Anda di halaman 1dari 37

TUGAS NEUROLOGI

REFARAT PARKINSON DISEASE

DISUSUN OLEH :

1. Devi AN Butar-butar 216 210 020


2. Irene Silaban 216 210 035
3. Young Sari 216 210 044

PEMBIMBING :

dr. Toety Simanjuntak, Sp.S


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................1
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................................................6
2.1 Definisi.....................................................................................................................................6
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................................7
2.3 Etiologi.....................................................................................................................................8
2.4 Patofisiologi............................................................................................................................13
2.5 Gejala Klinis...........................................................................................................................14
2.6 Patogenesis.............................................................................................................................19
2.7 Diagnosis................................................................................................................................21
2.8 Diagnosis Banding..................................................................................................................27
2.9 Penatalaksanaan......................................................................................................................31
2.10 Prognosis...............................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................34

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Parkinson (PP) adalah gangguan neurodegeneratif kedua yang paling

umum. Hal ini tidak hanya ditandai dengan kelainan gerakan, tetapi juga oleh gejala

nonmotorik seperti demensia, depresi, halusinasi visual, dan disfungsi otonom. Gejala

tersebut menyebabkan kecacatan dan menurunkan kualitas hidup. Pada penyakit

parkinson ada 2 temuan neuropatologi utama yaitu hilangnya neuron dopaminergik

berpigmen di substansia nigra pars compacta (SNc) dan adanya badan lewy. Sebagian

besar kasus penyakit parkinson (penyakit parkinson idiopatik) dihipotesiskan

disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. namun tidak ada penyebab

lingkungan dari penyakit Parkinson yang terbukti. Penyebab genetik yang diketahui

dapat diidentifikasi pada sekitar 10% kasus, dan ini lebih sering terjadi pada pasien

dengan onset yang lebih muda. Penyakit ini ditandai dengan tremor waktu istirahat,

kekakuan otot dan sendi (rigidity) kelambanan gerak, dan bicara (bradykinesia) dan

instabilitas posisi tegak (postural instability).

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif kedua yang paling umum

setelah penyakit Alzheimer (AD), dengan prevalensi sekitar 0,5–1% di antara orang

yang berusia 65-69 tahun, meningkat menjadi 1-3% di antara orang-orang yang berusia

80 tahun ke atas. Dengan populasi yang bertambah, baik prevalensi maupun insiden

penyakit Parkinson diperkirakan meningkat lebih dari 30% pada tahun 2030, yang akan

mengakibatkan biaya langsung dan tidak langsung bagi masyarakat dan perekonomian

2
secara keseluruhan. Penyakit yang bersifat kronik dan progresif ini belum dapat

ditemukan oabt untuk menghentikan progesifitasnya. progesifitas penyakit parkinson

pada setiap orang bervariasi. Penyakit parkinson mengenai 1-2% per 1000 populasi

dunia setiap tahunnya. prevalensi meningkat seiring usia dan mengenai 1% populasi di

atas usia 60 tahun. onset penyakit ini biasanya pada usia 65 sampai 70 tahun. Onset

sebelum usia 40 tahun terlohat kurang dari 5% dari kasus kohort berbasis populasi.

Prevalensi PP di amerika serikat sekitar 1% dari jumlah penduduk, meningkat dari

0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada umur 85-89 tahun. PP dapat mengenai

semua usia, tapi lebih sering pada usia lanjut, dengan perawatan yang tepat penderita PP

dapat bertahan hidup dengan baik lebih dari 20 tahun. PP dimulai perlahan, dan secara

gradual memburuk. Gejala seperti tremor waktu istirahat awalnya hanya muncul

kadang-kadang, lalu memberat dan menetap saat ada stress fisik maupun psikis.

Penyebab pasti PP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa

penelitian terhadap anak kembar monozygot menunjukkan bahwa terdapat faktor

genetic yang mendasari terjadinya PP. faktor lain yang juga menjadi penyebab proses

degenerasi ini, antara lain proses penuaan pada otak, stress oksidatif, terpapar

pestisida/herbisida atau anti jamur yang cukup lama, infeksi, kafein, alcohol, trauma

kepala, depresi dan merokok.

Penyakit Parkinson merupakan 80% dari kasus-kasus parkinsonism. Terdapat dua

istilah yang harus dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan parkinsonism. Penyakit

Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh

degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disetai adanya

3
inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut lewy bodies. Parkinsonism adalah suatu

sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan

hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam

sebab, Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.

Laporan Global Burden Disease (GBD) yang diterbitkan pada tahun 2018

memperkirakan pada tahun 2016 terdapat 6,1 juta individu yang menderita penyakit

parkinson secara global, dibandingkan dengan 2,5 juta pada tahun 1990. Diperkirakan

340.000 orang dewasa di amerika serikat menderita PP dan jumlah ini diperkirakan

akan menigkat dua kali lipat pada tahun 2030.

Insiden penyakit parkinson sering terjadi dengan bertambahnya usia dan

menunjukkan domnasi laki-laki, yang lebih jelas dalam penelitian barat, sebaliknya

insiden penyakit parkinson sedikit lebih rendah di timur dibandingkan insiden penyakit

parkinson di barat. penelitian dari timur dan barat menunjukkan peran faktor risiko

lingkungan dan genetik dalam penyebab penyakit parkinson. merokok, asupan kafein

dan paparan pestisida merupakan faktor risiko diseluruh wilayah.

Patologi pada PP ditandai oleh hilangnya intervasi neuron dopaminergik di

subsantia nigra. Kerusakan neuron dopaminergik ini secara seluler berkaitan dengan

agregasi α-synuclein, yang membentuk Lewy bodies dan Lewy neurites. Neurodegerasi

PP tidak terbatas hanya pada neuron dopaminergik di substantia nigra, namun juga

melibatkan sel-sel yang berlokasi di area otak lain yang saling terkoneksi. Fase pre-

motor atau prodromal dimulai sekitar 12-14 tahun sebelum PP terdiagnosis. Kerusakan

awalnya terjadi pada sistem saraf otonom perifer dan atau olfactory bulb, dengan

4
patologi yang kemudian menyebar ke sistem saraf pusat, lalu ke struktur bawah batang

otak hingga akhirnya memengaruhi substantia nigra.

Gejala awal PP umumnya muncul secara asimetris tanpa adanya gejala atipikal

(disfungsi otonom, hilangnya kemampuan sensorik kortikal, dan kelumpuhan

supranuklear vertikal). Seiring dengan perkembangan penyakit, gejala motorik akan

semakin memburuk dan dapat terjadi gejala non-motorik seperti penurunan indra

penciuman, disfungsi otonom, nyeri, kelelahan, gangguan tidur, gangguan kognitif dan

psikiatrik. Hal tersebut berefek secara signifikan terhadap kualitas hidup penderita PP.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang

paling banyak dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun.

Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncak pada dekade

keenam Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20 tahun disebut Juvenile

parkinsonism. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada fungsi motorik berupa

kekakuan otot, tremor, rigiditas, perlambatan gerakan fisik dan bicara (bradikinesia),

wajah Parkinson, instabilitias postural, serta demensia sehubungan dengan proses

menua, faktor genetik, dan lingkungan.

Penyakit parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif multisistem karena

hilangnya neuron dopamin (DA) yang memberikan inervasi dopaminergik ke basal

ganglia sehingga menghasilkan gangguan motorik. Gangguan motorik disebabkan

karena hilangnya neuron dopaminergik substantia nigra pars compacta, dengan patologi

intraseluler berhubungan dengan agregasi α-synuclein, yang membentuk Lewy bodies

dan Lewy neurites. Beberapa mekanisme lain yang terlibat dalam PP, diantaranya

meliputi disfungsi mitokondria, penurunan mekanisme pembersihan protein non

fungsional, dan neuroinflamasi. Namun, interaksi antara berbagai faktor tersebut belum

sepenuhnya diketahui.

6
2.2 Epidemiologi

Penyakit Parkinson tersebar secara luas di seluruh dunia dan mengenai berbagai

etnik dan kultur dengan perkiraan prevalensi mencapai 6,3 juta orang. Penyakit

Parkinson diperkirakan mengenai 1% dari populasi yang berusia di atas 60 tahun.

Gejala Penyakit Parkinson biasanya dimulai pada usia 60-an tahun, meski bisa juga

terjadi lebih awal. Sekitar 5-10 % dari penderita Penyakit Parkinson mulai mengalami

gejala sebelum usia 50 tahun. Penyakit ini mengenai lelaki 50 % lebih banyak dari

perempuan.

Penyakit parkinson lebih banyak pada pria dengan rasio pria dibandingkan wanita

3:2. penyakit parkinson meliputi lebih dari 80% parkinsonism. Penderita penyakit

parkinson di Amerika Utara meliputi 1 juta penderita atau 1% dari populasi berusia

lebih dari 65 tahun. penyakit parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi

dan angka kejadiannya berkisar 20 per 100.000 populasi. keduanya meningkat seiring

dengan bertambhanya umur. pada umur 70 tahun, prevalensi dapat mencapai 120 dan

angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi pertahun.

Data dari World Health Organization(WHO), insidensi penyakit Parkinsondi Asia

menunjukan 1,5 sampai 8,7 kasus per tahun di Cina dan Taiwan, sedangkan di

Singapura, Wakayama dan Jepang, terdapat 6,7 sampai 8,3 kasus per tahun, dengan

kisaran umur 60 sampai 69 tahun dan jarang di temukan pada umur kecil dari 50 tahun.

Prevalensi tertinggi penyakit Parkinsonterjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan

ras Eropa (0,98-1,94%), prevalensi menengah terdapat padaras Asia (0,018%) dan

7
prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika (0,01%). Sedangkan

penderita Parkinsondi Amerika Serikat setiap tahunnya bertambah sekitar 60.000 orang.

Indonesia berada pada peringkat ke 12 di dunia atau peringkat 5 diAsia untuk total

kasus kematian terbanyak akibat penyakit Parkinsondengan prevalensi 1100 kematian

pada tahun 2002.Penderita penyakit Parkinson ditemukan di Indonesia pada tahun 2010

sebanyak 876.665 orang. Laporan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(PERDOSSI) menyebutkan terdapat penambahan jumlah penderita tiap tahunnya yang

mencapai 10 orang/100.000 penduduk dengan estimasi sementara terdapat 200.000

sampai 400.000 penderita yang manalebih sering ditemukan pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.

Prevalensi penyakit Parkinson meningkat seiring bertambahnya usia.

Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85

tahun. enelitian lain menunjukan prevalensi penyakit Parkinson berkisar 0,5-1%

pada usia 65-79 tahun, dan pada usia 80 tahun atau lebih prevalensi dapat meningkat

sampai 1-3%. Prevalensi penyakit Parkinson diproyeksikan akan bertambah dua

kali lipat pada tahun 2040 sebagai gambaran dari penuaan populasi.9Proyeksiini

menunjukkan bahwa perkembangan penyakit Parkinson perlu untuk dicermati.

2.3 Etiologi

PP adalah kelainan ganglia basal, yang terdiri dari banyak nukleus lainnya.

Striatum menerima masukan rangsang dan penghambatan dari beberapa bagian korteks.

Patologi kuncinya adalah hilangnya neuron dopaminergik yang menyebabkan gejala.

Sampai saat ini penyebab pasti kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti.

8
Beberapa penelitian pada penderita PP baik pada penelitian berdasarkan autopsy

penderita, penelitian epidemiologis, maupun penelitian pada hewan primate yang dibuat

menderita PP, menghasilkan beberapa dugaan penyebab PP seperti tersebut dibawah ini:

Faktor Genetik

Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan

mengaibatkan protein beracun tidak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal

pathway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel SNc

sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya

PP sporadic yang bersifat familial. Pada penelitian didapatkan kadar sub unit alfa dari

proteasome 2-S menurun secara signifikan pada sel neuron SNc penderita PP

dibandingkan dengan orang normal. Didapatkan juga penurunan sekitar 40% dari 3

komponen (chymotryptic, trytic dan postacidic) proteasome 26S pada sel neuron SNc

penderita PP.

Peran faktor genetic juga ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar

monozigot dan dizigot, dimana angka antrapair concordance pada monozigot jauh

lebih tinggi dibandnigkan dizigot.

Faktor lingkungan

Faktor risiko lingkungan yang umumnya terkait dengan perkembangan penyakit

Parkinson termasuk penggunaan pestisida, tinggal di lingkungan pedesaan, konsumsi air

sumur, paparan herbisida, dan kedekatan dengan pabrik atau tambang industri.

Sebuah meta-analisis dari 89 studi, termasuk 6 studi prospektif dan 83 studi kasus

kontrol, menemukan bahwa paparan pestisida dapat meningkatkan risiko PP sebanyak

9
80%. Paparan paraquat pembunuh gulma atau fungisida maneb atau mancozeb sangat

beracun, meningkatkan risiko PP sekitar 2 kali lipat. Banyak agen yang dipelajari tidak

lagi digunakan di Amerika Serikat dan Eropa; Namun, beberapa masih ditemukan di

negara berkembang.

Dalam studi kasus-kontrol, PP dikaitkan dengan paparan semua jenis pestisida,

herbisida, insektisida, dan pelarut, dengan risiko berkisar antara 33% hingga 80%.

Peningkatan risiko PP juga dikaitkan dengan kondisi proksi dari paparan polutan

organik, seperti pertanian, air minum sumur, dan kehidupan pedesaan. Selain itu, risiko

tampaknya meningkat seiring dengan lamanya eksposur.

The National Institutes of Health-AARP Diet and Health Study, serta meta-analisis

studi prospektif, menemukan bahwa asupan kafein yang lebih tinggi dikaitkan dengan

risiko penyakit Parkinson yang lebih rendah pada pria dan wanita. Hubungan serupa

ditemukan untuk merokok dan risiko penyakit Parkinson. Mekanisme biologis yang

mendasari hubungan terbalik antara kafein atau merokok dan risiko penyakit Parkinson

tidak dijelaskan dengan baik.

Gangguan MPTP dengan fungsi mitokondria

beberapa individu diidentifikasi yang menderita parkinsonisme setelah injeksi

sendiri 1-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin (MPTP). Pasien-pasien ini mengalami

bradikinesia, rigiditas, dan tremor, yang berlangsung selama beberapa minggu dan

membaik dengan terapi penggantian dopamin. MPTP melewati sawar darah-otak dan

dioksidasi menjadi 1-methyl-4-phenylpyridinium (MPP +) oleh monoamine oxidase

(MAO) -B.

10
MPP + terakumulasi di mitokondria dan mengganggu fungsi kompleks I rantai

pernapasan. Kemiripan kimiawi antara MPTP dan beberapa herbisida dan pestisida

menunjukkan bahwa toksin lingkungan mirip MPTP mungkin menjadi penyebab

penyakit Parkinson, tetapi tidak ada agen spesifik yang diidentifikasi. Meskipun

demikian, aktivitas kompleks I mitokondria berkurang pada penyakit Parkinson,

menunjukkan jalur umum dengan parkinsonisme yang diinduksi MPTP.

Merokok

Merokok telah dipelajari secara ekstensif sehubungan dengan PP, dengan hasil

yang sebagian besar konsisten. Sebagian besar laporan epidemiologi adalah studi kasus

kontrol yang menunjukkan penurunan risiko pengembangan PP, dengan studi kohort

yang lebih besar juga sesuai. Sebuah meta-analisis besar termasuk 44 studi kasus

kontrol dan 8 studi kohort dari 20 negara menunjukkan korelasi terbalik antara merokok

dan PP, dengan risiko relatif 0,39 untuk perokok saat ini. Dua meta-analisis lain juga

melaporkan korelasi terbalik antara merokok dan PP, dengan odds rasio yang

dikumpulkan mulai dari 0,23 hingga 0,70, menunjukkan mekanisme perlindungan

terhadap PP. Mereka juga melaporkan korelasi terbalik antara jumlah bungkus rokok,

jumlah tahun merokok dan risiko PP, dengan risiko pengembangan PP berkurang secara

signifikan pada perokok berat atau jangka panjang dibandingkan dengan bukan

perokok.

Alasan yang mendasari penurunan risiko ini tidak sepenuhnya dipahami. Aktivasi

reseptor asetilkolin nikotinat pada neuron dopaminergik oleh nikotin atau agonis selektif

telah terbukti menjadi pelindung saraf dalam model eksperimental PP. Namun

11
demikian, nikotin juga dapat merangsang pelepasan dopamin, yang terlibat dalam

mekanisme reward. Oleh karena itu sulit untuk memastikan apakah merokok mencegah

PP atau apakah PP membantu mencegah kebiasaan menggunakan rokok. Sebagai hasil

dari penurunan dopamin pada pasien dengan PP, pasien mungkin kurang rentan

terhadap perilaku adiktif, dan dengan demikian cenderung tidak merokok. Hipotesis ini

didukung oleh fakta bahwa pasien dengan PP prodromal dan PP mampu berhenti

merokok lebih mudah daripada kontrol, menunjukkan bahwa hubungan ini mungkin

disebabkan oleh penurunan responsivitas terhadap nikotin.

Berdasarkan penelitian didapatkan bukti bahwa N-methylated pyridinescenderung

terakumulasi pada pasien parkinson. Senyawa ini mungkin dapat menghambat

metabolisme melalui reaksi oksidasi P450 atau oksidasi melalui monoamine oksidase B.

Nikotin juga dimetabolisme menjadi derivat N-methylated pyridine, yang secara teoritis

diduga dapat menimbulkan rasa tidak menyenangkan pada individu dengan predisposisi

genetik Parkinson dan menyebabkan kecenderungan untuk tidak merokok pada pasien

Parkinson dengan predisposisi genetik.

Umur (proses menua)

Tidak semua orang tua akan menderita PP, tetapi dugaan adanya peranan proses

menua terhadap terjadinya PP didasarkan pada penelitian-penelitian epidemiologi

tentang kejadian PP (evidence based). Ditemukan angka kejadian PP pada usia 50 tahun

di Amerika 10-12 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 200-250 per 100.000

penduduk pada usia 80 tahun. Pada penderita PP terdapat suatu tanda reaksi microglial

pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal.

12
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor risiko yang

mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyebab lain

(biasanya multifactorial) untuk terjadinya PP.

2.4 Patofisiologi Parkinson


Secara umum dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena Penurunan

Kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40

hingga 50 persen yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies).

Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang

mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars

kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.

Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf

nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik)

yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum di salurkan ke globus

palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur

direk reseptor D1 dan jalur indirek yang berkaitan dengan reseptor D2. Apabila

masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra

pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan

terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala penyakit Parkinson belum terlihat sampai

lebih dari 50 persen sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang sebanyak 80

persen.

13
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur langsung dengan

neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik

tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna

yang GABA ergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap

globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga

fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi

dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen eksterna ke nukleus substalamikus

melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen

interna/substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik

akibtaknya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus/substansia nigra.

Keadaan ini di perhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung. Sehingga

output ganglia basalis menjadi berlebihan kea rah thalamus. Saraf eferen dari globus

palidus segmen interna ke thalamus adalah GABAergik sehingga kegiatan thalamus

akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf

glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla

spinalis melemah terjadi hipokine.

2.5 Gejala Klinis


Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang

didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau

kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik

14
(parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita

parkinson:

a. Tremor

Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula pada

satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain

juga akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada

stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama

timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor

akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.

b. Rigiditas

Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi

pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih

berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas

timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu

gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas

disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.

c. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit.

Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-

gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat

15
kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang

(hipofonia).

d. Hilangnya refleks postural

Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal

stadium penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit

parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan

ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian

kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan

mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita

mudah jatuh.

e. Wajah Parkinson

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka

serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu

kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

f. Mikrografia

Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan

rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

g. Sikap Parkinson

Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit

parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala

difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan,

dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

16
h. Bicara

Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir

mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume

yang kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang

sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.

i. Disfungsi otonom

Disfungsi otonom pada pasien penyakit parkinson memperlihatkan beberapa gejala

seperti disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung),

gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit

dan regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual

(impotensi atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau

intoleransi panas atau dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%.

Patofisiologi disfungsi otonom pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi

dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal,

nukleus ambigus dan pusat medullary.

lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan

nukleus rafe kaudal.

j. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit,

gerak bola mata menjadi terganggu.

k. Tanda Myerson

17
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien

Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga

sebagai tanda “Myerson”.

l. Demensia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang

menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan

gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini

berkembang sebagai konsekuensi patologi penyakit parkinson disebut kompleks

parkinsonism demensia. Demensia pada penyakit parkinson mungkin baru akan

terlihat pada stadium lanjut, namun pasien penyakit parkinson telah

memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada

stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit parkinson yang meliputi

gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi eksekutif

ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal. Persentase

gangguan kognitif diperkirakan 20%.

m. Depresi

Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala depresi. Hal ini dapat

disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan

seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini

disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini

dapat dijelaskan bahwa pada penderita parkinson terjadi degenerasi neuron

18
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat

dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas

substansia nigra.

2.6 Patogenesis
Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan oksidatif dalam

patogenesis penyakit parkinson, dan khususnya kerusakan oksidatif pada lipid, protein,

dan DNA dapat diamati pada substansia nigra pars kompakta (SNc) otak pasien

penyakit parkinson sporadik. Stress oksidatif akan membahayakan integritas neuron

sehingga mempercepat degenerasi neuron. Sumber peningkatan stress oksidatif ini

masih belum jelas namun mungkin saja melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan

metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan reactive oxygen

species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan besi reaktif, dan gangguan jalur

pertahanan antioksidan.

Banyak bukti mengarah pada peran utama disfungsi mitokondria sebagai dasar

patogenesis penyakit parkinson, dan khususnya defek mitokondria complex-I (complex-

I) dari rantai respirasi. Defek complex-I mungkin yang paling tepat menyebabkan

degenerasi neuron pada penyakit parkinson melalui penurunan sintesis ATP.

19
Mutasi patogen dan faktor lingkungan diketahui menyebabkan penyakit parkinson

akibat disfungsi mitokondria, kerusakan oksidatif, agregasi protein abnormal dan

fosforilasi protein yang mengorbankan fungsi neuronal dopaminergik. Faktor

lingkungan seperti pestisida dan racun langsung menginduksi kerusakan oksidatif dan

disfungsi mitokondria. A-synuclein mengalami agregasi karena mutasi patogen atau

oksidasi katekol yang menginduksi stres ER dan menyebabkan disfungsi mitokondria.

Disfungsi mitokondria dan kerusakan oksidatif menyebabkan defisit ATP yang dapat

mengganggu fungsi UPS untuk mempromosikan agregasi protein abnormal.

B-synuclein mencegah agregasi a-synuclein melalui aktivasi Akt signaling. Parkin

meningkatkan biogenesis mitokondria dengan mengaktifkan faktor transkripsi

mitokondria A (TFAM). DJ-1 melindungi terhadap stres oksidatif, fungsi sebagai

pendamping untuk memblokir agregasi a-synuclein dan melindungi terhadap disfungsi

20
mitokondria. PINK1 melindungi terhadap disfungsi mitokondria akibat mutasi patogen,

meskipun fungsi yang tepat dari PINK1 di mitokondria masih belum diketahui.

LRRK2 berperan dalam fungsi vesikel sinaptik, perkembangan neurite, dan lain-

lain. Mutasi patogen di LRRK2 menyebabkan abnormal fosforilasi protein yang

menginduksi kematian sel mitokondria. Selain itu, peran saraf dari PGC-1a mencegah

kerusakan oksidatif dan disfungsi mitokondria. Familial gen parkinson-linked yaitu

parkin, DJ-1 dan PINK1 berperan mengaktifkan PI3 kinase-Akt signaling. Aktivasi

jalur Nrf2/ARE mencegah kerusakan oksidatif dan disfungsi mitokondria dan

mempertahankan kelangsungan hidup sel. PI3 kinase-Akt signaling dan sinyal

Nrf2/ARE bisa dieksplorasi sebagai target potensial untuk intervensi terapeutik pada

kematian neuronal dopaminergik.

2.7 Diagnosis

Penyakit parkinson merupakan penyakit yang didiagnosis berdasarkan klinis dari

pasien, walaupun merupakan penyakit neurodegeneratif yang umum, penyakit ini dapat

sulit didiagnosis secara klinis, terutama jika muncul pada usia yang lebih muda, dan

umumnya lima hingga sepuluh persen pasien dengan penyakit parkinson mengalami

kesalahan dalam diagnosis.

Belum ada pemeriksaan yang definitif dalam mengkonfirmasi diagnosis saat

pasien masih hidup. Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit gabungan antara

klinis gejala parkinsonisme dengan temuan patologi anatomi yang spesifik, yaitu

hilangnya neuron dopaminergik di daerah substansia nigra pars compacta, dengan

munculnya gambaran inklusi sitoplasmik eosinofilik Lewy bodies.

21
Secara klinis, langkah dalam melakukan diagnosis penyakit Parkinson ialah melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Gejala awal Penyakit Parkinson sangat ringan dan perjalanan penyakitnya

berlangsung perlahan-lahan, sehingga sering terlepas dari perhatian. Biasanya

hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit murung atau hanya

sedikit gemetar. Seiring waktu gejala menjadi lebih nyata sehingga pasien

berobat ke dokter dalam kondisi yang sedikit lebih parah. Anamnesis yang

mengarahkan pada Penyakit Parkinson antara lain :

1) Awitan keluhan atau gejala tidak diketahui dengan pasti

2) Perjalanan gejala semakin memberat

3) Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan

mengenai kedua sisi atau batang tubuh.

4) Jenis gejala yang mungkin timbul :

 Merasakan tubuh kaku dan berat

 Gerakan lebih kaku dan lambat

 Tulisan tangan mengalami mengecil dan tidak terbaca

 Ayunan lengan berkurang saat berjalan

 Kaki diseret saat berjalan

 Suara bicara pelan dan sulit dimengerti

 Tangan atau kaki gemetar

 Merasa goyah saat berdiri

22
 Merasakan kurang bergairah

 Berkurang fungsi penghidu / penciuman

 Keluar air liur berlebihan

5) Faktor yang memperingan gejala : istirahat, tidur, suasana tenang

6) Faktor yag memperberat gejala : kecemasan, kurang istirahat

7) Riwayat penggunaan obat antiparkinson dan respon terhadap

pengobatan.

b. Pemeriksaan fisik

1) Pengamatan saat pasien duduk :

 Tremor saat istirahat, terlihat di tangan atau tungkai bawah.

 Ekspresi wajah seperti topeng / face mask (kedipan mata dan

ekspresi wajah menjadi datar),

 Postur tubuh membungkuk,

 Tremor dapat ditemukan di anggota tubuh lain (meskipun relatif

jarang) misalnya kepala, rahang bawah, lidah, leher atau kaki

2) Pemeriksaan bradikinesia :

 Gerakan tangan mengepal-membuka-mengepal dan seterusnya

berulang-ulang, makin lama makin berkurang amplitudo dan

kecepatannya

 Gerakan mempertemukan jari telunjuk-ibu jari (pada satu tangan)

secara berulang-ulang makin lama makin berkurang amplitudo

dan kecepatannya

23
 Tulisan tangan makin mengecil

 Kurang trampil melakukan gerakan motorik halus, seperti

membuka kancing baju

 Ketika berbicara suara makin lama makin halus, dan artikulasi

mejadi tidak jelas, kadang-kadang seperti gagap

3) Pengamatan saat pasien berjalan :

 Kesulitan / tampak ragu-ragu saat mulai berjalan (hesitancy),

berjalan dengan kaki diseret (shuffling), jalan makin lama makin

cepat (festination),

 Ayunan lengan berkurang baik pada 1 sisi anggota gerak maupun

dikeduanya.

4) Ditemukan rigiditas pada pemeriksaan tonus otot : gerakan secara pasief

oleh pemeriksa, dengan melakukan fleksi-ekstensi secara berurutan,

maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda gigi’. Biasanya dikerjakan

di persendian siku dan lengan.

5) Pemeriksaan instabilitas postural / tes retropulsi : pasien ditarik dari

belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah pasien tetap mampu

mempertahankan posisi tegak.

6) Pemeriksaan fisik lain untuk menemukan tanda negatif dari Penyakit

Parkinson:

 Pemeriksaan refleks patologis : refleks patologis negatif

24
 Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas : gerakan okulomotor

normal

 Pemeriksaan tekanan darah postural

 Pemeriksaan fungsi otonom, misalnya pengontrolan miksi –

adakah inkontinensia

 Pemeriksaan fungsi serebelum, misalnya ataksia saat berjalan

 Pemeriksaan fungsi kognitif yang muncul pada permulaan

penyakit.

c. Pemeriksaan penunjang

Pengujian pre klinik dan klinik yang dapat dipercaya banyak membantu untuk

mengidentifikasi pasien dengan penyakit Parkinson atau orang-rang yang berisiko

mengalami penyakit Parkinson. Beberapa uji diagnostik yang telah diusulkan

bermanfaat untuk menegakkan diagnosis penyakit parkinson dan atau membedakan

antara penyakit parkinson dengan sindrom parkinson yang lain. Namun demikian,

sampai sekarang ini belum ada satu uji yang memperlihatkan mempunyai sensitivitas

dan spesifitas yang cukup yang dapat dipercaya untuk diagnosis penyakit parkinson atau

membedakan penyakit parkinson dengan jenis parkinsonism yang lain.

Secara tradisional, ada beberapa pemeriksaan pencitraan otak yang sering

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit parkinson dan atau

25
membedakannya dari sindroma parkinson yang lain. Secara umum pemeriksaan

pencitraan otak dibagi 2 yaitu pencitraan struktural dan pencitraan fungsional.

a. Pencitraan struktural :

- CT scan kepala

- MRI kepala

- Ultrasonografi transkranial

b. Pencitraan fungsional :

- PET

- SPECT

Cara lain untuk menegakkan diagnosis dari penyakit Parkinson ialah melalui

observasi klinis dari pemberian terapi levodopa oral atau apomorfin subkutan, yang

akan secara signifikan memperbaiki gejala klinis pasien. Terdapat berbagai macam

kriteria diagnosis untuk mempermudah klinisi dalam melakukan diagnosis terhadap

penyakit Parkinson ini. Saat ini umumnya di Indonesia digunakan kriteria diagnosis

yaitu menurut Hughes dan menurut Koller.

Kriteria Hughes membagi penyakit Parkinson menjadi tiga kriteria yaitu sebagai berikut

1. Possible

Terdapat salah satu dari gejala utama sebagai berikut:

- Tremor istirahat

- Rigiditas

- Bradikinesia

26
- Hilangnya refleks postural

2. Probable

- Bila terdapat kombinasi dua dari empat gejala utama atau

- Bila terdapat salah satu dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia

yang asimetris atau unilateral.

3. Definite

- Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala utama atau

- Bila ada dua dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia dengan 1

gejala tersebut yang asimetris atau unilateral.

Kriteria diagnosis menurut Koller yaitu terdapat dua dari tiga gejala khas yang

berlangsung selama satu tahun atau lebih dan memiliki respon terhadap terapi levodopa

diberikan sampai perbaikan sedang dan lama perbaikan selama satu tahun atau lebih.

Dalam menilai berat ringannya penyakit parkinson, parameter yang sering

digunakan adalah skala penilaian klinis Hoen and Yahr Scale yang terdiri dari 5

stadium. Hoen and Yahr Scale Modified juga terkadang digunakan dalam menilai

defisiensi motorik. Skala penilaian klinis Hoer and Yahr Scale dan Hoer and Yahr Scale

Modified adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hoer and Yahr Scale dan Hoer and Yahr Scale Modified

27
2.8 Diagnosis Banding

Belum ada cara yang ideal untuk menegakkan diagnosis penyakit Parkinson dan

membedakannya dengan sindrom parkinson lainnya. Namun demikian, penyakit

parkinson harus dibedakan dari jenis parkinsonism yang lain, seperti multiple system

atrophy (MSA), progressive supranuclear palsy (PSP) dan corticobasal degeneration

(CBD). Penyakit Parkinson harus juga dibedakan dari penyebab parkinsonism sekunder

yang lain, seperti lesi struktural otak, reaksi akibat penggunaan obat-obatan, neurotoksin

dan penyebab tremor yang lain. Idealnya, pasien dengan penyakit parkinson atau yang

berhubungan dengan gangguan gerak, harus dirujuk ke klinik spesialis gangguan gerak

atau pusat pelayanan gangguan gerak untuk dilakukan evaluasi.

Beberapa pedoman klinis yang dapat membantu dibawah ini:

Gangguan Gejala Karakteristik


Tremor Predominan tremor aksi ekstremitas atas yang khas simetris.

esensial Mengenai juga kepala dan pita suara. Biasanya tidak ada defisit

neurologis lain. Dapat ditemukan riwayat keluarga yang positif,

dan tremor berkurang dengan minum alkohol


Tremor Postur distonik (seperti, tangan yang distonik pada posisi tertentu).

distonik Diagnosis biasanya cukup sulit ditegakkan.


Perkinson Secara klinis, kondisi ini dapat menyerupai Penyakit Parkinson

28
terinduksi oleh (seperti presentasi tremor unilateral saat istirahat). Suatu

obat anamnesis teliti mengenai pemakaian obat (dalam 1 tahun terakhir)

seperti penyekat reseptor dopamin (paling sering antipsikotik atau

antiemetik seperti metoklopramid atau proklorperazin) adalah

sangat penting.
Penyakit Awitan neurologis Penyakit Wilson biasanya dimulai dari saat

Wilson kecil atau dewasa muda. Pasien memperlihatkan gejala tremor,

parkinsonism dan/atau distonia. Sebagai peraturan umum, pasien

yang memperlihatkan gangguan gerak dibawah 50 tahun harus

menjalani pemeriksaan untuk mengeksklusi penyakit ini. Manifesti

psikiatris sering berupa gangguan perilaku, ansietas dan psikosis.

Pemeriksaan meliputi: MRI kepala (abnormal dalam 90% kasus;

kelainan lain yang dapat ditemukan berupa hiperintensitas basal

ganglia pada sekuen T2); pemeriksaan slit lamp oleh seorang

dokter mata ditemukan cincin Kayser-Fleischer pada hampir

semua kasus; pemeriksaan caeruloplasmin pada serum dan copper

pada urin 24 jam.


Demensia Banyak ahli menganggap kelainan ini sebagai spektrum dari

Lewi Bodies Penyakit Parkinson. Pada Penyakit Parkinson, demensia dan

halusinasi visual adalah tipikal pada fase lanjut penyakit, tetapi

pada Demensia Lewi Bodies, gejala demensia dan halusinasi

terjadi pada fase awal penyakit (mendahului atau terjadi dalam 1

tahun awitan gejala motorik)


Multiple Gangguan motorik dapat berupa predominan parkinsonism (MSA-

29
system atrophy P) atau serebelar (gait atau limb ataxia) (MSA-C). Disfungsi

autonomik jelas (inkontinesia urine atau hipotensi ortostatik berat)

biasanya muncul. Pasien dapat mengalami disartria/disfagia pada

fase awal penyakit. Tanda upper motor neuron seperti

hiperrefleksia atau tanda Babinski dapat ditemukan. MRI kepala

memperlihatkan atrofi serebelum atau batang otak, “hot-cross

bun”, hiperintensitas putaminal rim pada sekuen T2, dll.

Progressive Ciri khas berupa defisit gerakan bola mata vertikal (restriksi atau

supranuclear pada tahap awal penyakit terdapat perlambatan sakadik ke bawah).

palsy Riwayat jatuh sering ditemukan pada fase awal (dalam 1 tahun

pertama). Dapat ditemukan rigiditas aksial (leher) yang lebih

dominan dibanding ekstremitas. Pasien dapat memperlihatkan

tanda disartria/disfagia pada fase awal penyakit. MRI Kepala dapat

ditemukan atrofi mesensefalon (tanda “hummingbird”)

Parkinsonism Parkinsonism mengenai terutama badan bagian bawah. Tidak ada

Vaskuler tremor istirahat yang tipikal. Gambaran seperti stroke dapat

ditemukan. Pasien biasanya memiliki faktor risiko vaskuler yang

nyata dan MRI kepala biasanya memperlihatkan perubahan

iskemik luas (lebih jarang, parkinsonism ini dapat disebabkan oleh

stroke pembuluh darah kecil di lokasi strategik seperti di

substansia nigra.

30
Normopressure MRI otak memperlihatkan pelebaran ventrikel. Perbaikan gait

Hydrocephalus yang terjadi setelah pengeluaran sejumlah besar cairan otak dengan

tehnik pungsi lumbal (tap test) mendukung diagnosis dan

memperkirakan respons terhadap prosedur shunting.

2.9 Tatalaksana

Pada stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan gangguan

fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi mungkin belum

diperlukan. Keputusan memulai terapi farmakologi pada pasien dengan penyakit

Parkinson harus disesuaikan individu dengan tujuan mengurangi gejala motorik dan

memperbaiki kualitas hidup tanpa menyebabkan efek samping. Beberapa faktor yang

perlu dipertimbangkan untuk memulai terapi adalah beratnya gejala, apakah gejala

mempengaruhi tangan dominan, kemampuan untuk meneruskan bekerja, biaya dan

pilihan pasien (setelah pasien diberikan informasi).

1. Stadium penyakit awal :

1) Non farmakologi dan non pembedahan :

 Nutrisi : diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.

 Aktifitas : edukasi, aerobik, penguatan, peregangan, latihan

keseimbangan

2) Farmakolologi

 Terapi untuk tujuan modifikasi penyakit dan neuroproteksi.

31
 Terapi simptomatis awal (motorik) : Levodopa, MAO-B inhibitor

(selegiline, rasagiline), agonis dopamin (pramipexol, ropinirole,

rotigotine).

2. Stadium penyakit lanjut :

1) Terapi simptomatik lanjut (komplikasi motorik)

 Terapi farmakologi : levodopa, antivirus (amantadin), MAO-B

inhibitor (selegilin, rasagilin), COMT inhibitor (entacapon), agonis

dopamin (pramipeksol, ropinirol, rotigotin)

 Pembedahan Fungsional : palidotomi unilatral, deep brain

stimulation (palidum posteroventral, nukleus subtalamikus)

 Non farmakologi : fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan

bahasa.

2) Terapi simptomatik lanjut (non motorik)

 Demensia : rivastigmin, donepezil, galantamin, memamtin

 Psikosis : clozapine, olanzapin, quetiapin, risperidon

 Depresi : antidepresan trisiklik (amitriptilin), SSRIs

 Hipotensi ortostatik : midodrine, fludrokortison

 Mual dan muntah : donperidon, ondasentron

 Konstipasi : polyethylene glycol solution, suplemen serat

 Disfungsi ereksi : sildenafil, vardefanil, papaverin i.v.

 Kantuk di siang hari : modafinil

 Gangguan perilaku tidur REM : klonazepam

32
3. Penanganan Non Farmakologi

Dalam beberapa tahun terakhir, pembedahan telah menjadi terapi pada pasien

dengan komplikasi motorik yang tidak dapat dikendalikan dengan baik. Dan

pembedahan bermanfaat pada penyakit Parkinson stadium lanjut dan pada kasus

yang selektif. Terdapat beberapa prosedur terapi bedah untuk penyakit

parkinson, diantaranya yaitu terapi ablasi lesi di otak, deep brain stimulation dan

brain grifting. Deep brain stimulation merupakan terapi baru, terapi ini tidak

menghancurkan lesi di otak sehingga relatif aman. Deep brain stimulation

menggunakan elektroda yang dipasang di beberapa pusat lesi di otak dan

dihubungkan dengan alat pemacu yang dipasang dibawah kulit dada seperti alat

pacu jantung. Terapi ini tidak menyembuhkan penyakit, namun dapat

mengurangi gejala motorik untuk waktu yang lebih lama dibandingkan dengan

terapi farmakologi saja. Komplikasi deep brain stimulation sangat rendah, risiko

kematian kurang dari 1% dan risiko stroke karena perdarahan otak selama

pembedahan sebesar 2-3%.

2.10 Prognosis

• Ad vitam : dubia ad bonam

• Ad sanationam : dubia ad malam

• Ad fungsionam : dubia ad malam

33
34
Daftar pustaka
1. Adhayani F, Listyaningrum D, Sjahrir H. Gangguan Kognitif Penderita Penyakit
Parkinson. Neurona [Internet]. 2014;31(2):4–5. Available from:
http://www.neurona.web.id/paper-detail.do?id=901
2. Dan P, Stem T, Therapy SC. Parkinson Dan Terapi Stem Sel Parkinson And Stem
Cell Therapy Gerry. 2017;39–46.
3. Hanriko R, Anzani BP. Penyakit Parkinson: Ancaman Kesehatan bagi Komunitas
Pertanian. J Agromedicine. 2018;5(1):508–12.
4. Hauser RA. Parkinson Disease [Internet]. MedScape. 2020 [cited 2020 Sep 22].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a5
5. Hughes RC. Parkinson’s Disease and its Management. Bmj. 1994;308(6923):281.
6. Larasanti P, Purwa Samatra DPG, Trisnawati SY, Sumada IK. Karakteristik
Klinis Dan Derajat Berat Gejala Motorik Penyakit Parkinson Di Rsup Sanglah
Dan Rsud Wangaya Denpasar. Callosum Neurol. 2020;3(1):6–11.
7. Marisdina S, Shahab A, Faisal R, Bahar E, Merryn K. Karakteristik penderita
penyakit Parkinson di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr . Moh . Hoesin Palembang.
2018;1:26–33.
8. Muangpaisan W, Hori H, Brayne C. Systematic review of the prevalence and
incidence of Parkinson’s disease in Asia. J Epidemiol. 2009;19(6):281–93.
9. Muliawan E, Jehosua S, Tumewah R. Diagnosis dan Terapi Deep Brain
Stimulation pada Penyakit Parkinson. J Sinaps. 2018;1(1):67–84.
10. Musadir N. Penyakit parkinson dan peningkatan risiko stroke. 2019;1(2):111–6.
11. Noviani E, Gunarto U, Setyono J. Hubungan Antara Merokok Dengan Penyakit
Parkinson. Mandala Heal. 2010;4(2):81–6.
12. Oktariza Y, Amalia L, Sobaryati S, Kurniawati MY. Evaluasi Kualitas Hidup
Pasien Parkinson Berdasarkan Terapi Berbasis Levodopa. Indones J Clin Pharm.
2019;8(4):246.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2016. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Perdossi. 2016;150.

35
14. Porsiana MD, Arimbawa IK. Terapi Stem Cell untuk Penyakit Parkinson. Cdk-
284. 2020;47(3):212–6.
15. Ray Dorsey E, Elbaz A, Nichols E, Abd-Allah F, Abdelalim A, Adsuar JC, et al.
Global, regional, and national burden of Parkinson’s disease, 1990–2016: a
systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol.
2018;17(11):939–53.
16. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MSi, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. edisi VI J. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 2161–2177 p.
17. Stoker TB, Greenland JC. Preface. Parkinson’s Disease: Pathogenesis and Clinical
Aspects. 2018. ix–ix.
18. Suharti. Patofisiologi Penurunan Kognitif pada Penyakit Parkinson. UMI Med J.
2020;5(1):1–11.
19. Tarukba febrilya R, Tumewah R, Maja J. Gambaran fungsi kognitif penderita
parkinson. J E Clin. 2016;4(1):1–7.
20. Zafar S, Yaddanapudi SS. Parkinson Disease. [Updated 2020 Aug 10]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470193/

36

Anda mungkin juga menyukai