Anda di halaman 1dari 6

Tugas Epidemiologi

“Penyakit Kulit yang menular oleh Pityriasis Versicolor (Panu)”

DOSEN :

Putri Arida Ipmawati, S.KM., M.kes

OLEH :

Carmellia Utari Anum Fareza (P27833320009)

PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN 2020/2021
Pityriasis Versicolor (Panu)

Pityriasis versicolor atau yang lebih dikenal dengan sebutan panu adalah infeksi
jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau
Pityrosporum orbiculare. Pityriasis versicolor dapat mengenai wajah, leher, badan, lengan,
ketiak, paha, dan lipat paha. Kelainannya berupa bercak-bercak hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi disertai rasa gatal atau bisa saja asimptomatik. Pada umumnya jamur
penyebab penyakit kulit panu sudah berkembang biak dikulit manusia tapi dengan jumlah
yang normal, misalnya jamur Malassezia furfur, hal tersebut tidak minimbulkan masalah
kesehatan. Microbiota dan organisme mikroskopik, merupakan jamur yang berperan
melindungi manusia dari infeksi pada kulit yang dapat membahayakan dan bisa terserang
penyakit, sebernarnya jamur dapat hidup berdampingan dengan sel tubuh dalam hubungan
simbiotik. Tetapi, jamur juga dapat berkembang biak di luar batas normal yang dapat
memengaruhi warna atau juga pigmentasi alami pada kulit. Ketika hal tersebut terjadi maka
kulit penderita akan menimbulkan bercak berwarna terang atau gelap dibandingkan warna
kulit pada umumnya. Kondisi demikian disebut dengan tinea versicolor atau pityriasis
versicolor yang dikenal dengan penyakit kulit panu

Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia terutama daerah yang beriklim panas,
sehingga penyakit ini kosmopolit. Di Indonesia, panu merupakan mikosis superfisial yang
frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada kontak dengan jamur penyebab pemicu
lainnya adalah seringnya menggunakan aksesoris yang pas pada kulit, seperti jam tangan,
perhiasan, kaos kaki, serta sepatu. Oleh karena itu, faktor kebersihan pribadi sangat
penting. Pada kenyataannya, ada orang yang mudah kena infeksi dan ada yang tidak.
Sehingga selain faktor kebersihan pribadi, masih ada faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya infeksi.

Pityriasis versicolor disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur
lipofilik yang dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale,
tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya dianggap hanya
satu spesies, yakni M. furfur, namun analisis genetik menunjukkan berbagai spesies yang
berbeda dan dengan teknik molekular saat ini telah diketahui 14 spesies yaitu M. furfur, M.
sympoidalis, M. globosa, M. obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica,
M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. equine, M cuniculi, dan M. pachydermatis,
Malassezia spp. merupakan ragi saprofitik, dimorfik yang hidup komensal pada kulit
terutama di daerah badan, kepala, dan leher yang cenderung banyak mengandung lemak.

1. Penyebab yang dialami penderita penyakit menular panu


Panu disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur lipofilik yang
dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale, tetapi saat ini
telah diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya dianggap hanya satu
spesies, yakni M. furfur, pada faktor endogen, Panu dapat karena produksi kelenjar
sebasea dan keringat, genetik, malnutrisi, faktor imunologi, dan pemakaian obat-obatan.
Selain hal tesebut terdapat beberapa faktor eksogen seseorang terjangkit penyakit panu,
yakni suhu dan kelembaban kulit.

2. Gejala yang dialami oleh penderita penyakit panu


Gejala yang timbul akibat penyakit kulit panu adalah munculnya bercak berupa
warna yang tidak normal dari warna alami kulit, umumnya terjadi di area kulit yang suka
lembab misalnya dilipatan lengan, dada, leher dan punggung.
Berikut beberapa gejala yang timbulkan oleh panu:
• Warna kulit lebih terang atau gelap dibandingkan warna kulit alami di
sekitarnya
• Warna yang ditimbulkan merah muda, merah, gelap atau coklat
• Bersisik, gatal dan kering
• Di cuaca dingin dan tidak lembab rentan menghilang
• Terlihat jelas ketika berjemur di tempat panas
Munculnya panu pada seseorang ditandai dengan perubahan warna kulit dan dapat
menyebabkan kehilangan warna kulit alami. Keadaan tersebut dikenal sebagai
hipopigmentasi. Di beberapa orang yang terserang area kulit yang terkena panu menjadi
warna gelap, bukannya terang. Kedaan tersebut dikenal sebagai hiperpigmentasi.

3. Faktor resiko penyebab penderita penyakit panu


1. Cuaca panas
2. Kelembaban
3. Sistem imun rendah
4. Pengobatan tertentu
5. Dan riwayat keluarga

4. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari panu


Pada faktor endogen seperti keturunan mungkin sulit untuk dihindari namun kita
masih dapat merawat kebersihan mulai dari diri sendiri, pakaian, tempat tidur dan tidak
memakai obat – obatan yang dapat memicu terjadinya penyakit panu

5. Pemeriksaan/penanggulangan yang dapat diberikan pada penderita penyakit panu

Gambaran klinis pasien, pemeriksaan mikroskopis dengan spesimen kerokan kulit


dan kultur jamur digunakan untuk menegakkan diagnosis pitiriasis versikolor. Gambaran
khas pitiriasis versikolor yang dapat dijumpai pada pemeriksaan mikroskopik adalah
gambaran “spaghetti and meat balls”. Sementara gambaran morfologi koloni pada media
kultur tergantung pada spesies Malassezia. Pemeriksaan dengan lampu wood dan uji
biokimia juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis pitiriasis versikolor.
Fluoresensi lesi pitiriasis versikolor berwarna kuning terang atau kuning keemasan pada
sinar wood. Pada uji biokimia, katalase menunjukkan hasil positif dan pemeriksaan
Annisa Shafira Pramono| Pitiriasis Versikolor asimilasi glisin hanya positif pada
Malassezia furfur.

Terapi pitiriasis versikolor dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Terapi
topikal yang digunakan adalah itrakonazol dan flukonazol. Keuntungan terapi topikal
adalah kerjanya yang cepat dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Efek samping
serius yang sedikit dan interaksi obat yang terbatas. Untuk pengelolaan pitiriasis
versikolor dengan antijamur oral, regimen yang didukung adalah 200 mg itrakonazol
setiap hari selama 5 atau 7 hari, 300 mg flukonazol satu kali per minggu selama 2
minggu, atau 200 mg pramikonazol setiap hari selama 2 hari. Pada kasus dimana area
tubuh yang terkena pitiriasis versikolor adalah luas maka lebih baik menggunakan
antijamur oral.
SKEMA PENATALAKSANAAN PITYRIASIS VERSICOLOR (PANU)

Pityriasis Versicolor

PEMERIKSAAN FISIK IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Cuaca panas


GEJALA 2. Kelembaban
1. Pemerikaan dengan lampu
wood 3. Sistem imun rendah
Gejala yang timbul akibat
2. Uji biokimia 4. Pengobatan tertentu
penyakit kulit panu adalah
5. Riwayat keluarga
:

1. Warna yang
ditimbulkan merah
muda, merah, gelap
atau coklat
2. Bersisik, gatal dan
kering
3. Di cuaca dingin dan
tidak lembab rentan
menghilang
4. Terlihat jelas ketika
berjemur di tempat
panas

PENCEGAHAN PENANGGULANGAN

1. Menjaga kebersihan 1. Terapi topical dan


diri sistemik
2. Menjaga kebersihan 2. Terapi baru (NO,
pakaian tidak Cycloserine,terapi
3. Tidak menggunakan fotodinamik,
pakaian atau asesoris Adapalene gel)
yang terlalu ketat
4. Berganti pakaian
apabila sudah kotor
dan lembab.
DAFTAR PUSTAKA

1. Crowson AN, Magro CM.Atropyhing tinea versicolor : A clinical and histological study of
12 patients. Int J Dermatol 2003; 42: 928-32.
2. Akaberi AA, Amini SS, Hajihosseini H. An Unusual Form of Tinea Versicolor: A Case Report.
Iran J of Dermatol 2009; 12(3): 30-1.
3. Zuther K, Mayser P, Hettwer U, Wu W, Spiteller P, Kindler BL, et al. The tryptophan
aminotransferase Tam1 catalyses the single biosynthetic step for tryptophan-dependent
pigment synthesis in Ustilago maydis. Mol Microbiology 2008; 68:152-72.
4. Ashbee HR and Evans EGV. Immunology of diseases associated with species Malassssezia.
Clin Microbiol Rev 2002; 15:21-57.
5. Partogi D. Pityriasis versikolor dan diagnosis bandingnya [tesis]. Medan: Universitas
Sumatera Utara; 2008.
6. Rai MK, Wankhade s. Tinea versicolor - an epidemiology. J Microbial Biochem Technol.
2009;1(1):51-6.

Anda mungkin juga menyukai