KEPERAWATAN PALIATIF
” TINJAUAN BIOPSIKOLOGIS, AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA PERAWATAN
PALIATIF “
Dosen Pengampu:
Daryanto, S.KP, M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 1 :
1. Regina.S.Turnip ( PO.71.20.1.18.0026 )
2. Diah Ayu Anjani ( PO.71.20.1.18.0006 )
3. Aquardo Leovalentino S ( PO.71.20.1.18.0004 )
4. Putrision Simamora ( PO.71.20.1.18.0024 )
5. Yuliana Saputri ( PO.71.20.1.18.0038 )
6. Yuliza ( PO.71.20.1.18.0039 )
7. Syafiva Sunnahwiyah ( PO.71.20.1.18.0033 )
8. Muhammad Rasyid Ridha ( PO.71.20.1.18.0018 )
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TINJAUAN
BIOPSIKOLOGIS, AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA PERAWATAN PALIATIF” dalam
rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif. Meskipun banyak hambatan
dan kendala dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan Terimakasih atas bantuan dari banyak pihak yang telah ikut
serta dalam pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan Terimakasih kepada Dosen bidang
study Keperawatan Paliatif yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan
Makalah ini, serta tidak terlepas juga kami mengucapkan Terimakasih kepada orang tua yang
telah memberikan segala fasilitas dan sarana untuk pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat
keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sebagai masukan bagi kami. Akhir kata kami berharap
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada
khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .........................................................................................................
Kata Pengantar ........................................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................
1.2 Tujuan Makalah ..................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah ...............................................................................................
1.4 Manfaat Makalah .................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................
2.1 Pengertian Perawatan Paliatif ..............................................................................
2.2 Pengkajian Fisik dan Psikologis dalam Perawatan Paliatif .................................
2.3 Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif ......................................................
2.4 Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif ........................................
2.5 Penerapan Kasus Pada Pasien
Paliatif ............................................................... BABIII
PENUTUP .................................................................................................. 3.1
Kesimpulan ..........................................................................................................
3.2
Saran ....................................................................................................................
DAFTARPUSTAKA ...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1) PEMERIKSAAN FISIK
A. Pengkajian
1. Identitas Klien : Nama, Umur, No Reg, Ruang, Agama, Pekerjaan, Alamat, Suku
Bangsa, Pendidikan, MRS, DX Medis
2. Keluhan Utama :
Saat MRS : Klien dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
diare dan demam tinggi.
Saat pengkajian : Klien mengatakan badan terasa lemah, dan
tidak mampu melakukan aktifitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang: Apakah klien mengalami diare, nafsu makan menurun, dan
kesulitan menelan (disfagia), demam, kelelahan dan mengeluhkan badan terasa lemah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu: apakah mengalami diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit
perut, penyebabnya tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bergerak
sehingga usaha yang dilakukan adalah diam, demam tinggi, diare disertai darah, apakah
pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Riwayat Psikososial
a. Persepsi Klien Terhadap Masalah
Apakah pasien mengatakan bahwa penyakitnya ini merupakan masalah yang
mengkhawatirkan, ekspresi wajah terlihat lemah dan badannya terlihat lemas.
7. Pola Kesehatan Sehari-hari Selama Di Rumah dan RS
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Di Rumah : makan 3x/hari. Minum air putih 8 gelas/hari
Di Rumah Sakit : saat pengkajian klien menunjukkan gejala anoreksia dan kesulitan
menelan atau tidak, terjadi perubahan nafsu makan Pola Eliminasi
1) Kebiasaan Devekasi Sehari-hari
Di Rumah : jumlah, warna, bau, disertai darah ataupun nanah Di
Rumah Sakit :
2) Kebiasaan Miksi
Di Rumah : warna, bau, adakah kesulitan BAK
Di Rumah Sakit : klien BAK dengan alat bantu atau tidak.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Dirumah Klien : jumlah jam tidur, apakah mengalami gangguan tidur
Di Rumah Sakit : jumlah jam tidur, apakah mengalami gangguan tidur c.
Pola Aktivitas
Di rumah : klien beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain apakah
memiliki kebiasaan olah raga
Di rumah sakit : apakah klien mendapatkan bantuan dari orang lein ketika akan
melakukan aktivitas
d. Pola Reproduksi dan Seksual
Usia, anak, riwayat penggunaan kontrasepsi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : apakah klien lemah, terpasang infus atau tidak
Keadaan sakit : Klien sering mengeluh lemas, sakit, tidak nyaman, dll.
Tekanan darah : mengalami penurunan
Nadi : mengalami penurunan
Respirasi : 12-24 x/menit
Bising Usus : 6-12 x/menit
Suhu 37,5-38,5˚C
Tinggi badan :
Berat badan : menurun
b. Review of System (ROS)
(1) Kepala : Posisi kepala, bentuk kepala, warna rambut, distribusi rambut, apakah
terlihat bayangan pembuluh darah, apakah terdapat luka, tumor, edema, ketombe,
dan bau.
• Mata : tidak terdapat vesikel, tidak ada masa, nyeri tekan, dan penurunan
penglihatan, konjungtiva anemis.
• Hidung : apakah terdapat sekret, dan lesi
• Mulut : apakah terdapat lesi, gigi ada yang tanggal, membran mukosa
kering, apakah ada bercak-bercak keputihan pada lidah, dan halitosis.
• Telinga : apakah ada nyeri tekan, dan luka
(2) Leher : apakah trakea simetris, adakah pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis, nyeri tekan.
(3) Thoraks : dilihat bentuk, apakah terdapat masa, dan otot bantu napas
• Paru : bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta, ekspansi
kanan dan kiri sama, perkusi paru didapat suara sonor di seluruh lapang
paru, batas paru hepar dan jantung redup,
• Jantung : ictus cordis terlihat di mid-clavicula line sinistra ICS 5,
(4) Ketiak dan Payudara : apakah didapatkan pembesaran kelenjar limfe dan benjolan,
keadaan puting dan areola
(5) Abdomen : bentuk simetris atau tidak, adakah nyeri tekan, apakah ada benjolan,
tanda pembesaran hepar, tidak didapati asites, dan hasil perkusi didapat suara
timpani,
(6) Genetalia : Tn. T adalah klien laki-laki,
• Penis ; klien di sirkumsisi, gland penis terdapat bercak, pada batang penis
ada tanda jamur, tidak ada tanda herpes, ada lesi.
• Skrotum ; tidak ada lesi, tidak ada tanda jamur, tidak ada tanda herpes
• Uretra ; tidak terdapat kelainan, tidak ada lesi
(7) Anus dan Rektum : tidak ada abses, hemoroid, apakah pada rektum didapati
lendir, darah, atau nanah.
(8) Ekstremitas : kekuatan otot menurun, terdapat oedema, tampak tanda atropi
(9) Integumen : warna, tekstur kering, terdapat kemerahan pada area, turgor
buruk, terdapat tanda sianosis, akral dingin, capillary refill time >3 detik, ada
tanda inflamasi pada kuku
(10) Status Neurologis
a) Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
b) Tanda–tanda perangsangan otak
1) Pusing
2) Suhu tubuh 37,8o C
c) Uji saraf kranial
NI : Klien tidak dapat membau dengan baik
N II : Klien dapat melihat dengan jelas
N III : Klien dapat menggerakkan bola mata
N IV : Klien dapat melihat gerakan tangan perawat baik ke samping kiri
ke kanan.
NV : Klien dapat menggerakan rahang
N VI : Klien dapat menggerakan mata kesamping
N VII : Klien dapat merasakan pahit, manis, asam, dan manis
N VIII : Klien dapat mendengarkan degan baik
N IX : Klien dapat berbicara
NX : Klien dapat mengangkat bahu
N XI : Klien dapat berbicara dengan baik
N XII : Klien dapat menggerakan lidah dan dapat berbicara dengan baik
d) Funsi Motorik
Tidak ada gerakan yang tidak disadari klien, klien mampu bergerak tanpa
perintah.
e) Fungsi Sensorik
Klien tidak merasakan usapan kapas pada area maksilaris, dapat merasakan
benda tajam, tidak dapat merasakan hangat, panas, dan dingin.
f) Refleks Pantologis
Reflek babinsky negatif, reflek cadlok negatif, reflek Gordon negatif.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Hasil Test Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) : dari hasil test ELISA yang
dilakukan, menunjukkan hasil bahwa Tn. T Positif dibuktikan dengan antibodi dalam
serum mengikat antigen virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin.
b) Hasil Test Western Blot : Positif
c) P24 Antigen Test : Positif
d) Kultur HIV : Positif, dengan kadar antigen P24
Meningkat
2) Pengkajian Psikologis
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai
Reaksi Proses Psikologis Hal-hal yang biasa
dijumpai
Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal,
batin) tidak berdaya frustasi, rasa sedih,
susahm acting out.
Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu :
1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak
emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan
pasien terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran
dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima
sebagai alat yang berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin
perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok
tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima
kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera
berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).
2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase
pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan
dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala
sesuatu yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua
tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak
bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka
menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini
akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir
dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan
mulai membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang
jelas yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan
pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba
perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah
kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian
dan waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan
ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas depresi
tergantung pada makna dan beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan
partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari
kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien
mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan
melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan
(Hudak & Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres
yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari
jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu
lain menderita stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.
2.3 Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif
Beberapa pandangan tentang kematian menurut beberapa agama
1. Agama Kristen
Dalam ajaran Kristen ada 2 agama utama
a. Katolik
Dalam agama katolik mati itu hanya suatu perpisahan untuk waktu sementara.
Setelah kematian akan muncul kehidupan yang abadai dan tuhan.
Tuhan itu baik hati dan mengampuni semua dosa dan kesalahan. Seorang katolik
yang baik hati tidak usah kawatir menghadapai kematian sebab setelah kematian aka
nada kehidupan yang lebih baik.
Yang penting untuik seorang katolik adalah bahwa ia memperoleh kesempatan
untuk sakramen orang sakit, yang juga dinamakan pembalseman orang sakit.
b. Dalam ajaran protestan
Sebagaimana halnya dengan pandagan katolik, kisten juga memiliki pandangan
bahwa
- Penyakit dan kemaitan adalah swebagai akibat dosa dari adam . seseorang dengan
sadar harus memlilih tuhan dan mengetahui bahwa ia dapat masuk ke kerajaan
allah setelah meninggal.
- Penyakit adaalah suatu penguasaan iblis atas diri kita dan melalui doa diusahakan
agar iblis keluar.
- Penyakit adaalah suatu hukuman yang dijalanimanusia karena kesalahaannya.
c. Agama islam
Kematian bagi agama islam adalah suatu gangguan keseimbangan sebagaimana
yang dimaksud oleh allah.
Sebab dari gangguan ini dapat dicari baik dalam kekuatan yang menguasai alam
semesta maupun yang berasal dari kuasa-kuasa manusia. Kematian bagi orang islam
berarti suatu pemindahan dari kehidupan karena situasi menunggu samapi akhir
jaman. Dan pada saat itu akan tiba masanya pengadilan bagi setiap orang. Orang
islam juga mempercayai bahwa di dalam kuburan akan dating dua malaikat yang
akan menyanyakan masalah kepercayaannya.
d. Agama hindu
Bagi orang orang yang beragama hindu dikatakanbahwa penyakit adalah akibat dari
dewa dewa yang marah atau kuasa kuasa yang lain.
Penyakit harus dihandari dan dilawan dngan cara membawa
persembahanpersembahan atau melalui pembacaan mantra.
Setelah kematian makan manusia akan kembali muncul ke bumi baik dalam
bentuk manusia atau binatang ( reinkarnasi), sampai rohnya menjadi sempurna.
Bagi banyak orang katolik dan protestan agama memainkan peranan yang makin
lama makin berkurang dalam kehidupan mereka. Baginya , seperti orang islam, dan
hindu.
Jading sangat perlu agar perawat juga menggeluti aspek aspek rohani dari
kegiatan perawatan yang diberikan. Sebab bagaimanapun seorang mempunyai
pengalaman hidup tertentu. Ia akan tetap mengharapkan suatu hubungan baik melalui
perawatan perawtan yang diberikan.
2.3.1 Spiritualitas
1. Definisi Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta
atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia
dengan Tuhan dengan melakukan sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.
Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberikan kekuatan dan
mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas mencakup aspek non
fisik dari keberadaan seorang manusia4.
Spiritualitas sebagai suatu multidimensi yang terdiri dari dimensi eksistensial dan
dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan
dimensi agama lebih berfokus lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
(Mickley).
Spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertical dan dimensi
horizontal. Dimensi vertical merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha
Esa yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal merupakan
hubungan seseorang dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (McSherry W).
Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan dengan menemukan arti
kehidupan dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan yang berkaitan dengan Tuhan, diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Burkhardt MA). Spiritual merupakan kekuatan yang
menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan nilai-nilai individu, persepsi,
kepercayaan dan keterikatan di antara individu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritualitas adalah kebutuhan dasar
manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan untuk
menemukan arti kehidupan dan tujuan hidup agar mendapatkan kekuatan, kedamaian,
dan rasa optimis dalam menjalankan kehidupan. Pada era Order Baru, Agama yang
diakui oleh Pemerintah Indonesia hanya 5 yakni Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu
dan Buddha. Tetapi setelah era reformasi, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.
6/2000, pemerintah mencabut larangan atas agama, kepercayaan dan adat istiadat
Tionghoa. Keppres No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ini
kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui keberadaan agama
Kong Hu Cu di Indonesia.
2. Fungsi Spiritualitas
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup para individu.
Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat
stress individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat
diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut
memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan
ibadah, berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering membantu
memenuhi kebutuhan spiritualitas dan merupakan suatu perlindungan bagi individu.
Penelitian tentang spiritualitas pada tahun 2001menyebutkan bahwa 90 % pasien di
beberapa area Amerikamenyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual
untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang
serius. Pendekatan spiritual dapat meningkatkan kekuatan pada pasien secara emosional.
Menurut America Psychological Association21, spiritualitas dapat meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan jika seseorang sedang sakit dan
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Hal ini juga didukung
penelitian yang dilakukan oleh Abernethy, menyebutkan bahwa spiritualitas dapat
meningkatkan imunitas yaitu kadar interleukin-6 (IL-6) seseorang terhadap penyakit
sehingga dapat mempercepat penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang
diberikan (Koenig HG)
Penelitian tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi pada tahun 2006 menyebutkan
bahwa kecemasan seseorang sangat dipengaruhi oleh aspek spiritualnya, sehingga bagi
pasien yang dirawat di rumah sakit sangat memerlukan kondisi spiritual yang baik agar
tidak cemas terhadap operasi yang akan dijalani. Hal ini juga menjadi salah satu tugas
perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual tersebut (Tauhid dan Raharjo).
Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas merupakan sumber koping
bagi individu. Spiritualitas membuat individu memiliki keyakinan dan harapan terhadap
kesembuhan penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat
membuat hidupindividu menjadi lebih berarti. Pemenuhan kebutuhan spiritual yang
dilakukan perawat dapat membuat pasien menerima kondisinya atau penyakit yang
sedang dialami serta pasien memiliki pandangan hidup yang positif. Pemenuhan
kebutuhan spiritualitas dapat memberikan semangat pada individu dalam menjalani
kehidupan dan menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Jika
spiritualitas terpenuhi, maka individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan
bimbingan dalam perjalanan hidup (4. Young C, Koopsen C).
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada seseorang dapat meningkatkan kepercayaan,
kekuatan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Spiritualitas dapat mengurangi
kecemasan pasien, membuat pasien menerima kondisinya, dan meningkatkan rasa
optimis pada pasien. Adanya rasa optimis, dukungan, dan motivasi dapat meningkatkan
proses penyembuhan yang dialami pasien.
3. Karakteristik Spiritualitas
Pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4 karakteristik spiritual itu sendiri. Ada
beberapa karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain :
a. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri
yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut
kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan
pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007). Kekuatan
yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,
kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas
(Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat
universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak
dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis.Kepercayaan dapat memberikan arti
hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stress.Mempunyai
kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga
dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan
merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya
dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu
untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih
cenderung terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna
hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan
hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi
yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa
mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
b. Hubungan Dengan Orang Lain Atau Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama
diakui sebagai bagian pokok dalam pengalaman manusiawi, adanya hubungan antara
manusia satu dengan lainnya yang pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita
terhubung dengan setiap manusia. Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak
harmonisnya hubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian
waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang
sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan, serta keterbatasan hubungan (Young dan Koopsen, 2007).
c. Hubungan Dengan Alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu dengan
lingkungan. Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian dan lingkungan atau
suasana yang tenang. Kedamaian merupakan keadilan, empati, dan kesatuan.
Kedamaian membuat individu menjadi tenang dan dapat meningkatkan status
kesehatan (Kozier, et al, 1995). Harmoni merupakan gambaran hubungan
seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon,
margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut
(Kozier dkk 1995).
Kedamaian (peace), kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan.
Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan
status kesehatan (Puchalski, 2004).
d. Hubungan Dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara
tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.Akan tetapi, dewasa ini telah
dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya
yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin mngambil
berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan
orang lain (Young dan Koopsen, 2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam
hubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta,
dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energi yang tidak terbatas.
4. Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang terdiri dari tahap
perkembangan, keluarga, latar belakang, etnik dan budaya, pengalaman hidup
sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan
terapi, dan asuhan keperawatan yang kurang tepat. Faktor-faktor tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Tahap Perkembangan
Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang berbeda-
beda bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Spiritualitas
merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses
perubahan dan perkembangan pada manusia. Semakin bertambah usia, seseorang
akan membutuhkan kekuatan, menambah keyakinannya, dan membenarkan
keyakinan spiritualitasnya. Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :
1. Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya.
Spitualitas didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui interaksi dengan
orang lain sepert keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum mempunyai
pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau
meniru orang lain.
2. Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan
pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa kepada
Tuhan, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan
atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas tidak terpenuhi, akan
menimbulkan kekecewaan.
3. Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya pencarian kepercayaan
diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang
dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada
masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang
kepercayaan harus dapat dijawab dan timbul perasaan akan penghargaan terhadap
kepercayaan.
4. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu
semakin kuatnya kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan walaupun
menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan
dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini lebih matang sehingga
membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan menghadapi kenyataan.
b. Keluarga
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas seseorang. Keluarga
merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh pengalaman, pelajaran hidup,
dan pandangan hidup. Dari keluarga, seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan
diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan
spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.
c. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya. Budaya dan
spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan
atau masalah cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.Pada umumnya
seseorang akan mengikuti budaya dan spiritualitas yang dianut oleh keluarga.
Seseorang akan belajar tentang nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga.
Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut individu pengalaman spiritualitas
merupakan hal yang unik bagi setiap individu.
d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan suatu
sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan
spiritualitas individu. Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap
segala aspek kehidupan. Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan
pada individu. Konsep spiritualitas dalam agama Islam berhubungan langsung dengan
Al Quran dan Sunnah Nabi.59 Al Quran maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam
cara untuk meraih kehidupan spiritual. Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman
antara hamba dan Tuhannya. Menurut Rasulullah SAW, setiap muslim hendaklah
selalu menjalin hubungan yang intim dengan Tuhannya setiap saat. Sebab, bagi
muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan bahkan hati, adalah rangkaian
pemenuhan kewajiban ibadah kepadaNya 60 Manusia diajarkan untuk terus sadar
bahwa ada kehidupan lain setelah kematian. Manusia seharusnya terus meningkatkan
spiritualitas selama hidup di dunia.
e. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi spiritualitas
seseorang. Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan
secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang
menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur.
Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup yang menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang. Krisis sering
dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dialami
seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisik dan emosional. Jika
seseorang mengalami penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan meningkat.
Seseorang akan membutuhkan kekuatan untuk menghadapi penyakitnya tersebut.
g. Terpisah dari Ikatan Spiritual
Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang intensif
untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang ditempatkan di ruang
intensif biasanya merasa terisolasi dan jarang bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan
pasien menjadi berubah, seperti tidak dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan
keagamaan, dan berkumpul dengan keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang
berubah tersebut dapat menganggu emosional pasien dan dapat merubah fungsi
spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi
Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang menolak
intervensi pengobatan. Pengobatan medik seringkali dapat dipengaruhi oleh
pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan,
sterilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh
pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat diharapkan untuk
peka terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi dengan berbagai alas an ada
kemungkinan perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan
spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena perawat merasa kurang nyaman dengan
kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritualitas, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan atau merasa
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan merupakan tugasnya tetapi
tanggungjawab pemuka agama.Asuhan keperawatan untuk kebutuhan spiritualitas
mengalir dari sumber spiritualitas perawat. Perawat tidak dapat memenuhi kebutuhan
spiritualitas tanpa terlebih dahulu memenuhi kebutuhan spiritualitas mereka sendiri.
Perawat yang bekerja digaris terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan
manusia termasuk juga kebutuhan spiritualitas pasien. Berbagai cara perawat untuk
memenuhi kebutuhan pasien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas
sampai dengan memfasilitasi untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya.
d. Implementasi Keperawatan
Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan
keperawatan terkait spiritual Islam pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan
keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau secara
kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama Islam. Pada situasi ini peran
perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan privasi pasien terjaga.
Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada
beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka dan
ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien dengan
perawat. Karena berdoa melibatkan perasaan yang dalam, perawat perlu menyediakan
waktu bersama pasien setelah selesai berdoa, untuk memberikan kesempatan pada
pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
Menurut Kozier et al, perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka agama.
Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres spiritual,
perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan spiritual
pasien.
Implementasi perawat harus peduli, penuh kasih, gembira, ramah dalam
berinteraksi, dan menghargai privasi.
e. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus
melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini
sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih kompleks.
Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang telah dilakukan tampaknya
menjadi cara yang baik untuk mengevaluasi spiritual care pasien.
Respon spiritual pada tahun 2004 pada tahap evaluasi perawat menilai bagaimana
efek pada pasien dan keluarga pasien dimana diharapkan ada efek yang positif
terhadap pasien dan keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan
bahwa kebutuhan spiritual mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah
menyediakan pemuka agama.
1. Masalah Fisik
Masalah fisik yang sering dikeluhkan oleh Ny. U adalah nyeri, Ny U mengeluh dirinya
merasakan nyeri dibagian daerah abdomen, namun Ny. U tidak tau berasal dari mana
nyerinya dan Ny.u tidak tau tindakan apa yang harus dilakukan. Kelompok 2
menerapkan teknik napas dalam untuk memanajemen nyeri Ny.U
2. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang dialami Ny.U yang merupakan pasien paliatif adalah
kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit
yang membuat Ny. U takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi Ny. U, suami
maupun keluarga. Walaupun kecemasan tidak terlihat jelas dari sikap verbal Ny.U dan
suami, tetapi sikap non verbal Ny.U saat membelakangi pasien dibangsal lain dan
suami yang selalu memperhatikan intake cairan, kebutuhan Ny.U dan senantiasa di
samping Ny.U menunjukan adanya kecemasan dari keluarga Ny.U.
3. Masalah Sosial
Dengan Kondisi Ny.U yang belum membaik tidak dipungkiri kalau kondisi hubungan
sosialnya saat berada disekitar pasien yang lain tidak terjalin dengan baik , namun ia
seringkali menggunkan komunikasi non verbalnya secara baik. Suami Ny.U terlihat akrab
dengan lingkungan pasien dan keluarga pasien yang ada disekitas Ny.U . Mereka sering
kali bertukar pikiran dan saling memperhatikan pasien lain yang ada disekitarnya. 4.
Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif
adalah distress spiritual. Ny.U sendiri karena diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala
fisik, dalam menjalani pengobatan Ny.U merasa tidak mampu melakukan ritual
keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri. Dengan keadaannya
Ny.U membiasakan untuk beribadah ditempat tidurnya dengan fasilitas seadanya
dikarnakan keterbatasan aktivitas. Lain halnya dengan Ny.U, suami Ny.U sendiri
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan mendatangi masjid yang telah ada di
sekitar rumah sakit .
2.5.2 Pengkajian
Ny. Ulfawani usia 50 thn, agama islam dirawat di rumah sakit Moehammad Husein ruang
THT dengan dx Ca Lidah. Pasien mengeluh terdapat benjolan di dasar lidah sejak ±6 bulan,
merasa nyeri saat menelan, merasa haus yang berlebih. Pasca operasi, pasien mengeluh
bahwa merasakan nyeri seperti di cengkram pada bagian yang di operasi dan masih sulit
untuk makan. Aspek Psikososial Spiritual Keluarga Pasien a. Persepsi Keluarga Klien
terhadap Penyakit
Suami Ny. U adalah seorang yang setia menjaga Ny. U. Keluarga inti Ny. U hanya
menganggap penyakit nya hanya sariawan dan jamur pada lidah, namun lama kelamaan
semakin parah. Ia menganggap jika penyakit yang diidap oleh istri nya merupakan
sebuah ujian dari Tuhan pada keluarga mereka, sehingga ia mencoba berusaha untuk
mengobati Ny. U hingga sembuh. Suami Ny. U mengatakan jika ia khawatir jika suatu
saat keadaan Ny. U menjadi memburuk. Kekhawatiran itu selalu ada, namun ia tidak
ingin berputus asa dan mencoba melakukan usaha yang terbaik untuk mengobati istri nya.
c. Konsep Diri
Suami Ny. U berperan sebagai suami dan juga ayah dari anak-anaknya, selain itu juga
berperan sebagai kepala keluarga, sedangkan Ny. U berperan sebagai Istri dan Ibu dari
anak-anak nya . Bekerja sebagai petani yang sehari-hari juga dibantu oleh Ny. U, namun
karena Ny. U dalam kondisi fisik lemah maka pekerjaan Ny. U dikerjakan oleh anak nya
yang sudah menikah dan tinggal serumah dengan mereka.
Suami Ny. U memiliki ideal diri untuk berusaha sekuat mungkin dalam mengobati Ny. U
meskipun terkendala biaya. Mengenai citra tubuh, Ny. U sesekali menutup mulut nya
dengan menggunakan kipas atau menggunakan lap yang ada. Ny. U juga hanya sesekali
membuka muut lalu menutupnya dengan cepat
d. Hubungan Sosial
Hubungan antara Ny. U dan suami cukup baik, interaksi diantara kedua nya juga bai.
Terlihat suami Ny. U yang selalu setia menunggui istri nya. Dari ke empat anak Ny. U
hanya anak pertama yang datang berkunjung ke RSMH hal tersebut terkendala biaya,
serta jarak yang jauh karena Ny. U berasal dari bengkulu. Selain itu, Ny. U juga memiliki
keluarga di Palembang yang telah menjenguk sebanyak satu kali. Suami Ny. U mencoba
memahami hal tersebut, karena setiap orang memiliki kesibukan masing-masing. Anak
nya pula hanya sesekali menelpon. Suami Ny. U juga mengatakan jika anak-anak nya
memberikan dukungan berupa nasihat. Suami Ny. U sering bercengkrama dan memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga pasien yang lainnya.
e. Spiritual
Ny. U beragama islam, meskipun sakit sesekali ia sholat dengan posisi duduk, serta
wudhu dengan tayamum. Sedangkan suami Ny. U sholat ke masjid terdekat dengan
bangunan RSMH. Ny. U terkadang kesusahan untuk melakukan wudhu karena rentang
aktivitas yang dilakukan terbatas. Tayamum yang dilakukan pula hanya sekali sehari,
sebelum sakit Ny. U ibadah nya selalu lancar. Sudah dianjurkan untuk sholat dengan
berbaring, namun masih kesusahan karena alat-alat yang terpasang di tubuh Ny. U
f. Kultural
Suami Ny. U merupakan dari suku Rejang. Ia mengatakan untuk adat istiadat mereka
sudah tidak terlalu menggunakan nya lagi dan lebih modern. Namun, memang ada
beberapa kepercayaan mengenai penyakit Ny. U jika dioperasi justru akan memperburuk
keadaan, namun karena sudah mencoba ke beberapa pelayanan kesehatan serta herbal
maka Suami Ny. U memutuskan untuk melakukan operasi. Karena melihat kondisi Ny. U
yang semakin membaik maka Suami Ny. U menganggap jika hal tersebut tergantung
kepada pengidap penyakit itu sendiri. Salah satu pengobatan yang mereka coba ialah ke
paranormal, dan pengobatan herbal untuk memakan tanaman herbal yang pahit-pahit.
Namun, tidak membuahkan hasil yang baik bahkan semakin memperburuk keadaan Ny.
U, sehingga di bawa ke RS di Bengkulu lalu di rujuk ke RSMH Palembang.
Analisa data
Data subjektif Data objektif Etiologi Masalah
Suami Ny.U Suami Ny/U selalu Kondisi Ny.U yang Ansietas
mengatakan memperhatikan dan sering merasakan
merasa khawatir memandangi keadaan sakit/nyeri
jika suatu saat infus Ny.U
penyakit Ny.U Raut muka suami
semakin Ny.U tampak Suami Ny.U selalu
bertambah murung memandangi
parah Suami Ny.U selalu keadaan istrinya
Suami Ny.U membantu sang istri
berkata bahwa jika memerlukan
Selalu membantu
penyakit yang apapun dan tidak
setiap apa yang
di derita istrinya pernah marah
dibutuhkan Ny.U
merupakan cobaan ataupun bersikap
dari tuhan kasar
Suami Ny.U takut
dan khawatir jika
suatu saat nanti
keadaan Ny.U
bertambah parah
Diagnosis
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Intervensi
Diagnosis Tujuan dan kriteria Rencana keperawatan Rasional
hasil
Ansietas Setelah dilakukan Edukasi kesehatan : Menentukan
berhubungan tindakan keperawatan Kaji tingkat pendidikan
dengan krisis 3x 24 jam pasien dan pengetahuan kesehatan yang
situasional keluarga mengetahui Informsikan cocok untuk
mengenai kondisi dan secara factual pasien dan
penyakit yang dialami mengenai keluarga
dengan kriteria hasil : diagnosis, Meningkatkan
Tingkat informasi pasien
pengobatan,
pengetahuan dan keluarga
dan prognosis.
membaik
Tidak
merasakan
kecemasan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan
melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik, psikososial dan spirittual.
Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang
untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan
masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-
individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang
berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena
itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya
dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya terutama dalam
paliatif care
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengikuti proses
pembelajaran dan dapat meningkatkan pelayanan perawatan pasien paliatif dalam tinjauan
pengkajian biopsikologis, sosial budaya dan spiritual. Sebagai petugas kesehatan perlu
mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan
masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah
dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta. (diakses tgl 20
februari 2015) Entjang, Indan. 2000.
Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT.Citra Aditya Bakti : Bandung. Fitri Nur azizah. 2013.
Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan,(diakses tgl 23 februari 2015) Lukman Hakim, dkk.,
2013,
WHO. (2007). WHO guide for effective programmes : Palliative Care. ed.
Geneva, World Health Organization