Disusun Oleh
Kelompok 6
Saiful 200110140293
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kebutuhan telur sebagai makanan telah menyebar. Telur yang
semula dirasa sebagai makanan yang istimewa dan langka, kini dapat dikonsumsi
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Telur memiliki nilai gizi yang cukup
usaha bisnis lainnya, usaha ternak ayam ini juga dilakukan dengan tujuan mencari
harus mampu memanfaatkan segala sarana dan teknologi yang ada, bahkan harus
Usaha beternak ayam petelur ini memiliki potensi yang cukup besar
mengingat konsumsi protein per hari per kapitanya menurut standar nasional telah
ditetapkan yaitu sebanyak 55 gram yang terdiri atas 80% protein nabati dan 20%
protein hewani. Pemenuhan protein hewani dapat dipenuhi dari protein telur.
Namun, di balik potensi yang besar tersebut juga terdapat beberapa faktor yang
dapat menghambat kegiatan usaha beternak ayam tersebut. Maka dari itu,
ayam.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui kontribusi peternakan ayam petelur dalam memenuhi
PEMBAHASAN
yang cukup berpengaruh, hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk
faktor inilah yang menyebabkan populasi ayam ras petelur di Indonesia terus
meningkat. Adapun populasi ayam ras petelur dari tahun 2009-2014 dapat kita
Tahun Populasi
www.bps.go.id
Usaha peternakan ayam ras petelur telah berkembang sangat pesat, hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain meningkatkan efesiensi usaha ayam
Ayam ras petelur juga memiliki sifat-sifat unggul yang dapat menunjang
1. Laju pertumbuhan ayam ras petelur sangat pesat pada umur 4,5-
antara 1,6 kg-1,7 kg, pada waktu itu sebagian dari kelompok ayam
bulan.
30-40 g/butir
dan mahal. Oleh karena itu, ayam kampung lebih ekonomis bila
telur mempunyai kandungan asam amino yang sangat baik serta memiliki nilai
protein tinggi. Bila dilihat secara kuantitatif dua butir telur mengandung 154
kalori atau lima persen dari kebutuhan energi untuk anak umur 10 tahun, serta
mengandung asam linoleat sebanyak 18% dari total asam- asam lemak yang
terdapat dalam telur, selain itu juga mampu memenuhi 25 % kebutuhan vitamin A
dan D untuk anak usia 10 tahun (Winarno dkk., 2002). Sumber lain menyebutkan
bahwa dalam satu butir telur dengan berat 60 g mengandung protein (6,4 sampai
7,0 %), lemak (6,1 sampai 6,9 %), kolestrol (0,024 sampai 0,027 %), glukosa
(0,15 sampai 0,2 %), serta mineral (0,45 sampai 0,55 %) (Yuwanta, 2004).
semakin meningkat. Produksi telur dunia pada tahun 2002 sebesar 55 juta ton
meningkat menjadi 57,9 ton pada tahun 2004. Perkembangan produksi telur
diikuti pula dengan konsumsi telur per kapita per tahun di beberapa Negara dunia.
Konsumsi telur di ASEAN dan RRC pada tahun 2005 adalah sebagai berikut (1)
butir/kapita/tahun.
sendiri juga terus mengalami peningkatan sepanjang tahun. Pada tahun 2008
konsumsi telur di Indonesia tahun 2011 termasuk paling rendah yaitu sebesar 101
sebagian besar dipenuhi dari telur ayam ras dengan persentase mencapai 91,82 %
(Setiawan., 2006).
telur sebagai tujuan utama produksi, dagingnya juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber protein hewani yang mudah didapat dengan harga yang relatif terjangkau.
Sebagai dampak adanya krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia, maka
ketersediaan day old chick (DOC) dan pullet di pasaran nampak langka dan
kalaupun ada maka harganya sangat tinggi, sementara pada dasarnya ayam petelur
mampu bertelur lebih dari 260 butir per tahun produksi hen house dengan usia
Indonesia masih memiliki prospek yang bagus, terlebih lagi konsumsi protein
hewani masih kecil. Ini dikaitkan dengan kontribusi ayam petelur dalam
selalu meningkat dari tahun ke tahun, maka perlu diimbangi dengan kesadaran
akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal ini berimplikasi pada
pola konsumsi makanan yang juga akan terus meningkat. Disamping tujuan utama
penggunaan makanan sebagai pemberi zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk
mempertahankan hidup.
adalah telur. Bahan makanan ini mengandung gizi yang baik untuk kehidupan
manusia. Fakta yang ada menunjukkan bahwa konsumsi telur lebih besar daripada
konsumsi hasil ternak lain, karena telur mudah diperoleh dengan harga relatif
murah dan terjangkau bagi anggota masyarakat yang mempunyai daya beli
rendah. Maka konsumsi telur sendiri sangat diperlukan oleh penduduk Indonesia
konsumsi lemak minimum setara dengan 10 % dari total energi dan maksimum 25
% dari total energi, dengan konsumsi yang bersumber dari lemak rata-rata sebesar
20 % (Deptan, 2013). Hal itu berarti target konsumsi protein hewani sekitar 11
produksi yang serendah-rendahnya. Oleh karena itu agar usaha peternakan itu bisa
kontribusi produksi lebih besar dan semakin meningkat dari waktu ke waktu,
tetapi pada saat yang sama kontribusi produksi telur ayam buras dan telur itik
terus menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan produksi telur dari kedua
jenis ternak yang terakhir lebih lambat. Variasi tingkat konsumsi erat
erti yang telah dijelaskan oleh tabel diatas dimana kontribusi produksi telur ayam
ras terhadap total produksi telur secara keseluruhan sangat besar dan semakin
jenis telur selama tiga dasawarsa ditunjukkan pada Tabel 1. Sesuai dengan
tingginya laju peningkatan produksi telur ayam ras yang terjadi sejak tahun 1980
menggunakan bibit ayam petelur yang baik. Dimana dalam proses penetasannya
sendiri diperlukan mesin tetas modern dengan kapasitas yang banyak agar dapat
waktu 2007 - 2009 mencapai 3,1% sedangkan dari aspek impor dan ekspor,
tinggi. Pada kurun waktu yang sama kesempatan kerja yang dapat diserap dari
kerbau dan ayam buras yang masing-masing mengalami penurunan 1,7% dan
1,69%. Telur terealisasi 1,3 juta ton atau 81,4% dari yang ditargetkan sebesar 1,4
juta ton. Penyediaan susu terealisasi 69,7% dari target sebesar 1,8 juta ton.
dan
pemrintah, maka dapat diketahui bagaimana tingkat kontribusi pada telur. Dimana
telur ini merupakan kontribusi besar dalam upaya pemenuhan gizi penduduk
Indonesia.
Selain kontibusi telur dalam hal pemenuhan gizi terdapat pula kontibusi
dalam hal pertumbuhan PDB investasi dan kesempatan kerja yang timbul dari
stimulus pembiayaan.
Produksi telur secara nasional tahun 2014 tercapai 1,81 juta ton, jika
dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 1,73 juta ton, maka produksinya tumbuh
4,89 %, dan pertumbuhannya telah melebihi target produksi per tahun sebesar
4,42%. Jika dibandingkan dengan target produksi telur tahun 2014 sebesar 1,79
juta ton, maka capaian produksi telur tahun 2014 telah melebihi target, yaitu
berikut :
KESIMPULAN
Pada data yang didapat bisa dilihat bahwa pertumbuhan populasi dan
produksi ayam petelur maupun telur nya itu sendiri berkembang seiring berjalanya
tahun. Selain itu produksi ayam petelur pun mampu berkontribusi memenuhi
Jakarta
Sarwono. B. 2005. Beternak Ayam Buras Pedaging dan Petelur. Edisi Revisi.
Jakarta .
Fakultas Peternakan,
www.ditjenak@deptan.go.id
Yogyakarta.
Jakarta
Lampiran Pembagian Tugas
No Nama Kontribusi