Anda di halaman 1dari 6

Penekanan dilakukan pada tendon glide FDS di sendi PIP dan pada ekstensi

terminal di sendi DIP, berlawanan dengan deformitas leher angsa (swan-neck

deformity).

Fraktur Leher P2

Fraktur leher atau subkapital lebih sering terjadi pada anak kecil yang jarinya

terhimpit pintu atau jendela elektrik. Pada fraktur ini biasanya terjadi pergeseran

dan bersifat tidak stabil, sehingga memerlukan terapi ORIF. Stern93

mengungkapkan dalam studinya mengenai komplikasi bahwa fraktur memerlukan

K-wires tetap dipasang dalam durasi lebih lama yakni selama 4 hingga 6 minggu.

Terapi post operatif didasarkan pada stabilitas fiksasi. Kekakuan pada sendi DIP,

dengan hilangnya fleksi aktif, dan gangguan ekstensor merupakan komplikasi

utama. Pemasangan splint protektif pada sendi DIP dalam posisi ekstensi penuh,

dan tendon gliding pada FDP direkomendasikan.

Fraktur Phalanx Distal

Bagian distal jari yang terekspos merupakan bagian yang sangat rentan cedera,

dimana fraktur pada P3 terjadi pada 50% kasus fraktur tangan.18 Penyebab fraktur

antara lain himpitan pada bagian distal, seperti pada saat jari terhimpit pintu yang

tertutup atau di mesin, pukulan pada jari bagian ekstensi, dan fraktur avulsi pada

artikulasi volar dan dorsal yang berkaitan dengan kegiatan olahraga.

Fraktur Basis P3

Fraktur avulsi pada artikulasi merupakan cedera tertutup yang terjadi akibat

tendon yang berkontraksi secara aktif tertekan secara paksa ke arah berlawanan.

Dapat terjadi ruptur tendon saja, atau disertai avulsi pada artikulasi dengan
beragam ukuran. Dua tipe fraktur avulsi yang sering terjadi pada bagian ini antara

lain fraktur “jersey” dan fraktur “baseball”.

Fraktur Avulsi Volar Jersey. Fraktur ini dinamai setelah terjadi cedera pada

pemain sepakbola dimana salah seorang pemain memegang kaos dari lawannya

dan tertarik paksa, menyebabkan tendon FDP, dan tulang, teravulsi dari basis

volar P3. Hilangnya fleksi aktif dari sendi terminal memerlukan terapi segera,

karena pemendekan otot tendon FDP dapat terjadi tanpa terdeteksi. Dengan

bagian-bagian kecil, tendon (dengan bagian fraktur yang melekat) dapat

dilekatkan kembali dengan tindakan bedah menggunakan teknik pull-out wire

suture di bagian dorsal. Dorsal blocking splint dibuat kemudian dilakukan

protokol gerakan tendon Durand.19 Pecahan fraktur yang besar memerlukan

support tambahan berupa K-wires untuk memastikan terbentuknya permukaan

sendi yang sesuai.84 Modifikasi program Durand dilakukan untuk membatasi fleksi

sendi DIP hingga wire dilepaskan.

Fraktur Avulsi Dorsal. Fraktur ini, dikenal dengan nama “fraktur mallet” atau

“fraktur baseball”, merupakan fraktur yang sering terjadi pada kegiatan olahraga

yang sering menggunakan tangan dengan posisi jari yang ekstensi menjadi fleksi

atau hiperekstensi secara paksa.65 Tendon ekstensor terminal teravulsi dari basis

dorsal P3, dengan beragam ukuran tulang yang fraktur melekat. Jika bagian yang

mengalami fraktur kurang dari sepertiga permukaan artikulasi, maka fraktur

tersebut dapat diatasi dengan splint tertutup pada sendi DIP dalam posisi ekstensi

selama 6 minggu (Gambar 11). Penggunaan bivalve splint yang dilapisi dengan

coban wrap menghindari terjadinya pembengkakan. Pemasangan splint diteruskan


pada malam hari dan selama beraktivitas berat hingga 2-4 minggu. Jika tampak

gangguan ekstensor pada sendi DIP, pemasangan splint juga dilakukan pada siang

hari.

Gambar 11. Bivalve splint protektor pada ujung jari untuk mempertahankan
ekstensi sendi distal interphalangeal (DIP) dan mengakomodasi pembengkakan
pada fraktur mallet.

Bagian fraktur yang lebih dari sepertiga permukaan artikulasi dapat diatasi dengan

tindakan bedah menggunakan beragam teknik wiring.10,27,28,99,108 Analisis Damron27

mengenai metode fiksasi tersebut menyebutkan bahwa tidak ada satupun metode

fiksasi yang dapat memberikan stabilitas yang cukup hingga jari dapat segera

digerakkan. Semua sendi harus diimobilisasikan selama minimum 6 minggu,

bersama dengan metode konservatif. Komplikasi akibat terapi bedah pada fraktur

mallet dilaporkan pada sebanyak 53% kasus yakni infeksi, inkongruensi sendi,

deformitas kuku jari, dan gangguan ekstensor; sebaliknya 45% komplikasi terjadi

akibat terapi tertutup.94 Dari temuan ini Wehbe106 menyarankan bahwa fraktur

mallet harus diterapi dengan metode konservatif tertutup.


Setelah imobilisasi dalam posisi ekstensi terus menerus selama 6 minggu, pasien

diajarkan untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara bergantian pada

sendi PIP dan DIP. Blocked flexion exercise pada sendi DIP tidak dilakukan

karena dapat menyebabkan tarikan pada ligamen retinakular oblik (ORL). Karena

komplikasi utama fraktur mallet adalah gangguan pada ekstensor sendi DIP, ORL

yang baik diperlukan untuk membantu sendi DIP berekstensi secara pasif saat

sendi PIP berekstensi secara aktif.19

Fraktur Shaft P3

Trauma pada bagian ini, proksimal dari nail bed, biasanya menyebabkan luka

terbuka yang memerlukan splint eksternal atau K-wire dan pemasangan spling

selama 3 minggu. Tatalaksana luka, pengukuran edema dan pergerakan pada sendi

MP dan PIP dilakukan setelah minggu pertama. ROM aktif pada sendi DIP dapat

dimulai setelah 3 minggu jika terbentuk konsolidasi kalus. Hilangnya fleksi penuh

sendi DIP biasanya terjadi akibat kontraktur jaringan lunak pada struktur sendi

dan skar kulit dorsal. Melapisi digiti dengan coban pada posisi intrinsik minus lalu

memasukkannya ke dalam parafin dapat memberikan terapi panas dan tarikan,

yang terbukti dapat memberikan efek terbaik dalam memperpanjang jaringan

lunak.49 Hal ini diikuti oleh blocking exercise pada tendon glide FDP.

Fraktur Tuft P3

Terapi fraktur pada ujung jari (tuft), meskipun retak/comminuted fracture, cukup

sederhana. Kompresi di sekitar ujung jari dapat mengurangi nyeri akibat

perdarahan dan pembengkakan. Splint protektif yang tipis pada sendi PIP

dipasang selama 2-3 minggu. Penyatuan jaringan fibrosa untuk berosifikasi terjadi
secara lambat hingga beberapa bulan26; namun, gerakan jari dapat dilakukan pada

sendi DIP dengan mengurangi panjang splint dan menggerakan jari. Aspek lain

dalam terapi fraktur ini adalah cedera pada nail bed yang dapat terjadi dan

memerlukan jahitan. Penggantian balutan luka tidak boleh mengganggu nail bed

yang sedang dalam masa penyembuhan, dengan cara membasahi ujung jari

dengan saline steril dan hidrogen peroksida.19

Bagian pulpa jari dipersarafi oleh sensory end organ yang berespon nyeri

terhadap cedera pertama, kerusakan nail bed, dan pembengkakan serta timbul

hipersensitivitas terhadap sentuhan. Penggunaan TopiGel sleeve setelah

penyembuhan nail bed komplit dapat membantu memperbaiki skar dan

meredakan nyeri. Desensitisasi meliputi vibrasi, putty press, dan toleransi tekstur

bermanfaat untuk mengembalikan fungsi normal ujung jari.

Biasanya pola fraktur yang menunjukkan pergeseran signifikan dari 2 fragmen

fraktur memerlukan ORIF dengan fiksasi K-wire selama 3 minggu.2 Splint

protektif dan supportif pada sendi DIP dan PIP menyebabkan proses inflamasi

membaik. Splint harus dijaga agar tidak bergesekan dengan pin yang terekspos

karena iritasi berlebihan dapat menyebabkan infeksi di sepanjang pin.

SIMPULAN

Keunikan dari anatomi tangan adalah dimana jaringan lunak tersebar multidireksi

hanya beberapa milimeter dari struktur rangka. Sehingga tidak mungkin

menganggap cedera rangka sebagai trauma pada jaringan tulang saja. Trauma dan

fraktur displasi dapat merusak jaringan lunak sekitarnya serta menyatukan kedua

struktur dengan kalus dan skar pada proses penyembuhannya. Rehabilitasi yang
sukses pada fraktur tangan melingkupi pemeliharaan stabilitas fraktur, mobilisasi

jaringan lunak, dan remodel skar restriktif.

Review literatur menunjukkan kekurangan pada studi mengenai rehabilitasi

fraktur. Hingga saat ini terapis tidak mengobati fraktur, melainkan mengobati

komplikasi sekunder pada jaringan lunak akibat imobilisasi berkepanjangan.

Komplikasi ini merupakan pencetus pengembangan program controlled-motion

selama fase penyembuhan fraktur. Dengan sedikit studi prospektif atau kontrol

untuk menuntun kita, strategi terbaik dalam rehabilitasi fraktur biasanya

didapatkan dari pengalaman terapi yang gagal.

Anatomi dan biologi penyembuhan tulang membantu dalam mengarahkan posisi

dan durasi imobilisasi, inisiasi protokol gerakan, dan latihan kekuatan untuk

mencapai fungsi optimal. Arah dan pengembangan penyembuhan tulang berkaitan

dengan metode fiksasi tulang yang dipilih. Baik metode operatif dan non operatif

pada terapi fraktur memiliki tujuan yang sama untuk memastikan tulang sembuh

pada arah yang sesuai dan dapat mobilisasi dengan baik. Lee66 meringkas konsep

ini sebagai berikut: “Hasil dari fraktur yang terjadi dipengaruhi oleh pemilihan

terapi serta tipe dan durasi imobilisasi.” Artikel ini menggambarkan pemilihan

terapi fraktur, posisi imobilisasi, protokol gerakan dini, dan strategi intervensi

untuk komplikasi yang unik sesuai dengan lokasi fraktur pada metakarpal dan

phalanx tangan.

Anda mungkin juga menyukai