Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kedokteran Komunitas

GAMBARAN TINGKAT KEPATUHAN HEMODIALISA PADA PASIEN GAGAL


GINJAL KRONIK DI WILAYAH UPTD PUSKESMAS SUKAMERINDU
TAHUN 2020

Disusun oleh :
Pandi Pranoto (H1AP10047)
Risda Yana (H1AP11053)
Lia Safitri (H1AP14013)
Fadillah Raisyah (H1AP14030)
Desantia Anggraini (H1AP15013)

Pembimbing :
dr. Wahyu Sudarsono, MPH
dr. Supardi, MM
dr. Erlina Panca Puteri, MH

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kedokteran Komunitasyang
berjudul “Gambaran Tingkat Kepatuhan Hemodialisa Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Di Ilayah Uptd Puskesmas Sukamerindu” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Komunitas.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Wahyu
Sudarsono, MPH, dr. Supardi, MM, dan dr. Erlina Panca Puteri, MH, serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kedokteran Komunitas ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang membaca demi kesempurnaan laporan ini. Penulis juga
berharap laporan ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman tentang gambaran tingkat kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal
ginjal kronik.

Bengkulu, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Definisi..............................................................................................................6

2.2 Indikasi..............................................................................................................6

2.3 Epidemiologi.....................................................................................................7

2.4 Tujuan...............................................................................................................8

2.5 Prinsip Hemodialisis.........................................................................................9

2.6 Prosedur............................................................................................................9

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis......................................11

2.8 Komplikasi......................................................................................................12

2.9 Anemia Selama Dialisis..................................................................................12

BAB III METODE.................................................................................................19


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................34


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

2
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai
dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu
albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal,
ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus.1
Prevalensi gagal ginjal kronik (sekarang disebut PGK) di Indonesia pada
pasien usia lima belas tahun keatas di Indonesia yang didata berdasarkan jumlah
kasus yang didiagnosis dokter adalah sebesar 0,2%. Prevalensi gagal ginjal kronik
meningkat seiring bertambahnya usia, didapatkan meningkat tajam pada
kelompok umur 25-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), umur 55-
74 tahun (0,5%), dan tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,6%). Prevalensi
pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).1
Penyebab kerusakan ginjal pada PGK adalah multifaktorial dan
kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru
di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati
lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati
asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6%,
dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak adalah penyakit ginjal
hipertensi dengan persentase 34 %.2,3
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh.
Zat sisa yang menumpuk pada pasien PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif
membran semipermeabel. Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung
mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan
metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien PGK
dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga
dapat membaik.Hemodialisis dapat mempengaruhi gambaran klinis penderita
PGK, berupa gejala mual muntah, anoreksia, anemia, pruritus, pigmentasi,
kelainan psikis, insomnia, hipertensi, maupun gejala lainnya.3

3
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2017, jumlah pasien
baru yang menjalani pertama kali hemodialisis pada tahun 2017 sebanyak 30.831,
sedangkan pasien yang aktif adalah seluruh pasien baik pasien tahun 2017
maupun pasien lama dari tahun sebelumnya yang masih menjalani hemodialis
sebanyak 77.892.1
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Sukamerindu tahun 2018 – 2019
terjadi peningkatan pasien sebanyak 14,6 % dengan total pasien 55 pada tahun
2018 dan 74 pada tahun 2019. Pasien yang melakukan hemodialisa pada tahun
2019 terbagi menjadi 26 pasien perempuan dan 48 pasien laki-laki yang telah
ditangani dengan baik dengan raa-rata usia 46-67 tahun.
Banyak hal yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam hemodialisa
salah satunya adalah motivasi dan dukungan keluarga. Motivasi merupakan faktor
yang paling berpengaruh dan diperlukan pasien gagal ginjal kronik untuk
mendorong perilaku mereka agar rutin menjalani terapi hemodialisa, sama halnya
terhadap pasien gagal ginjal kronik yanga ada di Puskesmas Sukamerindu.
Untuk dapat menangani masalah ini secara komprehensif, maka
faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit ini harus ditentukan. Salah
satu pendekatan yang umum digunakan yakni menggunakan konsep determinan
kesehatan oleh Blum, yang mencakup aspek-aspek lingkungan, perilaku, layanan
kesehatan, dan genetik. Oleh karena itulah proposal ini diajukan untuk
mempelajari masalah Hemodialisa pada pasien PGK dalam populasi Puskesmas
Sukamerindu menggunakan kerangka diagnosis komunitas. Hasil yang didapatkan
dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar studi lebih lanjut dan/atau
rekomendasi ke Puskesmas Sukamerindu agar masalah dapat ditangani lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka diagnosis komunitas
yang dibuat ini, menganalisis tingkat kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal
ginjal kronik di UPTD Puskesmas Sukamerindu. Rumusan masalah pada
diagnosis komunitas ini adalah bagaimana gambaran tingkat kepatuhan
hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik pada tahun 2020.

4
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal
ginjal kronik pada tahun 2020 di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamerindu.

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus laporan ini adalah sebagai berikut.
a. Menentukan profil penderita PGK yang mengambil rujukan untuk
hemodialisa di UPTD Puskesmas Sukamerindu.
b. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal ginjal
kronik pada tahun 2020 di wilayah UPTD Puskesmas Sukamerindu
c. Merencanakan solusi yang mampu laksana untuk meningkatkan kepatuhan
hemodialisa. Diharapakan terjadi penurunan jumlah kasus ketidakpathuan
hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik di wilayah UPTD Puskesmas
Sukamerindu Bengkulu.

1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penyakit ginjal
kronik dengan hemodialisa dan perilaku kesehatan yang baik untuk
menanggulangi masalah berkenaan dengan hemodialisa dan penyakit ginjal
kronik.

1.4.2. Manfaat Bagi Penulis


Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal
ginjal kronik di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamerindu Bengkulu tahun
2020.

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan dengan
mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang bertujuan
untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan
keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat
melalui membrane semipermiabel.4

2.2 Indikasi
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi hemodialisis segera (emergency) dan
hemodialisis kronis5.

2.2.1 Hemodialisis segera


Hemodialisis segera merupakan hemodialisis yang harus segera dilakukan,
indikasinya antara lain:
A. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urin < 200 ml/ 12 jam)
c. Anuria (produksi urin < 50 ml/ 12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K > 6,5
mmol/l)
e. Asidosis berat (pH < 7,1 atau bikarbonat < 12 meq)
f. Uremia (BUN > 150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Perikarditis uremikum
i. Disnatremia berat (Na > 160 mmol/L atau < 115 mmol/L)
j. Hipertermia
B. Keracunan akut (alkohol dan obat-obatan) yang dapat melewati membran
dialisis.

6
2.2.2 Indikasi hemodialisis kronis
Hemodialisis kronis merupakan hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup pasien denggan menggunakan mesin hemodialisis.
Hemodialisis dimulai jika LFG < 15 ml/menit. Keadaan pasien yang
mempunyai LFG < 15 ml/menit tidak selalu sama.3 Sehingga hemodialisis
mulai dianggap perlu jika dijumpai salah satu dari hal di bawah ini 5 :
a. LFG < 15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi: letargia, anoreksia, nausea, mual, dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

2.2.3 Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,
akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan
lanjut.21,22

2.3 Epidemiologi
Penyakit ginjal kronis yang telah memasuki stadium 5 atau penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG). Ada tiga
modalitas TPG yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. Unit
Pelayanan Dialisis Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 812 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, dialisis adalah tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti
fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya
mempertahankan kualitas hidup yang optimal yang terdiri dari dialisis peritoneal
dan hemodialisis. Dialisis peritoneal merupakan terapi pengganti ginjal dengan
mempergunakan peritoneum pasien sebagai membran semipermeabel, antara lain

7
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Ambulatory Peritoneal
Dialysis (APD). Sedangkan hemodialisis adalah terapi pengganti fungsi ginjal
yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksis uremik dan
mengatur cairan elektrolit tubuh.4,20
Fasilitas pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan dialisis, baik di dalam maupun di
luar rumah sakit. Berdasarkan data IRR tahun 2015, fasilitas pelayanan dialisis di
Indonesia berdasarkan institusi diklasifikasikan menjadi dua yaitu instalasi rumah
sakit sebanyak 92,1% dan klinik sebanyak 7,9%. Jenis pelayanan yang diberikan
pada fasilitas pelayanan dialisis di antaranya hemodialisis, transplantasi, CAPD,
dan Continous Renal Replacement Therapy (CRRT). Berdasarkan IRR tahun 2014
mayoritas layanan yang diberikan pada fasilitas pelayanan dialisis adalah
hemodialisis (82%). Sisanya berupa layanan CAPD (12,8%), transplantasi (2,6%)
dan CRRT (2,3%). Pelayanan CRRT biasanya dilakukan di ICU tetapi ada
beberapa fasilitas layanan dialisis yang melayani CRRT.20
Pada tahun 2015, dari total 4.898 mesin hemodialisis yang terdata, proporsi
terbanyak terdapat di wilayah DKI Jakarta (26%) dan Jawa Barat (22%). Provinsi
Jawa Tengah 12%, Jawa Timur 11%, Sumatera Utara 7%, Bali 4%, Sumatera
Barat 4%, Sumatera Selatan 4%, DI Yogyakarta 3%, Kalimantan 2%, dan
provinsi lainnya sekitar 1%.20
2.4 Tujuan
Menurut Black & Hawks (2009) dan Lewis et al. (2011) tujuan hemodialisis
adalah membuang produk sisa metabolisme protein seperti ureum dan kreatinin,
mempertahankan kadar serum elektrolit dalam darah, mengoreksi asidosis,
mempertahankan kadar bikarbonat dalam darah, mengeluarkan kelebihan cairan
dari darah dan menghilangkan overdosis obat dari darah. Proses osmosis yang
terjadi dalam ginjal buatan selama hemodialisis menyebabkan cairan terbuang dari
darah.
Sedangkan proses difusi dan ultrafiltrasi mampu membuang kelebihan produk
sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan beberapa kelebihan elektrolit
seperti natrium dan kalium dari darah.

8
2.5 Prinsip Hemodialisis
Penggantian ginjal menggunakan dialisis bertujuan untuk mengeluarkan zat
terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan
air yang membawa zat terlarut yang tidak diinginkan tersebut.

2.5.1 Prinsip Dialisis


Jika darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membran
semipermiabel, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi melewati
membran sampai tercapai kesetimbangan. Pada hemodialisis, digunakan
membran sintetik, sedangkan pada dialisis peritoneal, digunakan membran
peritoneal.10

2.5.2 Prinsip Hemofiltrasi


Hemofiltrasi serupa dengan filtrasi glomerulus. Jika darah dipompa
pada tekanan hidrostatik yang lebih tinggi daripada cairan di sisi lain
membran, maka air dalam darah akan dipaksa bergerak melewati membran
dengan cara ultrafiltrasi, dengan membawa serta elektrolit dan zat terlarut
lainnya.10
Ultrafiltrasi merupakan proses perpindahan cairan dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat melalui membran
semipermeabel karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik. Ultrafiltrasi
terjadi apabila kompartemen dialisat memiliki tekanan hidrostatik negatif
dan kompartemen darah memiliki tekanan hidrostatik positif.

2.6 Prosedur
Menurut Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memulai hemodialisis
adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu suatu tempat pada tubuh di mana
darah diambil dan dikembalikan. Persiapan ini dibutuhkan untuk lebih
memudahkan prosedur hemodialisis sehingga komplikasi yang timbul dapat
diminimalisir.11
Akses vaskular dapat berupa fistula, graft, atau kateter. Fistula dibuat dengan
menyatukan sebuah arteri dengan vena terdekat yang terletak di bawah kulit untuk
menjadikan pembuluh darah lebih besar. Graft merupakan akses lain yang dapat
digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula. Pembuatan graft ini

9
dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan vena terdekat dengan tabung sintetis
kecil yang diletakkan di bawah kulit. Akses ketiga yang dapat digunakan adalah
pemasangan kateter. Kateter dipasang pada vena besar di leher atau dada sebagai
akses permanen ketika fistula dan graft tidak dapat dipasang. Kateter ini kemudian
akan secara langsung dihubungkan dengan tabung dialisis dan tidak lagi
menggunakan jarum.12
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah, salah satu
kompartemen berisikan darah pasien dan kompartemen lainnya berisikan cairan
dialisat.7 Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam dialiser yang
membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan pada tubuh.5

Gambar 1. Skema proses hemodialisa.11

Cairan ini berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal
dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen.10 Kedua kompartemen ini
dipisahkan oleh suatu membran. Dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah sampai konsentrasi zat pelarut sama di kedua kompartemen
(difusi).10

10
Hal ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan zat sisa seperti urea,
kreatinin dan kelebihan cairan dari dalam darah. Sel darah, protein dan zat penting
lainnya tidak ikut berpindah dikarenakan molekulnya yang besar sehingga tidak
dapat melewati membran.9

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Adekuasi Hemodialisis


Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai efektivitas
tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan
memberikan manfaat yang besar dan memungkinkan pasien penyakit ginjal tetap
bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa.5

Hemodialisis inadekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti


bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan kesalahan
dalam pemeriksaan laboratorium. Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka
besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut:8,2
a. Interdialytic Time Waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis
yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis
dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di
Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam.2,8
b. Time of Dialysis Lama waktu pelaksanaan hemodialisis idealnya 10-12 jam
perminggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap
kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu
maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam.2,8
c. Quick of Blood (Blood flow) Besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam
dialiser yaitu antara 200-600 ml/menit. Pengaturan Qb 200ml/menit akan
memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai
400ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan
aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara
bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam.11
d. Quick of Dialysate (Dialysate flow) Besarnya aliran dialisat yang menuju dan
keluar dari dialiser yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai,
sehingga perlu diatur sebesar 400-800 ml/menit.5

11
e. Trans membrane pressure Besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara
kompartemen dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar
terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari -50 dan Pb harus
lebih besar daripada Pd.
f. Clearance of dialyzer Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk
membersihkan darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens
dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya membrane.11

2.8 Komplikasi
Klasifikasi Meskipun tindakan hemodialisis saat ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak pasien yang mengalami
masalah medis saat menjalani hemodialisis.15 Komplikasi hemodialisis dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis:5
2.8.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut merupakan komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi yaitu: hipotensi, hipertensi, reaksi
alergi, aritmia, emboli udara, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.5,13
2.8.2 Komplikasi kronis
Komplikasi kronis adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronis. Komplikasi yang sering terjadi adalah: penyakit jantung,
malnutrisi, hipertensi, anemia, renal osteodystrophy, neuropathy,disfungsi
reproduksi, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, acquired cystic kidney
disease.13

2.9 Anemia Selama Dialisis


Pasien yang menjalani hemodialisis juga dapat mengalami anemia karena
kehilangan darah yang menyertai pengobatannya. Kehilangan darah pada pasien
GGK yang menerima terapi dialisis rutin merupakan konsekuensi dari sejumlah
faktor seperti pengambilan sampel untuk pemeriksaan biokimia rutin dan
perdarahan dari situs fistula. Kehilangan darah dalam dialiser mungkin
dikarenakan beberapa penyebab seperti episode clotting selama dialisis dan darah
yang tertinggal di dialiser:14,15

12
a. Episode clotting selama proses dialisis.
Clotting merupakan salah satu komplikasi utama pada akses jalur dialiser
dan dapat menyebabkan penutupan akses tersebut. Para peneliti
menemukan bahwa pasien yang memiliki episode sering mengalami
tekanan darah (TD) rendah selama dialisis dua kali lebih mungkin untuk
memiliki clotted fistula dibanding pasien dengan episode TD rendah yang
jarang.17
b. Darah yang tertinggal di dalam dialiser.
Pada akhir setiap perlakuan hemodialisis, sejumlah kecil darah biasanya
tertinggal di dalam dialiser. Hal ini dapat menjadi sumber kekurangan zat
besi dari waktu ke waktu. Sehingga dapat menimbulkan anemia.14

c. Pengambilan darah untuk kontrol biokimia.


Pengambilan sampel darah pada pasien hemodialisis untuk kontrol
biokimia dan hematologi pada pasien hemodialisis dilakukan sebelum sesi
hemodialisis pertengahan minggu dengan menggunakan jarum kering atau
jarum suntik. Sampel darah digunakan untuk memeriksa komponen-
komponen serum seperti bicarconate, potassium, phosphate, dan calcium.17
d. Hemolisis Kehilangan darah karena hemolisis biasanya kecil. Hemolisis
dapat terjadi jika terdapat masalah dengan dialisat seperti masalah suhu,
kontaminasi aluminium, flouride, copper, chlorine, atau chloramine, dan
hasil dari pembentukan antibodi anti-N. Kejadian antibodi anti-N
meningkat secara signifikan pada pasien reuse dialyzer. Hal ini terkait
dengan jumlah formaldehida residual dalam limbah dialisis setelah
pengolahan, yaitu, jumlah formaldehid pasien yang terkena.18
e. Kehilangan darah melalui AV fistula Kehilangan darah akut melalui akses
pembuluh darah dapat menjadi masalah yang mengancam kehidupan
terutama pada pasien gangguan ginjal terminal (GGT) dan dialisis kronis.
Kehilangan darah melalui AV fistula dapat disebabkan oleh aneurisma,
stenosis dan kemudian ruptur, infeksi, trauma, penggunaan antikoagulan
dan antiplatelets.19

2.10 Kepatuhan Pasien Hemodialisa

13
2.10.1 Pengertian
Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan ketaatan atau
pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan pada program kesehatan
merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat diukur.
Kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan klien saat mengarah ke
tujuan terapeutik yang ditentukan bersama.
Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya:
minum obat, mematuhi diit, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran
terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tidak mengindahkan
setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.

2.10.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan


Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan adalah:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan
kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif.
b. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,
kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan diit.

c. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien


Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu hal
penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh infomasi
tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang
diberikan tenaga kesehatan, semakin paham juga pasien akan pentingnya diit
hemodialisa.

14
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu,
untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya
unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh
individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga
tercapai suatu konsistensi.

c. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan,
masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum
cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin
matang dan teratur.

d. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga juga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan
tentang program pengobatan/diit yang dapat mereka terima. Dukungan keluarga
diperlukan karena klien gagal ginjal kronik akan mengalami sejumlah perubahan
bagi hidupnya sehingga menghilangkan semangat hidup klien, diharapkan dengan
adanya dukungan keluarga dapat menunjang kepatuhan klien.
e. Lama menjalani hemodialisa
Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir kondisi
sakitnya tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Gaya hidup
terencana dalam jangka waktu yang lama, yang berhubungan dengan terapi
hemodialisa dan pembatasan asupan makanan dan cairan klien gagal ginjal kronis

15
sering menghilangkan semangat hidup klien dalam terapi hemodialisa ataupun
dengan pembatasan asupan cairan.

2.10.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan


Niven (2008) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan menjadi empat bagian yaitu:
a. Pemahaman tentang instruksi merupakan faktor pertama yang
mempengaruhi ketidakpatuhan. Tidak seorang pun dapat mematuhi instruksi
jika dia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Hal ini
disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan
informasi yang tidak lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan
memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh klien.

b. Faktor kedua yang mempengaruhi ketidakpatuhan adalah kualitas interaksi.


Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien merupakan bagian
penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

c. Faktor keluarga juga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai
perawatan diri anggota keluarga yang sakit.

d. Faktor keyakinan, sikap dan kepribadian. Orang-orang yang tidak patuh


adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat
memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan
yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada dirinya
sendiri. Ciri-ciri kepribadian yang disebutkan di atas yang menyebabkan
seseorang cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatan.

2.10.4 Perilaku patuh


Kepatuhan menuntut adanya perubahan perilaku, yang dipengaruhi secara
positif oleh ( Niven, 2008):
a. Rasa percaya yang terbentuk sejak awal dan berkelanjutan terhadap tenaga
kesehatan profesional.

16
b. Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit.

c. Persepsi bahwa penyakit yang diderita serius.

d. Bukti bahwa kepatuhan mampu mengontrol munculnya gejala atau


penyakit.

e. Efek samping yang dapat diobati.

f. Tidak terlalu mengganggu aktivitas kesehatan individu atau orang terdekat


lainnya.

g. Terapi lebih banyak memberikan keuntungan daripada kerugian.

h. Hubungan kemitraan antara tenaga kesehatan.

i. Penguatan dari orang terdekat.

Green (1980, dalam Notoatmojo, 2010) menjabarkan bahwa perilaku seseorang


dipengaruhi oleh:
a. Faktor predisposisi (faktor pendorong)
- Kepercayaan atau agama yang dianut
Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani
kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap agamanya akan memiliki
jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya,
demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol
penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana penderita yang
memiliki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh terhadap anjuran dan larangan
kalau tahu akibatnya.
- Faktor geografis
Lingkungan yang jauh atau jarak yang juah dari pelayanan kesehatan
memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.
- Individu
a) Sikap individu yang ingin sembuh
Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu sendiri. Keinginan
untuk tetap mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-
faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam kotrol penyakitnya.

17
b) Pengetahuan
Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang tidak teridentifikasi
mempunyai gejala sakit. Mereka berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat
sehingga tidak perlu melakukan kontrol terhadap kesehatannya.

b. Faktor reinforcing (faktor penguat)

- Dukungan petugas
Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi penderita sebab petugas
adalah pengelola penderita yang paling sering berinteraksi sehingga pemahaman
terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi,
sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran petugas
kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan.

- Dukungan keluarga
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat
dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya
dengan baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh
keluarga untuk penunjang pengelolaan penyakitnya (Friedman, 1998).
c. Faktor enabling (faktor pemungkin)
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan penyuluhan
terhadap penderita yang diharapkan dengan prasarana kesehatan yang lengkap dan
mudah terjangkau oleh penderita dapat lebih mendorong kepatuhan penderita.

18
BAB III METODE
Laporan Kedokteran Komunitas ini menggunakan metode deskriptif
obervasional. Hasil dan pembahasan pada penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
data dikumpulkan dari lapangan berbentuk kata-kata, gambar dan tidak diolah
secara statistik analisis. Penelitian dilakukan di wilayah kerja PKM Sukamerindu
mulai tanggal 7 September 2020 sampai dengan 13 September 2020.

3.1 Populasi Pengumpulan Data


Dalam kegiatan baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat sosial,
perlu dilakukan pembatasan populasi dan cara pengambilan sampel. Populasi
adalah keseluruhan objek pengumpulan data. Dalam hal ini yang menjadi populasi
adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu.

3.2 Sampel dan Pengumpulan Data


Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel
penelitian diambil dengan metode total sampling. Sampel pada penelitian ini
dilakukan pengumpulan data melalui kuesioner diambil dari responden yang
terdiagnosis penyakit ginjal kronik yang mengambil rujukan melalui Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat I PKM Sukamerindu dari tahun 2018-2020.

3.3 Teknik Sampling


Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total sampling. Total sampling adalah
pengambilan sampel meliputi keseluruhan populasi. Untuk menentukan minimal
sampel jika jumlah populasi diketahui yaitu menggunakan rumus Slovin, dengan
rumus :

n = N/ (1 + N. e2 )
= 19 / (1 + 19(0,05)2 )
= 19 / (1 + 0,04)
= 18,26 sampel ≈ 18 sampel
Keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Jumlah sampel

19
e : Batas toleransi kesalahan (error tolerance) sebesar 5%

3.4 Jenis dan Sumber Data


1. Jenis data
 Sumber Data
Sumber data dalam pengumpulan data ini adalah para responden yang
berobat dan berada di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu.
1) Data primer
Data yang langsung didapatkan dari hasil kuesioner yang diisi oleh
‘responden.
2) Data sekunder
Data yang didapat dari profil tahunan yang sudah ada di Puskesmas
Sukamerindu.

3.5 Kriteria Inklusi


1. Pasien yang pernah berobat ke UPTD Puskesmas Sukamerindu dari tahun
2018 sampai dengan 2020 yang didiagnosa penyakit ginjal kronik dengan
hemodialisa dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap.

3.6 Kriteria Eksklusi


1. Responden yang berada diluar wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu.
2. Responden yang menolak untuk mengisi kuesioner dengan lengkap.
3. Responden yang memiliki penyakit komorbid seperti penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut.

3.7 Alur Penelitian


a. Responden yang memenuhi kriteria diberikan penjelasan terkait survei
diagnosis komunitas
b. Responden mengisi inform concent
c. Responden menjawab kuesioner yang telah disediakan serta didampingi oleh
peneliti.

20
d. Data dimasukkan dalam software Microsoft Office 2013 kemudian diolah
dalam bentuk tabel dan grafik.

3.8 Pengolahan dan Penyajian Data


Data yang terkumpul diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 untuk
menggambarkan data deskripsi terkait penderita penyakit ginal kronik dengan
hemodialisa. Data disajikan dalam bentukdiagram, tabel dan grafik.

21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Puskesmas


4.1.1 Situasi Lingkungan Dan Kependudukan
a. Data Geografis dan Demografis
Puskesmas Sukamerindu terletak antara 8° LS dan 110° BT. Luas
wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu adalah 17,22 Km² secara
administratif berbatasan dengan :
 Sebelah Utara : Kelurahan Rawa Makmur
 Sebelah Selatan: Kelurahan Belakang Pondok
 Sebelah Barat : Kelurahan Kampung Bali
 Sebelah Timur : Kelurahan Sawah Lebar
Kondisi daerah beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 17° C -
21° C saat musim hujan dan 31°C - 33°C pada musim kemarau. Wilayah
kerja Puskesmas Sukamerindu berada di kecamatan Sungai Serut Kota
Bengkulu dan meliputi 7 (tujuh) Kelurahan, yaitu kelurahan Sukamerindu,
kelurahan Tanjung Agung, kelurahan Tanjung Jaya, kelurahan Semarang,
kelurahan Surabaya, kelurahan Kampung Kelawi, dan kelurahan Pasar
Bengkulu.

b. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Sungai Serut pada tahun 2019
adalah 25.195 jiwa yang terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan
rincian jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

22
Tabel 4. 1.1 Rincian Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kecamatan Sungai Serut
Tahun 2019
No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Total

1 Sukamerindu 3.213 3.206 6.419

2 Tanjung Agung 520 534 303

3 Pasar Bengkulu 968 963 1.931

4 Semarang 1.092 1.095 2.187

5 Surabaya 4.847 4.835 9.682

6 Tanjung Jaya 758 707 1.465

7 Kampung Kelawi 1.247 1.210 3.929

Jumlah 12.645 12.550 25.195

Dilihat dari table di atas penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas


Sukamerindu, lebih banyak penduduk laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.

4.1.2 Visi dan Misi


a. Visi
Visi UPTD Puskesmas Sukamerindu adalah Pembangunan dan
Pelayanan Kesehatan yang merata, adil, bermutu, dan terjangkau di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamerindu.

b. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, Puskesmas memiliki 3 (tiga) Misi
yaitu :
1. Menggerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
2. Mendorang kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup
sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,keluarga, dan
masyarakat beserta lingkungannya.

23
4.1.3 Program Upaya Kesehatan
Sesuai dengan tuntutan puskesmas era Desentralisasi, puskesmas
Sukamerindu selama tahun 2019 telah melaksanakan Basic Six atau enam
program unggulan, yaitu :
a. Promosi Kesehatan (Promkes)
b. Kesehatan Ibu/ KB
c. Kesehatan Lingkungan (Kesling)
d. Upaya Peningkatan Gizi
e. TB DOTS
f. Pengobatan
Selain melaksanakan keenam program unggulan, Puskesmas
Sukamerindu juga melaksanakan program pelaksanaan pengembangan
yaitu :
a. Perawatan Kesehatan masyarakat (Perkesmas)
b. Kesehatan Gigi dan mulut
c. Kesehatan Usia lanjut
d. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Sebagai program pelengkap puskesmas Sukamerindu dilengkapi
dengan laboratorium sederhana dan sistem pencatatan dan pelaporan
terpadu puskesmas (SP2TP). Sedangkan sembilan program kerja
Puskesmas lainnya tetap dilaksanakan tetapi tidak menjadi prioritas
pelaksanaan program kerja puskesmas Sukamerindu selama tahun 2012.
4.1.4 Sumber Daya Kesehatan
Dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, Puskesmas
Sukamerindu di dukung oleh 50 tenaga yang terdiri 32 orang PNS yang tersebar
di Puskesmas Induk dan 6 (enam) PUSTU, serta 1 (satu) poskesdes dari berbagai
disiplin ilmu.

24
Tabel 4.1.2 Jenis Ketenagaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan UPTD Puskesmas
Sukamerindu tahun 2019.
No. Jenis Tenaga PNS Jumlah
1. Dokter Umum 2 2
2. Dokter Gigi 1 1
3. 0 0
Apoteker
4. 3 3
5. Sarjana Kesehatan Masyarakat 4 4
6. Sarjana Keperawatan 10 10
7. Tenaga kesehatan Bidan 8 8
8. Tenaga kesehatan Perawat 1 1
9. Tenaga Nutrision 1 1
10. Tenaga Laboratorium 2 2
Asisten apoteker

4.1.5 Sarana Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Sarana fisik yang terdapat di wilayah kerja UPTD Sukamerindu
terdiri atas sarana kesehatan pemerintah dan sarana kesehatan yang
bersumber daya masyarakat. Uraian sarana tersebut adalah :
 Puskesmas : 1
 Posyandu : 14
 Puskesmas Pembantu : 6
 Poskesdes : 1
 Pusling : 2
 Kendaraan Roda Empat : 2

4.1.6 Prevalensi Kesehatan Masyrakat Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas


Sukamerindu

25
Daftar 10 Penyakit Terbanyak
2500

2000

1500

1000 jumlah

500

0
ia A s k it i a D
alg ISP tr iti ati kul bris tens ling CK DM
h s m i t e r e
Ce
p Ga u
Re nya
k F pe T
Hi akit
Pe ny
Pe

Berdasarkan data 10 (sepuluh) penyakit terbanyak di puskesmas


Sukamerindu selama tahun 2019 ditemukan bahwa gagal ginjal kronik
termasuk salah satu penyakit terbanyak untuk semua golongan umur
diikuti oleh penyakit lainnya yaitu Gastritis, penyakit otot dan sendi,
penyakit kulit, febris, hipertensi, penyakit telinga, penyakit mata,
cephalgia dan diabetes melitus. Sebagaimana tersaji dalam grafik berikut
ini :

Gambar 4.1 Diagram Daftar 10 (Sepuluh) Penyakit terbanyak di UPTD


Puskesmas Sukamerindu Tahun 2019.

Berdasarkan data 5 (lima) penyakit rujukan terbanyak di


puskesmas Sukamerindu selama tahun 2019 ditemukan bahwa pasien
gagal ginjal kronik merupakan penyakit rujukan terbanyak ke 3 di
puskesmas Sukamerindu lainnya yaitu diabetes melitus, penyakit jantung,
ppok, penyakit mata sebagaimana tersaji dalam grafik berikut ini :

26
Daftar 5 Penyakit Rujukan Terbanyak

500
450
400
350
300 Jumlah
250
200
150
100
50
0
PPOK Penyakit Jantung CKD DM Penyakit Mata

Gambar 4.1 Grafik Daftar 5 (lima) Penyakit Rujukan Terbanyak Di


UPTD Puskesmas Sukamerindu dari Tahun 2019.

4.2 Hasil Penelitian


Data dikumpulkan dengan menggunakan data primer melalui kuisioner
yang memiliki 24 pertanyaan terarah dan wawancara pribadi Antara peneliti dan
subjek penelitian. Subjek penelitian berjumlah 18 responden. Penelitian telah
dilakukan di wilayah kerja PKM Sukamerindu mulai tanggal 07 September – 13
September 2020.

Tabel 4.2.1 Karakteristik Penderita Hemodialisa berdasarkan Distribusi Jenis


Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 10 55,5%
Perempuan 8 44,4%

Tabel 4.2.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin penderita hemodialisa di


PKM Sukamerindu. Persentase hemodialisa laki-laki sebesar 55,5% dan
perempuan sebesar 44,4%.

27
Tabel 4.2.2
Diagram 4.2.1. Karakteristik Penderita Hemodialisa
berdasarkan Distribusi Jenis Kelamin Karakteristik
Penderita
Hemodialisa
Perempuan Laki-laki
44% berdasarkan
Perempuan
Laki-laki
56% Distribusi Usia
Usia Jumlah (n) Persentase (%)
41-60 tahun 6 33,3%
> 60tahun 12 66,6%

Dari tabel
4.2.2 didapatkan distribusi umur penderita hemodialisa di PKM Sukamerindu.
Dengan jumlah terbanyak berada pada kelompok usia >60 tahun dengan
persentase sebesar 66,6%.

Diagram 4.2.2. Karakteristik Penderita Hemodialisa


berdasarkan Distribusi Usia

41-60 tahun
33% 41-60 tahun
> 60tahun
> 60tahun
67%

Tabel 4.2.3 Data Karakteristik Penderita Hemodialisa Berdasarkan Status


Perkerjaan
Status Perkerjaan Jumlah (n) Persentase (%)
Bekerja 5 27,7%
Tidak Bekerja 13 72,2%

Tabel 4.2.3 menunjukkan karakteristik penderita hemodialisa berdasarkan


status pekerjaan. Dengan Persentase tertinggi ada pada kelompok yang tidak
berkerja.yaitu sebanyak 13 pasien (72,7%)

28
Diagram 4.2.3. Data Karakteristik Penderita Hemodialisa
Berdasarkan Status Perkerjaan

Bekerja
28%

Bekerja
Tidak Bekerja
Tidak Bekerja
72%

Tabel 4.2.4 Data Karakteristik Penderita Hemodialisa berdasarkan berdasarkan


Lama Hemodialisa
Lama hemodialisa Jumlah (n) Persentase (%)
1 tahun 3 16,6%
2 tahun 6 33,3%
3 tahun 4 22,2%
4 tahun 3 16,6%
5 tahun 2 11,1%

Dari hasil penelitian tabel 4.2.4 didapatkan distribusi karakteristik penderita


hemodialisa berdasarkan lama hemodialisa jumlah terbanyak pada lama
hemodialisa 2 tahun yaitu sebanyak 33,3%.

Grafik 4.2.4 Data Karakteristik Penderita Hemodialisa berdasarkan berdasarkan


Lama Hemodialisa

29
Grafik 4.2.1. Karakteristik Penderita Hemodialisa berdasarkan
berdasarkan Lama Hemodialisa
6

4 Jumlah (n)
Persentase (%)
3

1 16.60% 33.30% 22.20% 16.60% 11.10%


0
1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun

Tabel 4.2.5 Distribusi Tingkat Kebutuhan Terapi Hemodialisa pada Pasien


Hemodialisa
Tingkat Kebutuhan Jumlah (n) Persentase (%)
Merasa Butuh 15 83,3%
Merasa Tidak Butuh 3 16,6%
Dari hasil penelitian tabel 4.2.5 didapatkan distribusi tingkat kebutuhan
hemodialisa pada pasien hemodialisa di PKM Sukamerindu, sebanyak 15 pasien
(83,3%) merasa membutuhkan terapi hemodialisa.

Diagram 4.2.5. Distribusi Tingkat Kebutuhan Terapi


Hemodialisa pada Pasien Hemodialisa

Merasa Tidak
Butuh Merasa Butuh
17% Merasa Tidak Butuh

Merasa Butuh
83%

Tabel 4.2.6 Distribusi responden berdasarkan Kepatuhan Terapi Hemodialisa


Kepatuhan Jumlah (n) Persentase (%)
Patuh 8 44,4%
Tidak patuh 10 55,6%

30
Berdasarkan tabel 4.2.6 didapatkan distribusi responden berdasarkan
kepatuhan terapi hemodialisa didapatkan sebanyak 8 responden (44,4%) patuh
menjalani hemodialisa dan sebanyak 10 responden (55,6%) yang tidak patuh
menjalani terapi hemodialisa.

Diagram 4.2.6 Distribusi responden berdasarkan Kepatuhan


Terapi Hemodialisa

Patuh
44% Patuh
Tidak patuh Tidak patuh
56%

Tabel 4.2.7 Distribusi Dukungan keluarga pada Pasien Hemodialisa


Dukungan Keluarga Jumlah (n) Persentase (%)
Baik 8 44,4%
Tidak baik 10 55,6%

Dari hasil penelitian menunjukkan distribusi dukungan keluarga pada


pasien dalam menjalankan terapi hemodialisa di PKM Sukamerindu, dengan
angka tertinggi sebanyak 10 pasien (55,6%) mendapatkan dukungan keluarga
yang tidak baik.

31
Diagram 2.4.7 Dukungan keluarga pada Pasien Hemodialisa

Baik
44%
Baik
Tidak baik Tidak baik
56%

Tabel 4.2.8 Distribusi Tingkat Motivasi pada Pasien Hemodialisa


Tingkat Motivasi Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 14 77,8%
Rendah 4 22,2%

Dari hasil penelitian menunjukan tingkat motivai pasien hemodialisa


terhadap terapi hemodialisa pada PKM Sukamerindu, didapatkan data bahwa 14
pasien (77,8%) memiliki tingakt motivasi yang baik untuk melakukan hemodialisa
yang rutin.

Diagram 4.2.8 Tingkat motivasi

Rendah
22%

Tinggi
Rendah

Tinggi
78%

4.3 INTERVENSI PEMECAHAN MASALAH

32
Dari berbagai rencana intervensi yang telah dibuat untuk memecahkan akar
penyebab masalah yang ada, intervensi yang dapat dilakukan di UPTD Puskesmas
Sukamerindu antara lain:
a. Memberikan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya kepatuhan
melakukan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik dan memberikan
edukasi tentang komplikasi yang mungkin timbul akibat ketidakpatuhan dalam
melakukan hemodialisa.
 Melakukan penyuluhan menggunakan poster, brosur, dan presentasi secara
langsung mengenai kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik
dan komplikasi yang mungkin timbul akibat ketidakpatuhan tersebut.
b. Memberikan sosialisai kepada keluarga mengenai kepatuhan dalam melakukan
hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik.
c. Mengajak keluarga pasien gagal ginjal kronik untuk ikut serta dalam
meberikan dukungan moral dan mengingatkan pasien mengenai pentingnya
melakukan hemodialisa sesuai jadwal.
d. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ginjal kronik,
pentingnya kepatuhan hemodialisa, dan komplikasi akibat ketidakpatuhan
tersebut.
e. Memberikan sosialisasi mengenai diet sehat dan seimbang bagi penderita gagal
ginjal kronik.
f. Menambah petugas kesehatan untuk memberikan:
 Memberikan sosialisasi dan penyuluhan secara langsung tentang pentingnya
kepatuhan hemodialisa sesuai jadwal.
 Membuat pre-test dan post-test mengenai pengetahuan penderita penyakit
ginjal kronik mengenai penyakit ginjal kronik dan pentingnya hemodialisa
sebelum dan sesudah penyuluhan.
g. Mensosialisasikan adanya jaminan kesehatan bagi keluarga yang tidak mampu
agar masyarakat tersebut mampu rutin melakukan hemodialisa.
h. Mengajak keluarga binaan untuk membuat kartu jaminan kesehatan.

33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor tingkat


kepatuhan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik di wilayah kerja
puskesmas Sukamerindu meliputi tingkat motivasi dan dukungan keluarga.
Motivasi merupakan faktor yang paling berpengaruh dan diperlukan pasien gagal
ginjal kronik untuk mendorong perilaku mereka agar rutin menjalani terapi
hemodialisa, sama halnya terhadap pasien gagal ginjal kronik yanga ada di
Puskesmas Sukamerindu.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah pasien hemodialisa
di PKM Sukamerindu didapatkan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Jumlah pasien laki-laki adalah sebanyak 10 pasien (55,6%) dan perempuan
sebanyak 8 pasien (44,4%). Pasien hemodialisa terbanyak berusia >60 tahun
adalah 12 pasien (66,6%) dan tidak bekerja sebanyak 13 pasien (72,2%). Sebagian
besar sampel penelitian memiliki tingkat motivasi yang tinggi yaitu 14 pasien
(77,8%) namun dengan tingkat kepatuhan yang rendah yaitu 55,6%. Dari survey
yang dilakukan didapatkan faktor dukungan keluarga yang kurang baik yaitu
55,6% dari seluruh responden. Hal ini menunjukan adanya hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kepatuhan hemodialisa pasien yang rendah.
Intervensi pemecahan masalah berfokus pada memberikan sosialisasi dan
penyuluhan secara langsung tentang pentingnya mengetahui kepatuhan
hemodialisa. Memberikan sosialisasi dan mengajak masyarakat menerapkan
modifikasi faktor-faktor dalam kepatuhan hemodialisa bagi pasien gagal ginjal
kronik tersebut sebagai bagian terapi dan menghindari komplikasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. KDIGO. Clinical practice guideline for the evaluation and management of


chronic kidney disease. 2012. Tersedia dari:
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guidelines/pdf/CKD/KDIGO_22_
CKD_GL.pdf.
2. Henry Ford Health System. Chronic kidney disease: Clinical practice
recommendations for primary care physcians and healthcare providers.
Edition 6.0. 2011. Tersedia dari: https://www.asn-online.org/education/t
raining/fellows/HFH S_CKD_V6.pdf
3. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid 1. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
4. Silviani Dewi, Adityawarman, Dwianasari Lieza. 2011. Hubungan Lama
Periode Hemodialisis dengan status albumin penderita gagal ginjal kronis
di unit hemodialisis RSUD.Prof.Dr.Margono Soekarjo
Purwokerto.Mandala of Health volume 5.Nomor 2.Purwokerto
5. Daugirdas JT, Depner TA, Inrig J, Mehrotro R, Rocco MV, Suri RS, et al.
2015. KDOQI Clinical Practice Guideline For Hemodialysis Adequacy:
Update. Am J Kidney Dis. 66(5):884–930.
6. KDOQI. 2006. Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice
Recommendations for Anemia in Chronic Kidney Disease. American
journal of kidney diseases : the official journal of the National Kidney
Foundation. Elsevier. 47 (5 Suppl 3):111-145.
7. O’Callagan C. 2007. Chronic kidney disease and renal bone diseases. At a
glance: Sistem Ginjal (2nd ed). Jakarta: Erlangga,; 92-3.
8. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2006.
Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. The National
Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.
9. National Kidney Foundation. 2007. Hemodialysis: What You Need to
Know.
10. Rahardjo P, Susalit E, Suhardjono. 2009. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S, penyunting. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing.p 1050–
2.
11. Septiwi C. 2011. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto: Universitas Indonesia.
12. Kandarini, Y. 2013. Volume ultrafiltrasi berlebih saat hemodialisis
berperan terhadap kejadian hipertensi intradialitik melalui penurunan
kadar nitric oxide endothelin-1 dan asymmetric dimethylarginin tidak
berperan. Bali: UNUD

35
13. Beiber, S.D. dan Himmerfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schriers’s
Disease of the kidney. 9th ed. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A.,
Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors. Lipincott Williams & Wittkins.
Philadelphia p 2473-505
14. NKFKDOQI. 2015. Iron Needs in Dialysis - The National Kidney
Foundation. National kidney foundation.
15. Chioini RL. 2016. Anemia And Kidney Disease. Rockwell Med.[internet]..
Tersedia dari: http://www.rockwellmed.com/therapeutic-anemia-kidney-
disease.htm.
16. White T. 2011. Low Blood Pressure During Dialysis Increases Risk Of
Clots, According To Stanford-Led Study | News Center | Stanford
Medicine. JASN.
17. Barratt J, Topham P, Harris KPG. 2008. Oxford Desk Reference:
Nephrology. Oxford University Press.
18. Suki WN, Massry SG. 2012. Therapy of Renal Diseases and Related
Disorders. 2nded. London: Springer Science and Business Media. P 550-1.
19. Saeed F, Agrawal N, Greenberg E, Holley JL. 2011. Lower
Gastrointestinal Bleeding in Chronic Hemodialysis Patients. Int J Nephrol.
2011:272535.
20. Depkes RI. 2017. Situasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Kemenkes RI:
Jakarta
21. Pernefri. (2003). Konsensus Dialisis, Edisi I. Jakarta: Penerbit
Perhimpunan Nefrologi Indonesia FK UI.
22. Tisher, C. Craig, and Christopher S. Wilcox. 1997. Gagal Ginjal Kronik,
dalam: Buku Saku Nefrologi, John C. Peterson. Ed: 3. Jakarta: EGC. 103-1
15.

36
KUESIONER
LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN TINGKAT KEPATUHAN


HEMODIALISA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU TAHUN 2020
NO.

IDENTITAS RESPONDEN

Umur : tahun

Lama terapi :

Jenis kelamin :

Laki-laki Perempuan

Pendidikan :

SD Perguruan Tinggi

SMP Lainnya………

SMA

Petunjuk Pengisian

Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan yang berkaitan dengan perilaku


seharihari. Baca dan pahamilah terlebih dahulu setiap pernyataan tersebut sebelum
menjawab, kemudian pilihlah salah satu dari empat pilihan yang paling sesuai
degan keadaan Anda. Tidak ada jawaban benar maupun salah. Berilah tanda
centang (√) pada jawaban yang Anda pilih. Informasi ini akan dirahasiakan, oleh
karena itu mohon diisi sesuai keadaan yang sebenarnya. Terimakasih

37
A. KEBUTUHAN

Sangat
Sangat Tidak tidak
No Pertanyaan Setuju
setuju setuju setuju

1 Saya tetap menjalani terapi ini karena sesak


nafas dan rasa lemas saya hilang setelah cuci
darah.

2 Saya tetap menjalani agar masih bisa bertahan


hidup.

3 Saya akan tetap menjalani terapi cuci


darah walaupun komplikasi terapi ini
dapat mempengaruhi penampilan saya
(kulit menjadi lebih gelap, kulit pecah-
pecah, dan bengkak).

4 Saya merasa nyaman dengan kesehatan saya


saat ini.

5 Saya tidak cemas lagi untuk menjalani terapi


cuci darah.

6 Saya akan tetap cuci darah selama saya hidup.

Keterangan:
Sangat setuju :3
Setuju :2
Tidak setuju :1
Sangat tidak setuju :0

38
Interpretasi hasil:
Tidak butuh :0–6
Butuh : 7 - 18

B. DUKUNGAN KELUARGA

Sangat
Sangat Tidak
No Pertanyaan Setuju tidak
setuju setuju
setuju

1 Saya diantar keluarga jika pergi cuci darah.

2 Keluarga ikut memperhatikan asupan minum


dan saya setiap hari.

3 Keluarga saya siap kapanpun diperlukan jika


saya memerlukan bantuan, sehubungan
penyakit yang saya derita.

4 Keluarga saya ikut aktif bertanya pada


petugas kesehatan tentang apa yang boleh
dan tidak boleh saya lakukan.

5 Keluarga mendengarkan keluhan-keluhan


penyakit saya

6 Saya mendapat nasehat dari keluarga untuk


rutin cuci darah

Keterangan:
Sangat setuju :3
Setuju :2
Tidak setuju :1
Sangat tidak setuju :0

39
Interpretasi hasil:
Tidak Baik :0–6
Baik : 7 – 18

C. AKSES PELAYANAN

Sangat
Sangat Tidak
No Pertanyaan Setuju tidak
setuju setuju
setuju

1 Lokasi unit cuci darah dekat rumah

2 Saya mendapat kemudahan dalam


pengurusan administrasi untuk cuci darah.

3 Jadwal cuci darah menghambat pekerjaan


saya.

4 Saya merasa bosan dengan penataan ruang


cuci darah.

5 Saya sering terlambat datang cuci darah


karena rumah saya jauh.

6 Saya mendapatkan pelayanan yang baik


setiap kali datang cuci darah.

Keterangan:
Sangat setuju :3
Setuju :2
Tidak setuju :1
Sangat tidak setuju :0

40
Interpretasi hasil:
Tidak Baik :0–6
Baik : 7 - 18

D. MOTIVASI

Sangat
Sangat Tidak
No Pertanyaan Setuju tidak
setuju setuju
setuju

1 Saya merasakan manfaat yang banyak


dengan semua program cuci darah yang saya
lakukan.

2 Saya berusaha hadir untuk cuci darah


walaupun banyak rintangan yang dihadapi.

3 Saya senang jika tiba jadwal cuci darah.

4 Saya memiliki semangat yang tinggi untuk


tetap cuci darah.

5 Kadang saat malas untuk cuci darah saya


tidak berangkat terapi.

6 Saya memiliki motivasi yang tinggi untuk


patuh pada semua program terapi.

Keterangan:
Sangat setuju :3
Setuju :2

41
Tidak setuju :1
Sangat tidak setuju :0

Interpretasi hasil:
Tidak baik :0–6
Baik : 7 - 18

42
LAMPIRAN 2

Pengisian Kuesioner oleh Responden

43
44

Anda mungkin juga menyukai