Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Mumps

Disusun oleh:
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Periode 11 Mei 2015 - 20 Juli 2015
Alpasca Firdaus
Sabrina M Sinurat
Nyimas Inas Mellanisa
Kinanthi Sabilillah

04054811416041
04054821517062
04054821517063
04054821517067

Pembimbing: dr. T. Mirdha Zulaicha, M.Ked (Ped), Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Mumps sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. T.
Mirda Zulaicha, M.ked (ped), Sp.A selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda
dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan
laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang,

Juli 2015

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul

Mumps

Oleh:
Alpasca Firdaus
Sabrina M Sinurat
Nyimas Inas Mellanisa
Kinanthi Sabilillah

Telah diterima dan

04054811416041
04054821517062
04054821517063
04054821517067

disetujui sebagai

salah

satu syarat mengikuti ujian

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran


Univesitas Sriwijaya periode 11 Mei 2015 20 Juli 2015
Palembang,

Juli 2015

dr. T. Mirdha Zulaicha, M.Ked (Ped), Sp.A

DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I
Pendahuluan.................................................................................................
BAB II
Laporan Kasus..............................................................................................
BAB III
Tinjauan Pustaka........................................................................................
BAB IV
Analisis Kasus ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Gondongan (Mumps, Parotitis Epidemika) adalah suatu infeksi virus akut
yang menular yang menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau
bilateral (kedua sisi) pada kelenjar liur terutama kelenjar parotis disertai nyeri.
Mumps disebabkan oleh paramyxovirus. Virus ini ditularkan melalui percikan
ludah (droplet) yang berasal dari bersin atau batuk penderita atau karena
bersentuhan langsung dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh ludah
penderita. Umumnya penderita mumps adalah anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.1
Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis yang tersering.
Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah
bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 1225 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang
dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah
zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.1,2
Gejala yang paling umum apabila seseorang terinfeksi mumps virus adalah
pembengkakan pada kelenjar parotis, panas tinggi, dan sakit pada saat menelan.
Penyakit infeksi mumps dapat dicegah dengan cara imunisasi. Imunisasi untuk
mencegah infeksi mumps virus adalah MMR (Measles, Mumps, dan Rubella).
Sejak vaksinasi mumps dikeluarkan pada tahun 1967 dan imunisasi rutin
direkomendasikan pada 1977, insidens mumps telah berkurang dengan sangat
rendah di Amerika Serikat.3

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi Pasien
Nama

: An. Herawati

Umur/ Tgl Lahir

: 9 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan

: 15 kg

Tinggi Badan

: 106 cm

Bangsa / Suku

: Indonesia

Agama

: Islam

Alamat

: Pahlawan

Dikirim Oleh

: Ibu kandung

Datang ke Poli

: 22 Juni 2015

2.2 Anamnesis
Tanggal
Diberikan oleh

: 22 Juni dan 25 juni 2015


: Alloanamnesis terhadap ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama
: Demam
2. Keluhan Tambahan
: Benjolan di leher
3. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak sekitar 6 hari yang lalu pasien demam (+) tidak terlalu tinggi
terutama pada malam hari, nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-),
sakit kepala dan sakit telinga kiri dan kanan, nyeri otot (-), BAB dan BAK
biasa. Sejak 5 hari yang lalu timbul benjolan di leher sebelah kiri sebesar
1x1 cm, bulat, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile
(+) kemudian esoknya muncul benjolan di leher sebelah kanan berbentuk
lonjong sebesar 2x7 cm, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri (+),
mobile (+), demam mulai berkurang. Sejak 2 hari yang lalu timbul
pembesaran kelenjar submandibula kanan dan kiri ukuran 1x2cm, bulat,
konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile (+), demam (-),

sakit kepala (-), sakit telinga (-), gangguan pendengaran (-), benjolan di
leher sebelah kanan dan kiri mulai berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita varisela sekitar 1 tahun yang lalu (+)
Riwayat menderita DBD dan demam typhoid sekitar 1 tahun yang
lalu (+)
Riwayat Dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosio Ekonomi
Kesan : Menengah ke bawah
a. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu G1P0A0
Sakit saat hamil (-), perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang
hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-)
Riwayat KPD (-), ketuban kental (-) hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan
Partus
Tempat
Ditolong oleh
Tanggal
BB
PB
Lingkar kepala

: 9 bulan
: Spontan
: Klinik bidan
: Bidan
: 19 Agustus 2009
: 3000 gram
: 49 cm
: Ibu lupa

2. Riwayat Makanan:
ASI

3.

: 0 - 6 bulan

Susu Botol

: 2 bulan - 2 tahun

Nasi Tim

: 6 bulan 1 tahun

Nasi Biasa

: 1 tahun sekarang

Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
BCG
DPT 1
HEPATITIS

V
V
V

DPT 2
HEPATITIS

V
V

ULANGAN
DPT 3
HEPATITIS

V
V

B1
Hib 1
Polio 1
Campak

B2
Hib 2
Polio 2

V
V
v

V
V

B3
Hib 3
Polio 3
Polio 4

V
V
V

Kesan: Imunisasi dasar lengkap. Riwayat imunisasi MMR (-)


4. Riwayat Keluarga
Perkawinan
Umur
Penyakit yang pernah diderita

: 1 kali
: Ibu 27 tahun; Ayah 33 tahun
:-

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi Pertama : Ibu lupa
Berbalik

: 2 bulan

Tengkurap

: 3 bulan

Merangkak

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: Usia 1 tahun

Berbicara

: menyebutkan ma atau pa usia 9 bulan

Kesan

: Perkembangan anak normal sesuai usia

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: E4M5V6

Berat badan

: 15 kg

Tinggi badan

: 106 cm

Status Gizi
BB/U

: 15/20 x 100%

TB (PB)/U

: 106/115 x 100% = 92,1 %

BB/TB (PB)

: 15/17 x 100%

= 75%
= 88%

Kesan

: Gizi Kurang

Suhu

: 36.4 oC

Pernapasan

: 26 kali/menit, Retraksi (-), Kusmaull (-)

Tipe pernafasan

: torakoabdominal

Tekanan Darah

: 90/50 mmHg

Nadi

: 98 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Edema (-), sianosis (-), dipsnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Kulit

: Capillary Refill Time <2 detik, Turgor Normal <3 detik

B. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Rambut

: Hitam, Lebat

Mata

: Palpebra edem (-), mata cekung (-), konjungtiva anemis


(-), sklera ikterik (-), pupil bulat, sentral, diameter 3
mm, refleks cahaya (+/+)

Hidung

: Deformitas (-), epistaksis (-), sekret (-), nafas cuping


hidung (-)

Telinga

: Bentuk telinga normal, sekret (-), membran timpani


intak

Mulut

: Stomatitis angularis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa

bibir dan
mulut kering (-), sianosis sirkum oral (-), typhoid tongue
(-)
Tenggorokan

: Arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding faring


posterior
tidak hiperemis, tonsil T0 T0.

Leher

: Pembesaran kelenjar parotis (+) dextra ukuran 2x7cm,


sinistra ukuran 1x1 cm konsistensi keras, nyeri tekan (+),
Kemerahan (-), mobile (+),
Pembesaran di submandibula 1x2 cm, konsistensi keras,
nyeri tekan (+), kemerahan (-), mobile (+).

Thoraks

: Simetris, pergerakan dinamis kanan=kiri, retraksi (-)

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi, iktus kordis, dan voussour cardiaque tidak

terlihat
Palpasi

: Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: HR: 98 kali/menit BJ I & II (+) normal, murmur (-),


gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi

: statis, dinamis simetris kanan = kiri

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultrasi

: vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, akral pucat (-), CRT <2 detik, Edema

Pretibia (-)
Pemeriksaan Neurologis
Motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis

Lengan
Kanan
Luas
5
Normal

Kiri
Luas
5
Normal

(+) Normal
-

(+) Normal
-

Tungkai
Kanan
Luas
5
Normal
(+) Normal
-

Kiri
Luas
5
Normal
(+) Normal
-

Fungsi Sensorik

: tidak ada kelainan

Nn. Craniales

: tidak ada kelainan

Fungsi Luhur

: tidak ada kelainan

Fungsi Vegetatif

: tidak ada kelainan

Fungsi otonom

: tidak ada kelainan

GRM

: tidak ada

Gerakan abnormal

: tidak ada

Gait dan Keseimbangan

: belum dapat dinilai

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan
2.5 Resume
Keluhan Utama

: Demam

Keluhan Tambahan

: Benjolan di leher

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak sekitar 6 hari yang lalu pasien demam (+) tidak terlalu tinggi
terutama pada malam hari, nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-),
sakit kepala dan sakit telinga kiri dan kanan, nyeri otot (-), BAB dan BAK
biasa. Sejak 5 hari yang lalu timbul benjolan di leher sebelah kiri sebesar
1x1 cm, bulat, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile
(+) kemudian esoknya muncul benjolan di leher sebelah kanan berbentuk
lonjong sebesar 2x7 cm, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri (+),
mobile (+), demam mulai berkurang. Sejak 2 hari yang lalu timbul
pembesaran kelenjar submandibula kanan dan kiri ukuran 1x2cm, bulat,
konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile (+), demam (-),
sakit kepala (-), sakit telinga (-), gangguan pendengaran (-), benjolan di
leher sebelah kanan dan kiri mulai berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita varisela sekitar 1 tahun yang lalu (+)

Riwayat menderita DBD dan demam typhoid sekitar 1 tahun yang


lalu (+)
2.6 Daftar Masalah
1. Demam
2. Benjolan di leher
2.7 Diagnosis Banding
Parotitis Supuratif: Infeksi Staphylococcus Aureus
Rubella
2.8 Diagnosis Kerja
Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular e.c Mumps
2.9 Tatalaksana
a. Pemeriksaan anjuran
Konsul THT
b. Terapi
Farmakologis:
Parasetamol syrup 6cc jika demam (T>38,5oC)
c. Diet
Perbanyak minum air putih, makan makanan yang lunak, menghindari
makan makanan yang bersifat asam dan jus buah.
d. Monitoring
Monitoring komplikasi: nyeri telinga, penurunan pendengaran,
meningoensefalitis, pankreatitis, myocarditis dan thyroiditis.
e. Edukasi
- Istirahat baring disesuaikan dengan kebutuhan pasien
- Isolasi pasien dari lingkungan dalam masa transmisi (sekitar 3 hari
sebelum hingga 4 hari setelah timbul benjolan)

Pencegahan dengan vaksinasi MMR pada anak usia >15 bulan dan
dilakukan vaksinasi booster MMR kedua pada anak usia sekolah umur
6 tahun (anak pada kasus mendapatkan 2 dosis vaksin MMR dengan
jarak penyuntikan 28 hari atau 1 bulan)

2.10 Prognosis
Qua ad vitam

: dubia ad bonam

Qua ad sanationam

: dubia ad bonam

Qua ad functionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)
Tanggal
CATATAN KEMAJUAN (S/O/A)
Jam
22 Juni S: demam (-), benjolan di leher kiri dan kanan (+)
2015
O:
BB 15kg
TB 106cm
Nadi: 98x/menit
RR: 26x/menit
T: 36,4oC
Leher: Benjolan di leher kanan berbentuk lonjong
dengan ukuran 2x7cm, konsistensi keras.
Benjolan di leher kiri dengan ukuran 1x1cm,
konsistensi keras, nyeri tekan (+), mobile (+)
A: Mumps
25 Juni
2015

S: demam (-), benjolan di leher kanan dan kiri (+)


berkurang, benjolan di bawah rahang (+)
O:
BB: 15kg
TB: 106cm
Nadi: 100x/menit
SpO2 99%
RR: 24x/menit
T: 36.0oC
Leher:
Pembesaran kelenjar parotis (+) dextra ukuran
2x7cm, sinistra ukuran 1x1 cm konsistensi keras,
nyeri tekan (+) minimal
Pembesaran kelenjar submandibular (+) dextra
ukuran 1x2cm, sinistra 1x2 cm konsistensi keras,
nyeri tekan (+) minimal, mobile (+)
Telinga: Membran timpani intak, refleks cahaya (+/
+)

RENCANA
TATALAKSANA
Parasetamol sirup 6cc jika
demam (T>38,5oC)
Konsul THT

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Gondongan (Mumps) adalah penyakit virus akut dan menular yang ditandai
oleh pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Penyebabnya adalah virus
parotitis yang merupakan kelompok paramyxovirus, suatu virus RNA tunggal yang
terbungkus dalam selubung protein dan lemak yang memiliki zat hematuglinasi
neuroaminidase dan hemolisin, rusak pada pemanasan sampai 56oC selama 20 menit.5
Penyebaran penyakit ini adalah melalui droplet, kontak langsung, air liur, dan
urin, dan terutama terjadi pada anak dengan insidens puncak pada usia 5-9 tahun.
Penularan terjadi sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan parotis sampai 9 hari
kemudian. Namun ada juga literatur yang menyebutkan bahwa penularan terjadi 24
jam sebelum sampai 3 hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu
minggu setelah terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak
menular.5
3.2 Epidemiologi
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di
negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus
per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa
muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di tempat kuliah atau tempat kerja. Di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah

kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya, dengan jumlah 11-15 kasus/tahun
sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun 2000. Selama tahun 2008
hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.2,3
Pada era sebelum adanya vaksin, mumps muncul pada anak-anak usia 5-9 tahun
dan epidemik setiap 4 tahun. Infeksi mumps terjadi pada musim dingin dan musim
gugur. Pada tahun 1968, setelah pengenalan vaksin mumps, sebanyak185.691 kasus
dilaporkan di amerika serikat. Rekomendasi penggunaan vaksin mumps pada tahun
1977, insidensi mumps pada anak-anak menurun drastis. Penyakit ini justru terjadi
pada anak yang usia lebih tua, remaja dan dewasa muda. Wabah tersebut berlanjut
bahkan pada orang-orang yang sudah pernah melakukan vaksinasi sebagai hasil dari
kegagalan vaksin. Setelah pelaksanaan rekomendasi 2 dosis vaksin measles-mumpsrubella (MMR) untuk kontrol penyakit measles pada tahun 1989, jumlah kasus
mumps menurun. Sepanjang tahun 2001-2003, <300 kasus mumps dilaporkan setiap
tahun.4,5

Gambar 1. Epidemiologi Penyakit Mumps (Berdasarkan tahun dan penurunan insidensi


penyakit mumps setelah pemberian 2 dosis vaksin MMR)

Mumps disebarkan perorangan melalui respiratory droplet. Virus muncul pada


saliva 7 hari sebelum dan menimbulkan manifestasi pembengkakan kelenjar parotis 7
hari setelahnya. Periode maksimum infeksi 1-2 hari setelah 5 hari onset dari
pembengkakan kelenjar parotis. Virus menginfeksi sebelum timbul gejala dan bersifat
asimptomatik. U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), the American
Academy of Pediatrics merekomendasikan 5 hari periode isolasi setelah onset
parotitis.4
3.3 Patogenesis
Target virus mumps adalah kelenjar saliva, sistem saraf pusat (SSP), pankreas,
testis, thyroid, ovarium, jantung, ginjal, hepar dan sendi sinovial.4,5
Pada saat proses infeksi, awalnya virus mengalami replikasi pada epitel sistem
saluran nafas atas. Infeksi menyebar hingga ke nodus limfe melalui drainase sistem
limfatik dan kemudian terjadi viremia, penyebaran virus ke target jaringan. Virus
mumps menyebabkan nekrosis pada sel yang terinfeksi dan berhubungan dengan
infiltrasi sel inflamasi limfositik. Saluran kelenjar saliva mengalami nekrosis, dan
intersitial di infiltrasi oleh limfosit. Jaringan yang bengkak, contoh: testis akibat dari
fokal iskemik infark. Ditemukan mononuklear pleositosis pada pemeriksaan cairan
serebrospinal pada penderita mumps, meskipun pada individu yang tidak mengalami
gejala klinis meningitis.4,5
Transmisi melalui mukosa nasal atau bukal akibat inokulasi virus mumps,
menjelaskan infeksi diawali dari penyebaran droplet. Periode inkubasi16-18 hari,
virus melakukan multiplikasi pada mukosa saluran nafas atas sebelum menyebar ke
sistem limfatik. Berdasarkan penelitian terhadap hamster, virus menyebar melalui
plasma, yang berpotensi menyebabkan infeksi multipel pada jaringan dan sistem
organ. Tempat yang paling sering adalah jaringan glandular (parotis, testis, payudara
dan pankreas) serta sistem saraf pusat.4,5

Droplet dari orang


yang terinfeksi

Virus mumps
masuk ke traktus
respiratori atas

Lokasi yang paling


sering: kelenjar
parotis, pankreas,
tyroid,
testis/ovarium, ginjal,
jantung, otak

Orchitis
Hematogen ke testis

Virus Replikasi
di kelenjar
parotis

Viremia II

Histamin

Merangsang
syaraf sensorik

Sekresi saliva
meningkat

Replikasi pada
mukosa saluran
nafas atas
Masuk keInflamasi
sirkulasi

Selular

Humoral

Sel T

Sel B
Aktivasi
Sitokin

Limfosit
Imunoglobulin:
IgA, IgM, IgG

IL 1: Mengeluarkan
pirogen-endogen
Pusat regulator suhu di
hipotalamus Demam

3.4 Manifestasi Klinis


Periode
virus

mumps

Reaksi Imun
Non Spesifik

Spesifik

KontraksiNyeri
kel. Ludah

Bengkak
(swelling)

RNA virus masuk


ke dalam sel

Viremia I (3-5 Hari )

Bradikinin

Permeabilitas
pembuluh darah
meningkat

Berfusinya kapsid
dengan membran
sel di epitel sal.
nafas atas (mukosa)

Bagan 1. Patofisiologi Infeksi Mumps.

4,6

inkubasi

dari

berkisar

antara

12-25 hari. Infeksi virus mumps menimbulkan manifestasi klinis mulai dari
asimptomatik atau gejala non spesifik hingga gejala tipikal yang berhubungan dengan

parotits dengan atau tanpa komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Gejala tipikal dari
infeksi virus mumps yaitu dimulai dari gejala prodromal 1-2 hari yang meliputi
demam, sakit kepala, muntah dan nyeri. Parotitis timbul secara unilateral pada saat
awal dan dapat menjadi bilateral pada 70% kasus infeksi mumps. Kelenjar parotid
menjadi lunak, dan parotitis semakin diperberat dengan gejala nyeri telinga pada sisi
ipsilateral. Memakan makanan yang asam dan asin dapat mencetuskan timbulnya
nyeri pada area parotis. Akibat dari kelenjar parotis yang bengkak menyebabkan
perubahan posisi rahang dan daun telinga menjadi terangkat. 4,5
Kelenjar parotis yang membengkak mencapai puncaknya selama 3 hari dan
kemudian berkurang 3-5 hari selanjutnya. Ruam morbili jarang ditemukan pada kasus
infeksi mumps. Kelenjar submandibular juga bisa ikut terlibat dan bahkan dapat
membesar tanpa adanya pembesaran dari kelenjar parotis sebelumnya. Edema pada
sternum dapat terjadi akibat obstruksi sistem limfatik.5,6

Gambar 2. Parotid Gland Swelling

Gambar 3. Gambar Anak yang Mengalami Infeksi Virus Mumps (terdapat pembengkakan
pada kelenjar parotis bilateral)

Orkitis 50% terjadi pada laki-laki postpubertas dan sekitar 30% mengalami
keterlibatan kedua testis. Orkitis timbul secara akut disertai demam, mengigil, mual,
muntah dan nyeri abdomen bagian bawah. Setelah demam, testis mulai membengkak
dengan cepat. Ukuran testis membesar hingga 4 kali lipat dari ukuran normal. 4,5
3.5 Kriteria Diagnosis
Ketika prevalensi penyakit mumps berada pada puncaknya, diagnosis infeksi
mumps ditentukan berdasarkan riwayat infeksi mumps sebelumnya, masa inkubasi
dan perkembangan temuan klinis tipikal infeksi mumps. Memastikan adanya infeksi
kelenjar parotis, harus adanya peningkatan serum amylase pada pemeriksaan
laboratorium. Pasien dengan parotitis selama >2 hari oleh karena penyebab yang
tidak diketahui, diagnosis spesifik infeksi mumps harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan virologi dan serologi. Langkah ini diharapkan dapat menemukan adanya
isolasi

virus

pada

kultur

sel,

deteksi

antigen

virus

pada

pemeriksaan

immunofluorescence atau identifikasi dari asam nukleat dengan cara PRC. Virus
dapat ditemukan dari apusan sekret saluran nafas atas, CSF atau urin selama gejala
akut berlangsung. Peningkatan serum mumps imunoglobulin G (IgG) antibodi antara
fase akut dan convalescent yang terdeteksi dari pemeriksaan hemaglutinisasi,
neutralisasi atau tes enzim immunoassay (EIA) dapat memastikan diagnosis. EIA
untuk mumps IgM antibodi dapat digunakan sebagai identifikasi infeksi yang baru
terjadi (fase akut).5
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus parotitis dengan komplikasi misalnya epididimo-orkitis,
meningitis, atau pancreatitis ditemukan leukositosis dengan hitung jenis yang normal.
C-reactive protein (CRP) ditemukan meningkat pada orkitis parotitis epidemika.
Ditemukannya IgM virus parotitis epidemika atau peningkatan titer IgG terhadap
virus parotitis epidemika dapat membantu diagnosis parotitis epidemika. Amilase
serum dapat meningkat selama terjadinya parotitis dan tetap meningkat selama 2
minggu. Pemeriksaan analisis isoenzim dapat digunakan untuk membedakannya
dengan amilase pankreas. 4,5
Apabila dibutuhkan konfirmasi untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan
isolasi virus. Isolasi virus dapat dilakukan dari air liur sejak 6 hari sebelum sampai 9
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Virus juga dapat diisolasi dari
urin sejak pertama sampai hari ke-14 sejak terlihatnya pembengkakan kelenjar
parotis.

Pemeriksaan

yang

menjadi

pilihan

utama

adalah

enzyme-linked

immunosorbent assay. Pemeriksaan haemagglutination inhibition test dapat


digunakan tetapi memiliki reaksi silang dengan virus parainfluenza lainnya. 4,5
3.7 Diagnosis Banding

Parotitis karena sebab lain: infeksi virus Koksaki A dan koriomeningitis

limfositik
Parotitis supuratif

Kalkulus saliva
Infeksi Rubella
Pembesaran kelenjar limfe di bagian proksimal kelenjar parotis biasanya
disertai konjungtivitis

3.8 Tatalaksana
Parotitis bersifat self-limiting dan hanya memerlukan pengobatan suportif.
Perawatan dapat dilakukan dengan cara memberi Paracetamol atau Acetaminophen
pada anak yang menderita gejala demam (tidak diberikan Aspirin, karena ditakutkan
dapat menyebabkan meningkatnya gejala Reyes Syndrome pada anak anak). Selain
itu penderita juga dianjurkan untuk istirahat yang cukup, minum air putih yang
banyak, makan makanan yang lunak, dan berkumur menggunakan obat kumur.
Makanan yang bersifat asam dan jus buah harus dihindari, karena jus buah dapat
menstimulasi kelenjar parotid untuk menghasilkan lebih banyak air liur yang dapat
menyebabkan bertambahnya rasa sakit.5,7
3.9 Pencegahan
Vaksinasi parotitis epidemika menggunakan virus mumps hidup yang
dilemahkan. Pemberian vaksin parotitis epidemika dikombinasi dengan vaksin virus
campak dan rubela dalam vaksin, mumps, measles, dan rubela (MMR). Vaksinasi
MMR pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, yang kedua direkomendasikan pada
usia 4-6 tahun namun dapat diberikan pada usia berapa pun minimal 4 minggu setelah
vaksinasi

pertama.

Pada

anak

yang

tidak

mendapatkan

vaksinasi

kedua

direkomendasikan untuk mendapatkan imunisasi pada usia 11-12 tahun. Penelitian


menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan vaksin MMR, 98,3% membentuk
antibodi terhadap campak dan parotitis epidemika 99,7% membentuk antibody
terhadap rubela. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi MMR muncul perlahan.2,3
Pemberian vaksin parotitis epidemika pada saat sudah terjadi paparan parotitis
epidemika tidak dapat mencegah terjadinya infeksi parotitis epidemika. Kejadian

ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada pemberian vaksinasi MMR jarang terjadi. Gejala
KIPI yang mungkin terjadi antara lain parotitis atau demam subfebris yang dapat
terjadi pada 10-14 hari pasca vaksinasi.2,3
3.10 Komplikasi
Orchitis, epididimitis, meningoensefalitis, ooforitis, pankreatitis, nefritis,
tiroiditis, miokarditis, mastitis, ketulian, komplikasi okuler, dan arthritis. Tanda
rangsangan meningeal dapat terjadi pada 15% kasus, tetapi gejala sisa yang permanen
jarang ditemukan. Sensorineural deafness adalah salah satu komplikasi yang serius
tetapi jarang terjadi.6,7
3.11 Prognosis
Infeksi virus parotitis epidemika memberikan imunitas jangka panjang, dan
tidak menyebabkan kekambuhan pada pasien sehingga prognosis ad sanactionam
baik.6,7
3.12 Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin kombinasi untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella dikenal
sebagai vaksin MMR. Vaksin ini merupakan vaksin keirng yang mengandung virus
hidup, harus disimpan pada temeratur 2-8oC atau elbih dingin dan terlindung dari
cahaya. Vaksin ini diberikan dengan dosis tunggal 0,5 ml suntikan intramuskular atau
subkutan pada daerah 1/3 anterolateral paha. Diberikan pada usia 12-18 bulan. Vaksin
MMR harus diberikan meskipun ada riwayat infeksi campak, gondongan, dan rubella
atau imunisasi campak. Bila imunisasi dasar tidak lengkap sampai waktu pemberian
mmr maka dapat diberikan secara bersamaan.
Anak dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus
diberikan MMR dan kepada orang tua diberikan pengertian bahwa dapat timbul
demam 5-12 hari setelah imunisasi. Dianjurkan untuk mengurangi demam dengan
pemberian parasetamol.

Kontraindikasi:

Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas,
mereka yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar
atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari

prednisolon).
Anak dengan laergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan, sulit

bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin.


Anak dengan demam akut, pemberian MMR harus ditunda sampai penyakit

ini sembuh
Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG) dalam waktu 4
minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1 bulan
setelah imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberkulin positif akan

menjadi negatif setelah pemberian vaksin.


Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian

imunoglobulin atau transfusi darah (whole blood).


Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya Hiv
bukan indikasi kontra, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk meminta
petunjuk pada spesialis anak konsultan.

Reaksi merugikan dari pemberian vaksin virus mumps sangat jarang dialporkan.
Parotitis dan orkitis jarang ditemukan. Reaksi lain seperti kejang demam, gangguan
pendengaran, rash, purpura, ensefalitis dan meningitis bukan menjadi penyebab yang
berhubungan denan vaksin virus mumps.5

BAB IV
ANALISIS KASUS

Sakit hari ke-4 (22 Juni 2015)

Gambar 4. Terdapat pembesaran kelenjar saliva (kelenjar parotid) di regio colli dextra,
ukuran 2x7 cm, bentuk lonjong, konsistensi keras, mobile, dan nyeri tekan.
Gambar 5. Terdapat pembesaran kelenjar saliva (kelenjar parotid) di regio colli sinistra,
ukuran 1x2 cm, bentuk bulat, konsistensi keras, mobile, dan nyeri tekan.

Berdasarkan alloanamnesis terhadap ibu pasien, anak demam sejak sekitar 6


hari yang lalu. Pasien demam (+) tidak terlalu tinggi terutama pada malam hari, nafsu
makan berkurang, mual (-), muntah (-), sakit kepala dan sakit telinga kiri dan kanan,
nyeri otot (-), BAB dan BAK biasa. Keluhan diatas merupakan gejala prodromal dari
infeksi virus mumps yang biasanya timbul 1-2 hari ditandai dengan demam yang
tidak terlalu tinggi pada hari pertama, nafsu makan berkurang dan nyeri pada telinga
kanan dan kiri yang merupakan awal dari pembengkakan kelenjar parotis yang
mempengaruhi organ sekitar kelenjar parotis. Pada tinjauan pustaka disebutkan
bahwa terdapat gejala mual, muntah disertai penurunan nafsu makan yang merupakan
gejala awal dari infeksi mumps tetapi pada kasus hanya terdapat keluhan penurunan
nafsu makan saja. Menanyakan keluhan pada anamnesis untuk menyingkirkan
diagnosis banding demam typhoid mengingat di dalam riwayat perjalanan penyakit
pasien pernah menderita penyakit demam typhoid sebelumnya.
Pada alloanamnesis sejak 5 hari yang lalu timbul benjolan di leher sebelah kiri
sebesar 1x1 cm, bulat, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile (+)

kemudian esoknya muncul benjolan di leher sebelah kanan berbentuk lonjong sebesar
2x7 cm, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri (+), mobile (+), demam mulai
berkurang. Keluhan diatas merupakan gejala tipikal dari infeksi virus mumps yang
muncul pada hari ke 3-5 yaitu terdapat pembengkakan dari kelenjar parotis yang pada
awalnya timbul unilateral kemudian selanjutnya timbul bilateral, hal ini terjadi pada
70% kasus infeksi virus mumps. Nyeri pada kasus infeksi virus mumps bisa
dicetuskan oleh gerakan mengunyah, sentuhan serta memakan makanan yang asin
yang mensensitasi timbulnya nyeri pada kelnjar parotis yang bengkak. Pada infeksi
virus mumps hari 3-5 demam mulai berkurang atau anak sudah tidak demam seperti
yang terjadi pada kasus dimana gejala prodromal dari infeksi virus mumps sudah
berkurang.
Sejak 2 hari yang lalu timbul pembesaran kelenjar submandibula kanan dan
kiri ukuran 1x2cm, bulat, konsistensi keras, kemerahan (-), nyeri tekan (+), mobile
(+), demam (-), sakit kepala (-), sakit telinga (-), gangguan pendengaran (-), benjolan
di leher sebelah kanan dan kiri mulai berkurang. Gejala pembengkakan parotis dari
infeksi virus mumps akan berkurang 3-5 hari mencapai puncaknya pada hari ke 3,
pada kasus pembengkakan kelenjar parotis pada bagian leher meluas ke bagian
submandibula karena berdasarkan teori pembengkakan kelenjar parotis berada pada
puncaknya pada hari ke 3 dan setelah itu akan mulai berkurang. Pada kasus
pembengkakan pada leher mulai berkurang dan nyeri telinga sudah tidak dirasakan
lagi.

Hari ke-7 (25 Juni 2015)

Gambar 6 dan 7. Pembesaran kelenjar submandibular (+) dextra ukuran 1x2cm, sinistra 1x2 cm
konsistensi keras, nyeri tekan (-)
Tabel 1. Diagnosis Banding Pada Kasus4

Manifestasi klinis

Infeksi Virus Mumps

Parotitis Supuratif

Infeksi

pada kasus
Demam

+ Gejala prodromal

+ Demam tinggi dan

Rubella
+ Demam tidak

Benjolan pada

dari infeksi mumps


+ Biasanya ditemukan

timbul perlahan
(-) Unilateral,

terlalu tinggi
(-) Limfadenopati

regio colli dextra-

pada hari ke 3 dan

konsistensi sangat

lebih pada regio

sinistra

berkurang

lunak disertai

suboccipital,

peningkatan leukosit

postauricular dan

darah dan keluar

anterior cervical
lymph
(-) Timbul bintik

Benjolan pada

+ Biasanya ditemukan

cairan purulent
(-) Penyebab bakteri

regio

pada hari ke 3 dan

gram +

kemerahan pada

submandibula
Sakit kepala
Nafsu makan

berkurang
+
+

Staphylococcus aureus
(+)
(+)

wajah dan leher


(+)
(+) Mual, Muntah

berkurang
Nyeri pada

(+)

(+) Nyeri pada mata

benjolan
dan mata merah
Untuk menentukan diagnosis klinis pada kasus ini maka beberapa diagnosis banding
yaitu: Infeksi virus mumps, parotits supuratif dan infeksi rubela yang diklasifikasikan
berdasarkan manifestasi klinis temuan pada kasus dan membandingkan dengan teori yang

ada. Manifestasi klinis pada kasus yaitu ditemukan gejala prodromal meliputi demam, nyeri,
nafsu makan berkurang dan sakit kepala kemudian timbul benjolan pada leher dan
submandibula yang kemudian berkurang maka dapat disimpulkan diagnosis klinis yaitu
Pembesaran kelanjar parotis dan submandibula e.c infeksi virus mumps.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dengan mengurangi gejala nyeri yang ada pada
pasien yaitu dengan pemberian parasetamol kemudian dilakukan vaksinasi MMR
(Mumps,measles,rubela) dengan dosis 2 kali pemberian dengan jarak pemberian 28 hari dari
pemberian vaksin pertama. Pada tahun 1989 WHO merekomendasikan pemberian 2 kali
vaksin MMR yaitu pada saat usia 12-15 bulan dan selanjutnya di usia sekolah 6-7 tahun.
Pemberian 2 dosis vaksin MMR dikarenakan pada tahun 70-an terjadi wabah infeksi virus
mumps yang terjadi pada anak usia sekolah, remaja dan dewasa muda, bahkan pada anak
yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan vaksin MMR pada usia 12-15 bulan sehingga
dianggap sebagai kegagalan vaksinasi, oleh karena itu WHO merekomendasikan pemberian 2
kali vaksinasi MMR sebagai program kontrol measles. Terbukti pada tahun 2001-2003 hanya
sekitar <300 kasus mumps dilaporkan setiap tahunnya. Pada kasus anak yang sebelumnya
belum pernah mendapatkan vaksinasi MMR, sesuai rekomendasi dari CDC (Centers for
Disease Control and Prevention) vaksin dapat diberikan dengan dosis 2 kali pemberian untuk
anak usia sekolah (elementary school) dan pra sekolah atau anak >12 tahun dengan jarak
pemberian vaksin pertama dan kedua 28 hari dan pada orang dewasa diberikan 1 kali dosis
vaksin MMR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Marissa Tania Stephanie dan Sri Rezeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada
Infeksi Parotitis Epidemika: Laporan Kasus. Sari Pediatri 2009;11(1):47-51.
2. Ranuh, I.G.N, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi Ketiga. 2008. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hlm. 179.
3. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable
Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012.
4. Kliegman, RM. Et al. 2011. Mumps Viral Infection dalam Nelson Texbook of
Pediatric Ninteenth Edition. Part 13-chapter 238. Saunder-Elsevier. California: United
States of America.
5. Geffendi, GL. Stelle, RW. 2014. Mumps dalam Medscape Reference. American
Academy of Pediatric. (Diakses dari www.Medscape.com -Tanggal 1 Juli 2015)
6. Knipe, DM, Howley, PM. 2013. Viral Infection dalam Fields Virology: Sixth
Edition Chapter: 35. Lippincot William and Wilkins. New-York.
7. Wetmore, RF, Muntz, HR, Mcgill, TJ. 2014. Infectious and Inflammatory Disorder of
The Neck dalam Pediatric Otolaryngology: Priciple and Practice-Pathway. Thieme.
New York.

Anda mungkin juga menyukai