Anda di halaman 1dari 5

1. Dr.

Douwes Dekker

Douwes Dekker (DD) adalah seorang pejuang kemerdekaan yang meski lahir dan wafat di
Indonesia, namun ia merupakan seorang berdarah asing. Ia pernah belajar di Eropa tentang
politik modern dan ketika kembali ke Indonesia, ia mengajarkan apa yang diketahuinya kepada
semua orang, entah itu golongan pribumi, china, ataupun indo. DD adalah pendiri partai
Indische Partij (IP), ia mengajarkan apa itu partai politik, jurnalistik anti pemerintah, rapat akbar,
dan sebagainya. Douwes Dekker juga merupakan pemimpin dari surat kabar berbahasa Belanda
De Express yang memperlihatkan kepada masyarakat perlawanan terhadap pemerintahan
kolonial. Di dalam IP dan De Express, ada sebuah slogan yang diperkenalkan yaitu " Hindia
Belanda untuk warga Hindia Belanda". Ini adalah upaya yang digiatkan untuk menentang
pemerintahan penjajahan Belanda.

2. RM. Soewardi Soerjoningrat

Soewardi adalah pemuda radikal asal Istana Pakualaman yang menjadi politisi kebudayaan
nasionalis konservatif. Ia kemudian pindah ke Bandung dan bergabung bersama Douwes Dekker
di De Express sebagai editor. Salah satu tulisannya yang paling populer berjudul Als ik eens
Nederlander was yang berarti Seandainya Saya Orang Belanda,pada tahun 1913 sebagai bentuk
protes terhadap pemerintahan Hindia Belanda yang merayakan 100 tahun bebasnya Belanda
dari Jajahan Inggris, namun melakukan perayaan tersebut di tanah jajahannya, Hindia Belanda.

3. Soetomo

Soetomo memiliki latar belakang yang sama dengan Tjipto juga Wahidin, ia merupakan seorang
dokter. Dia dipilih menjadi Ketua BU yang sebelumnya dibentuk bersama dengan Wahidin.
Namun, keterbatasan pendanaan yang mereka miliki membuatnya tak lama berada di puncak
kepemimpinan. Ia pun diberi sekop kekuasaan yang lebih kecil yakni memimpin Budi utomo
untuk Jakarta saja. Namun, momentum ini ia manfaatkan untuk menyelesaikan studinya di
bidang kedokteran. Ia pun tak banyak muncul dalam gerakan atau organisasi seperti
sebelumnya, karena selama 8 tahun bertugas sebagai dokter di sejumlah wilayah di Indonesia,
tidak hanya Jawa. Di sanalah, Soetomo mulai berpikir tentang ideologi yang ditawarkan oleh
Wahidin, "kebangkitan Jawa", namun ia mengobarkan bendera yang lebih besar, yakni
"kebangkian Indonesia".
4. dr. Tjipto Mangoenkoesoemo

Ia adalah seorang dokter yang aktif berpraktek melayani pasien, ia juga menaruh perhatian yang
tinggi pada aspek kesehatan masyarakat negerinya. Namun, di dalam jiwanya juga tumbuh jiwa
sebagai seorang pemberontak terhadap kekuasaan penjajah. Baca juga: Hari Kebangkitan
Nasional, Bangkitnya Nasionalisme Ia menganalogikan dengan penyakit, apapun sakitnya, jika
sudah diketahui, maka akan ada obatnya. begitu pula dengan penjajahan yang terjadi di tanah
kelahirannya. Tjipto melihat orang Jawa ketika itu begitu mudah mengiyakan atau
mengaminkan apa yang dikatakan pemerintah Hindia Belanda sehingga langgeng lah praktik
kolonialisme itu. Orang-orang Jawa kekurangan semangat perlawanan. Sifat dan kebiasaan itu
lah yang disebut sebagai penyakit oleh Tjipto. Ia pun mencoba untuk mengubahnya dan
membangkitkan semangat perlawanan dalam masyarakat Jawa.

5. Ir. Soekarno

Salah satu Bapak Bangsa ini memang tidak perlu diragukan lagi peranannya. Tokoh yang juga
dikenal sebagai orator handal yang bisa menggerakan emosi siapapun yang mendengarnya, ikut
tergugah dan memiliki satu visi misi terhadap esensi pidato yang disampaikan.
Tokoh proklamator Indonesia, pencetus pancasila, dan membina hubungan internasional
merupakan peranan Soekarno. Bahkan, Soekarno yang menerapkan gerakan non-block kala itu
berhasil bekerja sama dengan Uni Soviet -sekarang Rusia- dan namanya diabadikan menjadi
salah satu nama jalan di Rusia.

6. Mohammad Hatta

Hatta dikenal sebagai sosok yang memisahkan mana keperluan yang bersifat pribadi, dan
mana keperluan yang bersifat dinas negara. Atas kesederhanaan, kejujuran, dan integritas
yang dimilikinya, sejumlah tokoh menjadikan Hatta sebagai tokoh panutan menegakkan
perilaku antikorupsi. Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya terhadap
perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi. Ketertarikan Hatta
kepada sistem koperasi karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia,
terutama Denmark dan Swedia pada tahun 1925. Hatta sering mengaitkan koperasi dengan
nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, sekaligus sebuah organisasi ekonomi modern
berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai