Anda di halaman 1dari 6

PENCEGAHAN HIV/AIDS

Permasalahan HIV/AIDS telah menjadi beban kesehatan masyarakat global dimana kasusnya

telah tercatat peningkatannya terus menerus baik di negara maju maupun negara berkembang.

Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk menangani penyakit AIDS ini dengan

upaya pencegahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pencegahan diartikan

sebagai proses, cara, perbuatan mencegah atau penolakan terhadap suatu hal. Bila

dispesialisasikan dalam bahasa kesehatan , pengertian dari pencegahan adalah segala bentuk aksi

yang bertujuan untuk mencegah penyakit agar tidak sampai terjadi. Pencegahan juga bisa berarti

upaya untuk mengeradikasi, eliminasi dan mengurangi dampak dari penyakit dan

ketidakmampuan manusia (Porta 2008).

Macam-macam pencegahan terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan

pencegahan tersier. Berikut penjelasan dari macam-macam pencegahan penyakit HIV/AIDS :

A. PENCEGAHAN PRIMER

Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana pencegahan ini bertujuan

untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit. Pencegahan ini lebih mensasar pada pendekatan

perseorangan dan komunitas seperti promosi kesehatan dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008).

Pencegahan ini hanya dapat efektif apabila dilakukan dan dipatuhi dengan komitmen masyarakat

dan dukungan politik yang tinggi

Dalam permasalahan HIV/AIDS , pencegahan primer sangatlah diharapkan untuk menjadi upaya

terbaik dalam menekan peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS. Biasanya pencegahan primer

lebih menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang dan


komunitas terhadap penyakit HIV/AIDS dan metode penularannya. Berikut contoh upaya

pencegahan primer untuk penyakit HIV/AIDS yang dapat dilakukan :

PROMOSI KESEHATAN

a) Penyuluhan Kesehatan menjadi upaya yang sering dilaksanakan dalam pencegahan

HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk

memperbaiki pengetahuan dan persepsi tentang penyakit,Faktor risiko,metode penularan

dan pencegahan dari Penyakit HIV/AIDS (Chin & Editor 2000). Kegiatan penyuluhan ini

dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anak-anak,

remaja, kelompok Penasun ( pengguna Narkoba dan suntik ), Kelompok pekerja seks,

berganti-ganti pasangan seks dan lain lain. Hampir seluruh kelompok umur berisiko

untuk penyakit ini. Akan tetapi sekitar 40% kelompok yang berisiko adalah kelompok

remaja usia 20 – 29 tahun (K et al. 2010).

b) Beberapa survei menyebutkan adanya pemahaman masyarakat yang masih minim terkait

penyakit HIV/AIDS, sehingga upaya penyuluhan ini menjadi langkah awal dalam

pengendalian penyakit HIV/AIDS. Metode penyuluhan sangat bervariasi diantaranya

melalui ceramah dengan media poster dan leaflet, diskusi, Forum Group Discussion dan

membentuk KSPAN ( Kelompok Siswa Peduli HIV/AIDS ) pada tiap sekolah yang

dilatih dan dibina untuk menjadi edukator untuk melakukan penyuluhan kepada teman-

teman sekolah (S et al. 2012).

c) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program sosial yang bersinergi

dengan puskesmas setempat untuk memberikan penyuluhan terkait penyakit HIV/AIDS

kepada kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program Integrated maternal and

newborn health care. Program ini diimplementasikan oleh kementerian kesehatan dan
keadilan sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh 18 departemen kesehatan di 4

wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini dilakukan pada daerah rural dan peri-

urban. Jadi program ini diintegrasikan dengan dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan pada

upaya edukasi (An et al. 2015).

PROTEKSI SPESIFIK

Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang berisiko,

penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari ibu hamil ke

janinnya. Adapun upaya proteksi spesifik yang sudah direkomendasikan untuk pengendalian

penyakit HIV/AIDS sebagai berikut :

a) Menurut permenkes nomor 21 tahun 2013 telah dijelaskan penanggulangan HIV/AIDS

pada pasal 14 tentang pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dilakukan

melalui :

-‐ Tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko.

-‐ Setia dengan pasangan

-‐ Menggunakan kondom secara konsisten pada saat berhubungan


-‐ Menghindari penyalahgunaan obat atau zat adiktif narkoba

-‐ Melakukan pencegahan lain seperti melakukan sirkumsisi.

Dalam melakukan hubungan seksual, proteksi penularan HIV/AIDS dapat efektif

dilakukan untuk mengurangi risiko melalui (Men & Estimate 2015) :

-‐ Mempunyai satu pasangan seks yang berisiko rendah

-‐ Pasangan seks sesama ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS )

-‐ Dan tidak melakukan hubungan seks

b) Adapun proteksi penularan HIV/AIDS yang tidak melalui hubungan seksual diantaranya

pembuatan program layanan alat suntik steril dan tes darah sebelum melakukan transfusi

darah.

B. PENCEGAHAN SEKUNDER

Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lini kedua dari teori pencegahan penyakit.

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan meminimalisir prevalensi penyakit

dengan durasi waktu yang cukup singkat. Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan

pengobatan tepat (Porta 2008). Berikut salah satu contoh upaya pencegahan sekunder sebagai

berikut :

DETEKSI DINI

Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran Indonesia

khususnya BMI ( Buruh Migran Indonesia ) melalui upaya deteksi dini di bandara dan

pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas oleh BMI ketika proses

pemberangkatan dan kedatangan di bandara dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur. Pengamatan

dilakukan dengan pemberian pertanyaan terkait permasalahan kesehatan dan cek kesehatan
berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada. Selanjutnya hasil dari pengamatan tersebut di laporkan

oleh petugas di Gedung Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga Kerja Indonesia ( GPKTKI ).

Harapannya hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran utama untuk intervensi dini

dan pengaturan langkah selanjutnya untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015).

Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada sasaran kelompok berisiko tinggi yaitu

kelompok pekerja seks. Upaya yang dilakukan hampir sama pada penjelasan sebelumnya. Beda

nya dalam pemantauan ini , pihak dari puskesmas setempat yang berwewenang untuk melakukan

pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai

lokalisasi masyarakat (Kakaire et al. 2015).

PENGOBATAN TEPAT

Pengobatan yang spesifik merupakan upaya tepat setelah mendapatkan pelaporan dari deteksi

dini. Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan

HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan memperpanjang

perkembangan virus HIV di dalam tubuh.

Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang ada saat ini, pengobatan yang ada

hanya disasarkan pada penyakit opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Berikut

macam-macam pengobatan yang digunakan :

-‐ Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif

-‐ Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii.

-‐ Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif.


Pada tahun 1999, telah ditemukan satu-satunya obat yang dapat mengurangi risiko

penularan HIV/AIDS perinatal dengan penggunaan AZT. Obat ini diberikan sesuai dengan

panduan yang sesuai.

Akhirnya WHO merekomendasikan untuk penggunaan Anti retroviral bagi para penderita

HIV/AIDS. Keputusan untuk memulai dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan

memonitor hasil pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA ( Viral load ) maupun jumlah sel

CD4

+ T (Rumah & Sanglah 2011).

C. PENCEGAHAN TERSIER

Pencegahan tersier merupakan lini terakhir dari tahap pencegahan penyakit. Pencegahan

tersier bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit yang dapat terjadi pada jangka

waktu yang relatif lama dan juga memperbaiki kualitas hidup seseorang untuk bisa lebih

membaik (Porta 2008).

Dalam topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan

berujung pada kematian. Beberapa contoh yang bisa diterapkan adalah penggunaan terapi

ARV. Hingga sampai saat ini, hanya ARV yang masih menjadi terapi efektif untuk

menghambat perkembangan virus HIV dalam menyerang CD4+T. Keterlambatan dalam

penggunaan terapi ARV akan meningkatkan mortalitas (Rumah & Sanglah 2011).

Anda mungkin juga menyukai