Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT KONSERVATISME

AKUNTANSI LAPORAN KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH


KONVERGENSI IFRS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BEI

Jurnal Publikasi
oleh
REPI YULIANA
01031181419039
Akuntansi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
2019
ABSTRAK

Oleh:
Repi Yuliana
Program Studi Akuntansi
Fakultas EkonomiUniversitas Sriwijaya

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat


konservatisme akuntansi laporan keuangan sebelum dan sesudah konvergensi
IFRS pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.Konservatisme dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan metode dari Givoly dan Hayn (2000).
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari website
Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan
manufaktur di Indonesia tahun 2006-2017.Hanya perusahaan yang memenuhi
kriteria yang dijadikan sebagai sampel (purposive sampling).Data dalam
penelitian ini di uji normalitasnya menggunakan Kolmogorov Smirnov dan uji
hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat konservatisme
akuntansi laporan keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.Penelitian ini
juga membuktikan setelah konvergensi IFRS tingkat konservatisme masih ada dan
masih digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
Kata Kunci :Konservatisme Akuntansi, Konvergensi IFRS, Metode Givoly dan
Hayn.
ABSTRACT

By:
Repi Yuliana
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

This study aims to analyze differences in the level of conservatism of


financial statements before and after IFRS convergence in manufacturing
companies listed on the IDX. Conservatism in this study was measured using
methods from Givoly and Hayn (2000). This study uses secondary data, namely
data obtained from the Indonesia Stock Exchange website. The sample of this
study is the financial statements of manufacturing companies in Indonesia in
2006-2017. Only companies that meet the criteria are used as samples (purposive
sampling). The data in this study were tested for normality using Kolmogorov
Smirnov and hypothesis testing using Paired Sample T-Test. The results of this
study indicate that there is no significant difference between the level of
conservatism of financial statements before and after IFRS convergence. This
research also proves that after IFRS convergence the level of conservatism still
exists and is still used in the presentation of financial statements.
Keywords :Accounting conservatism, IFRS convergence, Givoly and Hayn
methods.

2
1. Pendahuluan

Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban manajemen


perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.Laporan keuangan dapat
menggambarkan kinerja manajemen perusahaan selama satu periode.Menurut
kerangka konseptual IFRS penyusunan laporan keuangan bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas
entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam pembuatan
keputusan ekonomi.Pihak utama yang berkepentingan dengan laporan keuangan
yaitu para pengguna eksternal seperti pemegang saham, kreditor, pemerintah dan
masyarakat.Pihak-pihak tersebut menuntut laporan keuangan yang sesuai dengan
standar dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dewan standar agar dapat
mempermudah pengguna dalam membaca dan menganalisis serta
membandingkan kondisi keuangan sebuah perusahaan.
Zelmiyanti (2014) menyatakan prinsip konservatisme merupakan prinsip
dalam menilai aktiva dan laba dengan kehati-hatian karena aktivitas ekonomi dan
bisnis di lingkupi suatu ketidakpastian.Penerapan prinsip konservatisme pada
akuntansi biasanya terdapat dalam akun-akun tertentu seperti penilaian aset,
kontrak jangka panjang, biaya pengembangan dan lain-lain.Terdapat pro dan
kontra terkait penerapan konsep konservatisme (Haniati & Fitriany,
2010).Hendriksen (1982) dalam Handojo (2012) menyatakan beberapa argumen
yang mendukung dan menolak konservatisme. Argumen yang mendukung
konservatisme yaitu: 1) Kecenderungan untuk bersikap pesimis dianggap perlu
untuk mengimbangi optimisme yang mungkin berlebihan dari para manajer dan
pemilik sehingga kecenderungan melebih-lebihkan dalam pelaporan relatif dapat
dikurangi; 2) Laba dan penilaian (valuation) yang dinyatakan terlalu tinggi
(overstatement) lebih berbahaya bagi perusahaan dan pemiliknya daripada
penyajian yang bersifat terlalu rendah (understatement) dikarenakan risiko untuk
menghadapi tuntutan hukum karena dianggap melaporkan hal yang tidak benar
menjadi lebih besar; 3) Akuntan kenyataannya lebih mampu memperoleh
informasi yang lebih banyak dibandingkan mampu mengkomunikasikan informasi
tersebut selengkap mungkin yang dapat dikomunikasikan kepada investor dan
kreditor, sehingga akuntan menghadapi 2 macam risiko yaitu risiko bahwa apa
yang dilaporkan ternyata tidak benar dan risiko bahwa apa yang tidak dilaporkan
ternyata benar. Sementara itu disisi lain, Godfrey et al (2010) dalam Handojo
(2012) menyebutkan prinsip konservatisme tidaklah berfokus pada bukti, tapi
ketakutan akan terjadinya overstatement dari net assets dan profit dimana hal ini
dapat menyebabkan terjadinya informasi yang menyesatkan. Konservatisme
menyebabkan informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan menjadi bias
karena tidak sesuai dengan prinsip matching concept dimana pengakuan
pendapatan (revenue) harus selaras dan cocok dengan pengakuan terhadap beban
(expense) yang menyebabkan terjadinya pendapatan tersebut.
Dengan adanya konvergensi IFRS di Indonesia, pengukuran atau penilaian,
baik aset maupun liabilitas akan menyediakan opsi penilaian dengan fair value
atau nilai wajar. Sebagian besar pengukuran atau penilaian yang disarankan pada

3
IFRS adalah menilai aset dan liabilitas dengan menggunakan nilai wajar,
meskipun disediakan opsi pilihan lain disamping penggunaan nilai wajar. Dengan
demikian, prinsip konservatisme yang sebelumnya berlaku dalam SAK yang
sebagian masih mengacu pada US GAAP seakan-akan berkurang tingkat
penerapannya atau dapat dikatakan prinsip konservatisme dihilangkan dan
digantikan dengan prinsip yang bernama prudence. Yang dimaksud dengan
prudence dalam IFRS, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan
adalah pendapatan boleh diakui meskipun masih berupa potensi, sepanjang
memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dalam IFRS
(Aristiya dan Budiharta, 2014).
Yustina (2013) menyatakan prinsip konservatisme seperti pada mulanya
selalu menjadi topik yang menjadi perdebatan. Jika pada mulanya pro kontra yang
terjadi adalah mengenai dampak positif dan negatif dari prinsip konservatisme,
sekarang, setelah konvergensi IFRS di Indonesia, ada yang menganggap bahwa
prinsip ini telah hilang dan ada juga yang menganggap bahwa konservatisme
masih ada bahkan meningkat levelnya dalam laporan keuangan setelah SAK
mengadopsi IFRS. IASB mengatakan bahwa sebenarnya baik prudence maupun
konservatisme bukanlah kualitas informasi akuntansi yang diinginkan sehingga
mereka menciptakan IFRS dengan harapan laporan keuangan dapat menjadi
relevan dan andal.Namun, pada kenyataanya perusahaan-perusahaan tetap harus
berhadapan dengan “ketidakpastian” ditengah era IFRS. Hal yang dianggap baik
untuk mengatasi ketidakpastian tersebut adalah dengan menganut prinsip
konservatisme pada level yang tepat dalam laporan keuangan.
Peneliti termotivasi untuk meneliti hubungan antara konvergensi IFRS dan
tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia, karena konservatisme masih banyak
di perbincangkan dan menuai pro dan kontra pada era IFRS. Banyak orang
mengatakan prinsip konservatisme menurun level penggunaannya bahkan sudah
tidak digunakan lagi dalam penyusunan laporan keuangan pada era IFRS ini
(Yustina, 2013). Dengan demikian peneliti tertarik untuk membuktikan apakah
konservatisme sudah benar-benar tidak digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan setelah konvergensi IFRS.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian Aristiya dan
Budiharta (2014).Pada penelitian ini yang menjadi faktor pembeda dengan
penelitian sebelumnya adalah perbedaan periode penelitian.Peneliti mengambil
periode penelitian selama tahun 2006-2017 dengan maksud ingin menganalisa
laporan keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.Sedangkan dari segi
pengukuran yang digunakan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan book to
market ratio sedangkan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel
konservatisme yang diukur dengan melihat kecenderungan dari akumulasi akrual
selama beberapa tahun.penelitian ini peneliti menggunakan pengukuran akrual.
Penggunaan pengukuran variabel ini karena ukuran akrual adalah ukuran yang
paling tepat untuk pengukuran konservatisme dimana lossesakan cenderung
tercakup sepenuhnya dalam nilai akrual sedangkan gains tidak, maka akrual
secara periodik cenderung understate akibatnya, nilai akrual periodik bersih yang

4
bernilai negatif dan nilai kumulatif akrual negatif yang diakumulasikan sepanjang
periode dapat digunakan sebagai ukuran konservatisme.

2. Landasan Teori
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan keagenan antara pemegang
saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan
pemegang saham.Karena mereka dipilih, maka pihak manajemen harus
mempertangggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.Jensen
dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di
mana satu orang atau lebih (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk
melakukan suatu jasa atas nama principal serta memberi wewenang kepada agen
untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Namun dalam praktik
timbul masalah karena terdapat kesenjangan kepentingan antara pemegang saham
sebagai pemilik perusahaan dengan pihak pengurus atau manajemen sebagai agen.
Pemilik memiliki kepentingan agar dana yang telah di investasikan memberikan
pendapatan (return) yang maksimal, sedangkan pihak manajemen memiliki
kepentingan terhadap perolehan insentif atas pengelolaan dana milik perusahaan.
Pihak manajemen atau agen memiliki informasi lebih banyak dibandingkan
pemegang saham atau prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri
informasi.Asimetri informasi yaitu kondisi adanya kesenjangan informasi antara
prinsipal dengan agen, dimana pihak agen memiliki lebih banyak informasi
tentang perusahaan dibandingkan prinsipal.
Masalah keagenan yang timbul adalah masalah yang mendorong agen
untuk bersikap seolah-olah ia sedang memaksimalkan prinsip kesejahteraan.
Sebagai contoh, dimana agen adalah manajer entitas, manajer memiliki dorongan
meningkatkan konsumsi seperti penggunaan mobil entitas, akun biaya, atau
ukuran pembayaran bonus dengan mengorbankan para pemegang saham
(Godfrey, 2010:362).Watts (2003) dalam Haniati dan Fitriani (2012) berpendapat
prinsip konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting
dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan
keuangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai entitas dan harga
sahamnya. Para pemegang saham berharap agar manajemen bertindak atas
kepentingan mereka.Untuk itu dibutuhkan pengawasan seperti pemeriksaan
laporan keuangan.Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut disebut biaya
agensi.Konservatisme ini dianggap mampu mengurangi biaya agensi, karena
laporan keuangan yang mengaplikasikan konsep konservatisme dapat mengurangi
kemungkinan manajer dalam memanipulasi laporan keuangan serta mengurangi
biaya agensi yang muncul akibat asimetri informasi.

5
2.2. Konservatisme Akuntansi
Konservatisme akuntansi adalah prinsip kehati-hatian (prudent) terhadap
ketidakpastian di masa yang akan datang, yang direalisasikan dengan cara
memperlambat pengakuan laba, mempercepat pengakuan rugi atau biaya,
merendahkan nilai aktiva, dan meninggikan nilai utang dengan tujuan mengurangi
optimisme berlebihan dari manajemen dan pihak pemilik perusahaan (Hendrianto,
2012). Definisi konservatisme menurut Zelmiyanti (2014) adalah prinsip kehati-
hatian yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan.Prinsip kehati-hatian
diterapkan ketika adanya kemungkinan rugi atau penurunan aset (peningkatan
kewajiban) segera diungkapkan.Namun ketika kemungkinan terjadi laba atau
peningkatan aset (penurunan kewajiban) perusahaan menunda untuk
mengungkapkan.Basu (1997) dalam Haniaty dan Fitriany (2010) mendefinisikan
konservatisme sebagai praktik mengurangi laba atau mengecilkan aktiva bersih
dalam merespon berita buruk, tetapi tidak meningkatkan laba atau meningkatkan
aktiva bersih dalam merespon berita baik.
Berdasarkan definisi tersebut, maka penulis menyimpulkan konservatisme
akuntansi merupakan prinsip kehati-hatian dalam penyusunan suatu laporan
keuangan.dimana prinsip ini diterapkan ketika adanya kemungkinan terjadinya
rugi akan segera di ungkapkan dan sebaliknya ketika kemungkinan terjadi laba
maka perusahaan akan menunda pengungkapannya. Dengan adanya penerapan
prinsip konservatisme dalam perusahaan maka akan memiliki pengaruh
terhadaplaporan keuangan yang disajikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap
keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan.
Berikut ini beberapa pilihan metode pencatatan di dalam PSAK yang dapat
menimbulkan laporan keuangan konservatif :
1) PSAK No. 14 tentang persediaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat
mencatat biaya persediaan dengan menggunakan salah satu metode yaitu
FIFO (First in first out) dan metode rata-rata tertimbang.
2) PSAK No. 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain, yang mengatur
estimasi manfaat suatu aktiva tetap.
3) PSAK No. 19 tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode
amortisasi.
4) PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan
bahwa alokasi biaya riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat
hubungan antara biaya dan manfaat ekonomis yang diharapkan perusahaan
akan diperoleh dari kegiatan riset dan pengembangan.

2.3. Konvergensi IFRS


Konvergensi IFRS merupakan penyelarasan standar internasional dari
PSAK menuju IFRS, dimana laporan keuangan antar negara menjadi mudah
untuk diperbandingkan dengan penerapan standar yang sama.

6
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dalam Aristiya dan
Pratiwi (2014), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:
1. Full Adoption; Suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan
menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam bahasa yang negara tersebut
gunakan.
2. Adopted; Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada
Desember 2008. Adopted maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun
disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.
3. Piecemeal; Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu
nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4. Referenced (convergence); Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya
mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri
oleh badan pembuat standar.
5. Not adopted at all; Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi,
yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi
penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini
digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi
IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Konvergensi PSAK ke IFRS memiliki manfaat sebagai berikut:
Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).Kedua,
mengurangi biaya SAK.Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan
keuangan.Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.Kelima,
meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan
membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh,
meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

3. Penelitian Terdahulu
Penelitian Juanda (2012) tentang Kandungan Prinsip Konservatisme
Dalam Standar Akuntansi Keuangan Berbasis IFRS membuktikan bahwa
Konservatisme akuntansi tetap “bermain” atas pegimplementasian IFRS.
Konservatisme tidak hilang hanya karena tidak “ditekankan” dalam standar,
dengan adanya ketidakpastian maka akan tetap adapenerapan prinsip
konservatisme. Prinsip konservatisme berdasarkan IFRS diterapkan dalam cara
konservatisme sementara (perubahan estimasi akuntansi yang sementara seperti
understated aset bersih melalui penciptaan cadangan tersembunyi yang kemudian
dapat dibalik) dari pada cara konservatisme konsisten (penilaian aset bersih yang
terlalu rendah). Hal ini berarti penekanan yang lebih rendah dari konservatisme
yang konsisten pada implementasi IFRS digantikan oleh penekanan pada
penekanan pada konservatisme sementara yang lebiih besar.Penelitian Aristiya
dan Budiharta (2014) tentang Analisis Perbedaan Tingkat Konservatisme
Akuntansi Laporan Keuangan Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS

7
menunjukkan bahwa Terdapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi laporan
keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.Tingkat konservtisme sebelum
konvergensi IFRS lebih tinggi dibanding sesudah konvergensi IFRS. Hal ini
karena dalam IFRS sendiri sama sekali tidak menyinggung mengenai prinsip
konservatisme. IFRS yang merupakan principle based accounting system dalam
penerpannya memerlukan banyak judgement oleh pihak manajemen. Pihak
manajemen tentu saja lebih cenderung tidak konservatif karena pihak manajemen
ingin agar laporan keuangannya memberikan informasi keuangan yang baik bagi
para stakeholder yang boleh jadi apabila pihak manajemen berperilaku konservatif
mereka tidak akan mencapai hal tersebut.

4. Kerangka Pemikiran
Konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting
dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan
keuangan sehingga dapat meningkatkan nilai entitas dan harga sahamnya.Para
pemegang saham mempunyai harapan agar manajemen bertindak atas
kepentingan mereka.Untuk itu dibutuhkan pengawasan seperti pemeriksaan
laporan keuangan.Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut disebut biaya
agensi.Konservatisme dianggap mampu meng-urangi biaya agensi, karena konsep
konservatisme dapat mengurangi kemungkinan manajer dalam memanipulasi
laporan keuangan serta mengurangi biaya agensi yang muncul akibat asimetri
informasi.
Gambar. Kerangka Pemikiran

Sebelum Sesudah
Konvergensi IFRS
Tingkat Konservatisme Akuntansi Tingkat Konservatisme Akuntansi

5. Hipotesis
Di tengah gencarnya konvergensi IFRS di berbagai negara, peran
konservatisme dalam penyusunan laporan keuangan tampaknya semakin tergeser.
IFRS sebagai principle based accounting system lebih menggunakan professional
judgment dalam melakukan penilaian suatu akun. Penggunaan professional
judgment ini membuat optimisme dari sebuah perusahaan menjadi
meningkat.optimisme merupakan kebalikan dari konservatisme. Professional
judgment membuat perusahaan menjadi lebih optimis karena perusahaan dapat
mengakui perubahan nilai suatu akun sesuai dengan nilai wajar. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa perusahaan optimis bahwa perubahan nilai

8
tersebut akanterealisasi. Professional judgment atau professionalism berhubungan
negatif dengan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan. Artinya, ketika
perusahaan menghadapi tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam kegiatan
operasionalnya, maka perusahaan akan cenderung tidak optimis atau lebih
konservatif. Dengan demikian dapat dikatakan konservatisme dalam IFRS hanya
bersifat kondisional.Selain itu, konservatisme dianggap semakin tergeser ketika
IASB memperkenalkan sebuah prinsip baru yaitu prudence.Walaupun konsep
konservatisme telah digantikan dengan prudence namun konservatisme perlu
dipertimbangan, karena pada intinya prudence juga merupakan konsep kehati-
hatian yang di dalamnya masih terdapat unsur konservatisme. Berdasarkan
penjelasan terebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha: Terdapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi laporan keuangan
sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.

6. Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak 146 perusahaan.Pemilihan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan
sampel dengan kriteria tertentu. Pemilihan sampel di tentukan dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI berturut-turut tahun 2006-2017.
2) Perusahaan manufaktur yang yang menerbitkan laporan keuangan tahunan
secara berturut-turut selama periode 2006-2017.
3) Kelengkapan data sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Berdasarkan Kriteria yang telah ditentukan dalam peneltian ini maka didapatkan
jumlah sampel sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Penentuan Jumlah Sampel
No Keterangan Jumlah
.
1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 146
2 Perusahaan manufaktur yang terdaftar (IPO) di (41)
BEI setelah tahun 2006
3 Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan (77)
laporan keuangan berturut-turut selama periode
2006-2017
Jumlah sampel 28

9
7. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konservatisme
akuntansi. Pada penelitian ini konservatisme akuntansi diukur berdasarkan model
Givoly dan Hayn (2000) agar mendapat hasil yang lebih akurat. Model ini juga
digunakan dalam penelitian (Septiana dan Irfan, 2015). Berikut rumus
perhitungan konservatisme:
LabaBersih−Depresiasi− ArusKasOperasi
Konser vatismeAkuntansi= X ‒1
TotalAset
Jika hasil dari pengukuran konservatif bernilai positif maka akan menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut bersifat konservatif dan sebaliknya, jika hasilnya
menunjukkan nilai yang negatif maka perusahaan tersebut tidak konservatif.

8. Analisis Data
8.1. Statistik Deskriptif
Hasil pengujian statistik deskriptif adalah nilai maksimum, nilai minimum,
nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi.Berikut merupakan hasil pengujian
statistic deskriptif pada sampel penelitian ini dimana sampel berjumlah 28
perusahaan.
Tabel 4.4.
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Std.
  N Minimum Maximum Mean
Deviation
Tingkat
Konservatisme
28 .05 .81 .3617 .19945
Sebelum
Konvergensi IFRS
tingkat
Konservatisme
28 -.00 .68 .3278 .19835
Sesudah Konvergensi
IFRS

8.2. Uji Normalitas


Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah hasil uji
normalitasnya berdistribusi normal atau tidak.Pada penelitian ini uji normalitas
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Data berdistribusi normal jika taraf
signifikansi hitung lebih dari taraf yang digunakan yaitu 0,05.Hasil uji normalitas
tingkat konservatisme akuntansi disajikan dalam tabel 4.5 sebagai berikut:

10
Tabel 4.5.
Uji Normalitas Tingkat Konservatisme Akuntansi Sebelum Konvergensi
IFRS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sebelum Sesudah
  Konvergensi Konvergensi
IFRS IFRS
N 28 28
Mean .3617 .3278
Normal Parametersa,b
Std.Deviation .19945 .19835
Absolute .125 .135
Most Extreme
Positive .125 .135
Differences
Negative -.070 -.086
Test Statistic .125 .135
c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) .200 .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk tingkat konservatisme akuntansi


sebelum dan sesudah konvergensi IFRS menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,200
lebih besar dibandingkan dengan 0,05 sehingga data penelitian initelah
terdistribusi normal, maka analisis dapat dilanjutkan.

8.3. Uji Hipotesis


Hipotesis pada penelitian ini akan diuji dengan menggunakan Paired
Sample T-Test. Penelitian ini akan membuktikan apakah terdapat perbedaan
tingkat konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah konvergensi IFRS sesuai
teori yang ada. Berikut merupakan hasil dari uji Paired Sample T-Test:

Tabel 4.6.
Statistik Deskriptif
Paired Samples Statistics
Std. Std. Error
  Mean N
Deviation Mean
Sebelum Konvergensi
.3617 28 .19945 .03769
Pair IFRS
1 Sesudah Konvergensi
.3278 28 .19835 .03748
IFRS

11
Paired Samples Correlations
  N Correlation Sig.
Sebelum Konvergensi IFRS
Pair 1 28 .621 .000
& Sesudah Konvergensi IFRS

Paired samples Tes


Sig. (2-
Paired Differences t df
tailed)
95% Confidence
  Std. Interval of the
Std. Error
Mean Deviatio Difference
Mean
n
Lower Upper
Pair Sebelum . .17315 .03272 -.03320 .10108 1.037 27 .309
1 Konvergensi 03394
IFRS - Sesudah
Konvergensi
IFRS

9. Pembahasan
Hasil pengujian beda rata-rata antara tingkat konservatisme sebelum
konvergensi IFRS dan sesudah konvergensi IFRS menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan tingkat konservatisme sebelum dan sesudah konvergensi
IFRS. Hasil pengujian beda rata-rata yang diuji dengan menggunakan Paired
Sample T-Test menunjukkan nilai t hitung adalah sebesar 1,037 dengan angka Sig.
(2-tailed) sebesar 0,309. Karena angka Sig. (2-tailed) sebesar 0,309 > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa konvergensi IFRS di Indonesia tidak mempengaruhi
penerapan tingkat konservatisme pada perusahaan manufaktur. Angka tersebut
berarti bahwa hipotesis penelitian ini ditolak.Artinya, angka Sig. (2-tailed)
sebesar 0,309 yang lebih besar dari 0,05, menyimpulkan bahwa tingkat
konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah konvergensi IFRS adalah sama,
atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
konvergensi IFRS. Untuk membuktikan apakah konservatisme sudah benar-benar
tidak digunakan dalam penyusunan laporan keuangan setelah konvergensi IFRS
kita dapat melihat nilai mean pada hasil ujiSample T-Test. Nilai mean
menunjukkan bahwa rata-rata Accrual Measures yang lebih besar menunjukkan
bahwa perusahaan lebih konservatif. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwasesudah konvergensi IFRS tingkat konservatisme masih ada dan masih
digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
IFRS memungkinkan perusahaan tetap menggunakan konservatisme jika
metode tersebut dapat menghasilkan informasi terbaik yang bisa dicapai oleh
perusahaan. Saat perusahaan berada dalam situasi ketidakpastian yang tinggi,

12
maka perusahaan akan cenderung lebih konservatif. Penerapan prinsip
konservatisme juga dianggap mampu menyelesaikan masalah keagenan yang
terjadi, yaitu adanya asimetri informasi dalam penyusunan laporan keuangan yang
menimbulkan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan manajemen
laba.IFRS sebagai standar akuntansi yang berbasis prinsip memuat prinsip-prinsip
umum, yang membutuhkan interpretasi dan pertimbangan penyusun laporan
keuangan. Standar berbasis prinsip memuat pedoman yang lebih umum tanpa
memberikan pedoman rinci. Hal ini menjadikan IFRS lebih fleksibel dan
sederhana dalam persyaratan akuntansi dan pengungkapannya. Dengan adanya
pertimbangan manajemen dalam menginterpretasi danmenerapkan standar masih
memungkinkan perusahaan untuk menerapkan prinsip konservatisme akuntansi
karena dalam hal menghadapi ketidakpastian yang dihadapi perusahaan, prinsip
konservatisme masih diperlukan dalam penyajian aporan keuangan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dengan adanya penerapan standar
akuntansi keuangan (konvergensi IFRS) ternyata tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan pada konservatisme akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun berdasarkan kerangka konseptual IFRS, konsep konservatisme
akuntansi bukan lagi merupakan karakteristik kualitatif dalam kerangka
konseptual yang baru dikarenakan tidak sesuai dengan kerangka teori
IFRS,namun penggunaannya tetap diperlukan padaarea tertentu (Hellman, 2007).
Konsep konservatisme setelah pengadopsian IFRS telah digantikan oleh prudence.
Dimana prudence merupakan prinsip kehati-hatian yang memperbolehkan
manajer mengakui pendapatan meskipun masih berupa potensi sepanjang
memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dalam
IFRS.Penelitian ini dapat membuktikan bahwa prudence memang mengandung
prinsip konservatisme karena pada dasarnya kedua prinsip tersebut sama-sama
mengandung unsur kehati-hatian manajemen dalam pembuatan laporan keuangan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Juanda (2012) yang menyatakan bahwa
setelah konvergensi IFRS prinsip konservatisme tidak hilang dan masih
digunakan oleh banyak perusahaan.Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Aristiya dan Budiharta (2014).Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat konservatisme sebelum dan
sesudah konvergensi IFRS. Penelitian ini juga membuktikan bahwa tingkat
konservatisme akuntansi laporan keuangan sebelum konvergensi IFRS terbukti
lebih tinggi dibandingkan tingkat konservatisme sesudah konvergensi IFRS.
dengan kata lain, sesudah konvergensi IFRS laporan keuangan menjadi kurang
konservatif.

10. Kesimpulan
Tidak terdapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi laporan
keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS dengan nilai signifikansi
sebesar 0,309 > 0,05 sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti bahwa konvergensi IFRS
tidak berdampak kepada tingkat konservatisme akuntansi.Penerapan prinsip

13
konservatisme mampu menyelesaikan masalah keagenan yang terjadi, yaitu
adanya asimetri informasi dalam penyusunan laporan keuangan yang
menimbulkan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan manajemen
laba.Sesudah konvergensi IFRS, prinsip konservatisme masih ada dan masih
digunakan dalam penyajian laporan keuangan.Penelitian ini dapat membuktikan
bahwa prudence memang mengandung prinsip konservatisme karena pada
dasarnya kedua prinsip tersebut sama-sama mengandung unsur kehati-hatian
manajemen dalam pembuatan laporan keuangan.

11. Keterbatasan Penelitian dan Saran


 Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek
penelitian,sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk
menggeneralisasi seluruh sektor industri karena tiap sektor industri memiliki
karakteristik yang berbeda.
2. Pengukuran tingkat konservatisme laporan keuangan hanya dengan Acrrual
Measures, sehingga tidak bisa membandingkan model yang tepat untuk
mengukur konservatisme akuntansi di Indonesia.

 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya dapatmeneliti seluruh sektor industri perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini bertujuan agar penelitian yang
dilakukan memiliki objek penelitian yang lebih luas pula.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode pengukuran
konservatisme yang lain selain Accrual Measures seperti book to market
ratio dan discretionary Accrualsehingga dapat membandingkan model yang
tepat untuk mengukur konservatisme akuntansi di Indonesia serta
mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.

14
Daftar Pustaka
Apriani, Meri. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konservatisme
Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI (2008-
2011). Jom FEKON. Vol. 2 No. 1.

Ardina dan Indira. 2012. Penggunaan Perspektif Positive Accounting Theory


Terhadap Konservatisme Akuntansi di Indonesia. Journal Of Accounting.
Volume 1, Nomor1, Halaman1-15.

Aristiya, Maria Maya dan Pratiwi Budiharta. 2014. Analisis Perbedaan Tingkat
Konservatisme Akuntansi Laporan Keuangan Sebelum dan Sesudah
Konvergensi IFRS. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya
Yogyakarta.

Dewi, A.A.A. 2004. Pengaruh Konservatisme Laporan Keuangan terhadap


Earnings Response Coefficient.” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Vol. 7 No. 2, p. 207-223.

Haniati, S dan Fitriany.2010. Pengaruh Konservatisme Terhadap Asimetri


Informasi Dengan Menggunakan Beberapa Model Pengukuran
Konservatisme.SNA XIII Purwokerto.
Hendrianto.2012. Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Konservatisme
Akuntansi Di Indonesia.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol. 1 No.
3. P.62-66.
Hikmah, Luthfiany. 2013. Analisis Perbedaan Prinsip Konservatisme Akuntansi
dalam Penerapan IFRS.Accounting Analysis Journal.Vol. 2 No. 3.
Juanda, Ahmad. 2012. Kandungan Prinsip Konservatisme Dalam Standar
Akuntansi Keuangan Berbasis IFRS.Jurnal humanity, Volume 7, No 2,
Juli 2012; 24-23.
Kuspratiwi, Indira dan Ari.2014. Pengaruh Konvergensi IFRS Dan Kepemilikan
Saham Asing Terhadap Konservatisme Akuntansi.Economic & Business
Research.
Pramudita, N. 2012. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan dan Tingkat Hutang
Terhadap Konservatisme Akuntansi Pada Perusahaan Manufaktur di BEI.
Jurnal iImiah Mahasiswa Akuntansi. Vol. 1, No. 2.

Suwardjono.2013. Teori Akuntansi Perekayasaan dan Pelaporan Keuangan.


BPFE- Yogyakarta.

Yulianti, Nur W. 2014. Siklus Hidup Perusahaan dan Konservatisme Akuntansi.

15
Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol 4, No. 2.

16

Anda mungkin juga menyukai