Anda di halaman 1dari 39

PENATALAKSANAAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK

EFEKTIF PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKIAL

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ANDHIKA CAHYANINGGHAR
171902002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2020
PENATALAKSANAAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKIAL

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk Melanjutkan Penelitian Program
Pendidikan Diploma III Keperawatan

ANDHIKA CAHYANINGGHAR
171902002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh negara, baik di negara

maju maupun di negara berkembang. Saat ini penyakit asma juga sudah tidak

asing lagi di masyarakat. Asma dapat menyerang semua lapisan masyarakat

dari mulai anak-anak sampai dewasa. Penyakit asma awalnya merupakan

penyakit keturunan yang diturunkan dari orang tua pada anaknya. Namun,

sekarang ini keturunan bukan merupakan penyebab utama penyakit asma,

faktor udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar

merupakan faktor utama penyebab dalam peningkatan serangan asma. Tidak

banyak yang menyadari bahwa alergi dan asma sebetulnya saling berkaitan

satu sama lain. Reaksi alergi membuat sistem imun melepaskan antibodi

bernama antihistamin yang beredar lewat aliran darah ke seluruh organ tubuh,

untuk memunculkan beragam gejala. Salah satunya adalah sesak napas khas

asma(Piji, 2017)

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur angka

kekambuhan pada anak dengan asma bronkial mengalami peningkatan dalm

12 bulan terakhir. Proporsi kekambuhan asma bronkial pada anak yaitu

64,4%. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 6% pada dewasa dan 10%

pada anak (Profil Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2018).

Ikatan antigen dan antibodi akan merangsang peningkatan

pengeluaran mediator kimiawi seperti histamin, neutrophil chemotactic slow


acting, epineprin, norepineprin, dan prostaglandin. Peningkatan mediator-

mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permeabilitas kapiler,

pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama bronkus).

Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian bronkus akan

menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontriksi) dan sesak nafas.

Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekresi mukus dan

meningkatkan pergerakan silia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk

dengan produksi mukus yang cukup banyak. Keadaan tersebut dapat

menimbulkan bersihan jalan nafas tidak efektif yang ditandai dengan dispnea,

perubahan frekuensi nafas, perubahan pola nafas, suara nafas tambahan,

sputum dalam jumlah yang berlebihan, (Larasati, 2018).

Asuhan Keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

asma bronkial adalah memulihkan kemampuan pernapasan, terutama pada

pasien asma dengan dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.

Memberikan posisi semi fowler, fisioterapi dada pada anak, kolaborasi

pemberian oksigen dan nebulizer. Pengobatan, renang dan senam asma

dilakuakan secara rutin oleh penderita asma dapat memulihkan kemampuan

pernafasan dengan cara melepaskan otot-otot pernafasan, mengendalikan

pernafasan bahkan meningkatkan kapasitas pernafasan. Kebutuhan cairan dan

nutrisi harus terpenuhi, mengontrol emosional serta menjaga lingkungan yang

bersih dan aman (Muttaqin, 2012)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk

mengetahui dan mempelajari lebih lanjut tentang penyakit gangguan system

pernapasan khususnya penyakit asma bronkial dalam sebuah Karya Tulis


Ilmiah (KTI) yang berjudul “Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Tidak

Efektif pada Anak dengan Asma Bronkial”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Penatalaksanaan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada Anak

dengan Asma Bronkial di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang?

1.3 Tujuan Studi Kasus

Menggambarkan asuhan keperawatan dengan penatalaksanaan bersihan

jalan napas tidak efektif pada anak dengan asma.

1.4 Manfaat Studi Kasus

Karya Tulis ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat

Membantu responden dalam meningkatkan pencegahan kekambuhan

dan komplikasi yang mungkin terjadi dan mempercepat dalam

proses pemulihan pada anak asma bronkial dengan masalah bersihan

jalan nafas tidak efektif.

2. Bagi Pengembang dan ilmu teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

dalam mempercepat proses pemulihan pada anak asma bronkial

dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.

3. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan

penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma pada Anak

2.1.1 Pengertian Asma

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran

napas yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di

dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang

pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin, 2017).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan (Amin & Hardi, 2016)

2.1.2 Klasifikasi

Menurut (Amin & Hardi, 2016) Asma dibedakan menjadi 2 jenis,

yakni :

1) Asma bronkial

Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap

rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan

bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat

mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba.

Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya

radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan

bagian bawah. Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos


saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan

pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.

2) Asma kardial

Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma

kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas

yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea.

Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

2.1.3 Etiologi Asma

a. Alergen

Alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar

anak dengan asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas

juga merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas

bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen yang sedikit

dansebaliknya jika hiper reaktivitas rendah diperlukan jumlah

antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan

asma.Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan

dengan bahan alergen berhubungan dengan umur. Bayidan anak

kecil sering berhubungan dengan sisi dari debu rumah, misalnya

tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang terdapat di

rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis allergen

pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi dan

anak kecil.

b. Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus

yang menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan

virus para influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya;

pertusis dan streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan

parasit seperti Askaris.

c. Iritan.

Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau

tajam dari cat, SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu

serangan asma. Iritasi hidung dan batuk sendiri dapat

menimbulkan refleks bronkokonstriksi.

d. Cuaca.

Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan

kelembaban udara berhubungan dengan percepatan dan

terjadinya serangan asma

e. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda

dapat memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang

berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di

bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.

f. Infeksi saluran nafas.

Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis

dapat memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika

dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

g. Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan

dan sangat kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak

mau mengakui persolan yang berhubungan dengan asma oleh

anak sendiri / keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan.

Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan

anak juga dapat memperberat serangan asma.

Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus

bersamaan misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering

disertai pencetus non allergen yang dapat mempercepat dan

memperburuk serangan. Faktor pencetus adalah alergen dan

infeksi; diduga infeksi virus memperkuat reaksi pencetus

alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi pada

seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas

atas kemudian berlari-lari pada udara dingin.

1.1.4 Manifestasi Klinis

Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut (Zullies, 2016),

tanda dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :

1. Stadium dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang

timbul

c. Wheezing belum ada

d. Belum ada kelainana bentuk thorak


e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE

f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :

a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

b. Wheezing

c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

d. Penurunan tekanan parial O2

2. Stadium lanjut/kronik

a. Batuk, ronchi

b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan

c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)

e. Thorak seperti barel chest

f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

g. Sianosis

h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %

i. Rongga paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan

dan kiri

j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik

Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop,

batuk produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti

tertekan, ekspirasi memanjang.

2.1.5 Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap

merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan

bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu

bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil ksantin saja.

Namun, para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian

digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit

inflamasi pada saluran pernafasan, yang ditandai dengan

bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap

rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat

penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran

udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal,

perubahan mekanis paru-paru, dan meningkatnya kesulitan bernafasan.

Selain itu juga dapat terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan.

Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan

faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik

atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang

disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-

anak yang memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim,

utikaria atau hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma yang

disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar mekanisme imunitas, dan

umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik,

di mana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang

dapat memicu terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan,

stress, dan olahraga.


Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit

inflamasi saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk

menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma ekstrinik

maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya

sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi

pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan

permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada

penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena

serangan asma , secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang

terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang

memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan

sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan

subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir di

sepanjang saluran napas, dan trakea samapi ujung bronkiolus. Juga

terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan

hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat saluran napas.

Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-

sel inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-

sel inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian

pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil,

sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah

histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin

yaitu : interleukin.
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari

meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya

rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian

akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang

merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor

kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan

bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil

bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinophil menuju tempat

terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016).

2.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma

terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penatalaksanaan Keperawatan

1) Manajemen Asma

a) Menghindari anak dari paparan alergen seperti debu,hawa

dingin dengan cara memberi proteksi seperti masker.

b) Mengenali tanda-tanda pada anak jika akan terjadi serangan

asma.

2) Manajemen jalan napas

3) Pemantauan pernafasan

Pantau tanda-tanda vital secara teratur terutama pernafasan meliputi

frekuensi,kedalaman,irama dan upaya pernafasan.

4) Pengaturan posisi
Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan

maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur di

tinggikan 45˚ kecuali ada kontraindikasi)

Penatalaksanaan Kolaboratif

1) Pemberian Oksigen

2) Pemberian obat bronkodilator seperti salbutamol dengan dosis rata-

rata yang dapat dipakai 0,1-0,2 mg/kg BB setiap kali pemberian

bronkodilator.

3) Pemberian antibiotik seperti ampisilin atau amoksilin peroral dengan

dosis rata-rata yang dapat dipakai 10-20 mg/Kg BB setiap kali

pemberian. Antibiotik ini berfungsi mencegah timbulnya penyakit

sekunder terutama pada bronkus. Penumpukan sekret yang berlebihan

atau gerakan silia yang berlebihan dapat membuat perlukaan pada

jaringan mukosa sehingga dapat menjadi mediator pertumbuhan

mikroorganisme. (Riyadi & Sukarmin, 2009)

4) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan

intravena, untuk mendapatkan konsentrasi yang dapat memenuhi

kebutuhan dapat di berikan secara bicanule maupun masker dengan

dosis rata-rata 3 liter/menit.

5) Pemberian Kortikosteroid untuk pengontrol jangka panjang.

Kortikosteroid oral dan intravena dapat digunakan pada keadaan

gawat darurat untuk mengontrol serangan asma atau di gunakan

sebagai jembatan untuk terapi inhalasi setelah serangan asma akut

berat. Cara yang paling di anjurkan adalah dnegan inhalasi karena


dengan cara ini obat akan sampai secara local kejaringan paru

yang diperlukan, mengurangi paparan sistemk dan mengurangi resiko

efek samping.

Penatalaksanaan dan perawatan dirumah

Perawatan pasien asma diberikan ketika pasien tidak mendapat

serangan asma. Jika pasien tidak sedang mendapat serangan asma,

perawatan di tunjukkan untuk mencegah timbulnya serangan asma

dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien.

Mencegah serangan asma dengan menghilangkan faktor pencetus

timbulnya serangan. Pendidikan kesehatan yang diberikan tersebut

mengenai :

1) Mencegah serangan asma dengan menghilangkan faktor-faktor

pencetus, misalnya debu rumah, bau-bau yang merangsang, hawa

dingin dan lainnya.

2) Keluarga harus mengenal tanda-tanda akan terjadi serangan asma.

3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila

dirasakan anak akan mengalami serangan asma. Apakah aerosol /

semprot, dan sebagainya serta mengetahui obat mana yangmasih

efektif bila naka mendapat serangan.

4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup

bergizi tetapi menghindari makanan yang mengandung cukup

alergen bagi anaknya.

Kapan anak harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak

boleh sampai habis. Lebih baik jika obat tinggal 1-2 kali pemakaian
anak sudah dibawa kontrol ke dokter. Atau jika anak batuk / pilek

walaupun belum terlihat sesak nafas harus segera dibawa dibawa

berobat (Larasati, 2018).

2.1.7 Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka

akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks,

yaitu toraks menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen

toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung

menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik

dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus

Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat

sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.

Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung

lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada infeksi akan

terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan

berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan

obat-obat yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong

dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan

dan kegagalan jantung (Anugraeni, 2019).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan Oksimetri Nadi : didapatkan saturasi oksigen dapat

turun drastis atau normal selama masa perburukan ringan. Gambaran


radiologi pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi

pada paru-paru yakni tadiolusen yang bertambah dan peleburan

rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi

bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai

berikut :

1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak dihilus akan

bertambah.

2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD) , maka gambaran

radiolusen akan semakin bertambah.

3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada

paru.

4) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran

radiolusen pada paru-paru.

b. Radiografi dada : Biasanya terjadi hiperinflasi.

c. Gambaran radiologi pada waktu serangan menunjukkan gambaran

hiperinflasi pada paru-paru yakni tadiolusen yang bertambah dan

peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Akan

tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah

sebagai berikut :

1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak

dihilus akan bertambah.

2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD) , maka gambaran

radiolusen akan semakin bertambah.


3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada

paru.

4) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran

radiolusen pada paru-paru.

d. Analisa Gas Darah : menunjukan retensi CO2 dan hipoksemia.

e. Uji fungsi paru (pulmonary function test, PFT) : dapat sangat berguna

dalam menentukan keparahan penyakit, tetapi tidak berguna selama

fase serangan akut. Anak berusia 5-6 tahun dapat mematuhi

penggunaan spirometri.

f. Peak ekspiratory flow rate (PEFR) : menurun selama perburukan

g. Uji alergi : uji kulit atau RAST dapat menentukan pemicu alergi

untuk anak yang asma (Marni, 2014)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Bersihan Jalan Nafas Tidak

Efektif

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

a. Biodata

Menurut (Larasati, 2018) pada pengkajian biodata,

identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, status,

golongan darah); dan identitas informan (inisial infoman,

hubungan keluarga, umur, alamat, pekerjaan). Selain itu

dapat mengkaji data keterangan klien masuk rumah sakit

(tanggal dan waktu masuk rumah sakit, ruangan rawat inap


klien, nomor register klien, diagnose medis, tanggal

dilakukannya pengkajian).

Biasanya pasien anak yang terserang asma adalah anak

usia 1-5 tahun. Kemudian anak laki-laki lebih cenderung

beresiko terserang asma dari pada anak perempuan. (Adefri,

2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahma bahwa

presentase penderita laki-laki yaitu 70% sedangkan

perempuan 30%. (Rahma, 2015)

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan asma

adalah Batuk, terutama dimalam hari : batuk

menggonggong yang pada awalnya kering, yang menjadi

batuk berdahak dengan sputum berbusa. Pernapasan sulit :

dispnea saat beraktivitas, napas pendek, nyeri dada atau

sesak, dan juga mengi (Kyle & Carman, 2014).

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Terdapat data yang menyatakan adanya faktor

predisposisi timbulnya penyakit ini, diantaranya riwayat

alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien dengan asma sering kali didapatkan penyakit

keturunan ataupun adanya riwayat alergi pada orang

tuanya.
4) Riwayat Penyakit Sekarang

5) Riwayat Penyakit Masa Lalu

a. Kaji adanya alergi yang diketahui.

b. Riwayat atopi (Asma, rinitis alergi, dermatitis atopik)

di dalam keluarga)

c. Respons musiman terhadap serbuk sari didalam

lingkungan.

6) Riwayat Tumbuh Kembang

7) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan

Pada pasien dengan asma orang tua biasanya

menganggap sebagai penyakit serius karena muncul

sesak nafas yang mengganggu aktifitas.

8) Pola metabolik nutrisi

Dapat muncul mual dan anoreksia sebagai dampak

penuranan oksigen jaringan gastrointestinal. Anak

biasanya mengeluh badannya lemah karena penurunan

asupan nutrisi, terjadi penurunan berat badan. Pada anak

yang mengalami asma pengkajian alergi terhadap

makanan perlu di tambahkan, karena alergi terhadap

suatu makanan juga dapat menimbulkan reaksi

hipersensitifitas.

9) Pola eliminasi

Anak dengan asma jarang terjadi gangguan eliminasi

baik buang besar maupun buang air kecil.


10) Pola tidur-istirahat

Data yang sering muncul adalah anak mengalami

kesulitan tidur karena sesak nafas. Penampilan anak

terlihat lemah,sering menguap, mata merah, anak juga

sering menangis pada malam hari karena

ketidaknyamanan tersebut.

11) Pola aktivitas-latihan

Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai

dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak

minta di gendong orang tuanya atau bedrest.

12) Pola kognitif- presepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah

disampaikan biasnaya sesaat akibat penuruan asupan

nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat di rawat anak

tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal yang baru

disampaikan.

13) Pola persepsi diri- konsep diri

Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang

bersahabat,tidak suka bermain, ketakutan terhadap orang

lain meningkat.

14) Pola peran- hubungan

Anak tampak malas jika di ajak bicara baik dengan

teman sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih


banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat

(orang tua).

2.2.2 Pemeriksaan fisik

a. Mata : konjungtiva pucat (anemia), konjungtiva sianosis

(hipoksemia), konungtiva terdapat pethecial (karena emboli lemak

atau endokarditis).

b. Kulit: sianosis perifer, sianosis secara umum, penurunan

turgor, edema, dan edema periorbital.

c. Jari dan Kuku

1) Sianosis

2) Clubbing finger

d. Mulut dan Bibir

1) Membran mukosa sianosis

2) Bernapas dengan mengerutkan bibir

e. Hidung : Pernapasan dengan cuping hidung

f. Vena Leher : Adanya distensi/bendungan

g. Dada

1) Inspeksi

Observasi penampilan umum dan warna kulit anak.

Selama perburukan ringan warna kulit anak dapat tetap

merah muda. Akan tetapi seiring perburukan kondisi, sianosis

dapat terjadi. Upaya pernapasan beragam, biasanya terdapat

retraksi ringan atau penggunaan otot bantu pernapasan dan

pada akhirnya gerakan kepala naik turun jika tidak ditangani


dengan efektif. Anak dapat tampak cemas dan ketakutan atau

dapat letargi dan iritabel. Terdengar jelas mengi pada anak.

Anak yang mengalami asma berat dapat memiliki dada tong

yang selalu menunjukkan sedikit peningkatan upaya

pernapasan. Frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas

antara lain : takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal

(Kyle & Carman, 2014).

2) Auskultasi dan Perkusi

Pengkajian menyeluruh terhadap semua lapang paru

sangat penting. Adanya suara napas tambahan mengi

(whezing) merupakan penenda utama obstruksi jalan napas

dapat beragam diseluruh paru. Dapat juga muncul serak.

Suara napas dapat hilang dibasal paru-paru atau seluruh

lapang paru. Dada yang tenang pada anak penderita asma

dapat menjadi tanda bahaya. Akibat obstruksi jalan napas

berat, gerakan udara dapat sangan buruk sehingga whezing

dapat tidak terdengar saat auskultasi. Pada pemeriksaan

perkusi didapatkan suara hiper- resonan (Kyle & Carman,

2014).

3) Palpasi
Biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan

berat tedapat / terjadi pulsus paradoksus).

h. Integuman

1) Warna : pucat sampai sianosis

2) Suhu

Pada hipertemi kulit teraba panas akan tetapi setelah

hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.

2.2.3 Masalah Keperawatan

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas

untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016).
2.2.4 Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan (Manajemen Jalan Napas


Tidak Efektif tindakan keperawatan 1.01011)
diharapkan bersihan Observasi
jalan napas tidak efektif 1 Monitor Pola Napas
meningkat dengan (Frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : usaha napas)
2 Monitor bunyi napas
 Batuk efektif tambahan (mengi,
meningkat wheezing, ronkhi
kering)
 Produksi sputum 3 Monitor Sputum
menurun (jumlah,warna, aroma)
 Mengi menurun Teraputik
4 Pertahankan kepatenan
 Wheezing jalan napas dengan
menurun head-tilt dan chin-lift
5 Posisikan semi fowler
 Dyspnea menurun atau fowler
6 Berikan minum hangat
 Ortopnea menurun 7 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Sianosis menurun
8 Lakukan penghisapan
 Gelisah menurun lendir kurang dari 15
detik
 Frekuensi nafas 9 Lakukan
membaik hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
 Pola nafas endotrakeal
membaik 10 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
(Tim Pokja SLKI forsep McGill
DPP PPNI, 2019) 11 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
12 Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
13 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
14 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik,
jika perlu.
2.2.5 Implementasi

Pelaksanaan keperawatan atau Implementasi merupakan tahap

keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan

dilaksanakan :melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah

ditemukan, pada tahap ini perawat siap membantu pasien atau orang

terdekat menerima stress situasi atau prognosis, mencegah komplikasi,

membantu program rehabilitas individu, memberikan informasi

tentang penyakit, prosedur, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2.2.6 Evaluasi

Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian

hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan

intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika

diperlukan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.

Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan

yaitu Proses Formatif dan hasil sumatif. Proses Formatif berfokus

pada aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan

tindakan keperawatan, evaluasi proses harus dilaksanakan segera

setelah perencanaan dilaksanakan dan terus menerus dilaksanakan

sampai tujuan tercapai. Hasil sumatif berfokus pada perubahan

prilaku/status kesehatan pasien pada akhir tindakanperawatan pasien,

tipe ini dilaksanakan pada akhir tindakan secara paripurna. Disusun

menggunakan SOAP dimana :


S : Subjektif (data berupa keluhan informan)

O : Objektif (data hasil pemeriksaan)

A : Analisis data (pembanding data dengan teori)

P : Perencanaan

2.3 Konsep Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

2.3.1 Definisi

Bersihan jalan napas tidak efekrif adalah ketidakmampuan membersihkan

secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap

paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

2.3.2 Penyebab / Etiologi

Fisiologis

1. Spasme jalan napas

2. Hipersekresi jalan napas

3. Disfungsi neuromuskuler

4. Benda asing dalam jalan napas

5. Adanya jalan napas buatan

6. Sekresi yang tertahan

7. Hyperplasia dinding jalan napas

8. Proses infeksi

9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

Lingkungan

1. Merokok aktif

2. Merokok pasif

3. Terpajan polutan

2.3.3 Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : (Tidak tersedia)

Objektif : - Batuk tidak efektif

- Tidak mampu batuk

- Sputum berlebih

- Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering

- Mekonium di jalan napas (pada neonates)

Gejala dan tanda minor

Subjektif : - Dispnea

- Sulit bicara

- Orthopnea

Objektif : - Gelisah

- Sianosis

- Bunyi napas menurun

- Frekuensi napas berubah

- Pola napas berubah.

2.3.4 Kondisi Klinis Terkait

1. Gullian Barre Syndrome


2. Sklerosis multiple

3. Myasthenia gravis

4.Prosedur diagnostic (mis. Bronkoskopi, transesophageal

echocardiography (TEE) )

5. Depresi system saraf pusat

6. Cedera Kepala

7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Sindrom aspirasi meconium

10. Infeksi saluran napas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian yang digunakan pada penilitian ini adalah dengan

menggunakan metode studi kasus yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi . Studi kasus ini

adalah studi untuk mengeskplorasikan masalah Asuhan Keperawatan

Anaka dengan asma dengan masalah keperawatan bersihan Jalan napas

tidak efektif. Dalam observasi minimal 3 hari.

3.2 Subyek Studi Kasus

3.2.1 Subyek penelitian ini adalah dua anak yang mengalami asma

bronkial.

3.2.2 Pasien usia balita dengan asma bronkial

3.2.3 Pasien yang mengalami asma bronkial tanpa komplikasi

3.2.4 Pasien yang mengalami asma karena alergen


3.2.5 Dengan masalah keperawatan yang sama yaitu bersihn jalan napas

tidak efektif

3.3 Fokus Studi

Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan

titik acuan studi kasus yaitu:

3.3.1 Kebutuhan oksigenasi pada anak dengan asma bronkial

3.3.2 Penerapan penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Prosedur penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif adalah

penatalaksanaan keperawatan dengan cara pengaturan posisi,

pemantauan pernapasan, menghindarkan anak dari paparan allergen.

Penatalaksaan kolaboratif dengan cara pemberian oksigen,

pemberian obat bronkodilator, pemberian antibiotic pada anak sesuai

dosis (Larasati, 2018).

3.4.2 Pasien asma adalah pasien yang mengalami keadaan dimana saluran

nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap

rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan (Amin & Hardi,

2016).

3.4.3 Asuhan keperawatan

3.5 Tempat dan waktu

Penelitian studi kasus ini akan dilakukan di puskesmas Cukir

Kabupaten Jombang. Penelitian akan dilakukan pada bulan April 2020 di

Puskesmas Cukir. Studi kasus ini dilakukan sejak pasien pertama kali

MRS sampai pulang atau pasien yang rawat inap minimal 3 hari. Jika
sebelum 3 hari pasien sudah pualng atau meninggal, maka perlu

mengganti pasien lain yang sejenis.

3.6 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dari studi kasus ini dalam tahapan sebagai

berikut :

3.6.1. Peneliti mengajukan surat rekomendasi peneliti kepada institusi

STIKES PEMKAB JOMBANG.

3.6.2. Menyerahkan surat rekomendasi peneliti kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang.

3.6.3. Menyerahkan surat rekomendasi kepada kepala Puskesmas Cukir.

3.6.4. Setelah diberikan ijin melaksanakan penelitian studi kasus maka

peneliti mencari dua pasien yang susai dengan peneliti yaitu dua

anak dengan diagnosa asma bronkial dengan masalah keperawatan

bersihan jalan napas tidak efektif di Wilayah Kerja Puskesmas

Cukir.

3.6.5. Menjelaskan kepada calon responden tentang etik penelitian studi

kasus pada asuhan keperawatan asma bronkial terdiri dari

nonmaleficience, benefiecence, autonomy, anonymity, justice,

confidentiality dan bila bersedia menjadi responden dipersilahkan

untuk menandatangani Infoment Consent.

3.6.6. Peneliti melakukan wawancara pada keluarga pasien karena pasien

masih balita.

3.6.7. Observasi dan pendekatan fisik dengan pendekatan IPPA (inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada klien dengan prinsip head to toe,


kemudian hasil observasi dan pemeriksaan fisik ditulis dibuku

catatan kemudian disalin diformat pengkajian.

3.6.8. Studi dokumentasi dan angket (hasil pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan).

3.7 Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan

maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan

mengaburkan identitas klien.

3.8 Etika studi kasus

Dalam melakukan penelitian ini mendapat rekomendasi dari

Program Studi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PEMKAB Jombang dan permintaan izin Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang, dan Puskesmas Cukir Jombang. setelah mendapat persetujuan

barulah melakukan penelitian dengan masalah etika, meliputi :

3.8.1. Nonmaleficience

Peneliti berkewajiban untuk menyakinkan bahwa kegiatan

penelitian yang dilakukan tidak menimbulkan suatu resiko

bahaya, baik bahaya secara fisik maupun bahaya secara

psikologis (Afiyatin & Rachmawati, 2014). Penelitian ini

diyakini tidak menimbulkan bahaya bagi partisipan, karena

metode yang dilakukan adalah wawancara. Selama proses


wawancara tidak terjadi hal-hal yang dapat membahayakan bagi

partisipan dan sebelum dilakukan wawancara, peneliti

memberikan informasi bahwa jika dalam kegiatan penelitian

yang dilakukan menyebabkan ketidaknyamanan partisipan,

maka partisipan memiliki hak untuk tidak melanjutkannya.

Namun, jika ha tersebut tidak terjadi, maka wawancara akan

diteruskan.

3.8.2. Beneficence

Prinsip ini mewajibkan peneliti untuk meminimalkan resiko

dan memaksimalkan manfaat, yang mana penelitian terhadap

manusia diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

kepentingan manusia baik secara individual maupun masyarakat

secara keseluruhan (Settiawan & Saryono, 2011). Penilitian ini

akan memberikan informasi bagaimana keluarga menanggapi

kejadian asma bronlial pada anak yang mana hasilnya dapat

memberikan informasi kepada pemberi layanan kesehatan untuk

memberikan penyuluhan tentang kegawatdaruratan asma

sehingga, pasien dan keluarga pasien dapat melakukan

penatalaksanaan awal di rumah.

3.8.3. Autonomy

Partisipan memiliki hak untuk menentukan keputusannya

berpartisipasi dalam kegiatan pnelitian setelah diberikan

penjelasan oleh peneliti dan memahami bentuk partisipasinya

dalam penlitian (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini


dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari partisipan yang

mana sebelum dilakukan kegiatan wawancara partisipan

diberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan proses

penelitian yang akan dilakukan. Penelitian akan dihentikan

ketika partisipan memutuskan untuk tidak melanjutkan

keikutsertaanya dalam penelitian.

3.8.4. Anonymity

Kerahasiaan partisipan dilakukan dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penlitian yang akan disajikan (Hidayat, 2014).

Peniliti menjaga kerahasiaan dengan memberikan kode peserta

mengenai identitasnya, Penulisan transkip data akan diberikan

inisial P1, P2, P3 dan seterusnya.

3.8.5. Justice

Prinsip memberikan keadilan dan kesetaraan dalam

penelitian, dengan menghargai hak-hak dalam membikan

perawatan secara adil, dan hak untuk menjaga privasi partisipan

(Setiwan & Saryono, 2011). Setiap partisipan sebelum

dilakukan kegiatan penelitian diberikan penjelasan mengenai

tujuan, manfaat, dan proses penlitian yang akan dilakukan.

Peneliti menghormati dan menghargai partisipan apa adanya

tanpa membedakan latar belakang budaya maupun ekonomi.

3.8.6. Veracity
Kejujuran merupakan suatu dasar penelitian yang harus

dimiliki peneliti untuk kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga

ilmu pengetahuan tersebut dapat diterima dan tidak diraguka

validasinya. Peneliti dalam penelitian ini melakukan penelitian

dengan partisipan di Kabupaten Jombang dan menuliskan hasil

penelitian berdasarkan temuan yang ada dan disusun secara

sistematis.

3.8.7. Confidentiality

Prinsip memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik inforasi maupun masalah-masalah (Hidayat, 2014). Peneliti

menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa

lembar persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasil rekaman

dan transkip wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa

diakses oleh peneliti.

3.8.8. Inform Consent

Inform Consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan partisipan penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

tujuan agar partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian

dan mengetahui dampaknya ( Hidayat, 2014). Setelah partisipan

bersedia, maka diminta untuk menandatangani inform consent.

Setelah inform consent ditandatangani peneliti memiliki

tanggungjawab.

3.8.9. Bujukan / Inducement


Bujukan / Inducement merupakan penjelasan tentang

insentif bagi subjek penelitian, dapat berupa material seperti

uang, hadiah, layanan gratis jika diperlukan, atau lainnya,

berupa non material: uraian mengenai kompensasi atau

penggantian yang akan diberikan (dalam hal waktu, perjalanan,

hari-hari yang hilang dari pekerjaan,dll). Insentif pada penelitian

yang berisiko luka fisisk, atau lebih berat, termasuk pemberian

pengobatan bebas biaya termasuk asuransi, bahkan kompensasi

jika terjadi disabilitas, bahkan kematian, (KEPPKN, 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Amin, & Hardi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan

Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Jilid 1 (ke-1). Media

Action.

Anugraeni, P. (2019). Asma Bronchial Di Ruang Kenanga.

Kyle, T., & Carman, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (2nd ed.). EGC.

Larasati, P. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A dan An.N DENGAN

ASMA BRONKIAL DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG

BOUGENVILLE RSUD dr.HARYOTO TAHUN 2018.

Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan.

Gosyen Publising.

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. In salemba medika.

Piji, A. (2017). ASUHAN KEPERWATAN PADA PASIEN ASMA BRONCHIAL

DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG


CEMPAKA RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN. 4(1), 9–15.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(ke-1). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(ke-1). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(ke-1). DPP PPNI.

Zullies. (2016). Penatalaksanaan terapi penyakit sistem pernafasan. Bursa Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai