Anda di halaman 1dari 33

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS WEBSITE SEBAGAI

BAHAN AJAR PADA MATERI SISTEM SARAF MANUSIA


DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH
SITINUR ISTIKOMAH
A1J116035

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALUOLEO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma pembelajaran abad 21 mengisyaratkan bahwa seorang guru
harus dapat menggunakan teknologi digital, sarana komunikasi dan/atau jaringan
yang sesuai untuk mengakses, mengelola, memadukan, mengevaluasi dan
menciptakan informasi agar berfungsi dalam sebuah pembelajaran. Menurut
Muharram, dkk (2018: 33) mendayagunakan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) di sekolah adalah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK), memiliki
potensi yang sangat besar sebagai sarana atau alat untuk mengembangkan
keterampilan dalam proses pembelajaran.
Komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran
adalah bahan ajar. Ketersediaan bahan ajar dapat menjadi salah satu penunjang
keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Bahan ajar berisis susunan
seperangkat materi untuk menciptakan lingkungan/suasana yang memungkinkan
siswa untuk belajar. Dengan demikian, salah satu tujuan penyediaan bahan ajar
untuk mempermudah proses belajar siswa.
Umumnya dalam kegiatan pembelajaran guru hanya menggunakan
bahan ajar cetak, seperti buku pelajaran dan modul. Buku pelajaran sudah menjadi
bahan ajar pokok dalam pembelajaran, sedangkan modul masih sangat jarang
dimanfaatkan. Padahal, modul merupakan salah satu bahan ajar yang sangat
menunjang proses belajar siswa secara mandiri. Modul dirancang secara
sistematis dan berdasarkan kurikulum yang berlaku, sehingga dapat mencapai
kompetensi yang diharapkan. Dengan modul, siswa dapat belajar sendiri atau
berkelompok yang berpedoman kepada modul tersebut sehingga ketuntasan
belajar siswa dapat dilihat dari ketercapaiannya dalam mempelajari materi yang
ada di modul. Akan tetapi, mengingat perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dewasa ini menuntut setiap orang dalam hal ini khususnya
tenaga pendidik harus dapat berintekrasi dengan teknologi. Dengan masuknya

1
2

IPTEK sekarang ini, setiap aktivitas di dominasi oleh teknologi. Oleh sebab itu,
guru hendaklah dapat berpikir kreatif dan tanggap terhadap perubahan tersebut.
Bahan ajar yang dapat diterapkan dalam bentuk elektronik salah satunya
adalah modul digital. Modul selama ini kebanyakan hanya disajikan dalam
bentuk cetak. Oleh karena itu, untuk dapat mengikuti perkembangan TIK dalam
dunia pendidikan, maka dapat dikembangkan modul digital sebagai salah satu
alternatif bahan ajar yang menarik. Modul digital ini berisikan paket program
pembelajaran yang disajikan dalam bentuk website (web), disusun dalam bentuk
satuan tertentu guna keperluan belajar atau proses pembelajaran. Modul digital
dalam bentuk website ini berisikan materi pembelajaran disertai dengan video dan
latihan soal yang menunjang materi pembelajaran.
Materi sistem saraf manusia merupakan salah satu materi yang terdapat
dalam pembelajaran biologi di SMA kelas XI pada semester satu. Konsep sistem
saraf manusia merupakan pelajaran yang menarik dan menyenangkan serta
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, agar pembelajaran biologi dapat
terlaksana dengan baik dan tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal maka
siswa harus dapat memahami konsep-konsep materi yang diberikan guru pada saat
proses pembelajaran. Pengetahuan dan pemahaman yang telah dimiliki siswa akan
membantu mengembangkan kreativitasnya. Selain itu ketersediaan sarana dan
prasarana seperti bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran atau luar
pembelajaran juga membantu siswa untuk memahami konsep. Oleh karena itu,
perlu dilaksanakan pembelajaran yang bervariasi yaitu dengan memanfaatkan
teknologi informasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Berbasis Website Sebagai
Bahan Ajar Pada Materi Sistem Saraf Manusia Di Sekolah Menengah Atas
(SMA)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah apakah bahan ajar modul berbasis website memenuhi kriteria layak
digunakan dalam pembelajaran materi sistem saraf manusia?
3

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengembangkan produk bahan ajar modul berbasis website yang layak digunakan
dalam pembelajaran materi sistem saraf manusia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri atas :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu
pengetahuan dan dunia pendidikan khususnya dalam hal pengembangan bahan
ajar. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah:
a. Bagi Siswa
Mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep pada setiap
pembelajaran, serta untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.
b. Bagi Sekolah
Menambah referensi bahan ajar biologi disekolah yang nantinya dapat
menampung kebutuhan guru dan siswa akan sumber pembelajaran.
c. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat sebagai alternatif bahan ajar yang efektif dan
efisien untuk pembelajaran dan penguasaan materi yang sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar menurut standar isi kurikulum 2013.
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai media untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu
yang telah didapat selama proses pembelajaran tentang pengembangan
modul yang berbasis website sehingga dapat digunakan sebagai bekal yang
dapat diterapkan dalam dunia kerja bidang pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun
teks) yang disusun secara sistematis yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan untuk perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran (Tania, 2013: 2). Bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau
alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan
batasan dan cara mengevaluasi, yang didesain secara sistematis dan menarik
dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi
atau sub kompetensi dengan segala kompleksitasnya. Pengertian ini
menjelaskan bahwa suatu bahan ajar harus dirancang dan ditulis dengan
kaidah instruksional karena akan digunakan oleh guru/dosen dalam membantu
dan menunjang proses pembelajaran (Elvarita, dkk, 2020: 2).
Menurut Efendhi (2015: 33), bahan ajar adalah segala bahan yang
digunakan untuk mempermudah guru/ instruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam dalam
pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah
dalam mengajar dan akan lebih mudah membantu siswa dalam belajar. Bahan
ajar dapat dimanfaaatkan oleh guru dan siswa untuk memperbaiki
pembelajaran.
Bahan ajar memiliki manfaat yang memberikan pengaruh besar
terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Manfaat bahan ajar
dikelompokkan bagi guru maupun siswa. Manfaat bagi guru yakni: (a)
Memperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sesuai
dengan kebutuhan belajar siswa, (b) Tidak bergantung pada buku teks yang
terkadang sulit didapat, (c) Memperkaya wawasan karena dikembangkan
dengan menggunakan berbagai referensi, (d) Menambah khasanah

4
5

pengetahuan dan pengalaman guru dalam menyusun bahan ajar, serta (e)
Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan peserta
didik, karena peserta didik akan merasa lebih percaya kepada gurunya maupun
kepada dirinya. Kemudian bagi siswa, manfaat bahan ajar yakni: (a) Kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik, (b) kesempatan untuk belajar secara
mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru, serta (c)
mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya (Aisyah, dkk, 2020: 63).
Jenis-jenis bahan ajar menurut Sitorus, dkk (2015: 43) antara lain :
Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti
antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti
video compact disk , film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive
teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact
disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web
(web based learning materials)
Bahan ajar dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi ketentuan-
ketentuan yang telah ditentukan. Ketentuan-ketentuan tersebut kemudian
dijadikan karakteristik sebuah bahan ajar atau materi pelajaran. Adapun
karakteristik bahan ajar yang baik menurut Depdiknas (2004) adalah
“substansi materi diakumulasi dari standar kompetensi atau kompetensi dasar
yang tertuang dalam kurikulum, mudah dipahami, memiliki daya tarik, dan
mudah dibaca” (Arsanti, 2018: 75).
Berdasarkan dari beberapa pengertian bahan ajar di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan suatu sarana atau segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam kegiatan belajar
mengajar yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasanbatasan dan
cara mengevaluasi yang disusun secara sistematis dan menarik serta mengacu
6

pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
2. Modul Pembelajaran
2.1. Pengertian modul
Modul merupakan suatu cara pengorganisasian materi pelajaran
yang memperhatikan fungsi pendidikan. Artinya, melalui modul suatu
pembelajaran diharapkan mampu membawa peserta didik pada
kompetensi dasar yang diharapkan, Bahan ajar modul adalah seperangkat
bahan ajar yang disajikan secara sistematis, sehingga penggunaannya
dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru. (Winaya,
dkk, 2016: 3).
Menurut Wulandari (2019: 5) modul adalah sebuah bahan ajar
yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh
peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka
dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang
minimal dari pendidik. Penggunaan modul sering dikaitkan dengan
aktivitas pembelajaran mandiri (self instruction). Sehingga, modul harus
memiliki kelengkapan isi; artinya isi atau materi sajian dari suatu modul
haruslah secara lengkap terbahas lewat sajian-sajian sehingga dengan
begitu para pembaca merasa cukup memahami bidang kajian tertentu dari
hasil belajar melalui modul
Menurut Kalsum, dkk, (2018: 27) penggunaan modul sering
dikaitkan dengan aktivitas pembelajaran mandiri (Self-instruction).
Karena fungsinya tersebut di atas, maka konsekuensi lain yang harus
dipenuhi oleh modul ini ialah adanya kelengkapan isi, artinya isi atau
materi sajian dari suatu modul haruslah secara lengkap terbahas lewat
sajian-sajian sehingga dengan begitu para pembaca merasa cukup
memahami bidang kajian tertentu dari hasil belajar melalui modul ini.
Terkait dengan hal tersebut, pembuatan modul memiliki tujuan sebagai
berikut:
7

a) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu


bersifat verbal.
b) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta
belajar maupun guru atau instruktur.
c) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk
meningkatkan motivasi dan gairah belajar, mengembangkan
kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan
sumber belajar lainnya yang memungkinkan peserta didik belajar
mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
d) Memungkinkan peserta didik dapat mengukur atau mengevaluasi
sendiri hasil belajarnya.
Berdasarkan dari beberapa pengertian modul pembelajaran di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran merupakan suatu
bahan ajar cetak yang di dalamnya memuat tujuan, topik, pokok-pokok
materi, peranan guru, alat-alat, sumber belajar, kegiatan belajar, lembar
kerja dan program evaluasi yang dikemas secara utuh, sistematis,
terperinci dan didesain untuk dapat dipelajari secara mandiri tanpa atau
dengan bimbingan guru dalam rangka membantu peserta didik menguasai
tujuan belajar yang spesifik.
2.2 Karakteristik Modul
Menurut Rahdiyanta (2019: 2) modul harus memenuhi karakteristik
diantaranya sebagai berikut:
a. Self Instruction, merupakan karakteristik penting dalam modul, pada
tahap ini siswa mampu belajar secara mandiri dan tidak tergantung
pada pihak lain. Maka dalam karakteristik ini modul harus:
1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas dan dapat
menggambarkan pencapaian kompetensi inti dan kompetensi
dasar.
2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit
kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari
secara tuntas.
8

3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan


pemaparan materi pembelajaran.
4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan untuk mengukur penguasaan peserta didik.
5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana,
tugas, konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik.
6) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik
melakukan penilaian mandiri (self assessment)
7) Menggunakan bahasa sederhana dan komunikatif.
8) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik.
10) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang
mendukung materi pembelajaran.
b. Self Contained, yaitu memberikan kesempatan peserta didik
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas.
c. Stand Alone (berdiri sendiri), yaitu tidak bergantung pada bahan
ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan
bahan ajar media lain.
d. Adaptif, yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
e. User Friendly(bersahabat/akrab), yaitumodul juga hendaknya
memenuhi kaidah user friendly dengan pemakainya. Setiap instruksi
dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat
dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam dalam
merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan
bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta mengunakan istilah
yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
2.3 Unsur-unsur Modul
Menurut Fatikhah dan Izzati (2015: 50), untuk membuat sebuah
modul yang baik, maka hal penting harus mengenal unsur-unsurnya.
Terdapat tujuh unsur yang harus dicapai dalam pembuatan modul, yaitu
9

judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi


pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja dan evaluasi.

2.4 Prinsip Pengembangan Modul


Menurut Rahdiyanta (2019: 3) pengembangan modul, terdapat
sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan. Modul harus dikembangkan atas
dasar hasil analisis kebutuhan dan kondisi. Perlu diketahui dengan pasti
materi belajar apa saja yang perlu disusun menjadi suatu modul, berapa
jumlah modul yang diperlukan, siapa yang akan menggunakan, sumber
daya apa saja yang diperlukan dan telah tersedia untuk mendukung
penggunaan modul, dan hal-hal lain yang dinilai perlu. Selanjutnya,
dikembangkan desain modul yang dinilai paling sesuai dengan berbagai
data dan informasi objektif yang diperoleh dari analisis kebutuhan dan
kondisi. Bentuk, struktur dan komponen modul seperti apa yang dapat
memenuhi berbagai kebutuhan dan kondisi yang ada. Berdasarkan desain
yang telah dikembangkan, disusun modul per modul yang dibutuhkan.
Menurut Daryanto (2013: 16-17) Proses penyusunan modul hanya
melakukan tiga langkah, yaitu analisis kebutuhan modul, desain modul,
validasi dan evaluasi. Implementasi dan produksi modul tidak dilakukan
karena dalam penelitian ini menggunakan teori Borg & Gall.
a. Analisis Kebutuhan Modul
Tujuan dilaksanakan kegiatan analisis kebutuhan modul adalah
untuk mengidentifikasi judul modul yang akan digunakan berdasarkan
hasil observasi dan wawancara guru, sehingga modul tersebut dapat
digunakan dalam satu tahun pelajaran, satu semester, satu mata
pelajaran. Judul modul harus disesuaikan dengan kompetensi yang
terdapat pada silabus dan RPP.
b. Desain Modul
Penulisan modul pembelajaran diawali dengan menyusun
draf/konsep modul. Modul dapat diimplementasikan ke lapangan jika
konsep modul sudah selesai melakukan proses validasi dan uji coba.
10

c. Implementasi
Implementasi modul dalam kegiatan pembelajaran dilaksanakan
sesuai dengan langkah-langkah dalam penggunaan modul agar dapat
memenuhi tujuan pembelajaran dengan menggunakan strategi secara
konsisten sesuai dengan sistem yang ditetapkan.
d. Evaluasi dan Validasi
Tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk mengukur apakah
implementasi pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan
pengembangannya. Validasi merupakan proses menguji kesesuaian
modul dengan kompetensi menjadi target belajar, jika isi modul sesuai
dan efektif untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target maka
modul dinyatakan valid. Proses penyusunan modul dapat diperiksa
dalam bagan berikut ini.

Analisis Desain Modul Implementasi


Kebutuhan Modul

Memproduksi Validasi dan


Modul Evaluasi

Gambar 2.1. Proses Penyusunan Modul.

2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Modul


Menurut Lasmiyati dan Harta (2014: 164) modul memiliki
kelebihan pembelajaran, yaitu:
a. Modul dapat memberikan umpan balik sehingga pembelajar
mengetahui kekurangan mereka dan segera melakukan perbaikan.
b. Dalam modul ditetapkan tujuan pembelajaran yang jelas sehingga
kinerja siswa terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran.
11

c. Modul yang didesain menarik, mudah untuk dipelajari dan dapat


menjawab kebutuhan, sehingga akan menimbulkan motivasi siswa
untuk belajar.
d. Modul bersifat fleksibel, karena materi modul dapat dipelajari oleh
siswa dengan cara dan kecepatan yang berbeda.
e. Kerjasama dapat terjalin, karena dengan modul persaingan dapat
diminimalisir antara pembelajar.
f. Remidi dapat dilakukan karena modul memberikan kesempatan yang
cukup bagi siswa untuk dapat menemukan sendiri kelemahannya
berdasarkan evaluasi yang diberikan.
Selain memiliki kelebihan, menurut Morrison, dkk (2004: 78)
modul juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
a. Interaksi antar siswa berkurang sehingga perlu jadwal tatap muka atau
kegiatan kelompok.
b. Pendekatan tunggal menyebabkan monoton dan membosankan, karena
itu perlu permasalahan yang menantang, terbuka dan bervariasi.
c. Kemandirian yang bebas menyebabkan siswa tidak disiplin dan
menunda mngerjakan tugas, karena itu perlu membangun budaya
belajar dan batasan waktu.
d. Perencanaan harus matang, memerlukan kerja sama tim, memerlukan
dukungan fasilitas, media, sumber dan lainnya.
e. Persiapan materi memerlukan biaya yang lebih mahal bila dibandingkan
dengan metode ceramah.
3. Pembelajaran Berbasis Website
Secara terminologi, website adalah kumpulan dari halaman-halaman
situs, yang terangkum dalam sebuah domain atau subdomain, yang tempatnya
berada di dalam Word Wide Web (WWW) di dalam internet.
Menurut Muarie (2015: 31) Word Wide Web adalah suatu layanan sajian
informasi yang menggunakan konsep hypertext (tautan), yang memudahkan
sulfer (sebutan para pemakai komputer yang melakukan browsing atau
penelusuran infomasi melalui internet).
12

Pengertian lain dari situs web (website) atau biasa disebut dengan situs
atau web saja merupakan kumpulan dari beberapa halaman yang mempunyai
konten yang saling terkait yang didalamnya terdapat unsur-unsur teks,
gambar, video, atau unsur lainnya yang tersimpan dalam sebuah komputer
server dan dapat di akses melalui jaringan internet. Setiap web memiliki
alamat unik yang disebut dengan URL (Uniform Resource Locator) (Pratama,
2016: 33)
Fungsi web secara umum antara lain fungsi komunikasi, fungsi
informasi, fungsi hiburan, fungsi pembelajaran, dan fungsi transaksi (Hendra
dan Nyoman, 2016: 151). Pembelajaran berbasis website (e-learning) adalah
proses belajar mengajar yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan
internet, sehingga sering disebut juga dengan e-learning. merupakan jaringan
yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk didalamnya
jaringan lokal, yang terhubungkan melalui saluran (satelit, telepon, kabel) dan
jangkauanya mencakup seluruh dunia. Internet memiliki banyak fasilitas yang
dapat digunakan dalam berbagai bidang, termasuk dalam kegiatan pendidikan.
Fasilitas tersebut antara lain: e-mail, Telnet, Internet Relay Chat, Newsgroup,
Mailing List (Milis), File Transfer Protocol (FTP), atau World Wide Web
(WWW) (Hamzah,2016: 171)
Pembelajaran berbasis web menawarkan kecepatan dan tidak
terbatasnya pada ruang dan waktu untuk mengakses informasi. Kegiatan
belajar dapat dengan mudah dilakukan oleh peserta didik kapan saja dan
dimana selama perangkat tersebut dapat berupa PDA, telepon seluler, laptop,
tablet PC dan sebagainya saling terhubung dengan jaringan internet akan
memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk mendapatkan informasi. Salah
satu landasan konsep teknologi pendidikan muncul karena perlu adanya
usaha untuk mengidentifikasikan hal-hal yang belum jelas atau belum
terpecahkan dan mencari cara-cara baru yang inovatif sesuai dengan
perkembangan budaya dan hasrat manusia serta mengelola potensi-potensi
sumber belajar agar dapat digunakan secara optimal untuk keperluan belajar
(Januarisma dan Ghufron, 2016: 167).
13

Harahap dan fauzi (2017: 16) menyatakan bahwa pendayagunaan


internet untuk pendidikan dan pembelajaran bisa dilakukan dalam tiga
bentuk yaitu web course, web centirc course, dan web enhanced course.
1) Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan
pendidikan dimana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah
dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
konsultasi, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran sepenuhnya melalu
internet. Istilah lain dari web course adalah pembelajaran jarak jauh.
2) Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan
antara belajar jarak jauh dengan tatap muka. Sebagian bahan
ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan dis ampaikan
melalui internet, sedangkan ujian dan sebagian konsultasi, dilakukan
secara tatap muka. Dimana fungsinya saling melengkapi, walaupun
dalam proses belajarnya sebagian tatap muka yang biasanya
berupa tutorial, tetapi presentasi tatap muka tetap lebih kecil
dibanding dengan persentase proses belajar melaui internet. Dalam
model ini harus ada petunjuk yang lengkap dalam kegiatan
pembelajaran.
3) Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan dikelas.
Fungsinya untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.
Pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar,
sesama peserta didik atau peserta didik dengan nara sumber lain.
Tak kalah pentingnya peranan internet disini adalah untuk
menyediakan sumber belajar dan juga memberikan fasilitas
hubungan (link) keberbagai sumber belajar
Menurut Candiasa (2014: 63) karakteristik pembelajaran berbasis
website adalah :
a) Materi pembelajaran terdiri atas teks, grafik, dan unsur multimedia
seperti video, audio, dan animasi
14

b) Adanya aplikasi komunikasi yang realtime dan tidak realtime


seperti ruang chat, forum diskusi, dan konferensi video.
c) Menggunakan web browser
d) Penyimpanan, pemeliharaan, dan pengadministrasian materi
dilakukan dalam web server, dan
e) Menggunakan internet protokol untuk memfasilitasi komunikasi
antara perserta didik dengan materi pembelajaran.
Pembelajaran berbasis website menawarkan sejumlah kelebihan
maupun kelemahan baik kepada pengajar maupun pelajar, menurut
Firmansyah, dkk, (2016: 6) kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis
website yaitu:
a. Kelebihan pembelajaran berbasis website
1) Memungkinkan setiap orang dimanapun, kapanpun, untuk mempelajari
apapun.
2) Pebelajar dapat belajar sesuai dengan karakteristik dan langkahnya
dirinya sendiri karena pembelajaran berbasis web membuat
pembelajaran menjadi bersifat individual.
3) Kemampuan untuk membuat tautan (link), sehingga pebelajar dapat
mengakses informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun luar
lingkungan belajar.
4) Sangat potensial sebagai sumber belajar bagi pebelajar yang tidak
memiliki cukup waktu untuk belajar.
5) Dapat mendorong pelajar untuk lebih aktif dan mandiri di dalam belajar
6) Menyediakan sumber belajar tambahan yang dapat digunakan untuk
memperkaya materi pembelajaran.
7) Menyediakan sumber belajar tambahan yang dapat digunakan untuk
mencari informasi yang mereka butuhkan.
8) Isi dan materi pelajaran dapat di-update dengan mudah
15

b. Kelemahan pembelajaran berbasis website


1) Kurang interkaksi antara pelajar dan pengajar atau bahkan antara
palajar itu sendiri
2) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini
berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun
komputer)
3) Kurangnya sumberdaya manusia (SDM) yang menguasai internet
4) Informasi dapat bervariasi dalam kualitas dan akurasi sehingga panduan
dan fitur pertanyaan diperlukan
5) Peserta didik dapat merasa terisolasi
4. Langkah-Langkah Penggunaan Modul Berbasis Website Pada Materi
Sistem Saraf
Untuk mengakses modul berbasis website, perlu dilakukan
langkah-langkahberikut:
a. Pastikan komputer, laptop, smartphon, android, atau ipad anda
hidup dan terkoneksi internet.
b. Klik link yang telah disediakan oleh guru
c. Setelah itu muncul tampilan modul pada website
d. Klik pada icon PETUNJUK PENGGUNAAN , anda akan dapat
membaca petunjuk atau langkah-langkah belajar menggunaan
modul berbasis website
e. Klik pada icon MATERI , anda akan dapat membaca secara online.
Atau klik icon DOWNLOAD anda dapat mengunduh materi
pembelajaran . Hasil unduhan anda dapat dibuka di komputer,
laptop, smartphon, android, atau ipad tanpa lagi terkoneksi internet.
f. Klik pada icon Video (youtobe) pada materi , Klik PLAY anda
akan dapat melihat dan mendengarkan secara online
g. Klik pada icon EVALUASI Anda akan dapat melalatih
kemampuan belajar melalui latiahan
16

5. Materi Sistem Saraf Manusia


Materi sistem saraf merupakan materi tingkat SMA yang diberikan
kepada siswa kelas XI pada semester genap dengan materi Sistem
koordinasi pada kompetensi dasar (KD) 3.10 Menganalisis hubungan
antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem koordinasi (saraf,
hormon dan alat indera) dalam kaitannya dengan mekanisme koordinasi
dan regulasi serta gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem
koordinasi manusia. 3.11 Mengevaluasi pemahaman diri tentang bahaya
penggunaan senyawa psikotropika dan dampaknya terhadap kesehatan
diri, lingkungan dan masyarakat. 4.11 Menyajikan hasil analisis pengaruh
pola hidup terhadap kelainan pada struktur dan fungsi organ sistem
koordinasi yang menyebabkan gangguan sistem saraf dan hormon pada
manusia berdasarkan studi literatur.
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran implus
saraf ke susunan saraf pusat, pemprosesan implus saraf dan pemberi
tanggapan rangsangan. Sistem atau sususan saraf merupakan salah satu
bagian terkecil dari organ dalam tubuh , tetapi merupakan bagian yang
paling kompleks. Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang
cepat dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada
aktifitas listrik (implus saraf) (Waseso dan Mutu, 2015: 235).
Sistem saraf dibangun oleh sel-sel saraf/neuron yang merupakan
sebuah sel dengan struktur yang khas. Susunan sistem saraf terbagi secara
anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak besar, otak kecil, sistem tulang
lanjutan (medulla oblongata) dan susmsum tulang belakang (medulla
spenalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara fisiologi yaitu
saraf otonom dan somatik (Mustaqim, dkk, 2018: 1).
Sistem saraf tersusun oleh komponen-komponen terkecil yaitu sel-
sel saraf atau neuron. Neuron inilah yang berperan dalam menghantarkan
implus (rangsangan). Sebuah sel saraf terdiri tiga bagian utama yaitu
badan sel, dendrit dan neurit (akson). Badan sel saraf mengandung inti sel
dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi
17

sebagai penyedia energi untuk membawa rangsangan. Dindrit adalah


serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma. Pada umumnya
sebuah neuron mempunyai banyak dendrit dan ukuran dendrit pendek.
Dendrit berfungsi membawa rangsangan ke badan sel. Neurit (akson)
adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma yang
panjang. Sebuah neuron mempunyai satu akson. Neurit berfungsi untuk
membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain (Rosmaida, 2014:
187).
Gerak merupakan salah satu cara tubuh dalam menanggapi
rangsangan. Berdasarkan jalannya rangsangan (implus) gerakan dibedakan
menjadi dua yaitu gerak sadar dan gerak refleks (tak sadar). Gerak sadar
atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari.
Pada gerak sadar ini, gerakan tubuh dikoordinasi oleh otak. Gerak refleks
adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Implus yang
menyebabkan gerakan ini tidak melewati otak namun hanya sampai
sumsusm tulang belakang (Irianto, 2014: 441).
Berdasarkan teori penjelasan tentang materi sistem saraf manusia
diatas peneliti dapat menyimpulkan bahawa sistem saraf merupakan
jaringan kompleks yang memiliki peran penting untuk mengatur setiap
kegiatan dalam tubuh. Sistem saraf yang kompleks dapat dibagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem
saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, sementara sistem
saraf tepi terdiri dari sistem saraf somatic dan otonom. Kedua sistem ini
bekerja sama untuk mengendalikan seluruh aktivitas didalam tubuh, baik
yang disadari maupun yang tidak disadari.
18

B. Kajian Empirik
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini dikemukakan oleh:
1. Indra (2016: 6), dalam penelitian yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa kualitas modul berbasis website materi Protozoa
sebagai alternatif bahan ajar siswa kelas X di SMA Negeri 1 Sewon
ditinjau dari aspek kebenaran konsep, aspek materi, aspek bahasa, aspek
tampilan dan aspek kualitas tampilan adalah sangat baik sehingga layak
untuk digunakan. Tanggapan positif siswa terhadap modul berbasis
website ditinjau dari aspek materi, aspek bahasa, aspek tampilan dan aspek
penyajian dinilai tinggi sehingga modul ini layak untuk digunakan.
2. Amelia, T dan Asikin, N (2018: 28), dalam penelitian yang telah
dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis web
pada mata kuliah Biologi Sel yang dikembangkan dengan model Borg and
Gall (1984) dinilai valid pada aspek media berbasis web dan aspek materi
3. Suparti, Wiryokusumo, I, dan Adiwalujo, D (2015: 147), dalam penelitian
yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa e-modul berbasis web yang
dikembangkan pada materi struktur dan fungsi tubuh tumbuhan ini layak
dipergunakan sebagai media pembelajaran
4. Sadikin, A, Asni, J, dan Lili, S (2020: 26), dalam penelitian yang telah
dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif biologi
berbasis website yang telah dikembangkan dinyatakan valid dan layak
untuk digunakan dalam pembelajaran biologi. Hal ini terbukti dari hasil
validasi dinyatakan valid pada aspek media (90% kriteria sangat baik),
aspek materi (87,5% kriteria sangat baik), dan aspek kemenarikan (88%
kriteria sangat baik)
19

C. Kerangka Berpikir
Paradigma pembelajaran abad 21 mengisyaratkan bahwa seorang guru
harus dapat menggunkan teknologi digital, sarana komunikasi dan atau jaringan
yang sesuai untuk mengakses, mengelola, memadukan, megevaluasi, dan
menciptakan informasi agar berfungsi dalam sebuah pembelajaran.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat
saat ini telah mempengaruhi segala bidang kehidupan, salah satunya adalah
bidang pendidikan.Teknologi pendidikan bersifat dinamis, fleksibel,
bergantung pada komponen ilmu, subyek didik, dan perkembangan teori
pembelajaran. Ada bebrapa aspek teknologi pendidikan yang berfungsi untuk
memudahkan penyampaian pembelajaran, diantaranya media pembelajaran,
sumber belajar dan bahan ajar. Bahan ajar yang baik menetukan keberhasilan
suatu proses pembelajaran. Jenis-jenis bahan ajar menurut Sitorus, dkk, (2015:
43) terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku,
modul, lembar kerja siswa, dan non cetak (non printed) seperti model/maker.
Salah satu bahan ajar untuk mendukung paradigma pembelajaran abad 21 yang
menuntut guru dalam penggunaan T.I.K adalah e-modul berbasis website, jika
e-modul ini telah dinyatakan layak oleh ahli media, ahli materi, siswa dan guru
maka bahan ajar e-modul tersebut akan digunakan sebagai bahan ajar pada
materi sistem saraf pada manusia kelas XI.

Secara sistematis kerangka berpikir penelitian ditunjukkan pada


Gambar 2.1
20

Paradigma Pembelajaran Abad 21

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan


Komunikasi dalam Pembelajaran

Media Pembelajaran Bahan Ajar Sumber Belajar

Non cetak Cetak

Modul Handout LKS

Dibuat dalam bentuk e-modul


berbasis website

Layak digunakan sebagai bahan ajar pada


materi sistem saraf manusia di SMA

Keterangan : Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir

BAB II
21

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini direncanakan pada bulan Januari sampai Maret 2021.
bertempat di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Halu Oleo sebagai tempat pembuatan modul berbasis
website dan uji coba lapangan di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di
kota Kendari.

B. Variabel, Definisi Operasional dan Indikator Penelitian


1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah modul berbasis website
sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah Atas (SMA).
2. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
a. Modul berbasis website adalah bahan ajar secara mandiri yang
disajikan dalam format elektronik dimana dalam setiap proses
pembelajarannya terhubung dengan piranti elektronik berupa
website yang mampu membuat pembelajaran lebih interaktif yang
dilengkapi audio, video, animasi untuk memperkaya pengalaman
belajar siswa.
b. Bahan ajar adalah segala bahan yang digunakan untuk
mempermudah guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar
3. Indikator Penelitian
Indikator penelitian yaitu kelayakan modul berbasis website yang
diukur berdasarkan:
a. Penilaian tampilan modul, meliputi:
1) Aspek kemenarikan
2) Aspek visual
3) Aspek tipografi
4) Aspek penggunaan
22

b. Penilaian materi modul, meliputi:


1) Aspek relevansi materi dengan silabus
2) Aspek kualitas materi
3) Aspek bahasa dan tipografi
4. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and
Development) yang bertujuan untuk menghasilkan modul berbasis website
sebagai bahan ajar pada materi sistem saraf di SMA.

C. Instrumen Penelitian dan Prosedur Pengembangan


1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar isian
dengan skala Semantik Diferensial (Skala 1 sampai 7) yang digunakan
untuk mengetahui nilai kelayakan dan kevalidan modul berbasis
website sebagai bahan ajar.
2. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengumpulan data yang digunakan berupa prosedur
pengembangan. Prosedur pengembangan memaparkan langkah-langkah
prosedural yang dilakukan oleh pembuat produk pembelajaran. Prosedur
pengembangan akan memberikan petunjuk tentang prosedural yang harus
dilalui sampai pada tahap produk yang akan dibuat.
Menurut Borg and Gall (dalam Haryati, 2012: 14-16), langkah-
langkah yang dilakukan dalam mengembangkan produk sebagai berikut:
a. Identifikasi Potensi dan Masalah (Research and Information
Collecting)
Melakukan observasi awal, yaitu wawancara guru untuk
mengidentifikasi masalah.
b. Perencanaan (Planning)
Menentukan dan merencanakan alternatif yang dapat
dilakukan untuk memecahkan masalah, yaitu dengan menggunakan
modul berbasis website
23

c. Desain Produk (Develop Preliminary Form of Product)


Mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan
dihasilkan dengan memperhatikan langkah-langkah penyusunan
modul dan unsur-unsur modul. Modul dibuat dengan menggunakan
website yang akan diakses secara digital. Modul ini memuat informasi
mengenai materi sistem saraf dalam betuk teks, gambar dan animasi.
d. Validasi Desain (Preliminary Testing)
Validasi desain meliputi aspek tampilan media dan materi.
Validasi modul berbasis website ini, peneliti melibatkan 2 ahli media
dan 3 ahli materi.Validasi dilakukan dengan memberikan lembar
penilaian kepada para ahli untuk menilai produk modul berbasis
website pada materi sistem saraf.
a. Revisi Desain (Main Product Revision)
Setelah desain produk divalidasi oleh pakar/ahli, maka saran
dari pakar/ahli menjadi dasar untuk perbaikan revisi desain.
b. Uji Coba Produk (Main Field Testing)
Modul berbasis website akan diuji cobakan setelah divalidasi
pada lingkup terbatas. Uji coba ini dilakukan untuk menggali
informasi tentang kelayakan produk awal sebelum pengujian yang
sebenarnya kepada 2 guru mata pelajaran Biologi dan 10 peserta didik
kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri Kendari dengan menggunakan
lembar isian berupa angket Semantik Diferensial (Skala 1 sampai 7)
yang diberikan kepada peserta didik dan guru untuk menilai kelayakan
tampilan dan materi modul.
c. Revisi Produk (Operational Product Revision)
Setelah melakukan uji coba produk, maka ditampung saran
dan masukan dari peserta didik tentang penggunaan modul berbasis
website yang dikembangkan, selanjutnya menyempurnakan produk
berdasarkan evaluasi hasil uji coba produk.
d. Uji Coba Pemakaian (Operational Field Testing)
24

Setelah memperoleh produk yang telah direvisi, maka


dilakukan uji coba pemakaian dibeberapa kelas XI IPA di salah satu
SMA Negeri Kendari dengan menggunakan produk modul berbasis
website.
e. Revisi Produk Pemakaian (Final Product Revision)
Revisi produk kembali dilakukan setelah mengevaluasi hasil
uji coba pemakaian jika masih terdapat kekurangan dan kelemahan.
f. Produksi Akhir (Dissemination and Implementation)
Pada tahap ini, produk akhir telah dihasilkan dan semua data
hasil penelitian dianalisis, kemudian laporan hasil penelitian disusun
berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan 7
langkah pengembangan produk atau hanya sampai pada poin “e. Revisi
Produk”, dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

D. Uji Coba Produk


1. Produk yang di Uji Coba
Produk berupa modul berbasis website yang telah divalidasi oleh
ahli media dan ahli materi untuk dapat menghasilkan produk tertentu
digunakan penelitian bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji
kelayakan produk tersebut agar dapat diterima oleh pihak sekolah, maka
diperlukan penelitian pengembangan. Produk hasil pengembangan yang
telah dibuat kemudian dilakukan uji coba kepada responden.
2. Desain Uji Coba
Model uji coba produk pengembangan memakai model Borg dan
Gall. Dalam uji pengembangan ini kegiatan yang dilakukan diawali
dengan tahapan uji kelompok kecil dan berhenti pada tahap uji lapangan.
Desain uji coba produk yang digunakan dalam penelitian adalah desain
eksperimental. Model desain uji coba yang dipakai dalam penelitian dapat
diperiksa dalam bagan berikut ini.
25

Pengamatan kondisi awal


Konsultasi dosen Desain Produk
Konsultasi ahli
Revisi

Validasi Desain Validasi Desain Validasi Desain


Tampilan Produk Materi Produk Keterbacaan Produk

Ahli Ahli Pengguna

Uji oleh kelompok Uji oleh kelompok Uji oleh kelompok


dosen/ahli: dosen/ahli isi: guru dan siswa
perancang produk Pembina mata pengguna produk
media kuliah sistem saraf
pembelajaran manusia

Penyajian hasil pengembangan media pembelajaran

(Muji, 2014: 6)

Gambar 3.1. Model Desain Uji Coba Produk

3. Subjek Uji Coba


Subjek uji coba produk ini adalah guru biologi dan peserta didik
kelas XI SMA. Jumlah subjek secara keseluruhan adalah 10 peserta didik
dan 2 orang guru mata pelajaran biologi.
26

E. Jenis Data
Data yang dikumpulkan pada pengembangan modul berbasis
website dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jenis Data, Metode Pengumpulan Data, Instrumen, dan Sumber
Data.
No Jenis Data Metode Instrumen Sumber
Validitas tampilan Instrumen non tes Ahli media
modul berupa skala
1. Lembar isian
pembelajaran oleh semantik
tim ahli diferensial
Validitas materi Instrumen non tes Ahli materi
pembelajaran oleh berupa skala
2. Lembar isian
tim ahli semantik
diferensial
Kelayakan modul Instrumen non tes Guru dan
pembelajaran berupa skala peserta
3. Lembar isian
semantik didik
diferensial

F. Teknik Analisis Data


Setelah data diperoleh, selanjutnya data terebut dianalisis. Data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif berupa tanggapan, saran/masukan dari tim ahli untuk perbaikan
produk. Sedangkan data kuantitatif berupa penilaian terhadap pengembangan
produk yang diperoleh dari tim ahli dan seluruh responden, dianalisis dan
diolah secara deskriptif menjadi data interval menggunakan skala semantik
diferensial.

1. Data Validitas Tampilan dan Materi Modul


Data validitas tampilan dan validitas materi dihitung dengan
menggunakan rumus Aikens-V (Aiken dalam Azwar, 2017:134). Berikut
adalah rumus memperoleh persentasinya :
V= Σs/n(c-l0)
Keterangan:
lo = Angka penilaian validitas terendah (dalam hal ini 1).
c = Angka penilaian validitas tertinggi ( dalam hal ini 7 )
27

r = Angka yang diberikan oleh seorang penilai


n = Jumlah validator
S = r-lo

Klasifikasi kriteria validitas tampilan modul berbasis M-Learning


menggunakan QR Code dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Klasifikasi Kriteria Validitas Tampilan Modul Pembelajaran

No Indeks Aikens’(V) Validitas


1. 0 ≤ V ≤ 0,40 Kurang Valid
2. 0,40 ≤ V ≤ 0,80 Cukup Valid
3. 0,80 ≤ V ≤ 1,0 Sangat Valid
(Retnawati, 2016: 19)

2.Data Keterbacaan Modul Pembelajaran


Data keterbacaan modul pembelajaran yang telah diperoleh
dianalisis/diinterpretasi melalui fluktuasi skor mean, yaitu bagian kiri garis
bilangan dikurangi tiga (-3) dan bagian kanan garis bilangan di tambah
tiga (+3) untuk menentukan tingkat keterbacaan modul pembelajaran
setiap responden.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, D, N, Binadja, A, dan Supartono, 2013. Pengembangan Bahan Ajar Reaksi
Redoks Bervisi Sets, Berorientasi Konstruktivistik, Journal of Innovative
Science Education, vol. 2, no. 1, hh. 28.
Amelia,T dan Asikin, N, 2018, Media Pembelajaran Berbasis Web pada Mata
Kuliah Biologi Sel: Kajian Dari Aspek Validitas, Jurnal Pedagogi Hayati,
vol. 2, no. 1, hh. 28.
Elvarita, A, Iriani, T, dan Handoyo, S, 2020, Pengembangan Bahan Ajar
Mekanika Tanah Berbasis E-Modul Pada Program Studi Pendidikan Teknik
Bangunan, Universitas Negeri Jakarta, Jurnal Pendidikan Teknik Sipil
(JPenSil),vol. 9, no. 1, hh. 2.
Elma, A, P, Imam, M, dan Kamalia, F, 2017, Pengembangan E-Modul Berbasis
Adobe Flash Pada Pokok Bahasan Sistem Reproduksi Untuk Kelas XI
MIPA SMA, Jurnal saintifika. Vol. 19, no. 01, hh. 58.
Hamzah, B, U, 2016, Pengembangan Media Pembelajaran IPS Berbasis Website
Untuk Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri, Jurnal Teknologi
Pendidikan, vol. 18, no. 3, hh. 171.
Hendra, Dewa, D. G. dan Nyoman S, 2016, Pengembangan Media Pembelajaran
Berbasis Web Untuk Matakuliah Kurikulum dan Pengajaran di Jurusan
Pendidikan Teknik Informatika Universitas Pendidikan Ganesha, Jurnal
Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JAN A P ATI),vol. 5, no. 3,
hh. 151.
Harimukti, H, A, Yushardi, dan Sri, W, 2015. Pengembangan Bahan Ajar
Berbasis Web Interaktif Dengan Aplikasi E-Learning Moodle Pada Pokok
Bahasan Besaran Dan Satuan Di SMA, Jurnal Pendidikan Fisika, vol. 4,
no. 2, hh. 33.
Indra, S, R, 2016, Pengembangan Modul Berbasis Webmateri Protozoa Sebagai
Alternatif Bahan Ajar Siswa Kelas X Sma Di Negeri 1 Sewon, Jurnal
Pendidikan Biologi, vol. 5, no. 4, hh. 6.
Irianto, K, 2014, Anatomi dan Fisiologi Manusia. Alfabeta, Bandung.

28
29

Januarisman, E, dan Ghufron, A, 2016, Pengembangan Media Pembelajaran


Berbasis Web Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Siswa Kelas
VII, Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, vol. 3, no. 2, hh. 167.
Murniati, A dan Hermawan, A, 2017, E- Problem Based Learning (E-Pbl) Pada
Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Sebagai Alternatif Pembelajaran
Inovatif, JIBEKA, vol. 11, no. 1, hh. 2.
Mustaqim, I, Azhar, I, M, dan Srimurdianti, S, A, 2018, Aplikasi Media
Pembelajaran Biologi Sistem Saraf Pusat Menggunakan Augmented
Reality, Jurnal Edukasi dan Penelitian Informatika, vol. 4, no. 1, hh. 1.
Muharram, H, Ismail, dan Karim, H, 2018, Pengembangan E-Worksheet
Pembelajaran Biologi Berbasis Web Pada Materi Sistem Pencernaan,
Jurnal Biology Teaching and Learning, vol. 1, no. 1, hh.33.
Muarie, M, S, 2015, Rancang Bangun Sistem Ujian Online Pada SMP Negeri 8
Sekayu, Jurnal Teknik Informatika Politeknik Sekayu (TIPS), vol. 2, no. 1,
hh. 31.
Miko, P, Asni, J, dan Jefri, M, 2018, Pengembangan E-Modul Biologi Berbasis
Potensi Daerah Kerinci pada Materi Plantae dan Animalia, Jurnal Edu-
Sains, vol. 07, no. 02, hh. 03.
Oktaviani, W, dan Sutrio, G, 2017, Pengembangan Bahan Ajar Fisika Kontekstual
Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa, Jurnal Pendidikan Fisika
dan TeknologiI, vol. 3, no. 1, hh. 66.
Prasetya, A, S, I, G, Wirawan, I, M, A dan Sindu, I G, P, 2017, Pengembangan E-
Modul Pada Mata Pelajaran Pemodelan Perangkat Lunak Kelas Xi Dengan
Model Problem Based Learning Di Smk Negeri 2 Tabanan, Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, vol. 14, no. 1, hh. 98.
Rosmaida, S, E, 2014, Peningkatan Hasil Belajar IPA Kompetensi Dasar Sistem
Koordinasi Dan Alat Indera Manusia Melalui Metode Pembelajaran
Resitasi Pada Peserta Didik, Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol. 1, no. 2,
hh. 185.
30

Pratama, P dan Buditjahjanto, A,P,G, 2016, Pengembangan Media Pembelajaran


Berbasis Web (Web Based Learning) Pada Mata Pelajaran Dasar
Kompetensi Kejuruan Pada Siswa Kelas XII TEI Di SMK Negeri 1
Sukorejo Pasuruan, Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, vol. 5, no 5, hh. 33.
Sahril, H, M dan Fauzi, R, 2017, Pengembangan Modul Pembelajaran
Matematika Berbasis Web, Jurnal Education And Development STKIP
Tapanuli Selatan, vol. 4, no. 5, hh.17.
Sidiq, R dan Najuah, 2020, Pengembangan E-Modul Interaktif Berbasis Android
pada Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar, Jurnal PENDIDIKAN
SEJARAH, vol. 9, no. 1, hh. 4.
Solihudin, Taufik JH, 2018, Pengembangan E-Modul Berbasis Web Untuk
Meningkatkan Pencapaian Kompetensi Pengetahuan Fisika Pada Materi
Listrik Statis Dan Dinamis SMA, Jurnal Wahana Pendidikan Fisika, vol. 3,
no. 2, hh. 53- 60.
Suarsana, I M. dan Mahayukti, G, A, 2013, Pengembangan E-Modul Berorientasi
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Indonesia, vol. 2, no. 2, hh. 266.
Sitorus, M, Sudrajat, A, dan Mega, L, 2015, Pengembangan Bahan Ajar Inovatif
dan Interaktif Melalui Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Reaksi
Redoks dan Elektrokimia, Jurnal Pendidikan Kimia(JPKim), vol. 7, no. 2,
hh. 43.
Sundayana, R, 2016, Statistika Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung.
(Dilihat pada 5 Desember 2020).
Suparti, Wiryokusumo, I, Adiwaluj, D, 2015, Pengembangan Bahan Ajar Ilmu
Pengatahu Alam (Biologi) Berbasis Web Dengan Pendekatan Jigsaw
Untuk Siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII, Jurnal Teknologi
Pembelajaran Devosi, vol. 05, no.02, hh. 147.
Sadikin, A, Asni J, dan Lili S, 2020, Pengembangan multimedia interaktif biologi
berbasis website dalam menghadapi revolusi industri 4.0, Jurnal Jurnal
Pendidikan, Biologi dan Terapan, vol. 05, no.01, hh. 26.
Tampubolon, R., Sahyar, dan Makmur, S, 2015, Pengembangan Bahan Ajar
Fisika Berbasis Inkuiri Pada Materi Fluida Statis Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa, Jurnal Tabularasa PPS Unimed, vol 12 (2), 189-199.
31

Tania, Lisa, 2013, Pengembangan Bahan Ajar E-Modul Sebagai Pendukung


Pembelajaran Kurikulum 2013 Pada Materi Ayat Jurnal Penyesuaian
Perusahaan Jasa Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri 1 Surabaya, Jurnal
Pendidikan Akuntansi( JPAK ), vol. 5, no 2, hh.2.
Ummah, R, Suarsini, E dan Lestar, S, R, 2020, Pengembangan E-modul Berbasis
Penelitian Uji Antimikroba pada Matakuliah Mikrobiologi, Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, vol. 5, no. 5, hh. 573.
Waseso, T dan Mutu, M, R, 2015, Aplikasi Pembelajaran Fungsi System Saraf
Pada Tubuh Manusia Berbasis Android, Jurnal Ilmiah Fifo, vol. 7, no. 2,
hh. 236.
Winaya I, K, A, Mahendra I, G, D dan Partha I, G, S, 2016, Pengembangan E-
Modul Berbasis Project Based Learning Pada Mata Pelajaran Pemrograman
Web Kelas X Di SMK Negeri 3 Singaraja, Jurnal Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan, vol. 13, no. 2, hh. 3.

Zulkarnain, A, Kadaritna, N dan Tania, L, 2015, Pengembangan E-Modul Teori


Atom Mekanika Kuantum Berbasis Web Dengan Pendekatan Saintifik,
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia, vol. 4, no.1, hh. 224 - 233.
32

Anda mungkin juga menyukai