Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pneumonia

1. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar

disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh

hal-hal lain seperti aspirasi, radiasi dan lain-lain (Said, 2008).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pneumonia

a) Status gizi

Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat

dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan

meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti

pneumonia.

b) Umur

Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun

dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di

bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas masih sempit.

c) Jenis kelamin

Ada kecenderungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi daripada anak

perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya.

d) Berat badan lahir

Menurut Ngastiyah, 1997, Berat Badan Lahir Rendah akan meningkatkan

resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan terhadap kondisikondisi infeksi saluran
pernafasan bagian bawah.

e) Pemberian ASI

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi,

karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus.

f) Status Imunisasi

Menurut Depkes RI, 2004, kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan

ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini

balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat

sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan

kekebalan yang ada pada balita.Salah satu strategi pencegahan untuk

mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan

pemberian imunisasi.

g) Ventilasi

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara.

Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri

terutama bakteri patogen.(Lumbanbatu, 2011; Sitohang, 2010).

3. Epidemiologi

Hampir 1,2 juta anak-anak yang kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun akibat

pneumonia. Sebagian besar kematian ini terjadi di negara berkembang di mana akses

ke perawatan tidak lengkap dan intervensi yang telah meningkatkan perawatan di

negara maju termasuk pengobatan anti mikroba, vaksinasi rutin, perbaikan gizi dan

terapi oksigen yang efektif masih jarang (Izadnegahdar, 2013).

Pneumonia kadang-kadang disebut sebagai “the forgotten killer”.WHO

memperkirakan bahwa infeksi saluran pernapasan bawah adalah penyebab infeksi

paling umum kematian di dunia, dengan hampir 3,5 juta kematian per tahun

(Wunderink, 2014).

Ketika aspirasi terjadi di masyarakat, bakteri anaerob adalah penyebab infeksi


paru pada lebih dari 50% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh campuran anaerobik dan bakteri
aerobik (Martin, 1986).

4. Etiologi

Berbagai penyebab pneumonia dikelompokkan menurut umur, berat

ringannya penyakit dan penyulit dan menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme

tersering sebagsi penyebab pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Synctial

Virus (RSV) yang mencapai 40%; sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan

terutama Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza type b (Hib).

Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah atau droplet, kemudian

terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan yaitu

parenkim paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah

(Misnadiarly, 2008).

Selain itu, usia merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting

pada kekhasan dan perbedaan pneumonia anak, terutama dalan spektrum etiologi,

gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada

neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia

pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptokokkus grup B dan bakteri gram negatif

seperti E.coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan

anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptokokkus pneumonia,

Haemophilus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak

yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi

Mikoplasma pneumonia.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di

samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus.Virkki dkk.melakukan penelitian

pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%,campuran

bakteri dan virus 30% dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza Bakteri yang

terbanyak adalah Streptokokkus pneumonia, Haemophilus Influenzae tipe B dan

Mikoplasma pneumonia. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi

infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.

 Tabel Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia

Usia Etiologi Yang Sering Etiologi Yang Jarang


Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophilus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum

Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis


Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Moraxella catharalis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Ureaplasma urealyticum
Virus Influenzae
Virus Parainfluenza1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Neisseria meningitides
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno Virus
Virus Influenzae Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenzae
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

5. Klasifikasi

Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan.Pada umumnya

diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.Pembagian anatomis :

1) Pneumonia lobaris

2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

3) Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Pembagian etiologis :

1) Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus aureus, Haemophilus influenza, Bacillus

Friedlander, Mycobacterium tuberculosis.

2) Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus

sitomegalik.

3) Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces

dermatitides, Coccidiodes immitis, Aspergillus species, Candida albicans.

4) Aspirasi : Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda

asing.

6. Gejala dan Tanda

a. Anak umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun,

terjadinya Pneumonia berat ditandai, antara lain:

• Batuk atau (juga disertai kesulitan bernafas)

• Nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe
chest indrawing)

• Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet

Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat dengan gejala

batuk dan kesukaran bernafas karena tidak ada ruang tersisa untuk oksigen di

paru-paru.

b. Anak di bawah umur 2 bulan, terjadinya Pneumonia berat ditandai,antara lain:

• Frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih (juga disertai)

• Penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

(Misnadiarly, 2008).

7. Manifestasi Klinis

Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40

derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang

dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain

seperti nyeri perut, nafsu makan berkurang dan sakit kepala. Tanda dan gejala lainnya

adalah batuk non produktif, ingus (nasal discharge), suara nafas lemah, retraksi

interkostal, penggunaan otot bantu pernafasan, demam, ronkhi, sianosis, leukositosis

dan foto toraks yang menunjukkan infiltrasi melebar (Misnadiarly, 2008).

8. Patologi dan patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran

respiratori.Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah

proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.Bagian paru yang terkena

mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema

dan ditemukannya kuman di alveoli.Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di

alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan

mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini

disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena

akan tetap normal (Said, 2008).

9. Derajat pneumonia

Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 bulan :

• Pneumonia berat

- bilaada sesak nafas

- harus dirawat dan diberikan antibiotik

• Pneumonia

- bila tidak ada sesak nafas

- ada nafas cepat dengan laju nafas

o >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

o >40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun

- tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

• Bukan pneumonia

- bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas

- tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatis seperti penurun panas (Said, 2008)

10. Pemeriksaan Diagnostik

a) Sinar X

Mengidentifikasi distribusi struktural (misalnya, lobar, bronkial); dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stafilokokkus); infiltrasi menyebar atau

terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering

virus).Pada pneumonia mikoplasma, sinar X dada mungkin bersih.

(Misnadiarly, 2008).
b) Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunya ditemukan

leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi, pada pneumonia

bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3

dengan predominan PMN.Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang

buruk.Leukositosis hebat pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi

lebih tinggi. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara

300-100.000/mm3

, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada

glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED)

yang meningkat.Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED

tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.

c) C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda.Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup sensitif

tidak hanya untuk diagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respons

pengobatan.Dari 38 kasus empiema yang diselidiki, ternyata sebelum pengobatan

semua kasus mempunyai CRP yang tinggi. Dengan pengobatan antibiotik, kadar CRP

turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan. Hanya empat pasien yang

CRPnya tidak kembali normal pada saat pulang dari RS.

d) Uji Serologis

Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi

Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti


adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum

fase konvalesen (paired sera).

e) Pemeriksaan mikrobiologis

Untuk pemeriksaan ini, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret

nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura atau aspirasi paru.Diagnosis

dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah

jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan

bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan remaja, spesimen untuk pemeriksaan

mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun untuk

kultur (Said, 2008).

11. Tatalaksana

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per

oral dan tetap tinggal di rumah.Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan

sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan

antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan

intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan

respons terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan

oleh pemeriksaan sputum mencakup:

• Oksigen 1-2 L/menit.

• IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/ 500 ml cairan.

• Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.

• Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui

selang nasogastrik dengan feeding drip.

• Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

• Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community

base:

• Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

• Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

Untuk kasus pneumonia hospital base:

• Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

• Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalm 2 kali pemberian. (Misnadiarly, 2008)

 Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara

oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol.Pada pneumonia ringan berobat

jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai

90%.Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kg BB, sedangkan

kotrimoksazol adalah 4 mg/kg BB TMP-20 mg/kg BB sulfametoksazol.Makrolid,

baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif

beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya

aktivitas ganda terhadap S.pneumoniae dan bakteri atipik.(Said, 2008).

 Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapt menggunakan antibiotik golongan betalaktam atau kloramfenikol.
Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap betalaktam dan kloramfenikol, dapat diberikan
antibiotik lain seperti gentamisin,

amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.

Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia

tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi

antibiotik yang optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin.Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis

dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas

seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosis, atau sefalosporin

generasi ketiga.Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan

antibiotik oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah

antibiotik beta-laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat

diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru

intravena, atau sefalosporin generasi ketiga.Bila pasien sudah tidak demam atau

keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik

beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan

kloramfenikol.Feyzullah dkk.melaporkan hasil perbandingan pemberian

antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang

dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4

jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan sefriakson intravena (50

mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata

memiliki efektivitas yang sama.

Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resistensi Streptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenza-mikroorganisme paling penting penyebab pneumonia

pada anak-terhadap kloramfenikol.(Said, 2008).

12. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.Empiema

torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Ilten F dkk.melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel


kanan meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak

berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka

dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik non invasif seperti EKG,

ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim (Said, 2008).

13. Pencegahan

Mengingat pneumonia adalah penyakit berisiko tinggi yang tanda awalnya sangat

miripnya dengan flu, alangkah baiknya para orangtua tetap waspada dengan

memperhatikan tips seperti :

• Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat

keramaian yang berpotensi penularan.

• Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA.

• Membiasakan pemberian ASI.

• Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih

jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot di antara

rusuk (retraksi).

• Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan, dan

segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.

• Imunisasi Hib (untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus

influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD = invasive

pneumococcal disease) dan vaksinasi influenza pada anak risiko tinggi,

terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly, 2008).

Anda mungkin juga menyukai