REFRAT
Oleh:
LOLA AFRILOXIA GUNAWAN
19360252
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas refrat
ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Penyakit Anak
Rumah Sakit Haji Medan dengan judul TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR SAAT
PANDEMI COVID 19
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammada SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita kezaman yang penuh ilmu
pengetahuan, beliau adalah figure yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan yang baik
bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian Ilmu Penyakit Anak. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan refrat ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan
maupun penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan lapkas selanjutnya.
Semoga lapkas ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana non alam yang disebabkan oleh Corona Virus atau COVID-19 telah berdampak
meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang
terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia.
Pemerintah telah menetapkan bencana non alam ini sebagai bencana nasional melalui Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Dalam situasi normal, kematian ibu dan kematian neonatal di Indonesia masih menjadi
tantangan besar, apalagi pada saat situasi bencana. Saat ini, Indonesia sedang menghadapi
bencana nasional non alam COVID-19 sehingga pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
menjadi salah satu layanan yang terkena dampak baik secara akses maupun kualitas.
Dikhawatirkan, hal ini menyebabkan adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
baru lahir.
Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua layanan
rutin termasuk pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Seperti ibu hamil menjadi enggan ke
puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya karena takut tertular, adanya anjuran
menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari
segi tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat Pelindung Diri.
Pedoman ini merupakan acuan bagi ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan ANC, persalinan dan PNC di masa pandemi COVID-19. Diharapkan ibu
dan bayi tetap mendapatkan pelayanan esensial, faktor risiko dapat dikenali secara dini, serta
mendapatkan akses pertolongan kegawatdaruratan dan tenaga kesehatan mendapatkan
perlindungan dari tertular COVID-19.
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir
di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun selama 20
detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah
raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan etika batuk-
bersin.
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Kristiyanasari, 2009).
Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami
trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan
intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
2.2 Perawatan Neonatal Essensial pada saat Lahir
Bayi Baru Lahir (BBL) sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau
kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat
setelah lahir. Beberapa mikroorganisme harus diwaspadai karena dapat ditularkan lewat percikan
darah dan cairan tubuh misalnya virus HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Sebelum menangani
BBL, pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi berikut:
1. Persiapan Diri
Sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi, cuci tangan dengan sabun kemudian
keringkan.
Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
2. Persiapan Alat
Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, alat-alat
resusitasi dan benang tali pusat telah di desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
Gunakan bola karet pengisap yang baru dan bersih jika akan melakukan pengisapan
lendir dengan alat tersebut. Jangan menggunakan bola karet pengisap yang sama untuk
lebih dari satu bayi. Bila menggunakan bola karet pengisap yang dapat digunakan
kembali, pastikan alat tersebut dalam keadaan bersih dan steril. Pastikan semua pakaian,
handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi sudah dalam keadaan bersih dan
hangat. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop dan
benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan bayi, juga bersih dan hangat.
Dekontaminasi dan cuci semua alat setiap kali setelah digunakan.
3. Persiapan Tempat
Gunakan ruangan yang hangat dan terang, siapkan tempat resusitasi yang bersih, kering,
hangat, datar, rata dan cukup keras, misalnya meja atau dipan. Letakkan tempat resustasi
dekat pemancar panas dan tidak berangin, tutup jendela dan pintu. Gunakan lampu pijar
60 watt dengan jarak 60 cm dari bayi sebagai alternatif bila pemancar panas tidak
tersedia.
Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang
telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan penilaian berikut:
Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada BBL, belum berfungsi sempurna.
Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka
BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk mengalami
sakit berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam
keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam ruangan
yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah lebih rentan untuk mengalami
hipotermia. Walaupun demikian, bayi tidak boleh menjadi hipertermia (temperatur tubuh lebih
dari 37,5°C)
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan
diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI
juga meningkatkan ikatan kasih sayang (asih), memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatih re
eks dan motorik bayi (asah).
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka semua bayi
akan berisiko untuk mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi mendapat ASI atau
susu formula atau usia kehamilan dan berat badan pada saat lahir. Perdarahan bisa ringan atau
menjadi sangat berat, berupa perdarahan pada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ataupun
perdarahan intrakranial.
Untuk mencegah kejadian diatas, maka pada semua bayi baru lahir, apalagi Bayi Berat
Lahir Rendah diberikan suntikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal,
intra muskular pada antero lateral paha kiri (lihat lampiran 4 halaman 109). Suntikan Vitamin K1
dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B. Perlu diperhatikan
dalam penggunaan sediaan Vitamin K1 yaitu ampul yang sudah dibuka tidak boleh disimpan
untuk dipergunakan kembali.
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan segera setelah proses IMD
dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam setelah lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan
menggunakan salep mata antibiotik tetrasiklin 1%.
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah pemberian Vitamin K1
secara intramuskular (lihat lampiran 4 halaman 109). Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk
mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.
Penularan Hepatitis pada bayi baru lahir dapat terjadi secara vertikal (penularan ibu ke
bayinya pada waktu persalinan) dan horisontal (penularan dari orang lain). Dengan demikian
untuk mencegah terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B sedini mungkin.
Penderita Hepatitis B ada yang sembuh dan ada yang tetap membawa virus Hepatitis B didalam
tubuhnya sebagai carrier (pembawa) hepatitis. Risiko penderita Hepatitis B untuk menjadi carrier
tergantung umur pada waktu terinfeksi. Jika terinfeksi pada bayi baru lahir, maka risiko menjadi
carrier 90%. Sedangkan yang terinfeksi pada umur dewasa risiko menjadi carrier 5-10%.
Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal
berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,
sebaiknya dilakukan segera setelah IMD. Gelang pengenal berisi identitas nama ibu dan ayah,
tanggal, jam lahir dan jenis kelamin. Apabila fasilitas memungkinkan juga dilakukan cap telapak
kaki bayi pada rekam medis kelahiran.
Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Banyak perubahan yang terjadi pada bayi
dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat kelainan
pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika
bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan
selama 24 jam pertama.
Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan seharusnya dipulangkan minimal 24 jam setelah
lahir apabila selama pengawasan tidak dijumpai kelainan. Sedangkan pada bayi yang lahir di
rumah bayi dianggap dipulangkan pada saat petugas kesehatan meninggalkan tempat persalinan.
Pada bayi yang lahir normal dan tanpa masalah petugas kesehatan meninggalkan tempat
persalinan paling cepat 2 jam setelah lahir.
Petugas melakukan pemeriksaan lengkap (lihat halaman 17) untuk memastikan bayi
dalam keadaan baik, dan harus memberikan konseling tanda bahaya dan perawatan bayi baru
lahir serta memberi tahu jadwal kunjungan neonatus 1, 2 dan 3.
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir
di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun selama 20
detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah
raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan etika batuk-
bersin.
1. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi virus COVID-19 dikarenakan belum sempurna
fungsi imunitasnya.
2. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 tetap
mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan
perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), injeksi vit
K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan imunisasi Hepatitis B.
3. Bayi baru lahir dari ibuODP,PDPatauterkonfirmasiCOVID-19:
Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord
Clamping).
● Bayi dikeringkan seperti biasa.
● Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu
setelah 24 jam
TIDAK DILAKUKAN IMD. Sementara pelayanan neonatal esensial
lainnya tetap diberikan.
4. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan bayi
dalam keadaan:
● Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin K1
dan tetap dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis B serta pemberian
HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam).
● Klinis sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan
pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg (Hepatitis B
immunoglobulin kurang dari 24 jam). Pemberian vaksin Hepatitis B ditunda
sampai keadaan klinis bayi baik (sebaiknya dikonsultasikan pada dokter anak
untuk penatalaksanaan vaksinasi selanjutnya).
5. Bayi baru lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada usia 6-8
minggu dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis(EID) bersamaan dengan
pemberian imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan janji temu.
6. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi Benzatil Penisilin
sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
7. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG di RUANG
ISOLASI KHUSUS COVID-19.
8. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di ruang
ISOLASI KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK RAWAT GABUNG).
9. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai risiko utama
untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang cenderung terjadi penularan
melalui droplet infeksius di udara. Sesuai dengan protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu
terkait COVID-19 yang dikeluarkan IDAI adalah :
● Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan melaksanakan
prosedur pencegahan COVID-19 antara lain menggunakan masker bedah,
menjaga kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi, dan rutin
membersihkan area permukaan di mana ibu telah melakukan kontak.
● Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap diberikan dalam
bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
i. Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan.
ii. Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus diperhatikan.
iii. Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi
yang sehat untuk memberi ASI.
iv. Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik),
sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan
ASI agar proses menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan
kembali. Jika memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus
dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.
v. Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan
harus menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan
harus sesuai dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan
jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah dengan kantong
ASI dari pasien lainnya.
vi. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan swab negatif,
sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui langsung setelah
14 hari dari pemeriksaan swab kedua negatif.
10.Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab, sementara pada bayi lahir
dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan swab dan sediaan darah pada hari
ke 1, hari ke 2 (dilakukan saat masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14 pasca lahir.
11.Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan sampel
skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Idealnya waktu
pengambilan sampel dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir.
Untuk pengambilan spesimen dari bayi lahir dari Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19,
tenaga kesehatan menggunakan APD level 2. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen
sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Apabila terkendala dalam pengiriman
spesimen dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen dapat disimpan selama maksimal 1
bulan pada suhu kamar.
15. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan COVID-19 di ruang
perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut ada bayi lain yang sedang diberikan terapi
oksigen. Penggunaan face shield dapat digunakan di rumah, apabila terdapat keluarga yang
sedang sakit atau memiliki gejala seperti COVID-19. Tetapi harus dipastikan ada pengawas yang
dapat memonitor penggunaan face shield tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Ringkasan
Pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir di masa pandemi
COVID-19 diselenggarakan dengan mempertimbangkan pencegahan penularan virus corona baik
bagi ibu, bayi maupun tenaga kesehatan. Pembatasan kunjungan pemeriksaan ANC dan PNC
diimbangi dengan tele komunikasi antara tenaga kesehatan dan ibu secara perorangan maupun
dengan menyelenggarakan Kelas Ibu secara online. Tenaga kesehatan harus memperkuat
kemampuan ibu dan keluarga untuk memahami Buku KIA untuk mengenali tanda bahaya dan
menerapkan perawatan selama kehamilan dan pasca persalinan dalam kehidupan sehari-hari.
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi tetap harus berkualitas. Pelayanan ANC terpadu,
Asuhan Persalinan Normal, Penanganan Kegawatdaruatan di FKTP maupun di FKRTL harus
sesuai standar ditambah dengan standar pencegahan penularan COVID-19. Mungkin tidak semua
FKTP dan FKRTL saat ini siap dalam memenuhi standar sarana, prasarana, SDM dan Alat
Pelindung Diri. Oleh karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang difasilitasi Dinas
Kesehatan Provinsi harus membuat pemetaan fasyankes yang siap dalam pelayanan ibu dan bayi
baru lahir. Beberapa FKTP (Puskesmas, Praktik Mandiri Bidan dan Klinik) yang selama ini
memberikan pelayanan ANC, persalinan dan PNC dapat berkolaborasi dan menyatukan sumber
daya di fasyankes yang ditunjuk.