Refarat Penyakit Parkinson
Refarat Penyakit Parkinson
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
1
BAB I
PENDAHULUAN
umum. Hal ini tidak hanya ditandai dengan kelainan gerakan, tetapi juga oleh gejala
nonmotorik seperti demensia, depresi, halusinasi visual, dan disfungsi otonom. Gejala
berpigmen di substansia nigra pars compacta (SNc) dan adanya badan lewy. Sebagian
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. namun tidak ada penyebab
lingkungan dari penyakit Parkinson yang terbukti. Penyebab genetik yang diketahui
dapat diidentifikasi pada sekitar 10% kasus, dan ini lebih sering terjadi pada pasien
dengan onset yang lebih muda. Penyakit ini ditandai dengan tremor waktu istirahat,
kekakuan otot dan sendi (rigidity) kelambanan gerak, dan bicara (bradykinesia) dan
setelah penyakit Alzheimer (AD), dengan prevalensi sekitar 0,5–1% di antara orang
yang berusia 65-69 tahun, meningkat menjadi 1-3% di antara orang-orang yang berusia
80 tahun ke atas. Dengan populasi yang bertambah, baik prevalensi maupun insiden
penyakit Parkinson diperkirakan meningkat lebih dari 30% pada tahun 2030, yang akan
mengakibatkan biaya langsung dan tidak langsung bagi masyarakat dan perekonomian
2
secara keseluruhan. Penyakit yang bersifat kronik dan progresif ini belum dapat
pada setiap orang bervariasi. Penyakit parkinson mengenai 1-2% per 1000 populasi
dunia setiap tahunnya. prevalensi meningkat seiring usia dan mengenai 1% populasi di
atas usia 60 tahun. onset penyakit ini biasanya pada usia 65 sampai 70 tahun. Onset
sebelum usia 40 tahun terlohat kurang dari 5% dari kasus kohort berbasis populasi.
0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada umur 85-89 tahun. PP dapat mengenai
semua usia, tapi lebih sering pada usia lanjut, dengan perawatan yang tepat penderita PP
dapat bertahan hidup dengan baik lebih dari 20 tahun. PP dimulai perlahan, dan secara
gradual memburuk. Gejala seperti tremor waktu istirahat awalnya hanya muncul
kadang-kadang, lalu memberat dan menetap saat ada stress fisik maupun psikis.
Penyebab pasti PP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa
genetic yang mendasari terjadinya PP. faktor lain yang juga menjadi penyebab proses
degenerasi ini, antara lain proses penuaan pada otak, stress oksidatif, terpapar
pestisida/herbisida atau anti jamur yang cukup lama, infeksi, kafein, alcohol, trauma
istilah yang harus dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan parkinsonism. Penyakit
Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disetai adanya
3
inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut lewy bodies. Parkinsonism adalah suatu
sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan
hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam
Laporan Global Burden Disease (GBD) yang diterbitkan pada tahun 2018
memperkirakan pada tahun 2016 terdapat 6,1 juta individu yang menderita penyakit
parkinson secara global, dibandingkan dengan 2,5 juta pada tahun 1990. Diperkirakan
340.000 orang dewasa di amerika serikat menderita PP dan jumlah ini diperkirakan
menunjukkan domnasi laki-laki, yang lebih jelas dalam penelitian barat, sebaliknya
insiden penyakit parkinson sedikit lebih rendah di timur dibandingkan insiden penyakit
parkinson di barat. penelitian dari timur dan barat menunjukkan peran faktor risiko
lingkungan dan genetik dalam penyebab penyakit parkinson. merokok, asupan kafein
subsantia nigra. Kerusakan neuron dopaminergik ini secara seluler berkaitan dengan
agregasi α-synuclein, yang membentuk Lewy bodies dan Lewy neurites. Neurodegerasi
PP tidak terbatas hanya pada neuron dopaminergik di substantia nigra, namun juga
melibatkan sel-sel yang berlokasi di area otak lain yang saling terkoneksi. Fase pre-
motor atau prodromal dimulai sekitar 12-14 tahun sebelum PP terdiagnosis. Kerusakan
awalnya terjadi pada sistem saraf otonom perifer dan atau olfactory bulb, dengan
4
patologi yang kemudian menyebar ke sistem saraf pusat, lalu ke struktur bawah batang
Gejala awal PP umumnya muncul secara asimetris tanpa adanya gejala atipikal
semakin memburuk dan dapat terjadi gejala non-motorik seperti penurunan indra
penciuman, disfungsi otonom, nyeri, kelelahan, gangguan tidur, gangguan kognitif dan
psikiatrik. Hal tersebut berefek secara signifikan terhadap kualitas hidup penderita PP.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
paling banyak dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun.
Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncak pada dekade
keenam Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20 tahun disebut Juvenile
kekakuan otot, tremor, rigiditas, perlambatan gerakan fisik dan bicara (bradikinesia),
karena hilangnya neuron dopaminergik substantia nigra pars compacta, dengan patologi
dan Lewy neurites. Beberapa mekanisme lain yang terlibat dalam PP, diantaranya
fungsional, dan neuroinflamasi. Namun, interaksi antara berbagai faktor tersebut belum
sepenuhnya diketahui.
6
2.2 Epidemiologi
Penyakit Parkinson tersebar secara luas di seluruh dunia dan mengenai berbagai
etnik dan kultur dengan perkiraan prevalensi mencapai 6,3 juta orang. Penyakit
Gejala Penyakit Parkinson biasanya dimulai pada usia 60-an tahun, meski bisa juga
terjadi lebih awal. Sekitar 5-10 % dari penderita Penyakit Parkinson mulai mengalami
gejala sebelum usia 50 tahun. Penyakit ini mengenai lelaki 50 % lebih banyak dari
perempuan.
Penyakit parkinson lebih banyak pada pria dengan rasio pria dibandingkan wanita
3:2. penyakit parkinson meliputi lebih dari 80% parkinsonism. Penderita penyakit
parkinson di Amerika Utara meliputi 1 juta penderita atau 1% dari populasi berusia
lebih dari 65 tahun. penyakit parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi
dan angka kejadiannya berkisar 20 per 100.000 populasi. keduanya meningkat seiring
dengan bertambhanya umur. pada umur 70 tahun, prevalensi dapat mencapai 120 dan
menunjukan 1,5 sampai 8,7 kasus per tahun di Cina dan Taiwan, sedangkan di
Singapura, Wakayama dan Jepang, terdapat 6,7 sampai 8,3 kasus per tahun, dengan
kisaran umur 60 sampai 69 tahun dan jarang di temukan pada umur kecil dari 50 tahun.
Prevalensi tertinggi penyakit Parkinsonterjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan
ras Eropa (0,98-1,94%), prevalensi menengah terdapat padaras Asia (0,018%) dan
7
prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika (0,01%). Sedangkan
penderita Parkinsondi Amerika Serikat setiap tahunnya bertambah sekitar 60.000 orang.
Indonesia berada pada peringkat ke 12 di dunia atau peringkat 5 diAsia untuk total
pada tahun 2002.Penderita penyakit Parkinson ditemukan di Indonesia pada tahun 2010
Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65 tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85
pada usia 65-79 tahun, dan pada usia 80 tahun atau lebih prevalensi dapat meningkat
kali lipat pada tahun 2040 sebagai gambaran dari penuaan populasi.9Proyeksiini
2.3 Etiologi
PP adalah kelainan ganglia basal, yang terdiri dari banyak nukleus lainnya.
Striatum menerima masukan rangsang dan penghambatan dari beberapa bagian korteks.
Sampai saat ini penyebab pasti kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti.
8
Beberapa penelitian pada penderita PP baik pada penelitian berdasarkan autopsy
penderita, penelitian epidemiologis, maupun penelitian pada hewan primate yang dibuat
menderita PP, menghasilkan beberapa dugaan penyebab PP seperti tersebut dibawah ini:
Faktor Genetik
sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya
PP sporadic yang bersifat familial. Pada penelitian didapatkan kadar sub unit alfa dari
proteasome 2-S menurun secara signifikan pada sel neuron SNc penderita PP
dibandingkan dengan orang normal. Didapatkan juga penurunan sekitar 40% dari 3
komponen (chymotryptic, trytic dan postacidic) proteasome 26S pada sel neuron SNc
penderita PP.
Peran faktor genetic juga ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar
monozigot dan dizigot, dimana angka antrapair concordance pada monozigot jauh
Faktor lingkungan
sumur, paparan herbisida, dan kedekatan dengan pabrik atau tambang industri.
Sebuah meta-analisis dari 89 studi, termasuk 6 studi prospektif dan 83 studi kasus
9
80%. Paparan paraquat pembunuh gulma atau fungisida maneb atau mancozeb sangat
beracun, meningkatkan risiko PP sekitar 2 kali lipat. Banyak agen yang dipelajari tidak
lagi digunakan di Amerika Serikat dan Eropa; Namun, beberapa masih ditemukan di
negara berkembang.
herbisida, insektisida, dan pelarut, dengan risiko berkisar antara 33% hingga 80%.
Peningkatan risiko PP juga dikaitkan dengan kondisi proksi dari paparan polutan
organik, seperti pertanian, air minum sumur, dan kehidupan pedesaan. Selain itu, risiko
The National Institutes of Health-AARP Diet and Health Study, serta meta-analisis
studi prospektif, menemukan bahwa asupan kafein yang lebih tinggi dikaitkan dengan
risiko penyakit Parkinson yang lebih rendah pada pria dan wanita. Hubungan serupa
ditemukan untuk merokok dan risiko penyakit Parkinson. Mekanisme biologis yang
mendasari hubungan terbalik antara kafein atau merokok dan risiko penyakit Parkinson
bradikinesia, rigiditas, dan tremor, yang berlangsung selama beberapa minggu dan
membaik dengan terapi penggantian dopamin. MPTP melewati sawar darah-otak dan
(MAO) -B.
10
MPP + terakumulasi di mitokondria dan mengganggu fungsi kompleks I rantai
pernapasan. Kemiripan kimiawi antara MPTP dan beberapa herbisida dan pestisida
penyakit Parkinson, tetapi tidak ada agen spesifik yang diidentifikasi. Meskipun
Merokok
Merokok telah dipelajari secara ekstensif sehubungan dengan PP, dengan hasil
yang sebagian besar konsisten. Sebagian besar laporan epidemiologi adalah studi kasus
kontrol yang menunjukkan penurunan risiko pengembangan PP, dengan studi kohort
yang lebih besar juga sesuai. Sebuah meta-analisis besar termasuk 44 studi kasus
kontrol dan 8 studi kohort dari 20 negara menunjukkan korelasi terbalik antara merokok
dan PP, dengan risiko relatif 0,39 untuk perokok saat ini. Dua meta-analisis lain juga
melaporkan korelasi terbalik antara merokok dan PP, dengan odds rasio yang
terhadap PP. Mereka juga melaporkan korelasi terbalik antara jumlah bungkus rokok,
jumlah tahun merokok dan risiko PP, dengan risiko pengembangan PP berkurang secara
signifikan pada perokok berat atau jangka panjang dibandingkan dengan bukan
perokok.
Alasan yang mendasari penurunan risiko ini tidak sepenuhnya dipahami. Aktivasi
reseptor asetilkolin nikotinat pada neuron dopaminergik oleh nikotin atau agonis selektif
telah terbukti menjadi pelindung saraf dalam model eksperimental PP. Namun
11
demikian, nikotin juga dapat merangsang pelepasan dopamin, yang terlibat dalam
mekanisme reward. Oleh karena itu sulit untuk memastikan apakah merokok mencegah
dari penurunan dopamin pada pasien dengan PP, pasien mungkin kurang rentan
terhadap perilaku adiktif, dan dengan demikian cenderung tidak merokok. Hipotesis ini
didukung oleh fakta bahwa pasien dengan PP prodromal dan PP mampu berhenti
merokok lebih mudah daripada kontrol, menunjukkan bahwa hubungan ini mungkin
metabolisme melalui reaksi oksidasi P450 atau oksidasi melalui monoamine oksidase B.
Nikotin juga dimetabolisme menjadi derivat N-methylated pyridine, yang secara teoritis
diduga dapat menimbulkan rasa tidak menyenangkan pada individu dengan predisposisi
genetik Parkinson dan menyebabkan kecenderungan untuk tidak merokok pada pasien
Tidak semua orang tua akan menderita PP, tetapi dugaan adanya peranan proses
tentang kejadian PP (evidence based). Ditemukan angka kejadian PP pada usia 50 tahun
di Amerika 10-12 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 200-250 per 100.000
penduduk pada usia 80 tahun. Pada penderita PP terdapat suatu tanda reaksi microglial
pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal.
12
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor risiko yang
Kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40
hingga 50 persen yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum di salurkan ke globus
palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur
direk reseptor D1 dan jalur indirek yang berkaitan dengan reseptor D2. Apabila
masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan
terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala penyakit Parkinson belum terlihat sampai
lebih dari 50 persen sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang sebanyak 80
persen.
13
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur langsung dengan
tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna
yang GABA ergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap
globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga
fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi
dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen eksterna ke nukleus substalamikus
Keadaan ini di perhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung. Sehingga
output ganglia basalis menjadi berlebihan kea rah thalamus. Saraf eferen dari globus
akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf
glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla
didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau
14
(parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita
parkinson:
a. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula pada
satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain
juga akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada
stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama
timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor
akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.
b. Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi
pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih
berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas
timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu
gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas
c. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit.
Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-
gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat
15
kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang
(hipofonia).
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal
stadium penyakit parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit
parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan
ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian
kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mudah jatuh.
e. Wajah Parkinson
serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu
kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
f. Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan
g. Sikap Parkinson
parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala
16
h. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
yang kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang
i. Disfungsi otonom
intoleransi panas atau dingin). Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%.
dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal,
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit,
k. Tanda Myerson
17
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien
Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga
l. Demensia
stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit parkinson yang meliputi
gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi eksekutif
m. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala depresi. Hal ini dapat
seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini
disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini
18
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat
dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas
substansia nigra.
2.6 Patogenesis
Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan oksidatif dalam
patogenesis penyakit parkinson, dan khususnya kerusakan oksidatif pada lipid, protein,
dan DNA dapat diamati pada substansia nigra pars kompakta (SNc) otak pasien
masih belum jelas namun mungkin saja melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan
species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan besi reaktif, dan gangguan jalur
pertahanan antioksidan.
Banyak bukti mengarah pada peran utama disfungsi mitokondria sebagai dasar
I) dari rantai respirasi. Defek complex-I mungkin yang paling tepat menyebabkan
19
Mutasi patogen dan faktor lingkungan diketahui menyebabkan penyakit parkinson
lingkungan seperti pestisida dan racun langsung menginduksi kerusakan oksidatif dan
Disfungsi mitokondria dan kerusakan oksidatif menyebabkan defisit ATP yang dapat
20
mitokondria. PINK1 melindungi terhadap disfungsi mitokondria akibat mutasi patogen,
meskipun fungsi yang tepat dari PINK1 di mitokondria masih belum diketahui.
LRRK2 berperan dalam fungsi vesikel sinaptik, perkembangan neurite, dan lain-
menginduksi kematian sel mitokondria. Selain itu, peran saraf dari PGC-1a mencegah
parkin, DJ-1 dan PINK1 berperan mengaktifkan PI3 kinase-Akt signaling. Aktivasi
Nrf2/ARE bisa dieksplorasi sebagai target potensial untuk intervensi terapeutik pada
2.7 Diagnosis
pasien, walaupun merupakan penyakit neurodegeneratif yang umum, penyakit ini dapat
sulit didiagnosis secara klinis, terutama jika muncul pada usia yang lebih muda, dan
umumnya lima hingga sepuluh persen pasien dengan penyakit parkinson mengalami
pasien masih hidup. Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit gabungan antara
klinis gejala parkinsonisme dengan temuan patologi anatomi yang spesifik, yaitu
21
Secara klinis, langkah dalam melakukan diagnosis penyakit Parkinson ialah melalui
a. Anamnesis
hanya mengeluhkan perasaan kurang sehat atau sedikit murung atau hanya
sedikit gemetar. Seiring waktu gejala menjadi lebih nyata sehingga pasien
berobat ke dokter dalam kondisi yang sedikit lebih parah. Anamnesis yang
3) Gejala dimulai pada satu sisi anggota gerak, tetapi seiring waktu akan
22
Merasakan kurang bergairah
pengobatan.
b. Pemeriksaan fisik
2) Pemeriksaan bradikinesia :
kecepatannya
dan kecepatannya
23
Tulisan tangan makin mengecil
cepat (festination),
dikeduanya.
maka akan dirasakan tonus otot seperti ‘roda gigi’. Biasanya dikerjakan
belakang pada kedua bahunya untuk melihat apakah pasien tetap mampu
Parkinson:
24
Pemeriksaan gerakan bola mata ke atas : gerakan okulomotor
normal
adakah inkontinensia
penyakit.
c. Pemeriksaan penunjang
Pengujian pre klinik dan klinik yang dapat dipercaya banyak membantu untuk
antara penyakit parkinson dengan sindrom parkinson yang lain. Namun demikian,
sampai sekarang ini belum ada satu uji yang memperlihatkan mempunyai sensitivitas
dan spesifitas yang cukup yang dapat dipercaya untuk diagnosis penyakit parkinson atau
25
membedakannya dari sindroma parkinson yang lain. Secara umum pemeriksaan
a. Pencitraan struktural :
- CT scan kepala
- MRI kepala
- Ultrasonografi transkranial
b. Pencitraan fungsional :
- PET
- SPECT
Cara lain untuk menegakkan diagnosis dari penyakit Parkinson ialah melalui
observasi klinis dari pemberian terapi levodopa oral atau apomorfin subkutan, yang
akan secara signifikan memperbaiki gejala klinis pasien. Terdapat berbagai macam
penyakit Parkinson ini. Saat ini umumnya di Indonesia digunakan kriteria diagnosis
Kriteria Hughes membagi penyakit Parkinson menjadi tiga kriteria yaitu sebagai berikut
1. Possible
- Tremor istirahat
- Rigiditas
- Bradikinesia
26
- Hilangnya refleks postural
2. Probable
- Bila terdapat salah satu dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia
3. Definite
- Bila ada dua dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia dengan 1
Kriteria diagnosis menurut Koller yaitu terdapat dua dari tiga gejala khas yang
berlangsung selama satu tahun atau lebih dan memiliki respon terhadap terapi levodopa
diberikan sampai perbaikan sedang dan lama perbaikan selama satu tahun atau lebih.
digunakan adalah skala penilaian klinis Hoen and Yahr Scale yang terdiri dari 5
stadium. Hoen and Yahr Scale Modified juga terkadang digunakan dalam menilai
defisiensi motorik. Skala penilaian klinis Hoer and Yahr Scale dan Hoer and Yahr Scale
Tabel 1. Hoer and Yahr Scale dan Hoer and Yahr Scale Modified
27
2.8 Diagnosis Banding
Belum ada cara yang ideal untuk menegakkan diagnosis penyakit Parkinson dan
parkinson harus dibedakan dari jenis parkinsonism yang lain, seperti multiple system
(CBD). Penyakit Parkinson harus juga dibedakan dari penyebab parkinsonism sekunder
yang lain, seperti lesi struktural otak, reaksi akibat penggunaan obat-obatan, neurotoksin
dan penyebab tremor yang lain. Idealnya, pasien dengan penyakit parkinson atau yang
berhubungan dengan gangguan gerak, harus dirujuk ke klinik spesialis gangguan gerak
esensial Mengenai juga kepala dan pita suara. Biasanya tidak ada defisit
28
terinduksi oleh (seperti presentasi tremor unilateral saat istirahat). Suatu
sangat penting.
Penyakit Awitan neurologis Penyakit Wilson biasanya dimulai dari saat
29
system atrophy P) atau serebelar (gait atau limb ataxia) (MSA-C). Disfungsi
Progressive Ciri khas berupa defisit gerakan bola mata vertikal (restriksi atau
palsy Riwayat jatuh sering ditemukan pada fase awal (dalam 1 tahun
substansia nigra.
30
Normopressure MRI otak memperlihatkan pelebaran ventrikel. Perbaikan gait
Hydrocephalus yang terjadi setelah pengeluaran sejumlah besar cairan otak dengan
2.9 Tatalaksana
Pada stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan gangguan
fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi mungkin belum
Parkinson harus disesuaikan individu dengan tujuan mengurangi gejala motorik dan
memperbaiki kualitas hidup tanpa menyebabkan efek samping. Beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan untuk memulai terapi adalah beratnya gejala, apakah gejala
keseimbangan
2) Farmakolologi
31
Terapi simptomatis awal (motorik) : Levodopa, MAO-B inhibitor
rotigotine).
bahasa.
32
3. Penanganan Non Farmakologi
Dalam beberapa tahun terakhir, pembedahan telah menjadi terapi pada pasien
dengan komplikasi motorik yang tidak dapat dikendalikan dengan baik. Dan
pembedahan bermanfaat pada penyakit Parkinson stadium lanjut dan pada kasus
parkinson, diantaranya yaitu terapi ablasi lesi di otak, deep brain stimulation dan
brain grifting. Deep brain stimulation merupakan terapi baru, terapi ini tidak
dihubungkan dengan alat pemacu yang dipasang dibawah kulit dada seperti alat
mengurangi gejala motorik untuk waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
terapi farmakologi saja. Komplikasi deep brain stimulation sangat rendah, risiko
kematian kurang dari 1% dan risiko stroke karena perdarahan otak selama
2.10 Prognosis
33
34
Daftar pustaka
1. Adhayani F, Listyaningrum D, Sjahrir H. Gangguan Kognitif Penderita Penyakit
Parkinson. Neurona [Internet]. 2014;31(2):4–5. Available from:
http://www.neurona.web.id/paper-detail.do?id=901
2. Dan P, Stem T, Therapy SC. Parkinson Dan Terapi Stem Sel Parkinson And Stem
Cell Therapy Gerry. 2017;39–46.
3. Hanriko R, Anzani BP. Penyakit Parkinson: Ancaman Kesehatan bagi Komunitas
Pertanian. J Agromedicine. 2018;5(1):508–12.
4. Hauser RA. Parkinson Disease [Internet]. MedScape. 2020 [cited 2020 Sep 22].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a5
5. Hughes RC. Parkinson’s Disease and its Management. Bmj. 1994;308(6923):281.
6. Larasanti P, Purwa Samatra DPG, Trisnawati SY, Sumada IK. Karakteristik
Klinis Dan Derajat Berat Gejala Motorik Penyakit Parkinson Di Rsup Sanglah
Dan Rsud Wangaya Denpasar. Callosum Neurol. 2020;3(1):6–11.
7. Marisdina S, Shahab A, Faisal R, Bahar E, Merryn K. Karakteristik penderita
penyakit Parkinson di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr . Moh . Hoesin Palembang.
2018;1:26–33.
8. Muangpaisan W, Hori H, Brayne C. Systematic review of the prevalence and
incidence of Parkinson’s disease in Asia. J Epidemiol. 2009;19(6):281–93.
9. Muliawan E, Jehosua S, Tumewah R. Diagnosis dan Terapi Deep Brain
Stimulation pada Penyakit Parkinson. J Sinaps. 2018;1(1):67–84.
10. Musadir N. Penyakit parkinson dan peningkatan risiko stroke. 2019;1(2):111–6.
11. Noviani E, Gunarto U, Setyono J. Hubungan Antara Merokok Dengan Penyakit
Parkinson. Mandala Heal. 2010;4(2):81–6.
12. Oktariza Y, Amalia L, Sobaryati S, Kurniawati MY. Evaluasi Kualitas Hidup
Pasien Parkinson Berdasarkan Terapi Berbasis Levodopa. Indones J Clin Pharm.
2019;8(4):246.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2016. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Perdossi. 2016;150.
35
14. Porsiana MD, Arimbawa IK. Terapi Stem Cell untuk Penyakit Parkinson. Cdk-
284. 2020;47(3):212–6.
15. Ray Dorsey E, Elbaz A, Nichols E, Abd-Allah F, Abdelalim A, Adsuar JC, et al.
Global, regional, and national burden of Parkinson’s disease, 1990–2016: a
systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol.
2018;17(11):939–53.
16. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MSi, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. edisi VI J. Jakarta: InternaPublishing; 2014. 2161–2177 p.
17. Stoker TB, Greenland JC. Preface. Parkinson’s Disease: Pathogenesis and Clinical
Aspects. 2018. ix–ix.
18. Suharti. Patofisiologi Penurunan Kognitif pada Penyakit Parkinson. UMI Med J.
2020;5(1):1–11.
19. Tarukba febrilya R, Tumewah R, Maja J. Gambaran fungsi kognitif penderita
parkinson. J E Clin. 2016;4(1):1–7.
20. Zafar S, Yaddanapudi SS. Parkinson Disease. [Updated 2020 Aug 10]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470193/
36