereksi, ke penetrasi, atau
ke mempertahankan ereksi. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh obat-obat an ensi, diabetes mellitus
dengan kadar gula darah yang terkendali, merokok, dan
hipertensi lama.
16
tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan pada
seluruh RS di Indonesia, yaitu sebanyak 12.014 orang (28,7%)
dan diperkirakan kematian akibat kanker payudara meningkat
menjadi 19.750 orang (21,5%) (WHO, 2012).
18
kapan Ia ingin hamil, jumlah anak yang diinginkan, kesertaan
dalam ber-KB dan jenis alat kontrasepsi yang dipilih.
20
Upaya yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
untuk penanganan anak korban kekerasan (KtA) di bidang
kesehatan telah dimulai sejak tahun 2003 dan pada tahun
2010 telah dikembangkan menjadi program nasional. Pada
tahun 2013, targetnya sudah mencapai 76,26% yang meliputi
379 kabupaten kota dengan jumlah puskesmas sebanyak 1.526
(Profil Kesehatan 2013). Kekerasan seksual berdampak
terhadap gangguan kesehatan reproduksi dan trauma
psikologis yang dapat menurunkan kualitas hidup anak
sebagai sumber daya manusia di kemudian hari.
4. Keguguran (AborSI)
Keguguran atau aborsi adalah tindakan mengakhiri kehamilan
menggunakan obat atau tindakan bedah setelah implantasi dan
sebelum janin viable (dapat hidup di luar Rahim (kurang dari 22
minggu) (International Federation of Gynecology and Obstetrics /
FIGO, 2009). Tindakan aborsi dapat dilakukan pada kasus-kasus
yang membahayakan nyawa ibu seperti adanya kehamilan
ektopik, mola hidatidosa dan penyakit trofoblas ganas. Namun
kebanyakan pengguguran kandungan dilakukan karena alasan lain
dengan sembunyi-sembunyi dan cara yang berbahaya.
5. InfertilitAS
Infertilitas adalah ketidakmampuan menghasilkan anak. Pasangan
dikatakan infertil jika 2 tahun menikah dengan hubungan seks
yang rutin, tanpa kontrasepsi, dan belum pernah mengalami
kehamilan (WHO). Sekitar 10-20 % pasangan usia subur
mengalami infertilitas atau ketidaksuburan.
22
Masalah ini dapat berkembang menjadi masalah sosial, bila pihak
isteri selalu dianggap sebagai penyebab. Akibatnya, perempuan
menjadi terpojokan dan mengalami kekerasan, kesehatannya
diabaikan serta diberi label sebagai perempuan mandul selama
hidupnya, sementara ketidaksuburan dapat berasal dari pihak
suami.
7. ProlapSUS Uteri
Prolapsus Uteri adalah penurunan sebagian atau seluruh bagian
kandungan ke vagina. Keadaan ini dapat menjadi masalah yang
24
serius dan sering dialami perempuan yang kurang gizi dan
mempunyai kelemahan pada otot panggul penyangga uterus,
selain itu juga timbul akibat dari sering melahirkan dan
pertolongan persalinan yang tidak mengikuti tata cara yang layak.
8. Kanker PrOStat
Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh pada organ
prostat pria, merupakan hasil dari pertumbuhan sel acinic prostat
yang tidak normal dan tidak teratur. Kejadian kanker prostat di
seluruh dunia saat ini terus mengalami peningkatan. Di Asia,
Jepang dan Korea mencatat peningkatan sebesar 2,5 - 5 kali lipat.
26
Tidak semua pasien BPH berkembang menjadi BPH yang
bergejala (symptom c BPH). Prevalensi BPH yang bergejala pada
pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini
meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59
tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60
tahun mencapai angka sekitar 43%.
28
2. Pelayanan KESEHAtan ReprodukSI KomprEHENSIF
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif ( PKRK)
merupakan pelayanan kesehatan reproduksi yang mengintegrasi-
kan ke 4 (empat) komponen esensial di atas dengan komponen
kesehatan reproduksi lain seperti pada menopause dan
andropause pada lanjut usia, pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap perempuan, pencegahan dan penanganan
kanker serviks dan lain sebagainya.
30
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan kesehatan reproduksi terpadu adalah:
1. Pelayanan yang HOLIStik
Pelayanan yang diberikan memandang klien sebagai manusia
yang utuh, artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan klien, namun petugas kesehatan dapat
menawarkan dan memberikan pelayanan lain yang dibutuhkan
oleh klien yang diidentifikasi melalui proses anamnesis.
Keterpaduan pelayanan harus dikaji secara menyeluruh pada 4
atau sekurang-kurangnya 3 komponen esensial kesehatan
reproduksi, meskipun dengan gradasi yang berbeda-beda
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat.
2. Keterpaduan dalam pelayanan
Pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan dapat diberikan
secara terpadu, sehingga klien mendapatkan semua pelayanan
yang dibutuhkan dalam ruang lingkup reproduksi sekaligus
dalam satu kali kunjungan/pelayanan. Keterpaduan pelayanan
antar komponen kesehatan reproduksi yang diberikan dapat
dilakukan oleh 1 (satu) orang, tetapi bisa juga dilakukan oleh
beberapa orang, namun harus pada 1 (satu) institusi.
Pelayanan dilaksanakan secara terpadu dalam 1 (satu) tempat
yang sama dan dalam 1 (satu) hari, yang dikenal dengan “One
Stop Services” (Sekali Datang Semua Pelayanan Diperoleh).
Pelayanan komponen program kesehatan reproduksi
yang akan diterpadukan harus dapat diberikan setiap hari
kerja.
3. FlekSIBEL
Untuk pelayanan yang memerlukan rujukan ke jenjang yang
lebih tinggi, termasuk pelayanan konseling, bisa dilakukan
pada waktu atau fasilitas lain dimana pelayanan yang
dibutuhkan tersedia. Rujukan ini harus dipantau untuk
memastikan klien mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.
32
fasilitas pelayanan kesehatan dapat menambah kegiatan pelayanan
yang dibutuhkan. Melalui upaya tersebut, maka fasilitas pelayanan
akan terus meningkat secara bertahap dalam hal jenis dan mutu
pelayanan yang dapat diberikan kepada klien. Hal ini dapat
berkontribusi dalam menentukan keberhasilan fasilitas tersebut
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan setempat.
34
BAB IV
STRATEGI DAN KEGIATAN POKOK
A. Strategi
1. Meningkatkan upaya advokasi dan komitmen pemerintah daerah
di tiap tingkat administrasi untuk menciptakan suasana yang
mendukung dalam pelaksanaan program kesehatan reproduksi.
2. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang
merata dan sesuai dengan kewenangan di tiap tingkat pelayanan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dengan
memperhatikan kepuasan klien.
4. Mengembangkan upaya kesehatan reproduksi dengan prioritas
sesuai dengan masalah spesifik daerah.
5. Menerapkan program kesehatan reproduksi melalui kemitraan
lintas program dan, sektor terkait, termasuk organisasi profesi,
agen donor, LSM dan masyarakat.
6. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender, termasuk
meningkatkan hak perempuan dalam kesehatan reproduksi.
7. Meningkatkan penelitian dan pengumpulan data berwawasan
gender yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam
rangka mendukung kebijakan program dan peningkatan
kualitas pelayanan.
B. Kegiatan Pokok
Kegiatan pokok yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemantapan Manajemen Program KESEHAtan ReprodukSI
(a) Penetapan kebijakan dan strategi yang mendukung
terlaksananya pelayanan kesehatan reproduksi yang terpadu
sesuai kebutuhan klien.
(b) Penetapan standar pelayanan yang mengacu pada masing
masing komponen sesuai dengan kebijakan dan strategi
program yang ada.
(c) Perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan reproduksi
terpadu.
(d) Pemantauan dan evaluasi program serta pelayanan
kesehatan reproduksi dengan menggunakan instrumen
(indikator) pemantauan yang telah disepakati.
36
kesehatan reproduksi seperti pada pelayanan antenatal
terpadu melalui program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu
ke Anak (PPIA), pada saat pelayanan KB, serta pada saat
pemberian KIE terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja.
(1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang bersifat
promotif dan preventif terfokus pada pelayanan KIP/K,
yang memasukkan materi-materi Family Life Education
dan Life Skill Education.
(3) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan
aspek fisik, termasuk kesehatan dan gizi, agar remaja –
khususnya remaja putri dapat dipersiapkan menjadi calon
ibu yang sehat.
(4) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara khusus
bagi remaja bermasalah diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan masalahnya, misalnya kehamilan di luar
nikah, kehamilan remaja, remaja dengan
ketergantungan narkotik, psikotropik dan zat adiktif
lainnya (napza), dan lain-lain.
d. Kesehatan reproduksi lanjut usia dan kesehatan reproduksi
lainnya
(1) Pelayanan kesehatan reproduksi lanjut usia lebih
ditekankan untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia
lanjut. Selain upaya promotif dan preventif,
pengembangan upaya kesehatan reproduksi lanjut usia
juga ditujukan untuk mengatasi masalah yang sering
ditemukan pada lanjut usia, misalnya masalah
menopause/andropause dan pencegahan osteoporosis
serta penyakit degeneratif lainnya.
(2) Pada pelayanan kesehatan reproduksi lainnya diberikan
sesuai dengan kebutuhan, misalnya pada kasus keguguran
diberikan pelayanan asuhan pasca keguguran untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan infeksi kemudian
diberikan pelayanan KB pasca keguguran.
3. Penerapan Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan program dan pelayanan
kesehatan reproduksi.
a. Penanganan masalah sosial yang berkaitan erat dengan
kesehatan reproduksi antara lain:
(1) Keadilan dan kesetaraan gender
(2) Kekerasan terhadap perempuan dan anak
Kegiatan untuk mengatasi masalah ini dilaksanakan secara
lintas program dan lintas sektor. Bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh sektor kesehatan antara lain:
(a) Meningkatkan pemahaman petugas di tiap tingkatan
tentang keadilan dan kesetaraan gender serta berbagai
bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta
akibatnya terhadap kesehatan.
(b) Meningkatkan keterampilan pengelola program dalam
melakukan analisis gender serta pengarusutamaan
gender dalam kebijakan program kesehatan.
(c) Meningkatkan peran serta laki-laki dalam kesehatan
reproduksi.
(d) Menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak, baik dalam aspek medis maupun KIP/K dalam
mengatasi masalah klien, dan menghubungkan klien
untuk mendapatkan pelayanan lain.
b. Advokasi dan mobilisasi sosial
Kegiatan advokasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk
pemantapan dan perluasan komitmen dan dukungan politis
dalam upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
Pelaksanaan kegiatan dapat bekerjasama dengan program dan
sektor lain.
c. Koordinasi lintas sektor
Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan
koordinasi lintas sektor dan program. Untuk itu di tingkat
nasional perlu diadakan forum koordinasi yang bersifat
fungsional.
38
d. Pemberdayaan masyarakat
Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat secara mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan reproduksi, misalnya
pengorganisasian transportasi rujukan ibu hamil/bersalin,
arisan peserta KB, tabulin dan sebagainya.
e. Pemenuhan kebutuhan logistik
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang
memadai.
f. Peningkatan keterampilan petugas
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
reproduksi, antara lain diperlukan kegiatan untuk peningkatan
keterampilan melalui pelatihan, orientasi, lokakarya dan
sebagainya, agar kegiatan ini dapat terlaksana secara terpadu,
efektif dan efisien.
BAB V
PEMBAGIAN PERAN DALAM PELAKSANAAN
PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI TERPADU
40
2. Pelatihan, orientasi dan fasilitasi teknis bagi pengelola dan
pelaksana program kesehatan reproduksi di tingkat Puskesmas
3. Orientasi dan fasilitasi teknis bagi pengelola dan pelaksana
program kesehatan reproduksi di tingkat Puskesmas
4. Menentukan Puskesmas yang akan memberikan PKRT
5. Membangun kemitraan dengan LSM, sekolah, tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan kader untuk mendukung pelaksanaan
PKRT
6. Menyediakan buku-buku pedoman dan media KIE terkait
komponen kesehatan reproduksi
7. Pencatatan dan pelaporan
8. Monitoring dan evaluasi.
D. Peran PUSKESMAS
1. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu
2. Advokasi lintas program dan lintas sektor dengan strategi KIE
3. Membangun kemitraan dengan LSM, sekolah, panti, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dan kader untuk mendukung
pelaksanaan PKRT di Puskesmas
4. Sosialisasi dan KIE tentang pelayanan kesehatan reproduksi
terpadu kepada masyarakat
5. Menyediakan media KIE terkait komponen kesehatan reproduksi
6. Pencatatan dan pelaporan
7. Monitoring dan evaluasi.
42
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Keluarga Berencana
1. Cakupan kepesertaan KB aktif (CPR)
2. Cakupan pelayanan KB untuk laki-laki
3. Prevalensi kehamilan dengan “4 terlalu”
4. Penurunan kejadian komplikasi pelayanan KB
5. Penurunan angka drop out KB
44
BAB VIII
PENUTUP
POLI UMUM
K
POLI KIA
APOTIK PULANG
O
POLI KB
PASIEN LOKET
POLI IMS N
RUJUKAN
POLI REMAJA
S RUJUK KE RS
POLI LANSIA E
L
Catatan: UGD
Setiap poli akan memadukan pelayanan dengan poli lainnya I
RAWAT INAP
Dapat merujuk antar poli bila diperlukan
Alur pelayanan disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing N
LABORATORIUM
46
Lampiran 2
BAGAN ALUR
IBUKUNJUNG
ANAMNESIS :
Identitas
Status Kespro :
Umur kehamilan Riwayat KB (cek “4 Terlalu”)
Umur kehamilan dan KPHT/HTP risiko penularan IMS
Riwayat kehamilan & persalinan riwayat KtP
Status kes
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit yang sedang diderita
Keluhan selama kehamilan
PEMERIKSAAN FISIK
Umum : TB, BB, TD,
Kehamilan :
TFU, DJJ
Payudara
Vulva : a.l. tanda IM
Laboratorium : - Hb
gula darah, protein
sifilis dan HIV
PELAYANAN :
TTD
TT
Nasehat & Konseling (se
Trimester I :Trimester II
T
Gizi- Trimester I + -
T
Istirahat- Keuntungan AS
P
Higiene diri kebersihan, -
P
gigi & OR)
Tanda-tanda bahaya
Hubungan seks selama keham
Kunjungan berikutnya
47
PELAYANAN ANTENATAL
HAMIL KUNJUNGAN ULANG
ANAMNESIS :
Keluhan :
Perkembangan keluhan y.l
Adakah keluhan baru
Perawatan diri :
Makanan yang dikonsumsi- Higiene diri (kebersihan, gigi & OR)
Istirahat & kerja- Ktp, IMS
Adanya tanda bahaya :
Perdarahan, per vaginam
Pusing hebat & bengkak pada wajah/tangan
Janin tidak bergerak
Upaya pencegahan :
TTD
Suntik TT
Umur kehamilan menurut perkiraan ibu
Hal-hal yang ingin ditanyakan
PEMERIKSAAN FISIK :
Umum : BB, TD, konjungtiva, bengkak pada tangan/wajah, refleks lutut
Kehamilan :
TFU, DJJ- Vulva : a.l. tanda IMS
Payudara- Leopold I-IV
Laboratorium : Hb, Urine atas indikasi
PELAYANAN :
TTD
TT
Nasehat & Konseling (sesuai umur kehamilan) :
Trimester I :Trimester II :
Trimester III :
Gizi- Trimester I + -
Trimester II +
Istirahat- Keuntungan ASI
Perawatan bayi baru lahir
Higiene diri kebersihan, - Persiapan persalinan
Persiapan keluarga dalam menghadapi persalinan & kemungkinan adanya kom
gigi & OR) - KB post partum
Tanda-tanda bahaya
Hubungan seks selama kehamilan
Kunjungan berikutnya
ANAMNESIS : (pada Keadaan mendesak anamnesis dapat dilakukan bersama dengan pemeriksaan fisik)
Identitas (bila belum pernah datang)
Pemeriksaan kehamilan yang pernah dilakukan dan oleh siapa
Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat kesehatan ibu
Adanya tanda-tanda persalinan (HIS, ketuban dan Blood Show)
Adanya tanda-tanda komplikasi persalinan.
PEMERIKASAAN FISIK :
Umum : TD, Konjungtiva, bengkak pada tangan/wajah, refleks lutut
Abdomen : TFU, DJJ, Leopold I-IV, Jantung, paru
Inspeksi Vulva :
Ada/tidak perdarahan pervaginam. Bila ada perdarahan per vaginam pemeriksaan dalam harus di
Tanda-tanda IMS
Pemeriksaan dalam (bila tidak ada perdarahan pervaginam)
KONSELING
Perawatan ibu ASI eksklusif
Perawatan bayi baru lahir
Tanda bahaya pada ibu dan pada bayi baru lahir
KB pasca persalinan
49
Lampiran 4
KUNJUNGAN NIFAS
PELAYANAN :
Konseling :
Perawatan diri PELAYANAN :
Perawatan bayi • Konseling kepada ibu tentang perawatan
KB post partum bayi
Pemberian obat-obatan sesuai dengan kebutuhan, TTD • Bila ada kelainan segera dirujuk
KLIEN
CALON AKSEPTOR KB AKSEPTOR KB
ANAMNESIS : ANAMNESIS :
Identitas Status metode KB sekarang
Metode KB yang diinginkan/yang pernah dipakai Tujuan datang & keluhan yang ada
Status kesehatan : Status kesehatan :
Riwayat penyakit yang pernah diderita Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit yang sedang diderita Penyakit yang sedang diderita
Status Kespro : Status Kespro :
Hamil/tidak hamil, paska-keguguran Hamil/tidak hamil, paska-keguguran
4 “terlalu” 4 “terlalu”
Risiko penularan IMS Risiko penularan IMS
KtP KtP
51
Lampiran 6
KONTAK REMAJA
ANAMNESIS
Identitas
Apa yang sudah diketehui tentang kes. reproduksi remaja :
Perubahan fisik & psikis
Masalah yang mungkin timbul
Cara menghadapi masalah
Apa yang sudah diketahui tentang prilaku hidup sehat bagi remaja
Pemeliharaan kesehatan diri (gizi, higiene)
Hal - hal yang perlu dihindari : napza, termasuk rokok dan minuman keras; serta pergaulan bebas
Hubungan antara laki-laki & perempuan
Apa yang sudah diketahui tentang persiapan berkeluarga
Kehamilan
KB
IMS, termasuk HIV dan AIDS
Masalah yang dihadapi
Fisik
Psikis
Kekerasan
Pergaulan antara laki-laki & perempuan
PEMERIKSAAN FISIK
Umum :
Tanda-tanda anemia
Tanda-tanda KEK
Tanda-tanda KtP
Khusus :
Semua dengan keluhan dirujuk ke Puskesmas/Petugas Kesehatan
PELAYANAN KONSELING
Kesehatan Reproduksi Remaja
• Perilaku hidup sehat bagi remaja
•
• bila tidak dapat
53 Lampiran 7
FORMULIR REKAPITULASI
PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI TERPADU (PKRT)
BULAN: …………………………. TAHUN: …………
PUSKESMAS: ……………………………………………..
KABUPATEN/KOTA: ………………………………………
PELAYANAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
1 Ibu Hamil
3 Remaja:
- Laki-laki
- Perempuan
4 PUS:
- Laki-laki
- Perempuan
5 Usia Lanjut:
- Laki-laki
- Perempuan
JUMLAH TOTAL
Mengetahui: ……………,..............20…
Kepala Puskesmas …………………………. Pengelola PKRT
( ……………………………………………….. ) ( ……………………………..)
Petunjuk Pengisian:
1) Kolom 2 berisi kelompok sasaran
2) Kolom 3 diisi jumlah pelayanan ANC keloompok sasaran
3) Kolom 4 diisi jumlah pelayanan KB kelompok sasaran
4) Kolom 5 diisi jumlah konseling KB kelompok sasaran
5) Kolom 6 diisi jumlah pelayanan IMS kelompok sasaran
6) Kolom 7 diisi jumlah pelayanan laboratorium IMS kelompok sasaran
7) Kolom 8 diisi jumlah konseling IMS kelompok sasaran
8) Kolom 9 diisi jumlah pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
9) Kolom 10 diisi jumlah konseling kesehatan reproduksi remaja (KRR)
10) Kolom 11 diisi jumlah pelayanan PP - KtP/A kelompok sasaran
11) Kolom 12 diisi hasil Lab/Visum korban PP KtP/A kelompok sasaran
12) Kolom 13 diisi konseling PP KtP/A kelompok sasaran
13) Kolom 14 diisi pelayanan deteksi dini kanker leher rahim (IVA)
14) Kolom 15 diisi jumlah total masing-masing pelayanan menurut kelompok sasaran
15) Kolom 16 keterangan diisi (klien dirujuk ke pelayanan kesehatan rujukan dst)
16) Jumlah total (penjumlahan pelayanan yang diberikan dalam PKRT)