Anda di halaman 1dari 3

B.

DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Demokrasi secara etimologi berasal dari kata Yunani, demos berarti rakyat, kratos/kratein
berarti kekuasaan/berkuasa. Sehingga secara asal katanya, demokrasi berarti “rakyat berkuasa”
(government or rile by the people).

Demokrasi adalah bentuk maju atau sistematika dari cara-cara rakyat untuk
bermusyawarah. Jelas di dalam Islam ada prinsip bermusyawarah dalam memutuskan pengaturan
hal-hal yang bersifat kepentingan umum.

Demokrasi digunakan untuk mencapai kemajuan kemaslahatan bersama. Berkaitan


dengan sistem kepemerintahan dalam bernegara, Islam memperjuangkan kesetaraan. Kaidah-
kaidah kepemerintahan dalam Islam menekankan prinsip kesetaraan.

Dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 13, Allah berfirman:

Yaa ayyuhan-naasu innaa khalaqnaakum min zakariw wa unsaa wa ja'alnaakum syu'ubaw


wa qabaa'ila lita'aarafu, inna akramakum 'indallaahi atqaakum, innallaaha 'aliimun khabiir

Artinya:

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal."
Terdapat 3 prinsip umum ketatanegaraan dalam pemerintahan Islam:

1. Prinsip Musyawarah (shura)

Kata Musyawarah (shura) berasal dari bahasa Arab, yang merupakan masdar dari akar
kata “syawara” dan asyara, yang secara harfiah berarti menyarikan/mengambil madu dari sarang
lebah. Kemudian makna ini berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil
atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Secara istilah penggunaan kata shura
dikaitkan dengan akar literalnya mengandung arti menyarikan suatu pendapat berkenaan dengan
suatu permasalahan. Seiring dengan hal tersebut, maka shura dapat diartikan tukar menukar
fikiran untuk mengetahui dan menetapkan pendapat yang dipandang benar. Shura dapat juga
dipahami sebagai suatu forum tukar menukar pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran
yang diajukan dalam memecahkan suatu masalah sebelum tiba pada suatu pengambilan
keputusan.

Dengan demikian, melalui shura setiap masalah yang menyangkut kepentingan umum
dan kepentingan dapat ditemukan suatu jalan keluar yang sebaik-baiknya setelah semua pihak
menyuarakan pendangannya tentang permasalahan yang menyangkut masyarakat secara umum,
di samping membawa masyarakat lebih dekat satu sama lain. Dengan metode ini shura dapat
mencegah terjadinya perpecahan dalam masyarakat.

2. Prinsip Keadilan (al-`adl)

Keadilan adalah proses sekaligus tujuan dan cita-cita. Adil (al-`adl) atau keadilan
menunjuk pada sikap tengah, lurus, dan tidak memihak kepada siapa pun, kecuali pada
kebenaran. Dalam konteks hukum, adil bermakna menghukum siapa pun yang salah, tanpa
berpihak, dan tanpa pandang bulu.

Keadilan menuntut dan menempatkan manusia sama di depan hukum. Di sini prinsip
equal before the law tak boleh hanya dipidatokan, tapi dilaksanakan, seperti Rasulullah SAW
telah membuktikannya. "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan." (QS al-Nahl [16]: 90).
3. Prinsip Egaliteranisme

Egaliteranisme (berasal dari bahasa Prancis égal yang berarti "sama"), adalah
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi seperti agama,
politik, ekonomi, sosial, atau budaya.

Praktek demokrasi dalam sejarah umat Islam secara singkat dan hanya sebatas masalah
pergantian kepemimpinan kepala negara/pemerintahan (suksesi) dapat digambarkan sebagai
berikut, bentuk suksesi yang terjadi dari kekuasaan Nabi Muhammad SAW kepada Abu Bakar
as-Shiddiq sebagai khalifah pertama dan hasil musyawarah kaum muslimin yang ketika itu
terdiri dari kelompok Anshar dan Muhajirin di Saqifah Bani Sa`adah. Kemudian Peliharaan dari
Abu Bakar as-Shiddiq kepada Umar bun al-Khattab sebagai khalifah kedua adalah dengan
penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan persetujuan kaum muslimin. Bentuk lain yang
muncul ketika peralihan dari Umar bin al-Khattab kepada Usman bin Affan sebagai khalifah
dengan sistem formatur. Adapun peralihan dari Usman bin Affan kepada Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah keempat adalah dengan jalan aklamasi.

Anda mungkin juga menyukai