Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST SECTIO CAESAREA

DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

DHEA PRATIWI AGUSTINI

171902008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2020

1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST SECTIO CAESAREA
DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

DHEA PRATIWI AGUSTINI

171902008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2020

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindakan SC (Sectio Caesaera) akan memutuskan kontiunitas jalan

atau persambungan jaringan karena insisi yang akan mengeluarkan

reseptor nyeri terutama setelah efek anastesi habis kemudian akan

mengalami hambatan mobilitas fisik. (Des dan Berlian,2018) dalam

(Sholihah, 2019) . Tindakan operasi section caesaera menyebabkan nyeri

dan mengakibatkan terjadinya perubahan kontiunitas jaringan karena

pembedahan. Nyeri paska pembedahan sering dialami oleh post section

caesaera. Nyeri ini timbul setelah pasien pasien dasar dari pengaruh

anastesi. Nyeri ini terjadi lebih dari satu hari paska pembedahan ,normal

nyeri post operasi hilang lebih 6 jam( Rini dan Susanti,2018 ). Sectio

Caesarea sering menimbulkan ketidak mandirian dari pasien itu sendiri.

Karena sakit yang ditimbulkan oleh operasi,pasien merasa lemah dan

kurang aktifitas. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang itu

kurang mandiri disebabkan kerena salah satunya adalah rasa nyeri akibat

tindakan sectio caesarea, karena adanya rasa sakit/nyeri dapat menjadi

alasan untuk bergerak lebih lambat (Vandri,2019).

Dampak dari nyeri akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi

fisik kemudian mengalami kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik

yang mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan

3
diri secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri, dengan

adanya kejadian seperti ini harus ada upaya untuk mengatasi deficit

perawatan diri,supaya pasien terpenuhi kebutuhan dasarnya, Salah satu

kebutuhan dasar itu adalah perawatan diri, Hal ini sangat penting untuk

meningkatkan kebersihan kebutuhan dasar utama yang dapat

mempengaruhi status kesehatan dan kondisi psikologis secara umum (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI,2016).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, angka ibu melahirkan di Indonesia

mencapai 79% dengan proporsi 15% di Rumah Sakit pemerintah dan 18%

di Rumah Sakit swasta (Kementerian Kesehatan, 2018). Berdasarkan hasil

Riskesdas 2018 menyatakan terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui

operasi. Provinsi tertinggi dengan persalinan melalui Sectio Caesarea

adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau (24,7%), dan Sumatera

Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018). Provinsi Jawa Timur berjumlah 3.401

operasi dari 170.000 persalinan, sekitar 20% dari seluruh persalinan

(Dinkes Provinsi Jawa timur, 2012).

Persalinan Sectio Caesarea memiliki resiko lima kali lebih besar terjadi

komplikasi dibanding persalinan normal. Penyebab atau masalah yang

paling banyak mempengaruhi adalah pengeluaran darah atau perdarahan

dan infeksi yang dialami ibu. Adapun penyebab dari perdarahan karena

dilakukannya tindakan pembedahan, jika cabang Arteria Uterine ikut

terbuka dapat terjadi Atonia Uteri. Infeksi pada ibu Post Op Sectio

Caesarea dapat dilihat dengan tanda lochea yang keluar banyak seperti

4
nanah dan berbau busuk, uterus lebih besar dan lembek dari seharusnya

dan fundus masih tinggi (Ramandanty, 2019).

Sectio caesarea tindakan persalinan atau pembedahan melalui insisi

pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin.

Indikasi medis dilakukannya operasi Sectio Caesarea ada dua faktor yang

mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor janin meliputi

sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman gawat

janin, janin abnormal, faktor plasenta,kelainan tali pusat dan bayi kembar.

Sedangkan faktor ibu terdiri dari usia, jumlah anak yang dilahirkan,

keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban

pecah dini (KPD), dan pre eklamsia (Hutabalian,2011) dalam (Sagita,

2019).

Selain itu dampak yang dapat ditimbulkan pada pasien Sectio Caesarea

membuat pasien mengalami gangguan mobilitasi fisik sehingga pasien

tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri sehingga

timbul masalah deficit perawatan diri. Dampaknya jika pasien mengalami

deficit perawatan diri akan menyebabkan meningkatnya terkena resiko

infeksi,gangguan integritas kulit,bau mulut,gigi kotor,dan penampilan

pasien tidak rapi (Abdul & Sjahranie, 2019).

Penatalaksanaan defisit perawatan diri yang dapat diberikan pada ibu

yang mengalami Defisit Perawatan Diri adalah memberikan bantuan

sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan diri, meletakkan

perlengkapan mandi disamping klien, bantu klien dalam memilih dan

5
mengancingkan pakaian, bantu pasien memilih pakaian yang mudah

dipakai dan dilepas, dukung kemandirian dalam berpakaian/berhias,

Sediakan makanan dalam porsi kecil setiap kali makan, fasilitasi hygiene

eliminasi setelah eliminasi, ganti pakaian setelah eliminasi, ganti pakaian

pasien setelah eliminasi (Wilkinson, 2016).

Berdasarkan paparan tentang Post Sectio Caesarea (SC) diatas, maka

penulis mengambil sebuah laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada

Ibu Post SC dengan masalah keperawatan deficit perawatan diri di Ruang

Melati Di RSUD Jombang.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien post SC dengan

masalah deficit perawatan diri diruang Paviliun Melati RSUD Jombang ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif sesuai dengan standar pelayanan keperawatan pada

pasien post SC dengan deficit perawatan diri menggunakan

pendekatan keperawatan dan didokumentasikan dalam bentuk

asuhan keperawatan.

6
1.4 Manfaat

1.5.1. Manfaat Teoritis

Hasil studi kasus ini untuk pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam asuhan keperawatan pada pasien

post Sectio Caesarea dengan deficit perawatan diri.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti

Dapat mempraktekkan teori yang dapat secara langsung di

lapangan dalam memberiakn asuhan keperwatan pada ibu post

SC dengan deficit perawatan diri.

2. Bagi lahan (Rumah Sakit)

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat

mempertahankan maupun untuk meningkatan mutu

pelayanan,terutama dalam memberikan asuhan keperawatan

secara komprehensif pada pasien post SC dengan deficit

perawatan diri.

3. Bagi institusi

Sebagai bahan ajar dalam materi perkuliahan,secara refensi

bagi mahasiswa dalam memahami asuhan keperawatan pada

pasien post SC secara komprehensif.

4. Bagi klien

7
Klien dapat mendapatkan asuhan keperawatan yang

sesuai dengan standar asuhan keperawatan

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri

2.1.1.1 Defisini Perawatan Diri


Adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan

aktivitas perawatan diri.

2.1.1.2 Penyebab
1. Gangguan musculoskeletal

2. Gangguan neuromuskuler

3. Kelemahan

4. Gangguan psikologis dan/atau psikotik

5. Penurunan motivasi/minat

2.1.1.3 Gelaja dan Tanda


Tanda dan Gejala Mayor

1. Subjektif

a. Menolak melakukan perawatan diri

2. Objektif

a. Tidak mampu mandi/mengenakan

pakaian/makan/ketoilet/berhias secara mandiri

b. Minat melakukan perawatan diri kurang

Tanda dan Gejala minor

9
1. Subjektif

a. Tidak ditemukan adanya gejala masalah kesehatan

atau penyakit yang tidak terduga

2. Objektif

a. Tidak ditemukan adanya gejala masalah kesehatan

atau penyakit yang tidak terduga

2.1.1.4 Kondisi Klinis Terkait


1) Stoke

2) Cedera medulla spinalis

3) Depresi

4) Arthritis rheumatoid

5) Retardasi mental

6) Delirium

7) Demensia

8) Gangguan amnestic

9) Skizofrenia dan gangguan psikotik lain

10) Fungsi penilaian terganggu

2.1.1.5 Keterangan
Diagnosa ini dispesifikkan menjadi salah satu atau lebih

dari:

1. Mandi

2. Berpakaian

3. Makan

4. Toileting

10
5. Berhias (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016).

2.1.2 Asuhan Keperawatan Pada Ibu Sectio Caesarea

2.1.2.1 Pengkajian Keperawatan


1) Identitas

Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis

kelamin, alamat, agama, pekerjaan, tanggal masuk, alasan

masuk, nomor rekam medik, keluarga yang dapat dihubungi

2) Riwayat pasien

1. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien Post Sectio caesarea adalah

biasanya merasakan nyeri didaerah abdomen. Nyeri

dirasakan seperti diiris-iris atau ditusuk-tusuk,nyeri bias

bertambah atau berkurang, skala nyeri dirasakan bias

berbeda-beda tergantung respon indivisdu masing-masing.

Akibat dari rasa nyeri tersebut biasanya pasien Post Sectio

Caesarea merasakan ketidakmampuan merawat diri. Ibu

melahirkan dengan Sectio Caesarea membutuhkan waktu

yang lebih lama untuk menggembalikan organ-organ tubuh

kembali seperti sebelum hamil, yaitu sekitar 4-6 minggu.

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan Sectio

Caesarea terjadi akbit ketihan pasca operasi sehingga

kemampuan utuk melakukan aktivitas perwaatan diri

menurun, dibuktikan dengan badan kotor dan bau akibat

keringat berlebih selama persalinan, tanpa

11
mempertimbangkan apakah kebersihan tubuh ia anggap

kebutuhan atau tidak, karena ia lebih terfokus terhadap rasa

nyeri setelah melahirkan (Sulistyawati & Nugraheny,

2016).

2. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan

yang keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di

ikuti tanda-tanda persalinan.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya,

panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi

penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit

sekarang.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung,

HT, TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin

penyakit tersebut diturunkan kepada klien (Sagita, 2019).

4) Riwayat pernikahan

a.Usia nikah pertama kali

b. Status pernikahan sah atau tidak

c.Lama pernikahan

d. Perkawinan sekarang adalah suami ke berapa

(Siwi walyani dan Purwoastuti,2015).

12
5) Riwayat Mentruasi

Riwayat menstruasi Data ini digunakan untuk

memperoleh gambaran tentang keadaan dasar dari organ

reproduksi. Beberapa data yang harus dikaji antara lain :

(1) Menarche adalah usia pertama kali mengalami

menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12-

16 tahun. Menurut Pratiwi, (2017) dalam (Afrillia, 2018)

bahwa menstruasi pertama kali/(disebut menarke) yang

paling sering terjadi pada usia 11 tahun, tetapi bisa juga

terjadi pada usia 8 tahun atau 16 tahun. (2) Siklus adalah

jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi

berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23-32

hari. (3) Volume adalah banyak darah menstruasi yang

dikeluarkan. Sebagai acuan digunakan criteria banyak,

sedang, dan sedikit. (4) Keluhan adalah beberapa wanita

menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika mengalami

menstruasi misalnya sakit yang sangat, penting sampai

pingsan, atau jumlah darah yang banyak (5) HPHT (haid

pertama haid terakhir) adalah untuk mengetahui perkiraan

tanggal persalinan serta memudahkan tenaga kesehatan

untuk menentukan intervensi (Sulistyawati,2013) dalam

(Afrillia, 2018).

6) Riwayat Kehamilan

13
Biasanya dikaji kapan HPHT, hamil anak ke berapa,

taksiran persalinan dan jenis persalinan.

7) Riwayat Persalinan

Biasanya dikaji jumlah cairan darah yang keluar saat

proses persalinan, janis pesalinan, persalinan ke berapa,

jenis kelamin bayi dan BB/ PB bayi.

8) Riwayat Kontrasepsi

Biasanya dikaji riwayat kontrasepsi apa yang pernah

digunakan klien dan apa rencana kontrasepi yang akan

digunakan klien.

3) Pengkajian Pola Gordon

1. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang post

operasi section caesarea, dan cara pencegahan, penanganan,

dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan

tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan

dirinya.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk

mengkonsumsi makanan ringan dan setelah benar-benar

pulih dari efek analgesia, anesthesia, dan keletihan,

kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk

memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa

14
dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering-sering

ditemukan

3. Pola aktifitas

Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap,

hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa

post partum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan

adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen

sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi

bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu

sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam

pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan

seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi

dapat terjadi pula penurunan kekuatan ototyang disebabkan

oleh peregangan otot.

4. Pola eleminasi

Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih

dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus,

sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan

dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan

sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan

dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien

perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang

keluar, jumlahnya dan baunya.

5. Istirahat dan tidur

15
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat

dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada

luka post SC.

6. Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien

dengan keluarga dan orang lain. Dan juga biasanya pola

hubungan komunikasi, dan peran ibu dalam merawat

bayinya seperti memandikan,mengendong dan menyusui,

perawatan payudara.

7. Pola penagulangan sters

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.

Biasanya stess pada ibu setelah post operasi adalah gelisah

dan tidak bisa tidur lelap di karenakan bayi menangis di

tengah malam dan nyeri di bagian luka insisi pada abdomen

tersebut.

8. Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada akibat luka

janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola

kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya

pengetahuan merawat bayinya.

9. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan

kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak

16
psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain

dan body image dan ideal diri.

10. Pola reproduksi dan social

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan

dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual

yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan

dan nifas ( Sulistiyawati, 2015).

11. Pola keyakinan dan spiritual

Pasien yang menganut agama islam selama

keluar darah nifas atau masa nifas tidak

diperbolehkan melaksanakan ibadah (Abdul &

Sjahranie, 2019).

4) Pemeriksaan fisik

1. Kesadaran

Perawat dapat melakukan pengkajian derajat

kesadaran klien dari keadaan composmentis (kesadaran

maksimal) sampai dengan coma (klien tidak dalam

keadaan sadar).

2. Tanda –tanda Vital

a. Tekanan Darah

Tekanan darah Untuk mengetahui apakah klien

mengalami hipertensi. Batas normal darah adalah (100/70-

140/90) mmHg. Menurut Nasriati (2016) dalam (Afrillia,

17
2018), Respon fisiologis yang berpengaruh akibat nyeri

diantaranya adalah peningkatan tekanan darah.

b. Nadi

Mengetahui denyut nadi klien sehabis operasi, denyut

nadi akan lebih cepat. Batas normal denyut nadi pada ibu

nifas post sectio caesaria adalah 60- 100x/menit. Menurut

Nasriati (2016) dalam (Afrillia, 2018), Respon fisiologis

yang berpengaruh akibat nyeri adalah takikardi.

c. Suhu

Untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan

atau tidak, jika terjadi kenaikan suhu diatas 370 Celsius,

kemungkinan terjadi infeksi. Batas normal suhu

(36,537)0Celsius.

d. Respirasi

Mengetahui frekuensi pernafasan klien setelah operasi.

Normal respirasi 16-24x/menit

3. Pemeriksaan Head to toe

1) Kepala

a. Rambut

Bagaimana kebersihan rambut klien apakah bersih,

berminyak, atau berketombe. Biasanya pada pasien post

SC keadaan rambut kurang bersih atau berminyak, karna

pasien post SC tidak dianjurkan untuk mandi terlebih

18
dahulu yang tujuannya untuk menghindari terjadinya luka

basah (infeksi) pada luka post SC pada klien.

b. Mata

Biasanya mata tampak simetris kanan kiri, konjungtiva

tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dan fungsi

penglihatan baik. Kecuali pada klien yang terjadi

penurunan kesedaran, maka pasti akan ditemukan hasil

pemeriksaan yang abnormal pada mata klien.

c. Hidung

Biasanya hidung tampak simetris, bersih atau tidak

ada cairan berupa sekret, tidak ada pembengkakan,

tidakditemukan adanya lesi, tidak ada polip dan fungsi

penciuman baik.

d. Mulut dan Gigi

Mulut klien tampak simetris/ tidak, mukosa mulut

lembab/kering dan apakah gigi tampak lengkap, bersih

atau terkadang ditemukan ada karies/ tidak.

e. Telinga

Biasanya telinga tampak simetris kanan kiri, tidak ada

serumen, tidak ada oedema, tidak ada lesi dan fungsi

pendengaran baik, kecuali pada klien yang mengalami

gangguan pendengaran akan ditemukan hasil pemeriksaan

yang abnormal.

2) Leher

19
Biasanya leher tampak tidak ada oedema atau tidak, ada

lesi atau tidak dan apakah ada ditemukan getah bening,

kelenjer tyroid saat dilakukan palpasi dileher klien.

3) Thorak

1. Payudara

Saat nifas biasanya payudara tampak simetris kiri

kanan (kecuali ada kelainan), aerola akan bewarna hitam

kecoklatan (Hiperpigmentasi), produksi ASI biasanya

akan banyak pada 2 kali 24 jam atau hari kedua setelah

kelahiran bayi melainkan saat bayi lahir hanya ASI pekat

atau kolostrum dapat keluar dengan cara memijat

payudara, dan saat ASI sudah banyak payudara akan

terasa padat, putting akan menonjol di kedua payudara

namun biasanya juga ditemukan klien yang putting

payudaranya tidak menonjol/ datar, namun hal tersebut

bias diatasi dengan (Tahan payudara pada tepi bagian

aerola dengan ibu jari atau telunjuk, lalu tekan sekitar 1

inci di belakang putting atau juga bisa dengan cara tekan

bagian kulit yang bewarna hitam pada payudara sebelum

memasukkan puting ke mulut bayi).

2. Paru-paru

a. Inspeksi : Pergerakan paru kanan kiri sama

20
b. Palpasi : Tidak ada rasa sakit saat ditekan dan

pembengkakkan

c. Perkusi : Sonor/redup

d. Auskultasi : Suara nafas Vesikuler/ronkhi/wheezing

3. Jantung

a. Inspeksi : Ictus cordis terlihat/tidak

b. Palpasi : Ictus cordis teraba/tidak

c. Perkusi : Suara jantung redup

d. Auskultasi : Bunyi jantung lup dup

4) Abdomen

a. Inspeksi : Warna kulit abdomen tampak kecoklatan,

di abdomen tampak luka post SC berbentuk

horizontal atau vertical dengan diameter ± 10 cm

dan biasanya ada striae gravidarum ( garis-garis

yang terlihat di kulit perut).

b. Auskultasi : Biasanya bising usus akan kembali

normal 24 jam setelah post SC, karena sebelum

dilakukan SC klien dipuasakan

c. Perkusi : Tympani/hipertympani

d. Palpasi : Nyeri pada luka operasi,TFU turun 1-2 jari

tiap 24 jam,abdominalis kembali normal 6-8

minggu post partum 7-12 cm,konsistensi uterus

keras atau lunak/lembek.

5) Genetalia

21
Biasanya genetalia klien tampak ada keluar lochea dan

biasanya klien ditemukan terpasang kateter yang tujuannya

untuk melihat atau memantau warna dan jumlah cairan urine

yang keluar, dan kateter akan dilepas 24 jam post partum atau

saat klien tidak lagi terpasang infus dan sudah bisa BAK secara

spontan.

6) Ekstremitas

a. Ekstremitas Atas

Biasanya ekstremitas atas klien tampak tidak ada

pembengkakan, tidak ada luka, tidak ada kelemahan

( Kecuali pada klien yang ada kelainan akan ditemukan

pemeriksaan yang abnormal) biasanya klien terpasang

infus yang tujuannya untuk mengganti cairan yang hilang,

memasukkan obat obatan, memasukkan zat makanan

dalam bentuk cairan glukosa dan elektrolit, namun setelah

alat pencernaan pulih semua atau tidak ada gangguan

tambahan infus akan dibuka dalam waktu 24 jam.

b. Ekstremitas Bawah

Ekstremitas bawah klien tampak ada pembekakan/tidak,

ada luka/tidak, terdapat nyeri tekan/tidak, ( Rahmi,

2019).

2.1.2.2 Diagnosa keperawatan


1. Deficit perawatan diri

2. Nyeri akut

22
3. Konstipasi

4. Intoleransi aktivitas

5. Gangguan mobilitas fisik

6. Gangguan pola tidur

7. Resiko infeksi

2.1.2.3 Intervensi

Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan
Deficit perawatan diri Tujuan : setelah dilakukan (Dukungan
tidakan keperawatan Perawatan Diri )
diharapkan deficit
perawatan diri meningkat 1) Observasi
dengan Kriteria Hasil : 1. Identifikasi
1. Kemampuan mandi kebiasaan
meningkat aktivitas
2. Kemampuan perawatan diri
mengenakan pakian sesuai usia
meningkat 2. Monitor
3. Kemampuan makan tingkat
meningkat kemandirian
4. Kemampuan ke 3. Indentifikasi
toilet BAB/BAK kebutuhan alat
meningkat bantu
5. Verbalisasi kebersuhan
keinginan diri,
melakukan berpakaian,
perawatan diri berhias, dan
meningkat makan
6. Minat melakukan 2) Terapeutik
perawatan diri 1. Sediakan
meningkat lingkungan
7. Mempertahankan yang
kebersihan diri terapeutik
meningkat (mis. Suasana
8. Mempertahankan hangat, rileks,
kebersihan mulut privasi)
meningkat 2. Siapkan
keperluan
pribadi (mis.
Parfum, sikat

23
gigi, dan
sabun mandi)
3. Dampingi
dalam
melakukan
perawatan diri
sampai
mandiri
4. Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan
ketergantunga
n
5. Fasilitasi
kemandirian,
bantu jika
tidak mampu
melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri
3) Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara
konsisten
sesuai
kemampuan

2.1.2.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan atau Implementasi

merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana

rencana keperawatan dilaksanakan :melaksanakan

intervensi/ aktivitas yang telah ditemukan, pada tahap ini

24
perawat siap membantu pasien atau orang terdekat

menerima stress situasi atau prognosis, mencegah

komplikasi, membantu program rehabilitas individu,

memberikan informasi tentang penyakit, prosedur,

prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2.1.2.5 Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap

pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien

terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian

mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Evaluasi

merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Ada 2

komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan

keperawatan yaitu Proses Formatif dan hasil sumatif.

Proses Formatif berfokus pada aktivitas dari proses

keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan

keperawatan, evaluasi proses harus dilaksanakan segera

setelah perencanaan dilaksanakan dan terus menerus

dilaksanakan sampai tujuan tercapai. Hasil sumatif

berfokus pada perubahan prilaku/status kesehatan pasien

pada akhir tindakanperawatan pasien, tipe ini dilaksanakan

pada akhir tindakan secara paripurna. Disusun

menggunakan SOAP dimana :

S : Subjektif (data berupa keluhan informan)

O : Objektif (data hasil pemeriksaan)

25
A : Analisis data (pembanding data dengan teori)

P : Perencanaan (Abdul & Sjahranie, 2019).

2.1.3 Konsep Teori Sectio Caesarea

2.1.3.1 Pengertian Sectio Caesarea


Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan

janin dengan membuka dinding rahim melalui sayatan pada

dinding perut. Sebenarnya melahirkan bayi dengan sectio caesarea

ditujukan untuk indikasi medis tertentu, yang terbagi atas indikasi

untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Semua indikasi itu berdasarkan

kondisi medis dari ibu dan bayi yang memerlukan tindakan

melahirkan secara cesar (Indiarti, 2015).

2.1.3.2 Etiologi
1. Janin sungsang. Ada 3 jenis janin sungsang, yaitu : sungsang

sebagian, sungsang sepenuhnya dan sungsang kaki. Sungsang

sebagian adalah yang paling sering terjadi. Kaki bayi terlipat lurus

keatas sejajar tubuhnya, sehingga dapat menyentuh wajahnya atau

melipat dibawah dagunya. Bayi memasuki saluran kelahiran dalam

posisi terlipat seperti bokong duluan yang keluar. Sungsang

sepenuhnya adalah kaki bayi terlipat disamping bokong. Seakan

posisi bayi jongkok dengan bokong di atas mulut rahi, lutut terangkat

keperut. Sedangkan Sungsang kaki adalah satu kaki memanjang

kebawah sehingga kaki lahir sebelum pantat

26
2. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion). CPD adalah ukuran lingkar

panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal.

3. PEB (re-Eklamsi Berat). PEB merupakan suatu penyakit yang

langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya belum jelas.

4. KPD (Ketuban Pecah Dini). Ketuban pecah dini adalah pecahnya

ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam

belum terjadi inpartu. Sebagian besar KPD adalah hamil aterm

diatas 37 minggu.

5. Bayi embar. Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara

caesar. Hal ini karena kelahiran bayi kembar memiliki resiko terjadi

komplikasi yang lebih tinggi dari pada kelahiran bayi satu. Selain itu

bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak

melintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

6. Faktor hambatan jalan lahir. Adanya gangguan pada jalan lahir,

misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,

adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek

dan ibu sulit bernapas (Indiarti, 2015) dalam (Metasari, 2019).

2.1.3.3 Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan

yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan,

misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,

ruptur uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-

eklamsia dan malpresentasi janin. Kondisi ini menyebabkan perlu

27
adanya satu tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea. Dalam

proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami kelemahan dan sulit

menggerakkan ekstremitas sehingga menimbulkan masalah

intoleransi aktivitas. Akibat dari intoleransi aktivitas akan terjadi

kelemahan pada abdomen sehingga menyebabkan motilitas cerna

mengalami penurunan yang menyebabkan konstipasi. Adanya

kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan

pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien

secara mandiri sehingga timbul masalah defisist perawatan diri.

Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan

insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya

inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar

daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan

prostaglandin yang akan menyebabkan nyeri (nyeri akut), akibat

nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan sering terbangun saat

tidur dan terjadi masalah gangguan pola tidur, setelah proses

pembedahan daerah insisi akan menutup dan menimbulkan luka

post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan kemerahan dan menyebabkan masalah risiko infeksi

(Metasari, 2019).

2.1.3.4 Klasifikasi
1. Sectio caesarea transperionealis profunda

28
Sectio caesarea transperionealis profunda dengan insisi di

segmen uterus. Insisi pada bawah Rahim, bisa dengan teknik

melintang atau memanjang. Keunggulan dari pembedahan ini ialah

pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis

tidak besar, perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture

uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah

uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus

uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

2. Sectio caesarea klasik atau section caesarea corporal

Pada sectio caesarea klasik ini di buat pada korpus uteri,

pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di

selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio

caesarea transperitonalis profunda. Insisi memanjang pada segmen

atas uterus.

3. Sectio caesarea ekstra peritoneal

Sectio caesarea ektra peritoneal dahulu dilakukan untuk

mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan

pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak

lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada

pasien infeksi uterin berat.

4. Sectio caesarea hysteroctomi

29
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi

Atonia uteri, plasenta accrete, myoma uteri, infeksi intra uteri

berat.

2.1.3.5 Komplikasi
1. Infeksi puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,

misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi

terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala

infeksi intrapartum atau ada factor yang merupakan predisposisi

terhadap kelainan itu. Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan

pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,

terutama Sectio Caesarea klasik dalam hal ini lebih bahaya

daripada Sectio Caesareatransperitonealis profunda.

2. Perdarahan

Perdarahan banyak bias timbul pada waktu pembedahan jika

cabang Arteria uterine ikut terbuka atau karena Atonia uteri.

3. Komplikasi lain

Luka kandung kemih dan embolisme paru-paru. Suatu

komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya

perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya

30
bias Ruptura uteri. Kemungkinan hak ini lebih banyak

ditemukan sesudah Sectio Caesarea (Metasari, 2019).

2.1.3.6 Pemeriksaan penunjang


1. Hemogblobin atau hematocrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan

dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah

pada pembedahan

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3. Tes golongan darah, lama pendarahan, waktu pembekuan darah

4. Urinalisis / kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit (Abdul & Sjahranie, 2019).

2.1.3.7 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan

mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau

komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan

jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah

diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah

penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan

per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah

31
boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air

putih dan air the

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan

dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi,

Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,

penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk

bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur

telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,

pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,

dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5

pasca operasi.

4. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa

tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan

1. Antibiotic cara pemilihan dan pemberian sangat berbeda

disetiap institusi dan berdasarkan resep dokter.

32
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran

pencernaan supositoria (ketopropen sup 2x / 24 jam), oral

(tramadol tipa 6 jam / paracetamol), Injeksi pentidine 90-75

mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

3. Obat-obatan lain ntukmeningkatkan vitalitas dan keadaan

umum pasien dapatdiberikan caboransia seperti Neurobion I

vit.C

6. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila

basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

7. Pemeriksaan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah

suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan (Ramandanty, 2019).

33
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Desain Penelitian


Desain peneliti ini menggunakan studi kasus,studi kasus adalah suatu

karya ilmiah berupa paparan proses asuhan keperawatan,metode penelitian

ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut sugiono penelitian

kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

porpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Dengan kata lain

dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

mengandalkan pengamatan, wawancara, dan dokumentasi pada obyek

penelitian sehingga dihasilkan data yang menggambarkan secara rinci dan

lengkap tentang obyek penelitian. (Sugiono, 2015). Data diambil dari

sumber lapangan dengan pasien yang mengalami Sectio Caesarea dengan

deficit perawatan diri, peneliti studi kasus ini adalah untuk mengeskplorasi

masalah asuhan keperawatan pada pasien Sectio Caesarea dengan masalah

Defisit Perawatan Diri di pavilion Melati RSUD JOMBANG.

3.2 Subjek penelitian


Adapun jumlah subyek penelitian adalah dua pasien dengan kriteria

berikut:

3.2.1 Pada pasien usia 20 tahun sampai dengan 40 tahun

3.2.2 Pasien dengan kehamilan Primipara

3.2.3 Dengan keadaan sadar penuh

34
3.2.4 Pasien yang mengalami Sectio Caesarea tanpa komplikasi

3.2.5 Dengan jenis kelamin perempuan

3.3 Batasan masalah


Batasan Istilah adalah penyataan yang menjelaskan istilah-istilah

kunci yang menjadi fokus studi kasus. Batasan istilah disusun naratif dan

apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif sebagai peneliti dari

halaman yang dibuat oleh penulis.

3.3.1 Pasien adalah orang yang sakit yang membutuhkan suatu

pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.

3.3.2 Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding rahim melalui sayatan pada dinding

perut

3.3.3 Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau

menyelesaikan aktivitas perawatan diri.

3.3.4 Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan meliputi

kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang diberikan

langsung pada klien.

3.4 Definisi Operasional


3.4.1 Studi kasus asuhan keperawatan
a. Pasien Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding rahim melalui sayatan pada dinding perut.
3.4.2 Studi kasus penerapan prosedur keperawatan

35
1. Kebutuhan perawatan diri

a. Mandi

b. Berpakaian

c. Makan

d. Melakukan BAB/BAK

2. Pasien dengan Defisit Perawatan Diri adalah tidak mampu

melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.

3.5 Tempat dan waktu


Penelitian studi kasus ini akan dilakukan di ruang Melati RSUD

Jombang. Penelitian akan dilakukan pada tanggal …. di RSUD Jombang.

Studi kasus ini dilakukan sejak pasien pertama kali MRS sampai pulang

atau pasien yang rawat inap minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien

sudah pualng atau meninggal, maka perlu mengganti pasien lain yang

sejenis.

3.6 Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan suatu proses yang penting dalam

mendapatkan data pada penelitian. Menurut Sugiyono (2017: 308) jika

peneliti tidak mengetahui teknik dari pengumpulan data, maka peneliti

tidak akan mendapatkan data yang dapat memenuhi standar data yang

telah ditentukan. Dengan teknik yang sudah diatur, maka peneliti dapat

dengan mudah melakukan penelitian. Pada penelitian ini pengumpulan

data yag digunakan berupa observasi, wawancara kuesioner,dan skala

penilaian.

3.6.1 Observasi

36
Merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan secara

langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan

sehari-hari yang akan diteliti. Dalam metode observasi ini instrumen

yang dapat digunakan adalah lembar observasi, panduan pengamatan

(observasi) atau lembar cheklist.

3.6.2 Wawancara

Menurut Moleong (2016: 186) wawancara adalah perihal

bercakap-cakap dengan maksud tertentu dengan adanya hal yang

ditulis. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban dari pertanyaan.

Pewawancara yang akan mempersiapkan suatu wawancara, perlu

membuat beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan, urutan

pertanyaan, seberapa penting pertanyaan itu, waktu wawancara, dan

bagaimana merumuskan pertanyaan (Moleong, 2016: 192)

Menurut Sugiono, 2016: 319-320) mengemukakan ada tiga macam

wawancara, yaitu:

1. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur dilakukan dengan membawa instrumen

yang dijadikan pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data yang

digunakan berupa tape recorder, gambar, dan material lain yang dapat

membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Dengan wawancara

37
terstruktur ini, setipa responden diberi pertanyaan yang sama, dan

pengumpul data mencatatnya.

2. Wawancara tak terstruktur

Wawancara tak terstruktur adalah wawancara bebas yang peneliti

tidakmenggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara

sistematis dan lengkap pengumpulan datanya. Wawancara ini sering

digunakan penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih

mendalam tentang subyek yang diteliti.

3.6.3 Kuesioner

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk kemudian

dijawabnya.

3.6.4 Skala penelitian

1. Skala Nominal

Adalah skala yang hanya mendasarkan pada pengelompokan

atau pengkategorian peristiwa atau fakta dan apabila menggunakan

notasi angka hal itu sama sekali tidak menunjukkan perbedaan

kuantitatif melainkan hanya menunjukkan perbedaan kualitatif.

2. Skala Ordinal

Adalah pengukuran di mana skala yang dipergunakan disusun

berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu sehingga

38
penyusunannya disusun secara terurut dari yang rendah sampai yang

tinggi menurut suatu ciri tertentu, namun antara urutan (ranking) yang

satu dengan yang lainnya tidak mempunyai jarak yang sama. Skala

ordinal banyak dipergunakan dalam penelitian sosial dan pendidikan

terutama berkaitan dengan pengukuran kepentingan, persepsi,

motivasi serta sikap, apabila mengukur sikap responden terhadap

suatu kebijakan pendidikan, responden dapat diurutkan dari mulai

Sangat Setuju (1), Setuju (2), Tidak Berpendapat (3), Kurang Setuju

(4), dan Tidak Setuju (5), maka angka-angka tersebut hanya sekedar

menunjukkan urutan responden, bukan nila Skala Intervali untuk

variabel tersebut.

3. Skala Interval

Adalah skala pengukuran di mana jarak satu tingkat dengan tingkat

lainnya sama, oleh karena itu skala interval dapat juga disebut skala

unit yang sama (equal unit scale).

4. Skala Ratio

Merupakan skala pengukuran yang mempunyai nilai NOL

MUTLAK dan mempunyai jarak yang sama. Skala interval yang

benar-benar memiliki nilai nol mutlak disebut skala rasio, dengan

demikian skala rasio menunjukkan jenis pengukuran yang sangat jelas

dan akurat (precise). Jika kita memiliki skala rasio, kita dapat

menyatakan tidak hanya jarak yang sama antara satu nilai dengan

nilai lainnya dalam skala, tapi juga tentang jumlah proposional

39
karakteristik yang dimiliki dua objek atau lebih, dan contoh untuk

skala ini adalah uang. Adapun ciri-ciri dari skala rasio adalah :

1. Kategori data bersifat saling memisah,

2. Kategori data mempunyai aturan yang logis,

3. Kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah

karakteristik khusus yang dimilikinya,

4. Perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam perbedaan

yang sama dalam jumlah yang dikenakan pada kategori,

5. Angka nol menggambarkan suatu titik dalam skala yang

menunjukkan

3.7 Penyajian Data


penyajian data ini untuk mempermudah dan memahami data yang

diperoleh. Pada penelitian ini, data disajikan dalam bentuk teks yang

bersifat naratif.

3.8 Etika Penelitian


3.8.1 Inform Consent (persetujuan menjadi klien)

Merupakan bentuk peretujuan antara peneliti dengan responden

peneliti dengan memberikan lembar pesetujuan.Inform consent tersebut

diberikan sebelum pelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan dengan menjadi responden. Tujuan inform consent adalah

agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui

dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani

hak responden.

40
3.8.2 Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam subyek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencatumkan nama

responden pada lembar pengumupulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan.

3.8.3 Confidentially ( kerahasiaan)

Merupakan kerahasiaan hasil penlitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil penelitian.

3.8.4 Self Determination

Klien memiliki otonomi dan hak untuk membuat keputusan secara

sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini atau untuk mengundurkan

diri dari penelitian ini.

3.8.5 Penanganan Yang Adil

Penanganan yang adil memberikan individu hak yang sama untuk

dipilih atau terlibat dalam penelitian tanpa diskriminasi dan diberikan

penanganan yang sama dengan menghormati seluruh persetujuan yang

disepakati, dan untuk memberikan penanganan terhadap masalah yang

muncul selama partisipasi dalam peneitian. Semua klien mempunyai

41
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan

mendapatkan perlakuan yang sama dari peneliti.

3.8.6 Hak Mendapatkan Perlindungan

Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan

kerugian mengharuskan agar klien dilindungi dari eksploitasi dan

peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk

meminimalkan bahaya atau kerugian dari suatu penelitian, serta

memaksimalkan manfaat dari penelitian

3.8.7 Veracity

Kejujuran merupakan suatu dasar penelitian yang harus dimiliki

peneliti untuk kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan

tersebut dapat diterima dan tidak diraguka validasinya. Peneliti dalam

penelitian ini melakukan penelitian dengan partisipan di Kabupaten

Jombang dan menuliskan hasil penelitian berdasarkan temuan yang ada

dan disusun secara sistematis.

3.8.8 Justice

Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi pasien yang

memenuhi kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu,

peneliti memberikan kesempatan yang sama dengan partisipan untuk

mengungkapkan perasaannya baik sedih maupun senang dan

mengungkapkan seluruh pengalamannya terkait motivasi hidup.

42
43

Anda mungkin juga menyukai