Anda di halaman 1dari 4

، ُ‫ى لَه‬ َ ‫ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد‬، ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هَّللا ُ فَالَ ُم‬، ‫ُور أَ ْنفُ

ْنفُ ِسنَا‬
ِ ‫ َونَعُو ُذ بِ ِه ِم ْن ُشر‬، ُ‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِعينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬
، ‫ َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد َر َش َد‬، ‫َى السَّا َع ِة‬ ِ ‫ق بَ ِشيرًا َونَ ِذيرًا بَ ْينَ يَد‬ ِّ ‫َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَه إِالَّ هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُهُ أَرْ َسلَهُ بِ ْال َح‬
} ,ُ‫ نَسْأ َ ُل هَّللا َ َربَّنَا أَ ْن يَجْ َعلَنَا ِم َّم ْن يُ ِطي ُعهُ َويُ ِطي ُع َرسُولَهُ َويَتَّبِ ُع ِرضْ َوانَهُ َويَجْ تَنِبُ َس َخطَهُ فَإِنَّ َما نَحْ نُ بِ ِه َولَه‬.‫ص ِه َما فَقَ ْد َغ َوى‬ ِ ‫َو َم ْن يَ ْع‬
‫) يُصْ لِحْ لَ ُك ْم أ ْع َمالَ ُك ْم َويَغفِرْ لَ ُك ْم ذنُوبَ ُك ْم َو َمن يُ ِط ْع َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَوْ ًزا‬۷٠( ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقوا َ َوقولوا قَوْ الً َس ِديدًا‬
‫هَّللا‬ ُ ْ َ ُ ُ ‫هَّللا‬ ُ
‫َظي ًما } { يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوآ ِمنُوا بِ َرسُولِ ِه ي ُْؤتِ ُك ْم ِك ْفلَ ْي ِن ِمن رَّحْ َمتِ ِه َويَجْ َعل لَّ ُك ْم نُورًا تَ ْم ُشونَ بِ ِه َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم َوهَّللا ُ َغفُو ٌر‬ ِ ‫ع‬
ُ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬ ُ َّ ْ ْ ُ ْ ‫هَّللا‬ ُ َّ ُ
َ‫َّحي ٌم }{ يَا أيُّهَا ال ِذينَ آ َمنوا اتقوا َ َولتَنظرْ نَفسٌ َّما قَ َّد َمت لِ َغ ٍد َواتقوا َ إِ َّن َ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملون‬ َّ َ ِ ‫ر‬

Kaum Muslim, Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Marilah kita bersyukur kepada Allah Rabbul ‘Alamin, yang Alhamdulillah hingga hari ini, masih
berkenan membuka hati kita untuk tetap dan senantiasa menerima Iman dan Islam sebagai
pedoman hidup kita.

Mengingat sabda Rasulullah, bahwa terdapat manusia yang paginya beriman, namun sore-nya
iman itu lepas dari dirinya hingga ia berakhir dalam keadaan kafir. Karena itu kaum muslimin,
kesyukuran tersebesar di dalam kehidupan kita ini adalah Allah memilih kita menjadi orang yang
berhak mendapatkan hidayah keimanan tersebut

Shalawat dan salam tak lupa pula kita doakan kepada junjungan agung Nabi Muhammad saw,
beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh manusia yang tetap senantiasa istiqomah di jalan
islam, yaitu jalan perjuangan yang telah diperjuangkan Beliau.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Sebagai warga negara Indonesia, fakta yang tak bisa lepas dari kehidupan sosial kita adalah
kemajemukan. Berbagai macam suku, bahasa dan ras menjadikan singgungan adat dan budaya
tidak terelekkan di sekitar kita.

Tentu dengan begitu, maka bagi siapa yang bisa menjaga keutuhan persatuan, keanekaragaman
tersebut bisa menjadi sumber kekuatan. Tetapi sebaliknya, bagi siapa yang tidak, maka
persinggungan adat, budaya dan agama akan menjadi sumber konflik di masyarakat.

Di dalam al-Qur’an sendiri, persoalan keragaman telah jelas dinyatakan oleh Allah. Di antara
ayat yang sering kita dengar terkait hal ini adalah surat al-Hujurat ayat 13:

‫يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal
satu sama lain. sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling
bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha lagi maha mengenal”

Jika kita mau mendalami ayat di atas kaum muslimin sekalian, maka akan ditemukan tuntunan
bagi seorang muslim di dalam menghadapi kemajemukan atau perbedaan. Dengan jelas ayat di
atas menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia yang nantinya akan bersuku dan
berbangsa yang berbeda. Dengan begitu, maka islam mengakui keberadaan keragaman tersebut,
dan menjadikan hal itu sebagai bagian dari kehendak Allah swt.

Bahkan kaum muslimin sekalian, di ayat tersebut diperlihatkan bagaimana seharusnya umat
Islam menyikapi perbedaan dan keragaman tersebut. Hal itu dapat diketahui dari perkataan inna
akramakum ‘indallah atqakum’ (sesungguhnya orang yang paling bertakwa di antara kalian
adalah orang yang bertakwa).

Kalimat tersebut, selain menjadi sebuah pemberitauan juga menjadi sebuah dorongan, di mana
orang Muslim harus menjadi orang yang bertakwa dalam keadaan sosial yang beraneka ragam.

Dengan kata lain, ketakwaan adalah solusi terbaik menghadapi kemajemukan dan perbedaan
Mengapa demikian? Sebab orang bertakwa dalam konteks ayat tersebut kaum muslimin sekalian
memiliki dua keistimewaan, seperti yang dijelaskan oleh Abu Bakar al-Jaza’iry.

Pertama, karena orang bertakwa adalah orang yang paling mampu dan bersedia untuk mematuhi
aturan Allah, menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menyemaikan hukum Allah, menetapkan
keadilan sesuai ukuran Allah

Kedua, karena orang bertakwa adalah orang yang paling mampu menyikapi keragaman dengan
sikap yang tepat. Sebab di dalam Islam salah satu syarat agar menjadi bertaqwa adalah bisa
menghargai manusia dari berbagai macam perbedaan. Ketaqwaan seseorang melahirkan toleransi
dan kepedulian di dalam dirinya.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjadi wujud nyata dari sikap toleransi yang
harus disemaikan oleh orang bertakwa. Di antaranya: surat al-Hujurat ayat 10 dinyatakan umat
muslim harus mampu mengatasi konflik dan mendamaikan satu sama lainnya dengan asas
persaudaraan.

Pada ayat ke sebelas, Allah melarang orang mukmin mencela dan menjuluki dengan julukan
yang tidak disukai oleh satu kelompok, lalu pada ayat 12, Allah juga melarang umat muslim
berburuk sangka, karena berburuk sangka adalah pangkal kecelakaan yang besar, di ayat yang
sama, Allah juga melarang umat muslim mencari-cari kesalahan dan menggunjing.

Jika konsep toleransi yang terkandung dari ayat-ayat di atas dipatuhi oleh umat Islam, terkhusus
kita di Indonesia ini, maka bukan menjadi hal yang mustahil jika Indonesia bisa muncul sebagai
negara yang tingkat keadilan, dan kedamaiannya tertinggi dibanding negara-negara lain.

Di samping itu, memang sudah menjadi kewajiban muslim untuk selalu menebar kedamaian di
mana-mana, sehingga jika terdapat sekelompok orang melakukan tindak teror mengatas namakan
Islam, berarti itu adalah kesalahan yang besar.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Namun kaum muslimin sekalian, selain toleransi dan kepedulian terhadap sesama yang harus kita
junjung tinggi, tidak kalah pentingnya kita untuk menjaga aqidah kita, dan aqidah saudara-
saudara kita sesama umat muslim.

Aqidah ini adalah identitas kita sebagai orang Islam dan bertoleransi bukan berarti
menghilangkan aqidah kita sebagai muslim, jika terdapat slogan bertoleransi dengan menyatakan
semua agama benar itu adalah toleransi yang tidak dibenarkan di dalam Islam.

Dalam hal aqidah Rasulullah saw sangat keras dan tegas. Bahkan dalam beberapa riwayat
Rasulullah selalu memerintahkan agar umat muslim memiliki ciri khas agar berbeda dengan
orang non muslim, nabi senantiasa menyerukan khaliful yahudi.

Berbedalah kamu dengan kaum yahudi, seperti anjuran memanjangkan jenggot dan merapikan
kumis, terdapat perintah untuk berpenampilan berbeda dibanding yahudi yang ketika itu sangat
gemar memanjangkan kumis.

Dalam persoalan agama juga, Rasul tidak segan-segan menyatakan, man tasyabbaha bi qoumin
fahuwa minhum. Barang siapa yang mengikuti atau memirip-miripkan dirinya dengan suatu
kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.

Di dalam tafsir at-Thabari pernah diceritkan bahwa suatu ketika Nabi diminta oleh para pemuka
quraisy untuk mengusap hajar aswad sebagai wujud penghormatan atas tuhan mereka setiap
hendak melakukan ibadah di dekat ka’bah.

Dengan balasan dakwah Nabi tidak akan diganggu bahkan dikatakan mereka akan mengikutinya
juga. Tentu tawaran ini sangat menguntungkan untuk dakwah Islam ke depannya, sehingga
hampir-hampir Rasulullah mau melakukannya.

Tetapi Allah langsung menegur nabi dengan menurunkan firman surat al-Isra ayat tiga tuju dan
tiga lima. Dari teguran tersebut kita dapat mengetahui hikmah di balik pelarangan tersebut.

Di antaranya adalah, meskipun persoalan tersebut secara kasat mata sepele, di mana Nabi
Muhammad Cuma mengusap patung setiap beribadah di sekitar ka’bah, tetapi akibatnya sangat
besar dan bersinggungan dengan Aqidah.

Nabi Muhammad sebagai panutan masyarakat Islam ketika itu, tentu akan dilihat banyak
pengikutnya. Dengan melihat perbuatan tersebut, jika nabi mau melakukannya ketika itu, maka
secara otomatis para sahabat akan berpikiran dan beranggapan bahwa Rasul telah diperbolehkan
Allah untuk memperlonggar ibadah dan mengakui tuhan-tuhan berhala tersebut sebagai imbas
dari beliau mengusap patung di sekitar ka’bah setiap kali ibadah.
Peristiwa ini tentu menjadi peringatan penting bagi kita muslim indonesia. Dengan banyak
bersinggungan dengan adat dan ritual ibadah agama lain, kita harus lebih menjaga identitas
agama kita.

Harus percaya diri terhadap keislaman kita, tidak malah justru melakukan hal-hal yang bisa
mengaburkan aqidah dan pandangan saudara-saudara kita sesama muslim.

Anda mungkin juga menyukai