Anda di halaman 1dari 45

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN PERAWATAN KRITIS ESENSIAL”

Disusun oleh :

DWI AYU RIZKIA S 88170019


AGITA LILIANDARI 88170020
EUIS SITI KOMARIAH 88170028
RISKA NURVIA 88170035
AYU KOMALASARI 88170038

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


ARS UNIVERSITY
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan tuntunan-Nya kepada kami
semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Kritis Esensial” ini dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kendala dan masalah yang
dihadapi. Meskipun banyak permasalahan dan kendala yang kami alami dalam pembuatan
makalah ini, tapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Kami juga menyadari bahwa
makalah ini tak lepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan kami yang
terbatas. Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca untuk memberikan tanggapan, saran,
maupun kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini. Kiranya makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandung, November 2020

Tim Penyusun
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk pasien-pasien yang
menderita penyakit dan cidera yang mengancam nyawa. Ruang ICU sebagai tempat
bagi pasien sakit kritis yang memerlukan intervensi segera, pengawasan konstan dan
pengelolaan fungsi sistem organ secara terkoordinasi. Pasien ICU memiliki kebutuhan
utama yaitu tindakan resusitasi meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital
seperti airway (fungsi jalan napas), breathing (fungsi pernapasan), circulation (fungsi
sirkulasi) dan brain (fungsi otak). Selain itu juga dilakukan pemantauan fungsi organ,
kebersihan, dan keamanan pasien, diantaranya personal hygiene pasien, perawatan
mata, oral hygiene, pengaturan posisi dan mobilisasi, manajemen eliminasi,
perawatan kateter, pengendalian infeksi di ICU, dan transportasi pasien kritis. Hal
tersebut merupakan kebutuhan manusia yang esensial dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perawatan kritis esensial ?
2. Bagaimana macam-macam perawatan kritis esensial ?
3. Bagaimana penatalaksanaan perawatan kritis esensial ?
4. Bagaimana review jurnal terkait perawatan kritis esensial ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian perawatan kritis esensial
2. Mengetahui macam-macam perawatan kritis esensial
3. Mengetahui penatalaksanaan perawatan kritis esensial
4. Mengetahui review jurnal terkait perawatan kritis esensial
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keperawatan Kritis Esensial


Perawatan kritis esensial merupakan kebutuhan dasar manusia yang berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia.

B. Macam – macam Keperawatan Kritis Esensial


1. Personal Hygiene
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan
untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul,
2006). Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu
mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan
(Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008).
Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan
fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk
kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene
ini diperlukan baik pada orang sehat maupun padaorang sakit. Praktik personal
hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis
tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi.
a. Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene
1) Citra Tubuh
Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya personal
hygiene pada orang tersebutsekalipun orang tersebut sedang mengalami
penurunan kesadaran.
2) Sosial Ekonomi
Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-
bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan
kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika penggunaan dari
produk-produk ini merupakan bagian darikebiasaan sosial yang
dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien. Status sosial ekonomi menurut
Friedman (1998)
3) Pengetahuan
Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting,
karenapengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Pengetahuan tentangpentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene.Kendati demikian,
pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harustermotivasi
untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan
tentangpentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan
dirinya untuk mencegahdari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo,
1998 dalam pratiwi, 2008).
4) Kebudayaan
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuanperawatan
personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda,mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda
5) Kekayaan
Keyakinan yangdidasari kultur sering menentukan defenisi tentang
kesehatan dan perawatan diri.Dalam merawat pasien dengan praktik
higiene yang berbeda, perawat menghindarimenjadi pembuat
keputusan ata mencoba untuk menentukan standar kebersihannya
(Potter dan Perry,2005)
6) Kondisi Fisik
Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang setiap pasien memiliki
keinginanindividu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan
melakukan perawatan rambut

2. Perawatan Mata
Mata merupakan organ penting dan sering kurang diperhatikan pada pasien
kritis di ICU. Fenomena perawatan mata yang diabaikan (negelected eye care)
ternyata masih banyak terjadi, karena kemungkinan dampak negatifnya tidak
terlihat langsung, tetapi nyatanya dampak akan terlihat setelah pasien pulih dari
masa kritisnya, dampak yang dirasakan pasien dapat bersifat ringan sampai
ancaman kebutaan bisa saja terjadi (Nurul dkk., 2017).
Dalam kondisi normal, kornea mata terlindung dari invasi bakteri, cedera fisik,
dan pengeringan dengan adanya air mata, kelopak mata, dan refleks berkedip.
Namun, pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) karena beberapa
alasan termasuk kehilangan kesadaran, menerima obat penenang dan agen
penghambat neuromuskuler, dan ventilasi mekanis dapat kehilangan mekanisme
pelindung mata (Mehdi et al., 2020). Pasien-pasien di ICU sangat mudah terkena
penyakit pada permukaan mata (ocular surface), yang paling berat adalah
munculnya microbial keratitis (Benjamin et all., 2018).
Pelaksanaan perawatan mata pada pasien koma yang dilakukan oleh perawat
merupakan salah satu intervensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan
khususnya pada pasien yang terjadi penurunan kesadaran mata akan mengalami
komplikasi yaitu keratitis. Seperti yang disebutkan Feroz (2012) bahwa perawatan
mata merupakan komponen penting dalam manajemen pasien kritis sehingga
dibutuhkan standar perawatan mata untuk mencegah komplikasi kornea. Perawat
dituntut untuknmampu merawat kebutuhan pasien khususnya pada perawatan
mata, oleh sebab itu dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang baik tentang
perawatan mata dan dengan prosedur yang benar.
a. Komplikasi Mata pada Pasien Kritis
Penyakit permukaan mata atau Ocular Surface Disorder (OSD) umum terjadi
pada populasi perawatan intensif dengan 20-42% pasien mengalami defek
epitel kornea. Perkembangan OSD di antara pasien unit perawatan intensif
(ICU) adalah umum, mempengaruhi 23-60% pasien (Benjamin et al., 2018).
Penelitian lain menjelaskan bahwa ocular surface disorder dapat terjadi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran, 56 pasien 55,4% diantaranya
mengalami gangguan pada permukaan matanya (Oculer surface disorder),
24 pasien mengalami gangguan pada konjungtiva (conjungtival disorder), 2
pasien mengalami gangguan pada kornea. (Nurul dkk., 2017).
Penyakit permukaan mata (OSD) dapat melibatkan salah satu dari berbagai
struktur seperti :
1) Cedera langsung pada kornea - paling sering berupa abrasi kornea
superfisial (goresan)
2) Keratopati eksposur
3) Kemosis (pembengkakan konjungtiva)
4) Konjungtivitis mikroba dan keratitis
b. Penatalaksanaan Perawatan Mata di ICU
1) Penilaian Penutupan Kelopak Mata

Penilaian penutupan kelopak mata harus dilakukan pada permulaan


rencana perawatan, dan kemudian secara teratur selama pasien menginap.
Ada korelasi yang kuat antara lagophthalmos dan perkembangan erosi
kornea, yang kemudian dapat menyebabkan keratitis atau ulserasi kornea.
Tujuan utama dari penilaian ini adalah untuk menilai tingkat keparahan
lagophthalmos dari nol menjadi dua. Tindakan perlindungan
a) Berbagai metode dapat digunakan untuk melindungi mata pasien ICU.
Ini termasuk: Menutup mata secara manual atau menutup mata dengan
selotip. Penutupan penutup tidak selalu diperlukan dan dapat membuat
keluarga tertekan, dan pelepasan berulang dapat menyebabkan kulit
wajah atau kelopak mata cedera atau iritasi. Oleh karena itu, tindakan
ini hanya boleh dilakukan jika memang diperlukan.
b) Penggunaan banyak pelumas ke mata: salep (seperti salep mata
sederhana, Lacrilube ™ dan VitA-POS ™) dianjurkan karena obat
tetes tidak bertahan cukup lama. Ini perlu diterapkan dengan benar ke
mata seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tindakan tersebut lebih
baik daripada penutupan mata manual saja dan aplikasi Geliperm ™
(yang pernah lazim).
Tindakan yang diperlukan didasarkan pada grading lagophthalmos
(lihat Gambar 1dan 2) :
 Tingkat 0 eksposur (yaitu tidak ada eksposur) tidak memerlukan
tindakan.
 Eksposur tingkat 1 membutuhkan pelumasan
 Eksposur tingkat 2 membutuhkan pelumasan dan perekatan pada
tutup dengan pita mikropori di sepanjang tepi bulu mata.
2) Memberikan pengobatan untuk mata
Ini biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep. Terkadang
diperlukan beberapa tetes berbeda.
a) Saat memberikan beberapa tetes berbeda, jangan berikan pada waktu
yang bersamaan karena satu tetes dapat menghilangkan tetes lainnya,
sehingga mengurangi keefektifannya. Idealnya, biarkan 5 menit (dan
minimal 1 menit) di antara tiap pengobatan.
b) Selalu teteskan sebelum salep. Salep ini anti air dan mencegah tetes
masuk ke jaringan mata.
c) Saat mengoleskan salep dengan penutupan kelopak mata yang buruk,
setelah mengoleskan salep tutup kelopak mata secara manual untuk
memastikan salep menyebar ke seluruh permukaan mata.
(Benjamin et all, 2018)

3. Oral Hygiene
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan yang diperlukan untuk menjaga
agar mulut terhindar dari infeksi, membersihkan dan menyegarkan mulut
(Clark,2003). Penderita yang mengalami penurunan kesadaran dan gangguan
neuromuskuler (Doengoes, 2000) oral hygiene merupakan tindakan yang mutlak
dilakukan oleh perawat (Wolf, 2002).
Perawatan mulut merupakan suatu tindakan yang harus sering dilakukan pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanis maka dari itu pengetahuan dan sikap
perawat sangat berpengaruh dalam hal ini. Perawatan mulut tidak hanya untuk
meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa haus, tetapi juga memelihara
integritas mukosa orofaring (Morton dkk, 2011).
Kebersihan mulut yang tidak memadai di unit perawatan intensif (ICU) pada
pasien kritis dengan ventilator mekanik juga telah diakui sebagai isu penting. Hal
ini merupakan faktor risiko penting untuk berbagai komplikasi dari pemakaian
ventilator mekanik terutama komplikasi berupa pneumonia terkait ventilator
(VAP) akibat oral hygiene yang kurang, dan kondisi ini dapat memperburuk
keadaan kesehatan pasien ICU yang sudah vital terancam oleh penyakit utama
mereka (Matej Par et al, 2014; Wulandari, 2015).
a. Penatalaksanaan Oral Hygiene
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan oral hygiene tersebut perlu diberlakukan
prosedur tetap pelaksanaan oral hygiene, menciptakan lingkungan yang
kondusif terhadap pelaksanaan oral hygiene, penyegaran tentang oral hygiene
dan penyajian kasus secara rutin untuk mengetahui berbagai kekurangan
dalam pemberian asuhan keperawatan.

4. Pengaturan Posisi dan Mobilisasi Pasien


Mobilisasi dini merupakan prosedur yang diberikan pada spektrum penyakit
yang sangat luas antara lain kasus-kasus neurologis, kardiovaskular,
muskuloskeletal, metabolik, trauma, dan sebagainya (Kress & Hall, 2014).
Tindakan mobilisasi dikerjakan di seluruh ruang perawatan mulai dari perawatan
intensif hingga perawatan biasa. Mobilisasi dini sangat penting sehingga banyak
penelitian dilakukan untuk membuktikan dampak dari mobilisasi dini, khususnya
dalam upaya memperpendek masa perawatan (Rawal, Yadav, & Kumar, 2017).
Kemampuan bergerak adalah kebutuhan penting manusia. Bergerak
menyebabkan tubuh berada dalam reaksi anabolik yang tujuan akhirnya adalah
regenerasi sel. Umumnya aktivitas fisik yang tinggi diikuti daya regenerasi yang
baik, sehingga tubuh dapat berfungsi secara maksimal. Kondisi tirah baring lama
menyebabkan tubuh mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh secara
sistematis, yang disebut dengan sindroma dekondisi (Hashem, Nelliot, &
Needham, 2016; Hunter, Johnson, & Coustasse, 2014; Phelan, Lin, Mitchell, &
Chaboyer, 2018).Mulai 24-48 jam pertama tubuh akan secara perlahan melakukan
adaptasi metabolik dan menurunkan aktivitas berbagai fungsi organ mulai dari
sistem kardiorespirasi yang dimulai pada hari-hari pertama imobilisasi, sampai
penghancuran protein otot dalam 2-3 minggu pertama, hingga berkurangnya
massa tulang setelah beberapa bulan. Keseluruhan proses ini merupakan reaksi
katabolik (Wunsch, Angus, Harrison, Linde-Zwirble, & Rowan, 2011).Tidak
mudah untuk mengembalikan proses katabolik ini menuju proses anabolik.
Posisi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menjaga
sirkulasi sistemik yang adekuat karena dapat mempengaruhi sistem hemodinamik
(Gelman, 2008). Menurut beberapa teori, perubahan posisi tubuh dapat
mempengaruhi perubahan hemodinamik non invasif diantaranya tekanan darah,
denyut jantung, saturasi oksigen (Kozier, et al, 2009).
a. Penatalaksanaan mobilisasi pasien krisis di ICU
Intervensi mobilisasi dini yang disampaikan dalam pengaturan ICU yang bisa
diterima sebagai intervensi terapeutik yang berpotensi dapat mencegah
gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al., 2019). Namun, kapan
waktu dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan, Mobilisasi dini
telah diusulkan sebagai intervensi yang menjanjikan untuk menetralkan ICU-
AW karena mampu mengurangi kelemahan otot terkait penyakit kritis
(Pinheiro & Christofoletti, 2012). Selain itu, aktivitas latihan secara dini
memiliki potensi untuk mengurangi lenght of stay(LOS)di rumah sakit dan
meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan gagal napas akut (Verceles
et al., 2018). Mobilisasi dini di ICU memberikan efek positif dan aman pada
pasien dengan ventilator mekanik karena memberikan manfaat yang signifikan
dari pengurangan durasi penggunaan ventilator mekanik serta LOS di ICU (G.
Zhang, Zhang, Cui, Hong, & Zhang, 2018).
Menurut Smeltzer & Bare (2015) pemberian posisi fowler dapat memberikan
pengaruh terhadap hemodinamik seperti penurunan perfusi serebral,
penurunan MAP dan central venous pressure (CVP) akibat menurunnya beban
awal pada jantung (preload) dan paru, kongesti paru berkurang, dan
penekanan hepar ke diafragma menjadi minimal yang akan berdampak pada
penurunan curah jantung yang akan berdampak pada denyut jantung dan
tekanan darah hingga 20% terutama posisi fowler 600.
Selain posisi fowler yaitu posisi lateral kanan, Menurut Aries et al (2011)
menyatakan posisi lateral kanan dapat meningkatkantekanan darah rata-rata 4-
5 mmHg dibandingkan posisi terlentang. Dapat juga meningkatkan aktivitas
vagal dan penurunan aktivitas simpatis pada pasien dengan gagal jantung.
5. Manajemen Eliminasi
Eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan
(Menurut KBBI). Dalam bidang Kesehatan, eliminasi adalah proses pembuangan
sisa metabolism tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Terdapat 2 jenis
eliminasi pada manusia, yaitu eliminasi alvi/fekal yang berasal dari proses
pembuangan atau pengeluaran metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran
pencernaan melalui anus, dan eliminasi urin yang berasal dari proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh, zat tersebut larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
a. Jenis Gangguan Eliminasi
1) Konstipasi
Konstipasi dapat disebabkan oleh penurunan motilitas gastrointestinal,
hipoksemia, hipotensi, dan penggunaan ventilasi mekanik (Fatimah dan
Prawesti, 2016). Pasien kritis biasanya akan mengalami tingkat stress yang
tinggi dikarenakan adanya alat dihidung dan mulut, tidak dapat tidur dan
tubuh penuh dengan jarum.
2) Diare
Diare dapat disebabkan karena malabsorpsi atau inflamasi, peningkatan
metabolism serta karena stress psikologis. Faktor psikologis dapat
merangsang kelenjar adrenalin di bawah pengendalian system pernafasan
simpatis untuk merangsang pengeluaran hormone yang kerjanya mengatur
metabolism tubuh. Sehingga bila terjadi stress maka metabolism akan
terjadi peningkatan, dalam bentuk peningkatan motilitas usus (Cornock,
Hidayat; Kozier et al; dalam Artha dkk, 2018).
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Eliminasi pada Pasien Kritis

1) Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi enteral atau diet cair bebas dapat menyebabkan gerakan
usus yang longgar, dengan formula bubuk yang dicampur dengan air. Hal
ini mempengaruhi eliminasi fekal karena kurang serat atau dalam arti kata
makanan cair. Adanya bahan-bahan hipertonik atau pekat juga dapat
menyebabkan diare, kemudian adanya bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasait (biardia
lambia, cryptosporidium). (Zimmaro et al. 1989 dalam Ferrie, 2014)
2) Keseimbangan cairan
Menurut teori asupan cairan yang cukup bisa mengencerkan isi usus dan
memudahkannya bergerak melalui kolon. Jika intake cairan tidak adekuat
atau pengeluaran yang berlebihan (urin/muntah) tubuh akan kekurangan
cairan, sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feses
menjadi keras, kering, dan feses sulit melewati pencernaan, yang
menyebabkan konstipasi. (Kasiati & Rosmalawati. 2016 dalam Artha,
2018)
3) Tingkat aktivitas
Dengan keadaan berbaring terus menerus akan menurunkan peristaltik
usus, sehingga terjadi peningkatan air, yang menyebabkan konstipasi
(Sharma et al. 2007 dalam Artha, 2018). Melemahnya otot dasar panggul,
merusak kemampuan tekanan abdomen dan mengontrol sfingter eksterna,
sedangkan tonus otot melemah atau hilang akibat penyakit yang lama atau
penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf yang menyebabkan
gangguan eliminasi (Kasiati & Rosmalawati. 2016 dalam Artha, 2018).
4) Pemberian obat
Jenis obat dari analgetic, antikejang, antidepresan, sedatif dan pencahar
dapat membuat konstipasi (Sharma et al. 2007 dalam Artha, 2018).
Sedangkan risiko diare akan meningkat dengan adanya antibiotic atau obat
antijamur pada pasien yang menerima nutrisi enteral. Pada kondisi tertentu
antibiotic yang dikonsumsi turut membunuh bakteri baik di dalam usus,
padahal bakteri ini bertugas membunuh mikroba yang tidak diinginkan.
Selain itu antibiotic dapat mengganggu proses metabolism sehingga
penyerapan asam lemak rantai pendek menjadi berkurang dan memicu
diare (Thibault et al. 2013 dalam Artha, 2018).
5) Faktor hari rawat
Semakin lama hari perawatan pasien di ICU akan mempengaruhi eliminasi
fekal pasien. Berdasarkan objek pengamatan pasien di rumah sakit Brazil
didapatkan ada pengaruh lama hari perawatan dengan kejadian diare.
Kejadian ini disebabkan karena kebanyakan setiap pasien di ICU memiliki
teman seruangan yang mengalami diare dan juga ditemukan Pseudomonas
aeruginosadan Clostridium difficile pada feses.
Namun berbeda pada pasien yang mayoritas menggunakan ventilator
mekanik akan mengakibatkan peningkatan intrathoraks. Peningkatan
tekanan intrathoraks mengakibatkan penurunan venus return yang pada
akhirnya mengakibatkan penurunan curah jantung. jantung. Kondisi curah
jantung yangmenurun mengakibatkan tubuh melakukanmekanisme
kompensasi dengan menurunkanaliran darah ke sistem gastrointestinal.
Kondisi hipoperfusi ini dinamakan hipoperfusi splanchnic, hipoperfusi ini
mengakibatkan iskemia mukosa gastrointestinal, penurunan sekresi
bikarbonat dan penurunan motilitas gastrointestinal sehingga
menyebabkan konstipasi.

6. Perawatan Kateter

Kateter indwelling merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan


kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan (Hidayat, 2006).

Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan


kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu
memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksan, kateterisasi
bisa dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan eliminasi urin, baik pasien di
ruang rawat inap maupun di ruang ICU

Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada
traktus urinarius inferior dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa
kandung kemih dan menimbulkan jalur artifisial untuk masuknya kuman ke kandung
kemih.

Pasien yang dirawat dengan kateter urine menetap sangat beresiko mengalami
infeksi. Maka dari itu perlu dilakukan penanganan yang baik dalam perawatan kateter
urine menetap. Namun, jika hal itu diabaikan akan mempermudah bakteri masuk
sehingga pasien mengalami infeksi. Menurut Price & Wilson (2006)

a. Penatalaksanaan
Tindakan pemasangan kateter indwelling dilakukan dengan memasukan selang
plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter indwelling
memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu
mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter indwelling
juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urin per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil (Potter dan Perry, 2002).
Perawatan kateter indwelling dalam rangka mengurangi terjadinya bakteriuria
meliputi pembersihan daerah perineal dan kateter urine. perawatan kateter indwelling
mengunakan cairan 10% Providone Iodine dan 0,9% Normal Saline dengan aturan
perawatan pagi dan sore sesuai dengan rekomendasi AACN (2009). ISK (bakteriuria)
paling sering terjadi di unit rawat inap sebanyak 30% terutama di ruang ICU dan unit
rehabilitasi.

7. Pengendalian Infeksi Di ICU


Pengendalian infeksi adalah melindungi pasien dari penularan penyakit dan
dari kondisi yang disebabkan penularan mikroorganisme. Penularan dapat terjadi
melalui cara kontak langsung dengan contohnya melalui mulut dan darah atau
melalui objek yang tercemar mikroorganisme pathogen, yang umumnya terjadi
karena instrument yang digunakan tidak streril. (Anonim,2012)
Pengendalian Infeksi dalam kesehatan yaitu untuk mengurangi kemungkinan
infeksi, sehingga lingkungan yang aman bagi pasien dan dokter atau perawat pada
saat bekerja penerapan pelindung dariri dan keseterilan alat dan kebersihan
lingkunagn agar tidak terjadi penularan pengendalian infeksi langsung dan tidak
langsung. (Darmandi,2018).
8. Transportasi Pasien Kritis
Intrahospital Transportation (ITH) diartikan sebagai proses perpindahan
pasien dari satu tempat ke tempat lainnya, merupakan tugas yang sering
dilakukan oleh perawat. Tetapi memindahkan atau mengangkut pasien dalam
kondisi kritis merupakan suatu tantangan tersendiiri (Shwu - Jen et al., 2020).
Pasien kritis pasti mengalami sejumlah besar transportasi intrahospital (IHT)
untuk pemeriksaan diagnostik atau intervensi terapeutik mereka, dengan tingkat
transportasi keluar dari unit perawatan intensif (ICU) yang dilaporkan sebelumnya
dari 22,5% menjadi 52,4%. Selama IHT, pasien mungkin tidak stabil, dan situasi
ini dapat mengakibatkan berbagai hasil klinis yang berbahaya atau kesalahan
medis dan bahkan menyebabkan kejadian kritis yang parah seperti kematian (Won
et al., 2018). Keputusan untuk mengangkut pasien dalam kondisi kritis harus
didasarkan pada evaluasi yang cermat dari tim multiprofesional dengan
mempertimbangkan maanfaat, potensi risiko, dan dampak yang nyata bagi kondisi
pasien (Leonardo et al., 2020).
Dalam penelitian Won, et al (2018) menjelaskan bahwa diantara banyak faktor
yang mempengaruhi risiko efek samping dari IHT, terdapat 4 kategori telah yaitu :
keadaan pasien, peralatan, indikasi dan organisasi transportasi, dan komposisi tim
transportasi.
a. Penatalaksanaan Transportasi Pasien Kritis
Berdasarkan hasil penelitian Leonardo et al (2020), meenjelaskan bahwa ada 2
faktor yang mempengaruhi penatalaksanaan transportasi pasien krisis yaitu :
1) Faktor yang berkonstribusi / mendukung terhadap kesusksesan transportasi
pasien
a) Pengambilan keputusan untuk melakukan IHT harus didasari dengan
ilmu dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seorang perawat
profesional.
b) Perawat profesional harus memastikan selama dilakukan IHT pasien
dalam keadaan aman, dan mampu mengantisipasi setiap risiko serta
kompikasi yang akan terjadi pada pasien.
c) Terus melakukan penelitian dan pengamatan untuk menghasilkan
pembaharuan cara - cara / tatalaksana dalam mengakut pasien yang
aman dan daoat meminimalisir risiko bagi pasien saat dilakukan IHT
d) Team work yanh solid dan kompeten
2) Faktor yang menghalangi terhadap kesuksesan transportasi pasien
a) Suara bising dalam berkomunikasi, perubahan kondisi pasien,
lingkungan yang penuh tekanan.
b) Kegagalan dalam berkomunikasi efektif dalam mengambil keputusan
untuk melakukan IHT
c) Pasien yang tidak stabil seperti gangguan kardiovaskular (jantung) dan
pernafasan.

Berdasarkan hasil penelitian Shwu - Jen (2020) mengenai penatalaksanaan


IHT pasien yang terpasang ventilasi mekanik menjelaskan algoritma
penatalaksanaan dalam modifikasi proses IHT. Algoritma atau alur
pengarahanan ini berfungsi untuk pengingat yang dianggap sebagai
mekanisme 'time out'. Penekanan diberikan pada interaksi antara ketua tim
IHT, terapis pernapasan dan perawat ICU, serta interaksi antara ketua tim IHT,
teknisi radiologi dan anggota tim IHT. Sesi 'time-out' diberi mnemonik 'STOP'
(Sekresi, Tabung, Oksigen dan Daya), 'VITAL' (Tanda Vital, Infus, Tabung,
Alarm dan Tinggalkan) dan 'STOP' (Speak-out, Tubes ,Lainnya dan Posisi).
Tabel merangkum mnemonik pengingat untuk pengarahan terstruktur, isi
tugas penting dan orang yang diperlukan untuk melakukan tugas. Pasien selalu
dipindahkan di tempat tidur ICU, dipindahkan ke meja pemeriksaan dan
kemudian dipindahkan ke tempat tidur ICU setelah pemeriksaan, dan diangkut
kembali ke ICU. Pengarahan dengan bantuan pengingat menggunakan kartu
tercetak yang dilampirkan ke peralatan atau bagan yang menampilkan tugas-
tugas penting yang perlu diselesaikan dengan benar selama IHT.
BAB III

Review Jurnal Asuhan Perawatan Kritis Esensial

A. Personal hygiene

Tahu Jumlah Jenis


Judul Penulis Usia Kasus Hasil penelitian
n sampel penelitian
Perbedaan Viyan 2013 Deskriptif Personal hygiene adalah perawatan Penelitian ini membahas mengenai
Jumlah Septiyana Korelasi sendiri yang dilakukan untuk perbedaan jumlah pada pasien kritis yang
Kuman Achmad mempertahankan kesehatan, akan dimandikan dengan metode tradisonal
pada Pasien tetapi pada pasien yang dirawat di ditambah aseptik dengan disposable bed
yang ICU dengan tingkat kesadaran yang baths di ruang pediatric intensive care
Dimandika menurun dan umumnya dibawah RSUP Hasan Sadikin. Pada penelitian ini
n Metode pengaruh obat – obatan memerlukan menggunakan metode quasi eksperimental,
Tradisional perawatan yang menyeluruh salah pretest dan post test design, dengan
ditambah satunya perawatan personal hygiene responden yang dibagi menjadi 2 kelompok
Antiseptik / memandikan. Pentingnya yaitu kelompok I dimandikan dengan
dan memandikan pada pasien kritis metode tradisional ditambah antiseptik
Disposable adalah untuk menjaga kebersihan chlorxidine gluconat 4% dan kelompok II
Bed Baths tubuh, memperlancar sistem dengan disposable bed baths. Pada kedua
di Ruang peredaran darah, saraf, kelompok dilakukan pengambilan apus
Pedia merelaksasikan otot, menambah kuman dikulit ketiak sebelum dimandikan
kenyamanan, mempertahankan dan 2 jam kemudian setelah dimandikan.
kebersihan kulit dan mengurangi Hasil penelitian dengan menggunakan uji
infeksi akibat kulit kotor. Tindakan wilcoxon didapatkan hasil perbedaan
personal hygiene memandikan oleh jumlah kuman dengan nilai p value = 0,005
perawat pada pasien kritis sering dari nilai alpha 0,05. Metode tradisional
dilakukan diatas tempat tidur. Ada ditambah antiseptik chlorxidine gluconat
beberapa cara memandikan pasien 4% lebih banyak membunuh 63.130
di tempat tidur yaitu metode koloni kuman daripada disposable bed
tradisional dan disposable bed baths. baths.

B. Perawatan mata
Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian
Analisi Nurhamza 2018 Pasien di ICU mengalami Penelitian ini membahas mengenai
Praktik Klinik h Wiyoko, peningkatan risiko terjadinya lecet perawatan mata pada pasien Intracerebral
Keperawatan Pipit kornea dan keratitis akibat Hemorrage di ICU dengan menggunakan
pada Pasien Feriani ketidakmampuan mata untuk aquabides untuk mencegah terjadinya
Intracerebral menutup, berkedip, dan adanya Ocular Surface Disorder (OSD).
Hemorrhage paparan mikroorganisme. Occular Surface Disorder ditemukan pada
dengan 28 dari 143 pasien (20%) yang berad di IU
Intervensi lebih dari 7 hari. Sedangkan Aquabides
Inovasi adalah air yang telah dimurnikan dengan
Perawatan destilasi (reverse osmosis) dan tidak
Mata mengandung substansi tambahan seperti
Menggunakan tidak mengandung bahan anti mikroba,
Aqua Bidest logam – logam, zat pereduksi, pirogen,
untuk tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
Pencegahan berasa. Oleh karena itu, dalam penelitian
terjadinya ini peneliti mengetahui kefektifan
Ocular pemberian intervensi perawatan mata
Surface menggunakan Aquabides dalam mencegah
Disorder di terjadinya OSD di ruang ICU pada pasien
Ruang Intracerbral Hemorrage selama 3 hari.
Instalasi Care Setelah dilakukan uji intervensi selama 3
Unit RSUD hari didapatkan hasil bahwa Aquabides
Abdul Wahab efektif dalam mencegah terjadinya
Sjahranie Occular Surface Disorder pada pasien
Samarinda Intracerbral Hemorrage di ruang ICU.
tahun 2018
Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sample penelitian
Efficacy of Mehdi 2020 152 orang jenis pasien yang dirawat Kemungkinan OSD pada kelompok salep
Simple Eye Ahmadinejad, yang dibagi penelitian diruang ICU, dan saat adalah 0,19 (95% CI: 0,09, 0,41), dan
Ointment, Esmat kedalam 3 deskriptif pertamaa kali dilakukan kemungkinan OSD pada kelompok penutup
Polyethylen Karbasi, kelompok analitik pemeriksaan mata, polietilen adalah 0,06 (95% CI: 0,01). , 0,20),
e Cover, and Yunes Jahani, secara acak, permukaan mata masih menunjukkan perbedaan yang signifikan
Eyelid Maryam dengan utuh dan tidak ada dengan kelompok pita (p = 0,0001). Meskipun
Taping in Ahmadipour, motede atau perbedaan posisi kelopak kemungkinan OSD lebih rendah pada
Prevention Maryam intervensi mata maka perawatan kelompok penutup dibandingkan pada
of Ocular Soltaninejad, yang berbeda mata akan dimulai dan kelompok salep, tidak ada perbedaan antar
Surface Zahra Karzari yaitu : salep berlanjut hingga 7 hari. kelompok yang signifikan (p = 0,08). Namun,
Disorders in mata, Selama periode ini, mata skor OSD rata-rata pada kelompok salep dan
Critically Ill penutup diperiksa setiap hari penutup polietilen secara signifikan lebih
Patients: A polyethylene, untuk mengkaji OSD dan rendah daripada pada kelompok pita.
Randomized dan tingkat keparahannya
Clinical perekat /pita menggunakan lampu Jadi, hasil penelitian menunjukkan bahwa
Trial kelopak mata celah portabel dan penutup polietilen yang diikuti dengan salep
pewarnaan permukaan mata sederhana dan pembalut kelopak mata
mata dengan fluorescein. merupakan metode yang paling efektif dalam
mencegah OSD. oleh karena itu, tutup
polietilen dan salep mata sederhana
direkomendasikan sebagai metode perawatan
mata yang efektif di ICU

C. Oral hygiene
Judul Penulis Tahun Jumlah Usia Jenis Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian

Pengetahua Putri Ria 2020 33 26- Kuantitatif Perawatan mulut Hasil penelitian kepada perawat yang menyatakan
n Dan Sikap Aryanti, 35 merupakan suatu tindakan bahwa asuhan keperawatan berupa oral hygiene
deskriptif
Perawat Agustina, yang harus sering adalah suatu tugas yang disenangi, jika responden
Tentang Dwi dilakukan pada pasien menyenangi pekerjaan yang ia miliki berarti
Pelaksanaan Martha, yang terpasang ventilasi responden memiliki sikap positif dan juga
Oral Trifianingsi mekanis. Kebersihan pengetahuan yang baik mengenai tindakan oral
Hygiene h Dyah mulut yang tidak memadai hygiene beserta tahu resiko yang terjadi jika oral
Pada Pasien di unit perawatan intensif hygiene dilakukan setengah hati atau tidak benar-
Terpasang (ICU) pada pasien kritis benar, selain itu perawat juga telah menunjukan
Ventilator dengan ventilator mekanik rasa peduli dan sikap bertanggung jawabnya
Mekanik juga telah diakui sebagai terhadap pasien dan pekerjaannya. Tindakan oral
isu penting. hygiene dilakukan satu kali dalam sehari setiap
pagi pada pasien terpasang ventilator oleh 7 orang
perawat dari 14 orang perawat yang berdinas saat
itu. Jumlah perawat yang ada di ruang ICU RSUD
Ulin berjumlah 48 orang, dengan pendidikan D3
sebanyak 29 orang, Sarjana Keperawatan 2 orang,
Sarjana Keperawatan dengan profesi Ners
berjumlah 16 orang dan S2 berjumlah 1 orang.
Penelitian dari Jordan et al., (2014) menyebutkan
bahwa praktek perawatan mulut yang lebih baik,
dikaitkan dengan sikap yang lebih positif terhadap
pentingnya perawatan mulut. Hasil penelitian
kepada perawat yang menyatakan bahwa asuhan
keperawatan berupa oral hygiene adalah suatu
tugas yang disenangi, jika responden menyenangi
pekerjaan yang ia miliki berarti responden
memiliki sikap positif dan juga pengetahuan yang
baik mengenai tindakan oral hygiene beserta tahu
resiko yang terjadi jika oral hygiene dilakukan
setengah hati atau tidak benar-benar, selain itu
perawat juga telah menunjukan rasa peduli dan
sikap bertanggung jawabnya terhadap pasien dan
pekerjaannya.

D. Pengaturan posisi dan mobilisasi pasien


Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian

Mobilisasi Bagus 2020 - Pelayanan keperawatan Dalam hasil penelitian ini adalah terdapat beberapa
Dini pada Ananta
untuk pasien dengan aktivitas yang dilakukan di ruang ICU, seperti head up,
Pasien Tanujiarso
Kritis di dan Dilla penyakit akut atau kronis memposisikan lateral, ROM dan berkolaborasi dengan
Fitri Ayu
Intensive dalam situasi darurat dan ahli fisioterapi. Namun demikian, menerapkan
Lestari
care unit kritis ,kekompakan dan mobilisasi dini pada pasien di ICU sering kali
(ICU): Case
Study ketepatan tim medis dalam mengalami hambatan. Kendala yang paling umum
memberikan intrevensi ditemukan adalah kondisi pasien yang tidak
kepada klien gawat darurat memungkinkan untuk mobilisasi, seperti adanya nyeri
dan kritis. jurnal ini juga hebat, kelelahan, penurunan kesadaran, oversedasi,
telah mengusulkan mobilisasi atau terpasang alat medis yang invasif. Melakukan
dini sebagai intervensi mobilisasi dini juga sangat bergantung pada
karena dipercaya bisa keterampilan petugas kesehatan yang ada di ICU,
mengurangi kelemahan otot fisioterapis, dan ketersediaan alat yang mendukung
pada klien. Namun saat ini mobilisasi di ICU.
belum ada penjelasan kapan
mobilisasi itu bisa dilakukan
Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian

Pengaruh Refa Teja 2020 31 - quasi Pemantauan hemodinamik Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 tabel yaitu
Posisi Semi Muti Orang experimen memiliki peran penting hemodinamik pada kelompok intervensi dan
Fowler
Dengan pasien tal design dalam manajemen pasien kelompok kontrol sebelum dan sesudah
Kombinasi gagal
dengan keadaan kritis. diposisikan semi fowler dengan kombinasi lateral
Lateral jantung
Kanan Perubahan hemodinamik kanan, perbedaan hemodinamik pada kelompok
Terhadap
harus selalu dalam intervensi dan kelompok kontrol setelah
Perubahan
Haemodina pemantauan. Tujuan dari diposisikan semi fowler dengan kombinasi lateral
mik Pada
pemantauan status kanan, dan uji beda status hemodinamik pada
Pasien
Gagal hemodinamik yaitu untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Jantung
mendeteksi kelainan
Di Ruang
Iccu Rumah fisiologis secara dini dan
Sakit
memantau pengaruh
Umum
Daerah perubahan posisi yang
Margono
diberikan.
Soekarjo
Purwokerto
Judul Penulis Tahun Jumlah Usia Jenis Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian

Pengaruh Wahyu 2020 Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat
Mobilisasi Rima rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus
Progresif Agustin, ditujukan untuk mengelola pasien dengan
Terhadap Gatot penyakit,trauma atau komplikasi yang mengancam
Status Suparmanto, jiwa (Musliha, 2010).
Hemodinam Wahyunings Ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan
ik Pada ih Safitri terhadap alat pembantu (Sunatrio, 2010). Hasil
Pasien studi di Amerika melaporkan prevalensi pasien
Kritis Di kritis selama 2004-2009 terdapat 3.235.741 pasien
Intensive yang mendapat perawatan ICU dan 246.151
Care Unit (7,6%) merupakan pasien kritis kronis.
Perawat merupakan salah satu bagian dari team
ICU, yang mempunyai ruang lingkup luas,
karakteristik unik serta peran yang penting dalam
pemberian asuhan keperawatan kritis di ICU
(Munawaroh dkk, 2012). Salah satu intervensi
yang diberikan berupa perubahan posisi pasien
dilakukan tiap 2 jam.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa
mobilisasi progresif berpengaruh terhadap
meningkatnya status hemodinamik, yang ditandai
dengan meningkatnya Heart Rate (HR),
Respiratory Rate (RR), saturasi oksigen (SaO2),
tekanan siastole dan diastole, dan Mean Arterial
Pressure (MAP)pada pasien kritis di ICU
E. Manajemen eliminasi
Tahu Jumlah Jenis
Judul Penulis Usia Kasus Hasil penelitian
n sampel penelitian
Faktor-faktor Ryan 2018 21 17-65 Deskriptif Berdasarkan survei awal yang Penelitian dilakukan selama 1 bulan
yang Andeska responden tahun Korelasi dilakukan dengan Teknik pengumpulan data melalui
Berhubungan Artha, peneliti didapatkan data bahwa data sekunder dan data primer. Data
dengan Rani Lisa pasien pada awalnya sekunder diperoleh dari dokumen, status
Eliminasi Indra, tidakmengalami gangguan eliminasi pemberian obat, data jumlah pasien, usia
Fekal pada T.Abdur fekal, namun kebanyakan setelah dan jenis kelamin. Sedangkan data primer
Pasien yang Rasyid dirawat beberapa hari di ruang ICU adalah jenis data yang diperoleh secara
di Rawat di pasien mengalami diare. Bila langsung dengan cara menilai status
Intensive masalah ini tidak dievaluasi dapat eliminasi fekal terakhir pasien
Care Unit memperburuk kondisi pasien seperti menggunakan Bristol stool chart, menilai
(ICU) dehidrasi, serta dapat menyebabkan status keseimbangan cairan, status tingkat
iritasi didaerah anus, menyebabkan aktivitas dan jenis pemberian nutrisi
keletihan, kelemahan dan pasien. Peneliti ingin mengetahui
kehilangan cairan dan elektrolit hubungan faktor pemberian nutrisi, faktor
yang berat didalam tubuh. keseimbangan cairan, faktor tingkat
didalam tubuh. Hal ini juga dapat aktivitas, faktor obat dan faktor lama hari
menyebabkanmemperlama hari rawat dengan eliminasi fekal. Ternyata
perawatan pasien, dan juga akan dari beberapa faktor tersebut, hanya faktor
menambah angka morbiditas dan lama hari rawat yang menunjukan adanya
mortalitas pengaruh dengan eliminasi fekal.

F.
G. Perawatan kateter
Jumlah Jenis
Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian
Christina 2020 30 orang - kuantitatif Jumlah pasien rawat inap Hasil dari prnrlitian ini yaitu Presentase kejadian infeksi nosokomial
Magdalena (Publi dengan yang terpasang kateter urin saluran kemih pada responden yang terpasang kateter dan dilakukan

T.Bolon kasi) desain adalah 37% dari seluruh perawatan yang kurang, lebih besar di banding dengan responden
pasien (Litbang yang dilakukan perawatan kateter dengan kualitas yang cukup dan
korelasion
Kementerian Kesehatan RI, baik. Pada tingkat kulitas perawatan kateter yang baik (40%) tidak
al
2011). Selain itu terdapat kejadian infeksi nosokomial saluran kemih dikarenakan
didapatkan 38% kasus dengan kualitas perawatan yang baik dapat mengurangi kejadian
infeksi saluran kemih pada infeksi nosokomial saluran kemih.Tapi tidak memungkinkan dengan
pasien yang dipasang kualitas perawatan kateter yang baik dapat terjadi infeksi nosokomial
kateter disebabkan karena saluran kemih, yang disebabkan faktor-faktor lain yang
kurangnya perawatan mempengaruhi kejadinan infeksi saluran kemih seperti prosedur
(Furqan, 2013). pemasangan yang tidak memperhatikan tehnik aseptik dan terlalu
Kateterisasi yang tidak lama kateter terpasang Pada tingkat kualitas perawatan kateter yang
disertai dengan perawatan cukup (53,3%), masih terdapat terjadi infeksi dibanding kualitas
yang adekuat menyebabkan perawatan kateter yang baik. Hal ini mungkin disebabkan ada
berbagai permasalahan prosedur perawatan kateter yang tidak di lakukan secara benar
khususnya infeksi yang misalnya cuci tangan yang tidak sesuai sehingga menjadi media
mencapai 28,1% pasien pemidahan organismen.Selain itu juga lingkungan sekitar yang
yang terpasang kateter banyak mengandung mikroorganisme, sehingga setiap saat
mikroorganisme dapat masuk kedalam tubuh. Pada kualitas perawatan
kateter yang kurang (3.3% ) angka kejadian sangat besar. Hal ini
mungkin terjadi karena adanya pemindahan faktor resiko tinggi yang
mengakibatkan kejadian kejadian infeksi nososkomial saluran kemih
seperti hospes yang sudah menjelan lansia sehingga sudah terjadi
penurunan daya imun sehingga mudah terjadi infeks

H. Pengendalian infeksi di ICU


Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sampel penelitian
Analisis Sukfitrianty 2018 7 orang Deskriptif Penelitian dilakukan di RSUD Hasil penelitian diketahui bahwa
Pelaksanaan Syahrir, yang kualitatif Labuang Baju, peneliti tertarik pelaksanaan kewaspadaan universal
Pencegahan Fitrahmadani terdiri untuk melakukan penelitian ini dilakukan dengan mencuci tangan
dan Tirmanidhana, dari dikarenakan angka kejadian handwash dan handrub.
Pengendalia Sitti Raodhah, Informan infeksi nosokomial di Rumah Penggunaan Alat Pelindung Diri
n Infeksi Emmi kunci Sakit Umum Daerah Labuang Baji digunakan berdasarkan indikasi masing-
Nosokomial Bujawati. yaitu Makassar masing. Pengelolaan alat
Di ICU kepala pada tahun 2013-2015 masing- kesehatan dilakukan di CSSD (Central
RSUD ruang masing sebesar Steril Supply Departement). Pengolahan
Labuang ICU 1,59%, 2,08%, dan 2,38%. limbah dipisahkan
Baji RSUD Diantaranya terjadi in- berdasarkan jenisnya dan dilakukan
Makassar Labuang feksi phebitis, dekubitus, penampungan sementara. Airborn
Baji, Tim ILO/IDO (Infeksi Luka precaution penempatan
PPI/ Operasi/ Infeksi Daerah Operasi), pasien diletakkan di RPK (Ruang
IPCN serta saluran infeksi saluran kemih. Perawatan Khusus) dan menggunakan
RSUD masker khusus (N95). Drop-
Labuang let precaution pasien dapat ditempatkan
Baji di RPK, ruang isolasi ICU ataupun di
Makassar tempat tidur biasa.
dan Contact precaution pasien ditempatkan di
informan tempat tidur pasien biasa.
biasa,
yaitu 5
orang
perawat
pelaksana.

I.
J. Transportasi pasien kritis
Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sample penelitian
Improving Shwu Jen Lin, 2019 deskriptif Penelitian ini ingin Jen (2020) mengenai penatalaksanaan
patient safety Chin Yuan analitik melakukan perbaikan IHT pasien yang terpasang ventilasi
during Tsan, Mao kualitas program kualitas mekanik menjelaskan algoritma
intrahospital Yuan Su, Chao perawatan intensif pada penatalaksanaan dalam modifikasi
transportation Ling Wu, Li pasien dengan MV yang proses IHT. Algoritma atau alur
of Chin Chen, menerima IHT untuk pengarahanan ini berfungsi untuk
mechanically Hsiu Jung pemeriksaan CT dan MRI. pengingat yang dianggap sebagai
ventilated Hsieh, Wei Keseluruhan rentang proses mekanisme 'time out'. Penekanan
patients with Ling Shiao, Jui dan pengukuran hasil diberikan pada interaksi antara ketua
critical illness Chen Cheng, penelitian meliputi fase pra- tim IHT, terapis pernapasan dan
Yao Wen Kuo, implementasi dari Januari perawat ICU, serta interaksi antara
Jih Shuin hingga Desember 2015, fase ketua tim IHT, teknisi radiologi dan
Jerng, Huey implementasi dari Januari anggota tim IHT. Sesi 'time-out' diberi
Dong Wu, Jui hingga Desember 2016, dan mnemonik 'STOP' (Sekresi, Tabung,
Sheng Sun fase pasca implementasi dari Oksigen dan Daya), 'VITAL' (Tanda
Januari hingga Desember Vital, Infus, Tabung, Alarm dan
2017. Pelaksanaan program Tinggalkan) dan 'STOP' (Speak-out,
secara signifikan mengurangi Tubes ,Lainnya dan Posisi). Tabel
jumlah dan insiden efek merangkum mnemonik pengingat
samping (1,08% vs 0,23%, p untuk pengarahan terstruktur, isi tugas
= 0,01). Audit juga penting dan orang yang diperlukan
menunjukkan peningkatan untuk melakukan tugas. Pasien selalu
kerja tim selama transportasi dipindahkan di tempat tidur ICU,
karena anggota tim dipindahkan ke meja pemeriksaan dan
menunjukkan peningkatan kemudian dipindahkan ke tempat tidur
kelengkapan dan ketepatan ICU setelah pemeriksaan, dan
tugas-tugas IHT yang diangkut kembali ke ICU. Pengarahan
penting (80,8% vs 96,5%, p dengan bantuan pengingat
<0,001). menggunakan kartu tercetak yang
dilampirkan ke peralatan atau bagan
yang menampilkan tugas-tugas
penting yang perlu diselesaikan
dengan benar selama IHT.
Jumlah Jenis
Judul Penulis Tahun Usia Kasus Hasil penelitian
sample penelitian
Evaluation of Leonardo 2020 systematic jurnal ini 1. Faktor yang berkonstribusi / mendukung
critical Nogueira review mencoba untuk terhadap kesusksesan transportasi pasien
transportation of Melo, Vera mengavaluasi  Pengambilan keputusan untuk melakukan
patients: A Lúcia Freitas, menurut literatur IHT harus didasari dengan ilmu dan
systematic review Emanuel terkait fakto - keterampilan khusus yang dimiliki oleh
Pereira dos faktor yang seorang perawat profesional.
Santos, mendukung atau  Perawat profesional harus memastikan selama
Raphael Dias menghambat dilakukan IHT pasien dalam keadaan aman,
de Mello transportasi dan mampu mengantisipasi setiap risiko serta
Pereira, pasien kritis kompikasi yang akan terjadi pada pasien.
Vanessa Silva  Terus melakukan penelitian dan pengamatan
de Oliveira, untuk menghasilkan pembaharuan cara -
Inês Maria cara / tatalaksana dalam mengakut pasien
Meneses dos yang aman dan daoat meminimalisir risiko
Santos bagi pasien saat dilakukan IHT
 Team work yanh solid dan kompeten

2. Faktor yang menghalangi terhadap kesuksesan


transportasi pasien
 Suara bising dalam berkomunikasi,
perubahan kondisi pasien, lingkungan yang
penuh tekanan.
 Kegagalan dalam berkomunikasi efektif
dalam mengambil keputusan untuk
melakukan IHT
 Pasien yang tidak stabil seperti gangguan
kardiovaskular (jantung) dan pernafasan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan kritis esensial merupakan kebutuhan dasar manusia yang berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Pasien ICU memiliki kebutuhan utama yaitu
tindakan resusitasi meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti airway (fungsi
jalan napas), breathing (fungsi pernapasan), circulation (fungsi sirkulasi) dan brain (fungsi
otak). Selain itu juga dilakukan pemantauan fungsi organ, kebersihan, dan keamanan pasien,
diantaranya personal hygiene pasien, perawatan mata, oral hygiene, pengaturan posisi dan
mobilisasi, manajemen eliminasi, perawatan kateter, pengendalian infeksi di ICU, dan
transportasi pasien kritis. Hal tersebut merupakan kebutuhan manusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Vivan Septiyana. 2013. Perbedaan Jumlah Kuman pada Pasien yang Dimandikan
Metode Tradisional ditambah Antiseptik dan Disposable Bed Baths di Ruang Pedia.
Unpad Repository.

Agustin, Wahyu Rima. 2020. Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status Hemodinamik
Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit. Avicenna : Journal of Health Research,
3(1), 20-27.

Ahmadinejad, Mehdi., dkk. 2020. Efficacy of Simple Eye Ointment, Polyethylene Cover, and
Eyelid Taping in Prevention of Ocular Surface Disorders in Critically Ill Patients: A
Randomized Clinical Trial. Hindawi Critical Care Research and Practice, 1-7.

Aryanti, Putri Ria., dkk. 2020. Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Pelaksanaan Oral
Hygiene Pada Pasien Terpasang Ventilator Mekanik.

Artha, Ryan Andeska., dkk. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Eliminasi Fekal
pada Pasien yang Dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Jurnal Riset Kesehatan,
7(2), 97-105.

Bolon, Christina Magdalena T. 2020. Hubungan Kualitas Perawatan Kateter dengan Kejadian
Infeksi Nosokomial Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
Medan Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 6(1).

Kasiati, Rosmalawati, Dwi W. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan diperoleh dari bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/…/Kebutuhan-dasar-
manusia-komprehensif.pdf

Kozier, B., Erb, G., Beiman., A., & Snyder, S. 2010. Buku Ajar Keperawatan Dasar :
Konsep, Proses & Praktik, (7th Ed)., Vol.2. Jakarta: EGC.

Kwack, Won Gun., et al. 2018. Effectiveness of intrahospital transportation of mechanically


ventilated patients in medical intensive care unit by the rapid response team. NCBI,
Medicine (Baltimore), 97(48).

Lin, Shwu-Jen., et al. 2020. Improving Patient Safety During Intrahospital Transportation of
Mechanically Ventilated Patients with Critical Illness. BMJ.
Melo, Leonardo Nogueira., et al. 2020. Evaluation of Critical Transportation of Patients: A
Systematic Review. Enfermeria Global, 637-647.

Muti, Refa Teja. 2020. Pengaruh Posisi Semi Fowler Dengan Kombinasi Lateral Kanan
Terhadap Perubahan Haemodinamik Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Iccu
Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Kesehatan,
Kebidanan, dan Keperawatan, 13(2), 124-140

Potter, P. A. dan Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik (Edisi 4). Jakarta: EGC

Sharma,, K.S., Kaur, K., & Garg, R. 2007. Factors affecting bowel movementin critically ill
patients. Nursing and Midwifery Research Journal, 3(2), 7-78.

Tanujiarso, Bagus Ananta dan Dilla Fitri Ayu Lestari. 2020. Mobilisasi Dini pada Pasien
Kritis di Intensive care unit (ICU): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 4(1), 59-66.

Wiyoko, Nurhamzah., Pipit Feriani. 2018. Analisi Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Intracerebral Hemorrhage dengan Intervensi Inovasi Perawatan Mata Menggunakan
Aqua Bidest untuk Pencegahan terjadinya Ocular Surface Disorder di Ruang
Instalasi Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda tahun 2018. UMKT.

Anda mungkin juga menyukai