Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DISPEPSIA BLOK PENCERNAAN

DI RUANG RPU 2 DENGAN NY.N


RS KUNINGAN MEDICAL CENTER (KMC)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh :
Wulan Septiani
JNR0200092

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2020
KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Dispepsia merupakan keluhan umum dan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam
praktis sehari-hari. (Arini & Malik, 2019). Menurut Konsensus Roma tahun
2000,dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada
perut bagian atas. Dispepsia sepakat didefinisikan oleh para pakar dibidang
gastroenterologi adalah kumpulan keluhan atau ketidaknyamanan yang dirasakan di
daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di
dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh cepat kenyang, sendawa,
anoreksia, mual, muntah, dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. (Bruno, 2019)
Dispepsia merupakan istilah yang di gunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala / keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu
hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh /
begah (Djojoningrat,2009). Gejala-gejala yang timbul disebabkan oleh berbagai
faktor seperti gaya hidup merokok, alkohol, berat badan berlebih, stress,
kecemasan, dan depresi yang relevan dengan terjadinya dispepsia. (Abdullahdan
Gunawan, 2012).
Dispepsia adalah ketidaknyamanan perut bagian atas yang terkait dengan makan
(biasa disebut gangguan pencernaan), adalah gejala yang paling umum dari pasien
dengan disfungsi gastrointestinal. Biasanya, makanan berlemak menyebabkan
ketidaknyamanan karena membutuhkan proses pencernaan lebih lama dari pada
protein atau karbohidrat. Salad dan sayuran hijau serta makanan berbumbu tinggi
juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Kardiyudiani, 2019).

Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu kelompok penyakit organik (tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu,
dll), dan kelompok dimana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau
buku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya
gangguan patologis struktural biokimiawi, disebut gangguan fungsional
(Djojoningrat, 2009)
2. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh
berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas
lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiribawah lambung terdapat
kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk
kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia.
Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam
lambung. Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :

a. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.


b. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
1. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
2. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot
sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
3. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari
orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor
(lengkung kelenjar).
4. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
5. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan

Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat
orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau
gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpuslambung. Kelenjar
gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik.
Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus.
Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel
mukus (leher)ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung
adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan
klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif
merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak
duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia
seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang
oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen
simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus
(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding
lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.

3. Fisiologi
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500– 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL
(hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi
langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah
menjadi polipeptida

4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.

5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh


HCL.

4. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain- lain. Sedangkan penyakit yang bersifat
fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdullah dan Gunawan, 2012). Faktor-
faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :

1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian


atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).

2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah


(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).

3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung


terasa penuh atau bersendawa terus.

4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,


seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.

5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)


misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).

6. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).

Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab


timbulnya dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74
mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah
satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah
keteraturan makan dan jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012). Jeda antara
waktu makan merupakan penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda
waktu makan yang baik yaitu berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004).

Fungsi dari cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang
masuk ke lambung dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental
(khimus), membantu proses pencernaan makanan yang telah di mulai dari mulut.
Cairan asam lambung merupakan cairan yang bersifat iritatif dan asam
(Sherwood, 2011). Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat
membunuh organisme patogen yang tertelan atau masuk bersama dengan
makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat
asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, B.R.
2004). Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari dan
bilamana tidak adanya makanan yang masuk untuk diproses maka asam lambung
tersebut merusak alat pencernaan sehingga terjadi sindrom dispepsia (Ganong
WF, 2008).
5. Fatofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin, alcohol serta adanya kondisi yang stress
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding lambung, kondisi demikian akan mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. (Rudi
Haryono, 2012).

a. Sekresi asam lambung dan keasaman duo denum Pada dyspepsia fungsional
hanya sedikit yang terkena hipersekresi asam lambung dari ringan sampai
sedang, beberapa hanya menujukkan gangguan bersihan asam dari duo denum
dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam.
b. Infeksi Helicobacter pylori.
c. Perlambatan pengosongan lambung.
20-40%
Pada dyspepsia fungsional mempunyai perlambatan pengosongan lambung
yang signifikan karena pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh
setelah makan, mual, dan muntah.
d. Gangguan akomodasi lambung
Menimbulkan rasa cepat kenyang dan mengalami penurunan berat badan, karena
pada keadaan normal makanan yang masuk lambung akan terjadi relaksasi fundus
dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung.
e. Hipersensitivitas lambung
Dapat menimbulkan rasa nyeri abdomen, bersendawa, penurunan berat badan,
rasa cepat kenyang.
f. Intoleransi lipid intra duodenal
Mengeluh intoleransi terhadap makanan yang berlemak dan dapat
meningkatnya hipersensitivitasnya terhadap lambung yang menimbulkan
gejala mual dan kembung.
g. Psikologi
Adanya stress akut dapat mempengaruhi gastrointestinal kemudian
munculnya rasa mual setelah stimulus stress.
Untuk memperjelas gambaran tentang penyakit dispepsia dan
diagnosa keperawatan apa saja yang muncul pada kasus dispepsia, maka
penulis memberikan gambaran tentang bagaimana diagnosa keperawatan
yang muncul pada dispepsia. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
dispepsia ini adalah: Nyeri Akut, Defisit Nutrisi, dan Intoleransi Aktivitas.
Untuk gambaran lebih lanjut bagaimana diagnosa keperawatan Nyeri Akut,
Defisit Nutrisi, dan Intoleransi Aktivitas ini dapat terjadi penulis memberikan
gambaran atau pathway dispepsia agar dapat lebih mudah dipahami. Adapun
data diatas diperkuat oleh gambar sebagai berikut:

6. Pathway
Dispepsia
Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stress Kopi dan Alklhol

PerangsanganSar Respon Mukosa


af Simpatik NV Lambung
(NervusVagus)
Vaso
Dilatasimukosa
Gaster Eksfeliasi
Peningkatan (Pengelupasan)
Cairan Mukosa
Lambung

Hcl Kontak
Mual Dengan Mukosa
Gaster

Muntah Nyeri Akut

Anorexia Dalam
Defisit Nutrisi Waktu Lama

Kelelahan

Intoleransi Aktivitas

7. Komplikasi
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam
atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam
lambung dan dapat mengakibatkan kanker pada lambung (Djojoningrat,
2009). Komplikasi serius pada nyeri ulu hati atau dispepsia sebenarnya
jarang terjadi. Hanya saja, jika tidak segera diatasi dapat menimbulkan
luka pada lambung yang dalam atau melebar. Kondisi yang akan terjadi
tergantung dari berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Tapi
bisa dipastikan bahwa komplikasi bisa berakibat fatal karena penderita
terancam terkena kanker lambung.
Namun penderita yang telah bertahun-tahun akan mengalami
komplikasi yaitu perdarahan, kanker lambung, muntah darah dan ulkus
peptikum.
8. Pemeriksaan Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang


sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia
hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan,
maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya,
maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan
jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi,
USG, dan lain-lain.

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak


ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya
seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada
dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas
normal.

2. Radiologi
pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran
makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional,
gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
4. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin
faatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu
penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat
digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat
dimanfaatkan

5. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak.


Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30
– 40 % kasus. Terapi Farmakologi
6. Tes darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan
kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter
pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan
keganasan saluran pencernaan.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana
kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data,
mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang
berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa
pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan
berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di
dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan
dispepsia adalah sebagai berikut:
1) Biodata
a) Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku /
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien,
alamat.

2) Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian
samping dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak
nafsu makan, kembung, rasa kenyang
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Djojoningrat 2014 klien dengan Dispepsia
meempunyai keluhan : Nyeri perut (abdominal discomfort) ,
Rasa perih di ulu hati, Nafsu makan berkurang, Rasa lekas
kenyang, Perut kembung, Rasa panas didada dan perut .
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami
penyakit gastritis, Hipertensi.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita
penyakit saluran pencernaan
6) Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur,
makanan yang kurang serat dan makan makanan yang
merangsang selaput mukosa lambung, berat badan
sebelum dan sesudah sakit.
7) Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman,
adanya masalah interpersonal yang bisa menyebabkan
stress.
8) Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan
tempat tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang
mempengaruhi stress psikologis dan pola makan.
9) Pemeriksaan Fisik

Head to toe
1. Kepala dan rambut

Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala


bersih dan tidak rontok, tidak ada uban dan rambut
lurus.
2. Mata

Visus/ ketajaman penglihatan tidak terkaji, sklera tidak


ikterik. Konjungtiva tidak anemis,posisi bola
mata simetris dan penglihatan normal, tidak
menggunakan alat bantu.

3. Hidung

Bentuk dan posisi simetris, tidak terdapat kotoran/


sekret. Fungsi penciuman normal. Tidak terdapat
peradangan pada mukosa dan tidak ada polip.
4. Telinga
Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik
(jika dipanggil klien langsung memberi respon), tidak
ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada
peradangan dan klien tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
5. Mulut dan gigi

Inspeksi : Mukosa bibir kering dan terlihat berwarna


pucat, tidak ada peradangan pada mulut,
klien tidak memakai gigi palsu, ada terdapat
caries, kebersihan cukup. Fungsi pengecapan
normal (klien bisa membedakan rasa manis
dan pahit).

Palpasi : Terdapat atau tidaknya nyeri tekan.

6. Leher

Simetris kiri dan kanan. Tidak teraba adanya


pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid,
pergerakan leher dapat bergerak ke kiri dan kanan, atas
dan bawah. Tidak terdapat massa.

7. Thorax (fungsi pernafasan)

Inspeksi : Pergerakan dada normal, tidak


menggunakan alat bantu dalam
bernapas.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi normal (sonor).
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
8. Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris dan tidak ada lesi


Auskultasi : Bising usus 5 kali/menit
Palpasi : Tidak benjolan, ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
9. Genitalia
Apakah ada kelainan dan gangguan pada genitalia.

b. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasidan inflamasi pada lapisan mukosa,


submukosa, dan lapisan otot lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia,
esofagitis dan anorexia.
3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroentritis.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahna fisik.

c. Rencana Asuhan Keperawatan Dispepsia

No. Standar Diagnosis Keperawatan Standar Luaran Standar Intervensi


Indonesia (SDKI) Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)

1. Nyeri akut (D.0077) Kontrol nyeri Manajemen nyeri


(1605:247) (1400:198)
Definisi : pengalaman 1. Lakukan pengkajian
sensorik atau emosional yang 1. Mengenali kapan nyeri komprehensif
nyeri terjadi (5)
berkaitan dengan kerusakan yang meliputi (lokasi,
2. Menggambarkan
jaringan aktual atau karakteristik, durasi,
faktor penyebab (5)
fungsional dengan onset frekuensi, kualiras,
3. Menggunakan
mendadak atau lambat dan tindakan intensitas atau
berintensitas ringan hingga pencegahan (5) beratnya nyeridan
berat yang berlangsung kurang 4. Menggunakan faktor pencetus),
dari 3 bulan tindakan 2. Gali pengetahuan dan
pencegahan (nyeri) kepercayaan pasien
Penyebab : tanpa analgesik (5) mengenai nyeri,
1. Agen pencedera fisiologis, 5. Melaporkan nyeri 3. Gali bersama pasien
yang terkontrol (5)
2. Agen pencedera kimiawi faktor-faktor yang
3. Agen pencendera fisik Tingkat nyeri dapat menurunkan
(2102:577) atau memperberat
Tanda mayor : nyeri,
1. Nyeri yang di 4. Ajarkan prinsip-prinsip
Subjektif laporkan (5)
1. Mengeluh nyeri manajemen nyeri,
2. Mengerang dan 5. Ajarkan penggunaan
Objektif meringis (5) teknik non
1. Tampak meringis 3. Ekspresi nyeri farmakologi,
2. Bersikap protektif wajah (5) 6. Dukung istirahat atau
3. Gelisah 4. Frekuensi nafas (5) tidur yang adekuat
4. Frekuensi nadi meningkat 5. Denyut nadi (5) untuk membantu
5. Sulit tidur 6. Tekanan darah (5) penurunan nyeri.

Tanda minor : Pemberian Analgesik


Subjektif (2210)
- 1. Cek perintah
Objektif pengobatan.
1. Pola nafas berubah
2. Monitor tanda
2. Nafsu makan menurun
3. Diaforesis vital sebelum dan
4. Berfokus pada diri sendiri sesudah
5. Tekanan darah meningkat memberikan
analgesic.
3. Berikan analgesik
sesuai tambahan.
2. Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen gangguan
(1004:551) makan (1030:179)
Definisi : asupan nutrisi tidak 1. Asupan makanan 1. Monitor TTV
cukup untuk memenuhi (5) 2. Timbang berat badan
kebutuhan metabolik 2. Asupan cairan (5) 3. klien secara rutin
3. Energi (5) 4. Monitor intake /
Penyebab : 4. Hidrasi (5) asupan cairan secara
tepat.
1. Kurangnya asupan Status nutrisi : 5. Berikan dukungan
makanan asupan nutrisi terhadappeningkata
2. ketidakmampuan (1009:553) n berat badan
menelan makanan 1. Asupan kalori (5) 6. Anjurkan klien
3. ketidakmampuan 2. Asupan untuk mendiskusikan
mencerna makanan karbohidrat (5)
makanan yang
4. peningkatan kebutuhan 3. Asupan mineral (5)
disukai.
metabolisme.
Tanda mayor : Manajemen nutrisi
berat badan menurun minimal (1100)
10% 1. Identifikasi
Tanda minor : adanya alergi
1. Cepat kenyang setelah atau intoleransi
makan makanan yang
2. Kram / nyeri abdomen dimiliki pasien.
3. Nafsu makan menurun
2. Ciptakan
4. Bising usus hiperaktif
5. Sariawan lingkungan yang
6. Diare optimal pada saat
7. Otot mengunyah lemah. mengkonsumsi
makan.
3. Lakukan /
bantu pasien
terkait dengan
perawatan
mulut
sebelum
makan.
4. Anjurkan pasien
untuk duduk pada
posisi tegak di kursi,
jika memungkinkan.
5. Monitor kalori dan
asupan makanan.
6. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi.
7. Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit.
3. Intoleransi aktivitas Daya tahan (0001:80) Manajemen energi
Definisi : 1. Melakukan (0180:177)
aktivitas rutin 1. Kaji status fisiologis
Ketidak cukupan energi
(5) pasien yang
psikologis atau fisiologis
2. Daya tahan otot menyebabkan
untuk mempertahankan atau
(5) kelelahan
menyelesaikan aktivitas
3. Oksigen darah 2. Anjurkan pasien
kehidupan sehari-hari yang
ketika mengungkapkan
harus atau dilakukan. beraktivitas (5) perasaan secara
Penyebab : 4. Tenaga yang verbal mengenai
1. imobilitas, terkuras (5) keterbatasan yang
2. ketidakseimbangan antara 5. Letargi (5)
dialami.
suplai dan kebutuhan 6. Kelelahan (5)
3. Monitor intake dan
oksigen.
Toleransi terhadap asupan nutrisi untuk
Tanda mayor:
1. mengeluh lelah. aktivitas (0005:582) mengetahui sumber
Tanda minor: 1. Saturasu energi yang adekuat.
1. merasa lemah oksigen ketika 4. Monitor lokasi dan
beraktivitas (5) sumber
2. Frekuensi nadi ketidaknyamanan /
ketika nyeri yang di alami.
beraktivitas (5)
5. Berikan kegiatan
3. Tekanan darah
pengalihan untuk
sistolit dan
diastolit (5) mengalihkan.
4. Kekuatan tubuh 6. Bantu pasien dalam
bagian atas dan aktivitas sehari-hari
bawah (5) Terapi aktivitas
5. Kemudahan (4310:431)
dalam 1. Bantu pasien dalam
melakukan mengidentifikasi
aktivitas sehari- aktivitas yang
hari (5) diinginkan.
2. Ciptakan lingkungan
yang nyaman untuk
dapat melakukan
pergerakan otot.
3. Bantu pasien untuk
tetap fokus pada
kekuatan yang
dimilikinya
dibandingkan dengan
kelemahannya.
Berkolabora
si dengan
ahli terapi
fisik dalam
perencanaan
aktivitas
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Klikdoker.


Penyakit dyspepsia
Laporan pendahuluan Dispepsia.

Khotimah, 2012. Faktor-faktor yang


mempengaruhi sindrom dispepsia.

Djojoningrat, 2014. Pendekatan klinis penyakit


gastrointestinal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
InternaPublishing. Jakarta.

Dr.Mustofa, Z. 2015. Penyakit dispepsia/sakit maagh. Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptuni
mus-gdl- kristinamu-7544-3-babii.pdf

Bab 1 pendahuluan. Askep dispepsia. Poltekesmedan.co.id

https://pejuangtoga123.blogspot.com/2019/0
2/laporan- pendahuluan-dispepsia.html

Vernando,G. 2017. Laporan studi kasus Asuhan


Keperawatan Pada Klien Dengan Dispepsia Di
Ruang Rawat Inap Interne Pria Rsud Bukittinggi

Anda mungkin juga menyukai