NIM : 121811014
A. Definisi
bahkan sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya
(Damaiyanti, 2012). Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam Direja,
2011). Isolasi sosial merupakan upaya Klien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
yang mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain karena mungkin merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Kedaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
lebih suka berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari
(Direja, 2011).
a. Faktor Predisposisi
sosial yaitu:
Menurut Yosep (2009), hidup manusia dibagi menjadi 7 masa dan pada
a) Masa Bayi
Masa bayi adalah menjelang usia 2-3 tahun, dasar perkembangan
yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini
ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak di kemudian hari
terhadap lingkungan.
kaku, keras, dan tergesa -gesa akan menimbulkan rasa cemas dan
tekanan.
Hubungan orangtua-anak
Perlindungan yang berlebihan
Otoritas dan disiplin
Perkembangan seksual
Agresi dan cara permusuhan
Hubungan kakak-adik
Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan
pesat. Pada masa ini anak akan mulai memperluas pergaulan, keluar dari
Perkembangan jasmani
d) Masa Remaja
pihak lain belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab
gangguan-gangguan jiwa.
Sebagai patokan, pada masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan
adalah:
g) Masa Tua
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan pada masa ini yaitu
cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah pahaman
yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu
sosial. Hal ini disebabkan oleh norma- norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut
lingkungan sosial.
4. Faktor Biologis
masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal pada otak,
seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan
kortikal (Sutejo, 2017). Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-
ciri biologis yang khas terutama susunan dan struktur syaraf pusat, biasanya
kirinya. Ciri lainnya yaitu memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari
memiliki lesi pada area Wernick’s dan area Brocha biasanya disertai dengan
juga bisa disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok
cortex cerebry yang kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang
b. Faktor prediposisi
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan
faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
sakit.
2. Stressor Psikologi
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
Menurut Stuart and Sundeen (2007) dalam Ernawati (2009). Salah satu
gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa di alami klien dengan latar
kecemasan.
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau
penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang
austistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
Menurut Stuart Sundeen dalam Sutejo tentang respon klien ditinjau dari
Adaptif Maladaptif
Manipulasi,
Menyendiri, Otonomi, Kesepian, menarik
impulsif,
kebersamaan, saling diri,
narsisme
ketergantungan ketergantungan
Menurut Sutejo (2017) respon adaptif adalah respon yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayan secara umum yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
b. Respon Maladaptif
dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku
ISOLASI SOSIAL
(core problem)
E. Manifestasi Klinis
Menurut Yosep (2009)tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat dari
dua cara yaitu secara objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala klien
a. Gejala subjektif
b. Gejala objektif
segera timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
sensori: halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan
F. Mekanisme Koping
koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi.
baik buruk. Sementara itu, isolasi adalah perilaku mengasingkan diri dari orang lain
SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial,
membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan.
Fase Orientasi
Assalamualaikum …. ”Selamat siang bpk/ibu.... Perkenalkan nama saya…., saya senang
dipanggil …. Saya mahasiswa ….. yang bertugas di…. . Perawat penanggung jawab Ibu
adalah.....
namun saya juga akan merawat Ibu disini selama.... dari jam...sampai jam... Nama Ibu
siapa? Senang dipanggil siapa? Tanggal lahir Ibu?”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini ? Kemarin waktu dibawa kesini, apa yang terjadi di
rumah ya bu? dan apakah sekarang masih dirasakan? Apa yang sudah ibu lakukan untuk
mengatasinya? Dan apa yang ibu rasakan ? apakah bermanfaat yang sudah ibu lakukan
itu?.
”Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang perasaan ibu yang tadi katanya
merasa malas ngobrol dengan teman yang lainnya. Namun saya akan periksa ibu dan
bertanya beberapa hal supaya tahu kondisi kesehatan ibu dan kita akan membahas cara-cara
untuk mengatasi masalah ibu. Waktunya selama 30 menit. Apakah bpk/ibu bersedia?
Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di sini saja.”
Fase Kerja
Menurut bpk/ibu, untuk mengatasi hal tersebut bpk/ibu akan tidur-tiduran saja di kamar,
tidak berbicara dengan orang lain karena bpk/ibu takut mereka akan merendahkan bpk/ibu
lagi kalau
bpk/ibu hanya duduk saja sendiri di kamar bagaimana perasaannya?”
”Ya...benar sekali, bpk/ibu akan merasa sepi, bosan karena tidak ada teman. Jadi supaya
tidak
merasa sedih dan punya teman kita harus berkenalan dan berteman dengan yang lain. Di
sini bpk/ibu punya teman untuk ngobrol?”
”Menurut bpk/ibu apa kira-kira penyebab bpk/ibu tidak punya teman? Ya penyebab yang
lain?”
”Menurut bpk/ibu apa manfaat bila kita punya teman? Apa kerugiannya bila bpk/ibu tidak
punya teman?”
”Ya...betul sekali bpk/ibu, kita harus punya teman. Sekarang menurut bpk/ibu apa yang
harus kita lakukan agar mempunyai teman? Ya...bagus, kita harus berkenalan terlebih
dahulu”.
”Menurut bpk/ibu apa yang harus kita lakukan saat kita berkenalan? Ya, benar sekali...yang
pertama kita harus berjabat tangan sambil mengucapkan salam, bisa selamat pagi/siang/sore
atau assalamualaikum. Setelah itu baru kemudian kita sebutkan nama lengkap, nama
panggilan, asal dan hobi bpk/ibu. Baru setelah itu bpk/ibu menanyakan nama lengkap, nama
panggilan, alamat dan hobi orang yang kita ajak berkenalan”
”Ayo coba sekarang bpk/ibu praktekkan ..anggap bpk/ibu belum berkenalan dengan
saya”. ”Coba bpk/ibu sekarang berkenalan dengan saya”.
”Ya bagus sekali bpk/ibu. Ternyata bpk/ibu mampu berkenalan dengan baik”.
Fase Terminasi
”Baiklah bpk/ibu, setelah kita berbincang-bincang tadi bagaimana perasan bpk/ibu
sekarang?” ”Dapatkah bpk/ibu menyebutkan kembali apa manfaat yang bpk/ibu rasakan
berkenalan dengan orang lain. Bagus sekali bpk/ibu, bpk/ibu sudah mengikuti apa yang kita
bicarakan tadi dengan baik”.
”Setelah kegiatan ini selesai coba bpk/ibu ingat-ingat lagi apa yang kita bicarakan dari
penyebab bpk/ibu menyendiri, manfaat punya teman, dan kerugiannya jika tidak punya
teman, dan cara berkenalan tadi?”
”Baik bpk/ibu, kita telah berbicara selam 15 menit, bagaimana kalau besok jam 16.00 kita
coba praktekkan cara berkenalan. Sekarang bpk/ibu bisa beristirahat dan besok ketemu
disini jam 16.00. Selamat sore bpk/ibu.”
SP 2 Pasien
Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama-
seorang perawat)
Fase Orientasi
”Assalamualaikum bapak/ibu”
”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari
ini”
”Sudah diingat-ingat pelajaran kita tentang berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil bersalama
dengan perawat”
”Bagus sekali, bapak/ibu masih ingat. Nah sekarang seperti janji saya, saya aka mengajak
bapak/ibu mencoba berkenalan dengan teman saya perawat Nita. Tidak lama kok, sekitar 10
menit. Ayo kita temui perawat Nita di sana”
Fase Kerja
”Selamat pagi perawat Nita, ini ada yang ingin berkenalan dengan Perawat Nita”
”Baiklah pak/bu, bapak/ibu bisa berkenalan dengan perawat Nita seperti yang kita praktikkan
kemaren” (pasien mendemonstrasikan cara berkenalan)
”Ada lagi yang Bapak/Ibu ingin tanyakan kepada perawat Nita, coba tanyakan tentang
keluarga perawat Nita”
”Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, bapak/ibu bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu Bapak/Ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat Nita, misalnya jam 1 siang
nanti” ”Baiklah perawat Nita, karena bapak/ibu sudah selesai berkenalan, saya dan
bapak/ibu akan kembali ke ruangan. Selamat pagi”
Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah berkenalan dengan perawat
Nita” ”Bapak/Ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah Bapak/Ibu lakuan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti Bapak/Ibu coba
sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok”
SP 3 Pasien
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan kedua-seorang pasien)
Fase Orientasi
”Assalamualaikum bapak/ibu, bagaimana perasaan hari ini?”
”Apakah bapak/ibu bercakap-cakap dengan perawat Nita kemarin siang?”
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat Nita kemarin
siang” ”Bagus sekali Bapak/Ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu Bapak/Ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien Opik”
”Seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang
makan”
Fase Kerja
”Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan”
”Baiklah Pak/Bu, sekarang kita bisa berkenalan dengannya seperti yang Susi lakukan
sebelumnya. ”Ada lagi yang Bapak/Ibu ingin tanyakan kepada Opik? Kalau tidak ada lagi
yang ingin dibicarakan, Bapak/Ibu bisa sudahi pembicaraan ini. Lalu Bapak/Ibu bisa buat
janji bertemu lagi, misalnya jam 4 sore nanti”
”Baiklah Opik, karena bapak/ibu sudah selesai berkenalan, maka kami akan kembal ke
ruangan. Selamat pagi”
Fase Terminasi
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah berkenalan dengan Opik? Dibandingkan kemarin
pagi, Bapak/Ibu tampak lebih baik saat berkenalan dengan Opik. Pertahankan apa yang
Bapak/Ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan Opik jam 4 sore nanti.
Selanjutnya bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari Bapak dapat berbincang-bincang dengan
orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8 malam. Bapak/Ibu bisa
bertemu dengan Opik, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjunya Bapak/Ibu
bisa berkenalan dengan orang lain secara bertahap. Bagaimana? Setuju kan?
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman Bapak/Ibu. Pada jam
yang sama dan tempat yang sama. Assalamualaikum”
KASUS
A. Contoh kasus
Tn. K, 37 tahun, klien masuk RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta karena klien dirumah
sering mengurung diri, tidak mau makan dan kurang bersosialisasi baik dengan orang
yang berada dirumahnya dan tetangga sekitar. Klien tidak mau bicara, tidak mau
makan, tidak mau mandi karena temannya telah merebut pacarnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
D. Tindakan Keperawatan
1. Diskusikan keuntungan berinteraksi dengan orang lain
2. Diskusikan keuntungan melakukan kegiatan bersama orang lain
3. Latih klien berkenalan
4. Latih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-hari
5. Latih klien kegiatan sosial : berbelanja, ke rumah ibadah, ke arisan, ke bank dll
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Factor prediposisi
Klien sudah 2 kali masuk rumah jiwa pada tahun 2015 dan 2017. Pengobatan
klien sebelumnya berhasil dan klien sempat bekerja sebagai penjual tissue galon.
Klien pernah di aniaya fisik pada saat klien berumur 35 tahun. Klien juga pernah
pukul tetangganya pada saat klien berumur 36 tahun. Keluarga klien tidak ada
yang mengalami gangguan jiwa.
2. Faktor presipitasi
Faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu karena temannya telah merebut
pacarnya.
3. Psikososial
a. Hubungan social
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah ibu. Klien klien tidak
mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat karena klien
malu dan minder jika dirinya dianggap orang stress sehingga klien tidak mau
bergaul.
b. Harga diri
Klien mengatakan malu kepada tetangga karena pasien di bawa ke rumah sakit
jiwa
4. Status mental
a. Penampilan
Penampilan klien rapi, pakaian bersih dan diganti setiap hari dan berpakaian
sesuai.
b. Pembicaraan
Klien berbicara pelan dan lambat, cenderung diam saja dan menjawab
pertanyaan dengfan singkat.
c. Aktivitas motoric
Pasien tampak lesu, malas beraktivitas pasien kebih sering berdiam diri dan
sering menghabiskan waktunya di tempat tidur
d. Alam perasaan
Pasien merasa putus asa, berdiam diri, dan tampak ekspresi wajah sedih
e. Afek
Datar, karena selama interaksi pasien lebih banyak diam
f. Interaksi selama wawancara
Saart berinteraksi dengan klien, klien lebih banyak diam dan kontak mata
kurang karena klien selalu menunduk
g. Persepsi
Klien mengatakan mendengarkan bisikan dan melihat bayangan hitam
5. Mekanisme Koping
a. Maladaptif
Pasien masih sering menghindar dari orang lain. Tidak mau mengungkapkan
perasaannya. Kalua dirumah punya masalah, pasien memendam dan tidak
maumenceritakan dengan orang lain.
6. Pohon masalah
Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi (effect)
ISOLASI SOSIAL
(core problem)
B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial, halusinasi pendengaran dan penglihatan dan harga diri rendah
C. Intervensi keperaewatan
Tujuan Umum:
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubunagn saling percaya.
2. Pasien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.
3. Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik
diri.
4. Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
5. Pasien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.
6. Pasien dapat dukungan keluarga, dalam memperluas sosial.
7. Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.pkr.ac.id/474/7/BAB%202.pdf
http://digilib.ukh.ac.id/repo/disk1/31/01-gdl-chandragil-1502-1-ktichan-a.pdf