DAN PUSKESMAS
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya jugalah kami dapat
menyelesaikan buku yang berjudul ”Perencanaan Obat Rumah Sakit Dan Puskesmas”. Buku
ini memuat delapan bab, dengan cakupan materi meliputi; konsep dasar rumah sakit, konsep
dasar puskesmas, konsep dasar obat, konsep perencanaan, lembaga pengelola obat dan
perbekalan kesehatan publik kab/kota dan provinsi, langkah perencanaan obat, metode
perencanaan kebutuhan obat, dan penerapan perhitungan kebutuhan obat.
Dasar penyusunan buku ini dilatari oleh minimnya referensi bacaan dalam lingkungan
akademik kesehatan, praktisi maupun masyarakat umum. Penulis telah menyusun materi bacaan
ini dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki selama menjadi dosen, maupun dari berbagai
sumber buku yang ada saat ini. Tujuan penulisan buku ini adalah demi menjawab tantangan
peningkatan pendidikan bagi mahasiswa, dosen, guru, praktisi, dan masyarakat akan kemampuan
dalam pemahaman perencanaan obat rumah sakit dan puskesmas. Kami sadari bahwa dalam
penyusunan bahan bacaan ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kami selaku penyusun
bersedia menerima masukan dan kritikan demi kesempurnaan buku ini.
Harapan penyusun, kiranya dengan hadirnya buku ini dapat mempermudah memahami
konsep dan teori perencanaan obat rumah sakit dan puskesmas, kaitanya dengan pemecahan
masalah-masalah perencanaan obat kesehatan yang dihadapi saat ini dan masa datang, serta
membantu pengayaan wawasan pengetahuan bagi pengguna. Disisi lain dapat mengatasi
kesulitan-kesulitan selama ini dalam mendapatkan sumber bacaan dan materi pembelajaran.
Ucapan terima kasih penyusun haturkan kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberi masukan dalam penyusunan buku ini, dan partisipasi pihak-pihak yang ingin memberi
masukan sangat kami harapkan dalam penyempurnaan buku ini.
Semoga Allah SWT, memberi Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, dan ilmu
yang telah diperoleh dapat bermanfaat bagi umat manusia serta berpahala disisi-Nya
Kendari, 5 April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Pustaka..............................................................................................
Glosarium ....................................................................................................
Profil Penulis ...............................................................................................
BAB 1
KONSEP DASAR RUMAH SAKIT
A. Pengertian Puskesmas
Secara konseptual, puskesmas dirancang untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, utamanya masyarakat yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Secara geografis
negara Indonesia yang sangat luas, belum seluruhnya pembangunan dilakukan secara merata, oleh
karena itu maka untuk memudahkan pelayanan kesehatan, dibangunlah puskesmas dengan
harapan masyarakat yang sulit dijangkau dan jauh dari pusat pemerintahan di daerah perkotaan
dapat menikmati pelayanan kesehatan tanpa harus ke kota.
Berbicara tentang pengertian puskesmas, pada dasarnya banyak literature yang telah
membahas hal ini. Dalam pengertian sederhana Puskesmas diartikan sebagai unit atau pusat
pelayanan kesehatan masyarakat yang penempatannya di daerah kecamatan dengan tujuan untuk
memudahkan dan terjangkaunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sampai saat ini Status
puskesmas masih menjadi milik pemerintah yang pengelolaanya di bawah dinas kesehatan dan
bertanggungjawab pada Bupati/walikota melalui dinas kesehatan. Penyediaan puskesmas
ditujukan untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh dari wilayah perkotaan sebagai pengganti
rumah sakit, utamanya daerah terpencil yang minim sumber daya pelayanan kesehatan (Suhadi
and Rais M.K 2018)
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan
pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam
membentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Azwar. A, 1980). Definisi Puskesmas menurut
Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II//2004 adalah UPTD Kesehatan/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja itu sendiri (Depkes, RI,
2004)
Pengertian puskesmas menurut permenkes nomor 75 tahun 2014 Pusat Kesehatan
Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya (Menkes RI, 2014)
B. Tujuan Puskesmas
Pendirian puskesmas pada dasarnya memiliki suatu tujuan khusus dibidang kesehatan
masyarakat. Secara konseptual tujuan pendirian puskesmas yang disediakan oleh pemerintah
adalah menyediakan dan memelihara pelayanan kesehatan masyarakat dalam menyukseskan cita-
cita pembangunan kesehatan nasional di masa datang dengan harapan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, kemampuan untuk hidup yang sehat bagi setiap penduduk yang bertempat
tinggal di wilayah kerja puskesmas sehingga terwujud derajat kesehatan yang bermutu, merata
dan berkesinambungan dimasa dating (Suhadi and Rais M.K 2018)
Bila merinci penjelasan diatas maka tujuan pendirian puskesmas dapat dijabarkan sebagai
berikut (Suhadi and Rais M.K 2018) :
1. Penyediaan Pelayanan Kesehatan
2. Pemeliharaan kesehatan
3. Mendukung pembangunan kesehatan
4. Menyukseskan pembangunan bidang kesehatan
5. Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan untuk hidup yang sehat bagi setiap penduduk
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas
6. Mendukung terwujudnya derajat kesehatan yang bermutu, merata dan berkesinambungan
dimasa datang.
C. Kedudukan Puskesmas
Seperti halnya unit pelayanan kesehatan lain, puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan
memiliki kedudukan di dalam struktur pelayanan kesehatan secara nasional. Bila ditinjau dari
posisi letak pelayanan, puskesmas merupakan ,,gate kipper,, sebagai pintu utama pada pelayanan
kesehatan pada level bawah. Keberadaan puskesmas dalam system kesehatan nasional dipandang
sebagai sarana pelayanan kesehatan individual dan kemasyarakatan. Dalam jenjang sistem
kesehatan kabupaten/kota, puskesmas masuk dalam unit pelaksana teknis dinas kesehatan yang
bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota.
Bila ditinjau dari sistem Pemerintahan Daerah, puskesmas dipandang sebagai unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit struktural Pemerintahan Daerah
Kabupaten/kota, disisi lain sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama (Suhadi and Rais
M.K 2018).
D. Fungsi Puskesmas
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat memiliki fungsi (Suhadi and Rais M.K
2018):
1. Fasilitator Masyarakat
Saat berdirinya Puskesmas telah dibekali dengan berbagai sumber daya pelayanan baik
keuangan, logistik, sarana prasarana, fasilitas dan sumber daya manusia. Kehadiran
puskesmas menjadi bagian dari peran pemerintah dalam mempertemukan apa yang menjadi
kebutuhan msayarakat dengan tanggungjawab pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu puskesmas yang modern adalah puskesmas yang mampu memenuhi apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Health Service Profider
Pendirian puskesmas ditiap kecamatan yang pada dasarnya adalah memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan wewenang dan tugas pokok puskesmas yang
telah digariskan dalam organisasi dan tata kerja puskesmas sebagai perangkat pelayanan
public. Pelayanan yang diberikan berpedoman pada standar pelayanan minimal puskesmas
yang telah ditetapkan oleh pemerintah kab/kota.
3. Motivator Masyarakat
Masyarakat dan puskesmas, dua dimensi yang berbeda. Masyarakat sebagai penerima
pelayanan dan puskesmas sebagai pemberi pelayanan. Untuk mencapai tujuan pelayanan
puskesmas secara berkesinambungan maka puskesmas terus memberikan motivasi kepada
masyarakat agar ikut berpartisipasi baik dalam menerima pelayanan, menggerakan pelayanan
termasuk keterlibatan masyarakat dalam menyusun program kerja berbasis community basic.
4. Komunikator
Keberadaan puskesmas dalam masyarakat menjalankan fungsi komunikator dalam
merumuskan masalah kesehatan bersama masyarakat, menyusun program kerja,
mengkomunikasikan peran masyarakat dalam pencapaian tujuan program dan pengendalian
program kesehatan masyarakat
5. Edukator Masyarakat
Keberadaan puskesmas diharapkan mampu menjadi ujung tombak dalam penyebarluasan
informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang permasalahan dan upaya pelaksanaan
program kesehatan secara berkelanjutan.
6. Sentral pemberdayaan masyarakat.
Selain diberi tugas pelayanan kesehatan, puskesmas juga di beri fungi dalam
merumuskan, mendorong dan menggerakan upaya pemberdayaan masyarakat melalui
program-promgram kesehatan masyarakat, misalnya melalui kegiatan posyandu, desa sehat,
keawaspadaan lingkungan sehat, pengendalian banjir, kegiatan minggu bersih, perlombaan
lingkungan sehat dan lain sebagainya
7. Central pelayanan kesehatan tingkat pertama
Fungsi pelayanan kesehatan tingkat pertama puskesmas diberi 2 tugas tugas pokok
dalam pelayanan kesehatan yaitu;
o Pelayanan medis
Pelayanan medis diistilahkan dengan pelayanan kedokteran yang dilakukan oleh tenaga
medis dengan tujuan untuk penyembuhan dan pemulihan gangguan penyakit. Pelayanan ini
dibagi dalam dua bagian yaitu pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap
o Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk program kesehatan masyarakat
dengan tujuan untuk mencegah, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Program
Pelayanan kesehatan masyarakat meliputi program promosi kesehatan, program
pemberantasan penyakit, program penyehatan lingkungan, program perbaikan gizi, program
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya, yang ada di masyarakat.
F. Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau materi yang dapat berwujud benda padat, cair atau gas yang
dapat di gunakan dalam proses penyembuhan penyakit pada manusia. Secara umum produksi
obat terdiri dari obat herbal yang komposisi dan bahannya bersifat alami dan obat pabrik yang
komposisi dan bahanya telah mengandung campuran bahan kimia.
Menurut Anief M (1991) pengertian Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan
yang di maksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah
ataurohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh
manusia
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1
tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik (Presiden RI, 1992)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah tiap
bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan untuk dijual
atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu
penyakit, suatu kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam
pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau hewan (Depkes RI,
1988)
Menurut Anief M (2003) beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain;
1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan,
salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan
Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain.
2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau
yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat
maupunan mutunya terjamin yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut,
bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat
dan keamanannya.
4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya
(Depkes RI, 2002). Konsep obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan
pelayanan bermutu dan terjangkau, yang diwujudkan dengan Daftar Obat Esensial Nasional
(Maryetty, I.P)
5. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan
CPOB dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
(PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
H. Jenis-Jenis Obat
Penggolongan jenis obat adalah pembagian obat menurut karakteristik tertentu
dengan tujuan untuk memudahkan dalam mengenali, pemilihan, dan penggunaan obat
tersebut. Penggolongan obat dapat dapat bermacam-macam;
1. Berdasarkan wujudnya.
Misalnya obat berwujud padat, cair/crem dan gas
2. Berdasarkan golongan
Misalnya obat generik dan non generik
3. Berdasarkan fungsinya
Misalnya obat untuk pengobatan dalam dan pengobatan di luar tubuh
4. Berdasarkan jangka waktu pemakaian
Misalnya obat dapat digunakan dalam waktu yang lama dan waktu yang singkat
5. Berdasarkan kemasan
Misalnya obat memakai kemasan Alminium foil, botol kaca atau kalen
6. Berdasarkan tingkat bahaya
Misalnya obat sangat berbahaya dan tidak berbahaya
7. Berdasarkan Kebebasan penggunaan
Misalnya obat yang di jual bebas dan tidak dijual bebas
Menurut Depkes (1993) tentang Wajib Daftar Obat Jadi, pembagian obat berdasarkan
golongannya ;
1. Obat Bebas
Menurut Depkes RI (2004) Bentuk pokok subsistem obat dan perbekalan kesehatan
antara lain:
1. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan
oleh pemerintah bersama pihak terkait.
2. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional yang ditetapkan oleh
pemerintah bekerja sama dengan organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.
3. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan diutamakan melalui optimalisasi industri
nasional.
4. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan
dan secara ekonomis belum diminati swasta menjadi tanggung jawab pemerintah.
5. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah.
6. Pengadaan dan pelayanan obat di rumah sakit didasarkan pada formularium yang
ditetapkan oleh PFT rumah sakit.
7. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.
8. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui pedagang besar farmasi.
9. Pelayanan obat dengan resep dokter kepada masyarakat diselenggarakan melalui apotek,
sedangkan pelayanan obat bebas diselenggarakan melalui apotek, toko obat dan tempat-
tempat yang layak lainnya, dengan memperhatikan fungsi sosial.
10. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter dapat
memberikan pelayanan obat secara langsung kepada masyarakat.
11. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yang penyelenggaraannya
menjadi tanggung jawab apoteker.
12. Pendistribusian, pelayanan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan harus memperhatikan
fungsi sosial.
13. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan
14. Pengawasan mutu produk obat dan perbekalan kesehatan dalam peredaran dilakukan oleh
industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi dan masyarakat.
15. Pengawasan distribusi obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah,
kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
16. Pengamatan efek samping obat dilakukan oleh pemerintah, bersama dengan kalangan
pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
17. Pengawasan promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh
pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.
18. Pengendalian harga obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh pemerintah bersama
pihak terkait.
19. Pengawasan produksi, distribusi dan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan
bahan berbahaya lainnya dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektor, organisasi
profesi dan masyarakat.
20. Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan obat tradisional dilakukan oleh
pemerintah secara lintas sektor, organisasi profesi dan masyarakat.
Selain SKN di Indonesia juga terdapat Kebijakan Obat Nasional (KONAS) yang
digunakan sebagai landasan, arah, dan pedoman dalam pembangunan di bidang obat.
Tujuannya menjamin (Depkes RI, 2004):
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial.
2. Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
3. Penggunaan obat yang rasional.
Strategi untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial,
yaitu (Depkes RI, 2004);
1. Perlu sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik sektor publik maupun sektor swasta.
2. Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik.
3. Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama di sektor
publik.
4. Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat.
5. Memanfaatkan skema TRIPs seperti Lisensi Wajib, Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
dan parallel import.
Strategi untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, yaitu (Depkes RI, 2004):
1. Penilaian keamanan, khasiat dan mutu melalui proses pendaftaran.
2. Adanya dasar hukum dan penegakan hukum secara konsisten, dengan efek jera yang
tinggi untuk setiap pelanggaran.
3. Penyempurnaan standar sarana produksi, sarana distribusi dan sarana pelayanan obat.
4. Pemberdayaan masyarakat melaui penyediaan dan peyebaran informasi terpercaya, untuk
menghindarkan dari penggunaan yang tidak memenuhi standar dan penyalahgunaan obat.
5. Penyempurnaan dan pengembangan berbagai standar dan pedoman.
Strategi untuk menjamin penggunaan obat yang rasional, yaitu:
1. Penerapan penggunaan DOEN dalam setiap upaya pelayanan kesehatan.
2. Penerapan pendekatan farmakoekonomi melalui analisis biaya efektif dengan biaya
manfaat pada seleksi obat yang digunakan di semua tingkat pelayanan kesehatan.
3. Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik (pharmaceutical care), perubahan dari
product oriented ke patient oriented.
4. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).
BAB 4
KONSEP PERENCANAAN
L. Pengertian Perencanaan
Perencanaan kesehatan menjadi bagian terpenting dalam pelayanan kesehatan.
Puskesmas dan rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan dengan sederetan tugas pokok
dan fungsi yang dimiliki masing-masing, wajib memiliki perencanaan pelayanan kesehatan.
Di dalam perencanaan terkandung program kerja, penetapan sumber daya kesehatan yang
diperlukan, waktu pelaksanaan, indikator keberhasilan, sampai pada metode evaluasi yang
digunakan. Pendek kata perencanaan kesehatan sebagai pedoman yang disusun untuk
mencapai tujuan pelayanan kesehatan
Ilmu perencanaan kesehatan sebenarnya telah lama berkembang sebagai Disiplin ilmu
perencanaan kesehatan. Berbagai pengertian pula sangat beragam dari para pakar yang telah
menggeluti ilmu tersebut (Suhadi and Rais M.K, 2018)
Dalam pengertian sederhana perencanaan kesehatan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang didahului dengan penetapan tujuan,
mengenali masalah kesehatan melalui analisis situasi masalah masyarakat, menentukan dan
memilih sumber daya yang dibutuhkan, menyusun kegiatan yang akan dilakukan,
menetapkan besarnya biaya, menentukan waktu pelaksanaan, menentukan tempat kegiatan,
menentukan sasaran, menetapkan target yang akan dicapai, dan menyusun indikator
pencapaian serta bentuk evaluasi yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat (Suhadi and Rais M.K, 2018).
Menurut Suandy E (2003) secara umum perencanaan merupakan proses penentuan
tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas
strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi
(tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Menurut Robbins Stephen and Coutler Mary (2004) perencanaan adalah sebuah
proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian
tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan
seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi.
M. Dasar Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) suatu perencanaan yang dibuat tidak lahir
begitu saja, namun memiliki latar belakang yang rasional sampai lahirnya sebuah
perencanaan yaitu ;
1. Adanya tujuan
Kenyataan masa depan yang pasti dan menjadi impian mendorong lahirnya usaha
perencanaan yang perlu disiapkan saat ini. Kondisi yang diperkirakan bakal diraih itulah
membutuhkan rancangan apa yang wajib dilakukan, dari saat kini, umumnya angan-angan
akan terlukiskan dalam dokumen tertulis berupa perencanaan.
2. Fungsi manajemen
Organisasi sebagai lembaga, didalamnya terdapat fungsi-fungsi administrasi. Salah satu
fungsi dari administrasi tersebut adalah aktifitas manajemen untuk menggerakan usaha
dan pekerjaan dalam mencapai hasil kerja yang diinginkan oleh lembaga tersebut.
3. Adanya keterbatasan sumber daya
Organisasi sebagai lembaga usaha mengumpulkan sumber daya dan menggunakan
sumber daya tersebut dalam proses produksi. Untuk mencapai hasil produksi yang
optimal, salah satunya ditentukan oleh ketersediaan dan kemampuan daya dukung sumber
daya tersebut. Sumber daya yang dimiliki memiliki keterbatasan dalam hal suplay, tentu
proses produksi juga terhambat. Olehnya itu pihak manajemen membutuhkan kerangka
perencanaan guna memperhitungkan pemilihan dan penggunaan sumber daya secara
efektif dan efisien.
4. Faktor Waktu
Tidak selamanya pekerjaan dalam usaha berjalan sesuai harapan. Terkadang pekerjaan
tidak mencapai hasil yang diinginkan. Salah satunya disebabkan oleh terbatasnya waktu
produksi. Suatu kegiatan membutuhkan waktu yang cukup agar proses usaha dapat
tercapai.
5. Pedoman
Dalam memulai dan melaksanakan proses produksi barang dan jasa untuk mencegah
hilangnya waktu kerja, peningkatan efisiensi, menghindari pekerjaan sia-sia dan lainnya,
terkadang sulit dilakukan. Problema ini muncul, salah satunya kerena tidak adanya
perencanaan dan pedoman yang menjadi acuan dalam proses produksi.
N. Tujuan Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) secara umum tujuan perencanaan adalah :
1. Menentukan arah pekerjaan
Pekerjaan yang akan dikerjakan harus memiliki arah yang jelas agar bisa mencapai tujuan
dengan mudah. Jalannya upaya kesehatan disini ditentukan oleh perencanaan yang
disusun. Adanya perencanaan yang tersusun secara terstruktur menurut langkah kegiatan,
maka akan memberi jalur pada implementasi program yang jelas.
2. Menetapkan volume kegiatan
Program kesehatan yang akan dilaksanakan baik untuk program jangka pendek maupun
jangka panjang, telah terjabarkan dalam rencana kerja. Dalam program kerja menguraikan
jenis kegiatan termasuk volume kegiatan. Volume kegiatan ini menjadi penting dalam
penggunaan dan efisiensi sumber daya.
3. Pencarian, pemilihan dan meramalkan sumber daya
Setelah penetapan tujuan, dan program kegiatan, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun sumber daya yang akan digunakan dalam implementasi program. Pada tahap
ini programmer akan mengeksplorasi, meramalkan, dan memilih sumber daya yang cocok
untuk proses pelayanan.
4. Kontrol produksi
Kegiatan yang dilakukan memerlukan kendali program, ini dimaksudkan agar
diketahuinya perkembangan dan hambatan kegiatan setiap saat. Salah satu tugas
manejerial disini adalah fungsi pengawasan. Dengan pengawasan akan membantu
pimpinan melakukan koreksi program yang telah berjalan.
5. Penentuan parameter output
Untuk memudahkan tim evaluator dalam pengukuran out put program, maka programmer
harus merumuskan secara jelas parameter out put tersebut dalam dokumen perencanaan.
Parameter hendaknya menguraikan secara rinci dan spesifik tiap item produk yang akan
dicapai, dengan demikian akan tergambar kerangka ukur yang tepat.
6. Memilih bentuk evaluasi
Setelah indikator dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan bentuk evaluasi
yang dipilih. Bentuk evaluasi banyak macamnya, olehnya itu evaluator akan menjadi
mudah menentukan metode evaluasi bila dalam dokumen perencanaan telah ditetapkan
bentuk evaluasi program.
O. Manfaat Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) manfaat perencanaan kesehatan yang disusun oleh
perencana diantaranya ;
1. Memudahkan penetapan tujuan.
Dengan perencanaan maka tujuan yang akan dicapai, mudah dirumuskan seperti apa hasil
yang diinginkan. Dalam perencanaan akan membatasi tujuan kegiatan karena pola
intervensi dibuat terstruktur dan fokus sesuai kebutuhan
2. Memudahkan pengenalan masalah kesehatan
Perencanaan tersebut membantu pimpinan untuk mengenali masalah apa yang terjadi
melalui analisis situasi masalah masyarakat. Dari masalah yang didapatkan dilapangan
akan tergambar masalah yang dihadapi masyarakat.
3. Memudahkan penentuan dan pemilihan sumber daya.
Perencanaan akan mengantar tugas perencana untuk menentukan sumber daya apa yang
diperlukan dalam kegiatan yang akan dilakukan, selanjutnya memutuskan pilihan sumber
daya apa yang cocok dan dibutuhkan nanti. Penentuan dan pemilihan sumberdaya tersebut
dengan memperhatikan kemampuan dan ketersediaan sumber daya.
4. Memudahkan penyusunan kegiatan yang akan dilakukan.
Perencana menjadi mudah menentukan kegiatan apa yang relevan dengan tujuan, tindakan
apa yang akan didahulukan, kegiatan apa saja yang akan dibuat sesuai ketersediaan
sumber daya, kegiatan apa yang masih ditunda pelaksanaanya, kegiatan apa yang sulit
dilakukan dan sebagainya.
5. Memudahkan penetapan besarnya biaya
Sumber daya lain yang diperlukan adalah sumber biaya (besarnya biaya serta alokasi
kegiatan apa saja yang akan dibiayai). Dengan perencanaan akan mengarahkan perencana
dalam mencari sumber biaya, menetapkan alokasi biaya dan bagaimana metode
mensiasati keterbatasan biaya.
6. Memudahkan penentuan waktu pelaksanaan
Memudahkan tugas perencanaan dalam melakukan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan. Harus ada alokasi waktu berapa lama kegiatan dilakukan dan
disusun dalam rincian hari, bulan, mingguan atau tahunan. Seluruh kegiatan akan dinilai
dalam satuan waktu kerja yang terstruktur agar supaya kegiatan tidak berbenturan dalam
hal waktu.
7. Memudahkan penentuaan tempat kegiatan
Memudahkan tugas perencana memutuskan tempat kegiatan yang akan diintervensi.
Disini akan tergambar luas daerah, jumlah daerah, dan daerah manasaja yang menjadi
prioritas intervensi.
8. Memudahkan penentuan sasaran
Memudahkan tugas perencana menentukan sasaran yang akan diintervensi. Apakah
sasaranya adalah masyarakat desa, kota, pantai, pegunungan maupun daerah lainya. Disini
akan tergambar luas sasaran, jumlah sasaran, karakteristik sasaran, dan sasaran manasaja
yang menjadi prioritas intervensi.
9. Memudahkan penetapan target yang akan dicapai
Memudahkan tugas perencana memutuskan berapa target yang akan dicapai denga
berdasarkan kesiapan dan kemampuan sumber daya yang ada. Disini akan tergambar
besarnya target terhadap intervensi termasuk target terhadap populasi.
10. Mudahkan penyusunan indikator pencapaian
Memudahkan tugas perencana menyusun indikator-indikator pencapaian apa saja yang
relevan. Misalnya indikator tentang input, proses, output, out come. Indikator tersebut
menjadi rujukan dalam intervensi dan evaluasi.
11. Memudahkan bentuk evaluasi yang akan dilakukan
Memudahkan tugas perencana menentukan bentuk evaluasi sebagai pedoman dalam
melakukan penilaian beserta metode penilaian yang akan dikerjakan.
P. Aspek Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) secara umum perencanaan kesehatan membicarakan
beberapa aspek pokok yang akan dikerjakan ;
1. Tujuan (Visi)
Visi disini adalah tujuan yang akan dicapai dimasa datang dari pekerjaan yang dikerjakan
saat sekarang. Misalnya; „Penurunan angka kejadian TB‟
2. Misi
Misi disini adalah tindakan nyata yang dikerjakan. Misalnya; penyuluhan TB, pengobatan
TB, sanitasi lingkungan dan lain-lain
3. Evaluasi
Penilaian disini dilakukan untuk mengetahui dan mengukur seberapa jauh keberhasilan
pekerjaan yang telah dilakukan. Misalnya dari hasil evaluasi diperoleh penurunan angka
kajadian TB dari 75 jiwa menjadi 40 jiwa. Maka disimpulkan kegiatan pengobatan dan
sanitasi lingkungan berhasil menurunkan kejadian penyakit sebesar 35 penderita.
4. Rekomendasi
Berbagai hambatan dan keberhasilan yang telah dicapai diberikan rekomendasi untuk
perbaikan di masa datang. Misalnya; saran penambahan tenaga dokter untuk membantu
pelayanan TB di desa terpencil.
5. Perbaikan
Tindakan yang dilakukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan program pekerjaan.
Misalnya; pemeriksaan darah penderita TB.
Q. Ciri Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) perencanaan kesehatan memiliki ciri ;
1. Proses menciptakan gagasan (tujuan)
Proses menciptakan gagasan disini adalah merumuskan visi, berupa produk apa yang
ingin di capai di masa datang. Misalnya; produk dalam bentuk barang atau jasa pelayanan
kesehatan
2. Proses memperkirakan tindakan
Proses memperkirakan tindakan yaitu merumuskan program kerja apa yang akan
dikerjakan untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi saat ini dan masa
depan. Program disini dirumuskan terperinci mengacu pada tujuan, teruraikan secara jelas
untuk periode bulanan, semesteran, dan tahunan.
3. Bagian dari sub system manajemen
Perencanaan merupakan fungsi manajemen kesehatan, disini memiliki peran dalam upaya
pembangunan kesehatan sebagai dokumen acuan invertasi dan pengembangan kesehatan
masa datang
4. Bersifat Fleksibilitas.
Perencanaan memungkinkan dilakukan berbagai perubahan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang melatarinya
5. Menemukan dan mencari solusi masalah.
Perencanaan memuat rumusan masalah dan pemecahan terhadap masalah yang
ditemukan. Seluruh masalah dan tindakan pemecahan masalah yang telah dipilih
diputuskan menjadi program kerja yang akan dikerjakan.
6. Dilakukan kontinyuitas
Permasalahan kesehatan tak pernah habis ditemui. Belum tuntas suatu permasalahan, lahir
lagi masalah baru, begitu sebaliknya kenyataan kehidupan di masyarakat. Perencanaan
kesehatan disusun untuk memecahkan seluruh permasalahan yang terjadi bukan hanya
saat ini tapi juga untuk masa depan. Dengan demikian keberlanjutan perencanaan akan
terus berjalan seiring waktu.
7. Dimuat dalam dokumen serta dipublikasikan.
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun secara sistematis,
terdokumentasi dan disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan.
8. Perangkuman sumberdaya secara memadai untuk didaya gunakan.
Dalam perencanaan tercipta pemilihan, peramalan dan perangkuman sumber daya untuk
digunakan secara secara efektif dan efisien
9. Motivasi kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Perencanaan akan mendorong pelaku dan penerima program kesehatan agar bekerja sama,
sehingga tuntutan kebutuhan dan permintaan masyarakat bisa dicapai dengan baik
R. Macam Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) perencanaan yang dikenal saat ini banyak
macamnya, tergantung dari sudut pandang seseorang dalam menilai perencanaan. Beberapa
macam perencanaan diantaranya ;
1. Perencanaan dipandang dari segi waktu pelaksanaan
Bila ditinjau dari segi waktu pelaksanaan, maka perencanaan dikategorikan atas tiga
aspesk;
a. Perencanaan jangka panjang (longe-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka panjang, memiliki waktu berlakunya diatas 10 tahun.
Biasanya juga disebut master plan, karena memuat kebijakan makro yang akan
dicapai di masa datang.
b. Perencanaan jangka menengah (medium-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka menengah, memiliki waktu berlakunya antara 5-10
tahun.
c. Perencanaan jangka pendek (short-range planning)
Umumnya Perencanaan jangka pendek, memiliki waktu berlakunya < 5 tahun.
2. Perencanaan dipandang dari segi intensitas penggunaan
Bila ditinjau dari intensitas penggunaan, maka perencanaan dibedakan atas dua kategori;
a. Intensitas satu kali (single-use planning)
Perencanaan yang disusun hanya dimanfaatkan satu kali, bila telah selesai maka
perencanaan tersebut tidak dipakai lagi, namun digantikan dengan perencanaan baru.
Tidak dimanfaatkannya lagi perencanaan tersebut atas pertimbangan perencana itu
sendiri. Misalnya; pertimbangan pemilihan strategi, penggantian sumber daya dan lain
sebagainya.
b. Intensitas berulang kali
Perencanaan yang disusun dapat dimanfaatkan berulag kali, bila telah selesai maka
perencanaan tersebut akan tetap dipakai lagi untuk periode berikutnya. Tetap
dimanfaatkannya perencanaan tersebut atas pertimbangan perencana itu sendiri.
Misalnya; pertimbangan strategi yang masih tepat dan lain sebagainya.
3. Perencanaan dipandang dari segi tingkatan rencana
Bila ditinjau dari aspek tingkatan (hirarki) maka perencanaan dibedakan atas tiga
kategori ;
a. Perencanaan Pokok
Perencanaan ini dinamakan juga perencanaan induk (master plan). Umumnya
perencanaan ini memuat landasan atau kerangka pokok yang lebih luas, menjadi dasar
kebijakan, dan jangka waktu yang panjang.
b. Perencanaan operasional
Perancanaan ini memuat operasionalisasi kerja, umumnya sebagai pedoman
pelaksanaan yang dijadikan petunjuk penataan usaha lembaga.
c. Perencanaan harian
Umumnya perencanaan ini memuat aktifitas harian lembaga, bersifat spesifik dan
rinci. Rencana harian ini biasanya disusun untuk program yang bersifat rutin.
4. Perencanaan dipandang dari segi ruang lingkup
Perencanaan dipandang dari segi ruang lingkup rencana dibedakan atas;
a. Perencanaan strategik
Perencanaan strategi memuat secara lengkap tujuan, program, kebijakan, sasaran dan
strategi serta rangkaian dan pentahapan kegiatan yang akan dilakukan di masa datang.
Umumnya perencanaan strategik sulit untuk diperbaharui.
b. Perencanaan taktis
Perencanaan taktis (tactical planning) umumnya mengandung uraian tentang
kebijakan, tujuan serta kegiatan jangka pendek saja. Perencanaan taktik disusun
sebagai respon perkembangan situasi dan kondisi makro dan mikro yang
mempengaruhi lembaga saat sekarang.
c. Perencanaan menyeluruh
Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning), memuat uraian program yang
bersifat menyeluruh, umumnya mencakup seluruh aspek dan ruang lingkup berbagai
aktifitas yang akan dikerjakan.
d. Perencanaan terpadu
Perencanaan terpadu (integrated planning), umumnya memuat rangkaian kesatuan
berbagai program yang akan dikerjakan.
S. Fungsi Perencanaan
Robbins Stephen and Coutler Mary (2002) menjelaskan bahwa paling tidak terdapat 4
(empat) fungsi dari perencanaan, yaitu sebagai berikut :
1. Perencanaan sebagai Pengarah
Perencanaan akan menghasilkan sebuah upaya untuk meraih sesuatu dengan cara yang
lebih terkoordinasi. Organisasi yang tidak menjalankan sebuah perencanaan akan sangat
mungkin mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumber daya, dan tujuan yang
tidak tercapai karena bagian-bagian dari organisasi bekerja secara sendiri-sendiri tanpa
adanya koordinasi yang jelas dan terarah. Perencanaan dalam hal ini memegang fungsi
pengarahan dari apa yang harus dicapai oleh organisasi.
2. Perencanaan sebagai Minimalisasi Ketidakpastian
Seringkali perubahan dalam organisasi berada di luar perkiraan sehingga menimbulkan
ketidakpastian bagi organisasi. Dengan adanya perencanaan diharapkan ketidakpastian
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dapat diantisipasi jauh-jauh hari.
3. Perencanaan sebagai Minimalisasi Pemborosan Sumber Daya
Jika perencanaan dilakukan dengan baik maka jumlah sumber daya yang diperlukan,
bagaimana cara penggunaannya, untuk penggunaan apa saja lebih baik dipersiapkan
sebelum kegiatan dijalankan.
4. Perencanaan sebagai Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
Perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang harus dicapai oleh
organisasi dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan/pengendalian
manajemen. Dalam perencanaan, organisasi menentukan tujuan dan rencana-rencana
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pengawasan/pengendalian, organisasi
membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan realisasi di lapangan,
membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan realisasi di lapangan,
mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, hingga mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki kinerja organisasi. Dengan demikian,
maka perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang ingin dicapai oleh
organisasi.
T. Asas-Asas Perencanaan
Menurut Stoner James and Wankel (1993) asas-asas perencanaan meliputi :
1. Principle of contribution to objective. Setiap perencanaan dan segala perubahannya harus
ditujukan kepada pencapaian tujuan.
2. Principle of efficiency of planning. Suatu perencanaan efisien, jika perencanaan itu dalam
pelaksanannya dapat mencapai dengan biaya sekecil-kecilnya.
3. Principle of primacy of planning (asas pengutamaan perencanaan). Perencanaan adalah
keperluan utama para pemimpin dan fungsi-fungsi lainnya, organizing, staffing, directing,
dan controlling. Seseorang tidak akan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen
lainnya, tanpa mengetahui tujuan dan pedoman dalam mwnjalankan kebijaksanaan.
4. Principle of pervasiveness of planning (asas pemerataan perencanaan). Asas pemerataan
perencanaan memegang peranan penting mengingat pemimpin pada tingkat tinggi banyak
mengerjakan perencanaan dan bertanggungjawab atas berhasilnya rencana itu.
5. Principle of planning premise (asas patokan perencanaan). Patokan-patokan perencanaan
sangat berguna bagi ramalan, sebab premis-premis perencanaan dapat menunjukkan
kejadian-kejadian yang akan datang.
6. Principle of policy frame work (asas kebijaksanaan pola kerja). Kebijaksanaan ini
mewujudkan pola kerja, prosedur-prosedur kerja, dan program-program kerja tersusun.
7. Principle of timing (asas waktu). Adalah perencanaan waktu yang relatif singkat dan
tepat.
8. Principle of planning communication (prinsip tata hubungan perencanaan). Perencanaan
dapat disusun dan dikoordinasikan dengan baik, jika setiap orang bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya dan memperoleh penjelasan yang memadai mengenai bidang yang
dilaksanakannya.
9. Principle of alternative (asas alternatif) Altenatif ada pada setiap rangkaian kerja dan
perencanaan meliputi pemilihan rangkaian alternatif dalam pelaksanaan pekerjaan,
sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
10. Principle of limiting factor (asas pembatasan faktor). Dalam pemilihan alternatif-
alternatif, pertama-tama harus ditujukan pada faktor-faktor yang strategis dan dapat
membantu pemecahan masalah. Asas alternatif dan pembatasan factor merupakan syarat
mutlak dalam penetapan keputusan.
11. The commitment principle. Perencanaan harus memperhitungkan jangka waktu
keterkaitan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.
12. The principle of flexibility (asas fleksibilitas). Perencanaan yang efektif memerlukan
fleksibilitas, tetapi tidak berarti mengubah tujuan.
13. The principle of navigation change (asas ketetapan arah). Perencanaan yang efektif
memerlukan pengamatan yang terus-menerus terhadap kejadian-kejadian yang timbul
dalam pelaksanannya untuk mempertahankan tujuan.
14. Principle of strategic planning (asas perencanaan strategis). Dalam kondisi terteentu
manajer harus memilih tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
rencana agar tujuan tercapai dengan efektif.
U. Unsur Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) adapun yang menjadi unsur-unsur perencanaan
kesehatan adalah sebagai berikut;
1. Adanya visi
2. Adanya misi
3. Adanya rumusan masalah
4. Adanya rumusan penyebab masalah
5. Adanya rumusan prioritas masalah
6. Adanya rumusan kegiatan
7. Adanya asumsi/peramalan sumber daya.
8. Adanya strategi pendekatan
9. Adanya kelompok sasaran
10. Adanya waktu pelaksanaan program
11. Adanya organisasi dan tenaga pelaksana
12. Adanya rincian pembiayaan
13. Adanya target program
14. Adanya indikator keberhasilan
15. Adanya tindakan pengawasan
16. Adanya metoda penilaian
V. Langkah Perencanaan
Menurut Suhadi and Rais M.K, (2018) dalam menyusun perencanaan kesehatan, tim
perencana puskesmas harus mengetahui dan memahami langkah yang tepat sehingga
perencanaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Umumnya perencanaan dilakukan secara
berurutan, suatu tahapan perencanaan tidak saling mendahului dalam pelaksanaanya artinya
suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah yang mendahuluinya terlaksana. Bila
diurutkan keseluruhan langkah perencanaan maka Langkah-langkah tersebut secara sistematis
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Melakukan kegiatan Identifikasi masalah kesehatan yang terjadi
2. Menetapkan Perumusan masalah kesehatan yang dihadapi
3. Menetapakan prioritas masalah kesehatan yang dipilih
4. Menentukan tujuan perencanaan yang dilakukan
5. Menentukan apa yang menjadi alternatif pemecahan masalah kesehatan tersebut
6. Memilih alternatif pemecahan masalah yang paling baik
7. Menyusun rencana operasional pemecahan masalah atau program kerja
8. Menyusun kebutuhan sumber daya kesehatan yang diperlukan
9. Pelaksanaan program kesehatan yang telah direncanakan
10. Melakukan Pengawasan dan pengendalian program kesehatan
11. Melakukuan Evaluasi untuk memastikan hasil capaian program
12. Menyusun feed back untuk perbaikan dan kesinambungan pelaksanaan program
kesehatan yang sedang dikerjakan
BAB 5
LEMBAGA PENGELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PUBLIK
KAB/KOTA DAN PROVINSI
F. Bentuk Organisasi
Mengapa perlu organisasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat
wilayah Prov/Kab/Kota ? Tidaklah mudah memenuhi kebutuhan dan permintaan obat untuk
pelayanan kesehatan, utamanya pada pelayanan kesehatan yang sangat vital maupun
pelayanan yang bersifat darurat. Untuk memudahkan dan membantu terciptanya pelayanan
yang efektif, efisien dan bermutu maka perlunya di bentuk organisasi pengelolaan obat dan
alat kesehatan. Umumnya pada sebuah daerah Prov/Kab/Kota, telah menyediakan unit
pengelolah tehnis yang menyelenggarakan penyediaan, dan pendistribusian obat dan
perbekalan kesehatan.
Dalam pembentukan organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan perlu
disesuaikan dengan Pola Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota. Mengapa hal
ini dilakukan ? Sebab yang memiliki wewenang dan tugas pengelolaan baik bentuk,
pengeloaan ketenagaan, pembiayaan, sistem penggajian, pembinaan, pengawasan dan
manajemen pelayanan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dalam hal ini
Gubernur, Bupati dan Walikota.
Menurut Depkes RI (2005) Bentuk organisasi unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
Pola Organisasi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sesuai dengan Pola
Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
No. Uraian Tugas Pola Maksimal Pola Minimal UPT-Lain
1. Penanggung jawab Subdin/Bidang Seksi Obat UPTD
Unit Pengelola Obat Farmasi Farmasi
Publik dan Perbekalan Subdin/Bidang GFK
Kesehatan Yankes Inst. Farmasi
G. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Pembentukan organisasi pengeloaan obat dan perbekalan kesehatan dengan tujuan
untuk memudahkan pelayanan kesehatan. Agar terciptanya pelayanan yang optimal maka
tugas pokok dan fungsi Fungsi Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan :
1. Melakukan perencanaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sesuai kebutuhan
2. Melakukan pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3. Melakukan penyimpanan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
4. Melakukan pendistribusian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
5. Melakukan pengendalian penggunaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
7. Melakukan monitoring Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
8. Melakukan supervisi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
9. Melakukan pemusnahan obat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
10. Melakukan evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
11. Mengadakan pembinaan dan pelatihan kepada unit pelayanan kesehatan tentang
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan tingkat primer dan sekunder
12. Melakukan koordinasi dengan unit pelayanan kesehatan primer dan sekunder dalam
perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, termasuk pengendalian
persediaan.
Adapun tugas pokok dan fungsi Unit Pengelola Obat publik dan perbekalan kesehatan
(Depkes RI, 2005);
1. UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai tugas pokok melaksanakan semua
aspek pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan,
pencatatan pelaporan, monitoring, supervisi dan evaluasi. Termasuk didalamnya pelatihan
pengelolaan obat serta melakukan koordinasi dalam perencanaan dan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan.
2. UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai fungsi antara lain :
a. Melakukan seleksi obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
dasar.
b. Melakukan perhitungan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk
pelayanan kesehatan dasar.
c. Pro-aktif membantu perencanaan dan pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan di Kabupaten/Kota.
d. Melakukan penerimaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
berbagai sumber anggaran.
e. Melakukan penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan dari berbagai sumber
anggaran.
f. Melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari
berbagai sumber anggaran sesuai dengan permintaan dari pemilik program atau
permintaan unit pelayanan kesehatan.
g. Melakukan pencatatan pelaporan obat publik dan perbekalan kesehatan serta obat
program kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.
h. Melakukan monitoring, supervisi dan evaluasi pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
i. Melaksanakan kegiatan pelatihan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
serta penggunaan obat rasional bagi tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan
dasar.
j. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan serta pengendalian penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
k. Melaksanakan kegiatan administrasi unit pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan.
l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan unit vertikal di atasnya.
H. Tenaga Pelaksana Sebagai Perangkat Organisasi
Agar fungsi pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan
dengan baik, maka unit pengelolah Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan harus
merencanakan dan melakukan rekrutmen tenaga kesehatan sebagai pelaksana tugas tersebut.
Umumnya rekrutmen tenaga pelaksana di lakukan oleh pemerintah setempat sesuai dengan
kebutuhan tenaga baik jenis, jumlah, kualifikasi dan keahlian yang dimiliki. Cara lain untuk
memenuhi kebutuhan tenaga dapat dilakukan dengan sistem kontrak dan mutasi pegawai.
Beberapa pegawai yang dibutuhkan diantaranya sarjana Apoteker, Sarjana Farmasi, sarjana
D3 Farmasi, SAA/SMF dan berpendidikan SMU.
Menurut Depkes RI (2005) Agar organisasi yang tersedia dapat berjalan lancar, maka
diperlukan tenaga yang sesuai dengan jenis pekerjaan tersebut. Adapun tenaga yang
dibutuhkan untuk memperlancar jalannya organisasi adalah tenaga lulusan :
1. Apoteker
2. Sarjana Farmasi
3. D3 Farmasi
4. SAA/SMF
5. SMU
Jumlah tenaga yang tersedia dalam jumlah yang memadai akan memudahkan organisasi
mencapai tujuan, adapun jenis dan jumlah tenaga yang sebaiknya tersedia adalah :
1. Kepala/Penanggung Jawab Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah
seorang Apoteker.
2. Pelaksana pendistribusian dan penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah
Apoteker/Sarjana Farmasi/D3 Farmasi atau Asisten Apoteker dengan jumlah minimal 1
(satu) orang dan dapat dibantu oleh tenaga lulusan SMU.
3. Pelaksana evaluasi, pencatatan dan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan
kesehatan adalah Apoteker/Sarjana Farmasi/ D3 Farmasi atau Asisten Apoteker dengan
jumlah minimal 1 (satu) orang dan dapat dibantu oleh tenaga lulusan SMU.
4. Pelaksana penyedia informasi obat, pelatihan dan monitoring penggunaan obat rasional
adalah seorang Apoteker/Sarjana Farmasi/ D3 Farmasi atau Asisten Apoteker dan dibantu
oleh tenaga lulusan SMU.
5. Pelaksana Administrasi :
a. Administrasi Umum adalah tenaga lulusan D3 dan atau lulusan SMU sesuai dengan
kebutuhan dan tenaga yang tersedia.
b. Bendahara adalah seorang tenaga lulusan D3 atau SMU.
J. Anggaran
Anggaran logistik adalah biaya yang harus disediakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan.
Ketersediaan anggaran akan mempengaruhi efektifitas pelayanan. Olehnya itu dalam
penyediaan anggaran operasional dan pelayanan beberapa hal yang harus diperhatikan ;
1. Perencanaan anggaran
2. Kecukupan anggaran
3. Ketersediaan anggaran
4. Sumber pendanaan
5. Besarnya alokasi anggaran
6. Pencatatan dan pelaporan keuangan
Dalam pengalokasian dan penetapan anggaran beberapa hal yang menjadi pertimbangan :
1. Proporsional anggaran
2. Prioritas program yang akan dikerjakan
3. Besarnya kebutuhan tiap program
4. Jenis-jenis biaya pelayanan
5. Jenis-jenis biaya pengembangan
Menurut Depkes RI (2005) adapun anggaran yang dibutuhkan oleh UPOPPK di
Provinsi/Kabupaten/Kota dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Anggaran Rutin
Kebutuhan anggaran rutin UPOPPK di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain :
a. Daya dan jasa, meliputi :
Telepon, listrik, air, gas
b. Pemeliharaan meliputi :
Gedung dan halaman
Kendaraan roda empat dan roda dua
Komputer, printer, facsimile
c. ATK dan Penyediaan Barang Cetakan, meliputi :
Alat Tulis Kantor
Penyediaan Kartu Stok
Penyediaan Kartu Induk Barang
Penyediaan Form LPLPO Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
d. Pengolahan Data
e. Gaji pegawai, termasuk honor Satpam penjaga gedung UPOPPK di
Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Kebutuhan pengembangan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi :
a. Pelatihan Pengelola Obat di Puskesmas dan Penggunaan obat Rasional. Kebutuhan
dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja.
Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dengan lama kegiatan 1-2 hari.
b. Monitoring dan Evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas dan penggunaan obat
rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja. Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dan dilakukan sepanjang tahun
anggaran.
c. Pertemuan/Rapat kerja penyusunan kebutuhan obat
Kebutuhan dana sesuai jumlah anggota tim perencanaan obat terpadu, dilaksanakan
minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1-2 hari.
d. Penyampaian hasil monitoring
Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah undangan, dilaksanakan minimal 4 (empat) kali
dalam setahun, dengan lama kegiatan 1-2 hari.
3. Sarana
Ketersediaan sarana yang ada di UPOPPK bertujuan untuk mendukung jalannya
organisasi. Adapun sarana minimal yang tersedia sebaiknya sesuai standar sarana
penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dengan jumlah disesuaikan jumlah unit
pelayanan kesehatan yang dilayani.
BAB 6
LANGKAH PERENCANAAN OBAT
b. Pelakasanaan
c. Pengendalian
II PENGADAAN
a. Persiapan
b. Pelaksanaan
c. Pengendalian
Menurut Depkes RI (2004) kebutuhan obat di puskesmas direncanakan oleh petugas
pengelola obat secara berkala setiap periode kebutuhan. Data mutasi obat yang dilakukan di
puskesmas dalam bentuk Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
merupakan sumber data/informasi penting dalam merencanakan kebutuhan obat baik untuk
kebutuhan puskesmas itu sendiri maupun untuk kebutuhan Kabupaten dalam merencanakan
kebutuhan obat tahunan. Secara umum perencanaan kebutuhan obat meliputi kegiatan : (1)
Evaluasi penggunaan obat periode yang lalu. (2). Perhitungan kebutuhan obat dengan metode
konsumsi atau metode morbiditas. (3). Membuat rencana usulan permintaan obat dengan
memperhatikan sisa stok. (4). Mengusulkan kebutuhan obat ke Kabupaten/Kota.
Keteranagan
Lampiran 1 Dinkes/kab/kota Lampiran 3 GFK.KOTA Lampiran 1 Diinkes kab/kotaz
Lampiran 2 dinkes kab/kota LAMPIRAN 4 ASKES LAMPIRAN 2 Dinkes kab/kota
Lain-lain
Total
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat .
Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tetap.
Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau
metode morbiditas.
4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat
Proyeksi Kebutuhan Obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif
dengan memperhitungkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih
berjalan dari berbagai sumber anggaran.
5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat.
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang
tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala
prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang di
dapat adalah jumlah yang rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan
jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
BAB 7
METODE PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan
stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit. Kegiatan
yang harus dilakukan :
Pengisian (Formulir 4) terlampir dengan masing-masing kolom diisi:
Kolom 1 : Nomor urut
Kolom 2 : Nomor kode penyakit.
Kolom 3 : Nama jenis penyakit diurutkan dari atas dengan jumlah paling besar.
Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa
Kolom 6 : Jumlah total penderita anak dan dewasa
2) Menyiapkan data populasi penduduk.
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin
untuk umur antara :
0 s/d 4 tahun .
5 s/d 14 tahun.
15 s/d 44 tahun
45 tahun
3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada .
4) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi
pada kelompok umur yang ada.
5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.
6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang
Formulir 4
DATA 10 PENYAKIT TERBESAR
B. Metode ABC
Dalam perencanaan kebutuhan obat dikenal pula perhitungan obat dengan
menggunakan metode ABC. Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan
(inventory management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai
investasi yang tinggi. Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan
nama Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto
(1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase
terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford
Dickie dari General Electric mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep
ABC dalam klasifikasi barang persediaan. Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat
menggolongkan barang berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan
kemudian dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas, biasanya kelas dinamai A, B, C, dan
seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu
analisis ini dinamakan “Analisis ABC”. Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang
sedikit, namun memiliki nilai yang sangat tinggi (Quick dkk, 1997)
Menurut Quick dkk (1997) Analisis ABC digunakan untuk menganalisa tingkat
konsumsi semua jenis obat. Analisis ini mengenai 3 kelas yaitu:
a) A (Always)
Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam pengadaannya.
Persentase kumulatifnya antara 75%-80%. Kelas A tersebut menunjukkan 10%-20%
macam persediaan memiliki 70%-80% dari total biaya persediaan. Hal ini berarti
persediaan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan ekstra dan
pengendalian yang harus baik
b) B (Better)
Kelas B, 20-40% item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10-15% dari keseluruhan
anggaran obat. Persentase kumulatifnya antara 80-95%
c) C (Control)
Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5% namun jumlah obat sangat
banyak, yaitu mencapai 60%. Karena obat selalu tersedia maka pengendalian pada tingkat
ini tidak begitu berat. Persentase kumulatifnya antara 95%-100%
Tabel. Pareto ABC
Kelompok B:
Kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana
sekitar 20%.
Kelompok C :
Kelompok jenis obat yang sejumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan
dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Asammefenamat
Amoxicicilin
Paracetamol
Diazepam
Cotrimoksazol
Total Dana Yang dibutuhkan
Untuk memudahkan penentuan persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan sebaiknya
dibuat dalam bentuk tabel :
Nama Obat Jumlah Obat Harga Obat Jumlah Persentase
Harga Obat
Ampicilin
Amoxicicilin
Paracetamol
Diazepam
Cotrimoksazol
Total Dana Yang dibutuhkan
A = ( B + C+ D) – E
A. = Rencana pengadaan
B. = Pemakaian rata-rata x 12 %
C. = Stok pengaman 10 % - 20 %
D. =Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E. =Sisa stok
Jawaban :
Jumah kasus diare non spesifik pada anak = 200 x 90 % = 180 kasus
Episode kejadian 2 kali = 2 x 180 = 360 kasus
Jumlah oralit yang dibutuhkan perkasus = 3 hari x 3 bungkus = 9 bungkus
Total oralit yang dibutuhkan = 9 bks x 360 kasus = 3.240 bks oralit @ 200 ml.
GLOSARIUM
Controlling ; Untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasanya, dan
mengambil tindakan –tindakan korektif, bila diperlukan, untuk menjamin agar
hasilnya sesuai dengan rencana
Directing ; Fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran,
perintah-perintah, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik
Diuretik ; Obat yang dapat menambah kecepatan pembentuk urin
Ergonomic ; Suatu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dan pekerjaanya
Farmakodinamik ; Ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya
Fungsional ; Suatu hal yang di rancang untuk mampu melakukan satu atau lebih kegiatan
yang practical, lebih mengutamakan fungsi dan kebergunaan ketimbang hal-hal
yang berbau dekorasi atraktif
General Electric ; Sebuah konglomerasi perusahaan multi nasional yang tergabung dalam
schenectady di new york
Glukoma ; Salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan
semakin berkurang sehingga ahirnya mata akan menjadi buta
Hygiene klinik ; Usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha
kesehatan individu, maupun kesehatan pribadi hidup manusia
Infeksi ; Masuk dan berkembannya agen infeksi kedalam tubuh seseorang atau hewan
Inventory ; Persediaan satu barang atau bahan yang disimpan untuk tujuan tertentu,
Management diantaranya adalah untuk tujuan memenuhi kebutuhan proses produksi atau
mungkin untuk di jual lagi
Integrated planning ; Rencana yang memiliki uraian-uraian menyeluruh yang sifatnya terpadu
Kuratif ; Suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit
Lead Time ; Jangka waktu antara pesanan pelanggan dan pengiriman produk akhir
Ley de Pareto ; Didasarkan Pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum Pareto
Literature ; Bahan atau sumber ilmiah yang biasa di gunakan untuk membantu suatu karya
tulis ataupun kegiatan ilmiah lainnya.
Lycergic Syntetic ; Golongan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkotika) yang bersifat
Diethylamide sebagai stimulant
Master plan ; Sebuah perencanaan yang menitik beratkan uraian-uraian korporasi kebijakan
sebuah organisasi
Medium-range ; Suatu rencana kegiatan media untuk mengkomunikasikan satu pesan kesatu
planning sasaran di waktu yang tepat dan frekuensi yang tepat
Medicamentum ad ; (Pemakain luar ) melalui obat yang cara penggunaannya selain melalui oral
usum externum dan diberi tanda etiket putih
Medicamentum ad ; (Pemakain dalam), obat yang digunakan melalui orang dan diberi tanda etiket
usum intern putih
Mineral ; Padatan senyawa kimia homongen, non-organik, yang memiliki bentuk teratur
dan terbentuk secara alami
Monitoring ; Aktivitas yang ditunjukkan untuk memberikan informasi tentang sebab dan
akibat dari suatu kebijakan yang sedang di laksankan
Motivator ; Orang yang memiliki profesi atau pencaharian dari memberikan motivasi
kepada orang lain
Nasional ; Bersifat kebangsaan, berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu
bangsa, cita-cita, perusahaan, tarian
Need assessment ; (Analisis kebutuhan) proses analisis data dalam mengeditifikasi gap
(kesenjangan ) antara kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapakan sehingga
dapat diperoleh data mengenai kebutuhan pelatihan
Nirlaba ; Tidak bertujuan untuk mencari profit berupa uang melainkan lebih fokus ke
tujuan sosial dan lingkungan atau bersifat tidak mengejar atau mencari
keuntungan berupa materi
Onkolitika ; Obat anti kecemasan, depresan sistem syaraf pusat yang kuat yang dapat
memperlambat fungsi otak normal
Optimalisasi ; Hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan
pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien
Over The Counter ; Sebuah pasar modal yang tidak terdaftar pada main stock exchange di
Indonesia
Pharmaceutical care ; Paradigma baru pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan (healt care) dan bertujuan untuk meningkatkan penggunaan obat yang
rasional, aman dan efisien demi mencapai peningkatan kualitas hidup manusia
Profit ; Laba / Keuntungan. Dalam melakukan motif ekonomi para pelaku ekonomi
pasti akan mempertimbangan dari segi profit. Apapun kegiatannya baik
produktif atau jasa
Promosi ; Suatu usaha dari pemasar dalam menginformasikan dan mempengaruhi orang
atau pihak lain sehingga tertarik untuk melakukan transaksi atau pertukaran
produk barang atau jasa yang dipasarkan
Promotif ; Suatu kegiatan dan / serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan
Protein ; Rantai molekul panjang yang terdiri dari asam amino yang bergabungdengan
ikatan peptide
Public Service ; Segala bentuk jasa pelayanan, baik yang berbentuk barang / jasa yang pada
prakteknya dilakasanakan atau diberikan oleh instansi pemerintah (pusat
maupun daerah) dan juga dalam lingkungan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan tujuan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai pelaksanaan perarturan
perundang-undangan yang berlaku
Service Profider ; Sebuah perusahaan penyedian jasa layanan dengan jasa lainnya yang saling
berhubungan
Short-Range ; Perencanaan umumnya berlakunya hanya untuk sekitar 1 tahun
Planning
Single-use planning ; Rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja
Spread Sheet ; Dokumen yang menyimpan data dalam grid baris horisontal dan kolom vertikal
Staffing ; Aktifitas yang dilakukan yang meliputi menetukan, memilih, menempatkan dan
membimbing personel
Sub system ; Sistem di dalam suatu sistem,ini berarti bahwa sistem berada pada lebih dari
satu tingkat
Suposit ; Obat rangsang (Supaya buang air) yang dimasukan kedalam dubur
System ; Sekelompok komponen elemen dan elemen yang digabungkan menjadi satu
untuk mencapai tujuan tertentu
Tactical planning ; Rencana yang berisi uraian-uraian yang sifatnya juangka pendek, muda
menyesuaikan kegiatannya, asalkan tujuannya tak berubah
Teknis ; Struktur sosial formal stabil yang memiliki sumber-sumber berasal dari
lingkungan dan memproses sumber-sumber itu agar menghasilkan autput
Trend ; Suatu gerakan garis lurus dalam waktu yang panjang dan mempunyai
karektiristik bergerak yang lamban serta berjalan ke satu arah
Unguetum ; Sediaan obat dengan bentuk setengah padat yang biasanya digunakan dengan
cara dioleskan
Word Prosessor ; Suatu aplikasi komputer yang digunakan untuk produksi (termasuk penyusunan,
penyunting, pemformatan, dan kadang percetakan) segala jenis bahan yang
dapat dicetak
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. 1991, Yogyakarta:: Penerbit Gajah Mada
University Press.
Anief, M., Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. Vol. 4th ed. 2003, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Azwar, A., Pengantar Administrasi Kesehatan, ed. E. 2. 1980, Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Depkes, RI., Sistem Kesehatan Nasional. 2004, Sekretariat Jendral Depkes: Jakarta.
Depkes, RI., Pedoman Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. 2004, Jakarta:
Sekretariat Jendral Departemen Kesehatan.
Depkes, RI., Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. . Vol. Cetakan
kedua. 2005, Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan.
Effendy, N., Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. 1998, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Imron, T.. Manajemen Logistik rumah Sakit. 2009, Jakarta: Sagung Seto.
Kepmenkes, RI., Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk
Pelayanan Kesehatan Dasar. , in Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008. 2008, Sekretaria
Jendral: Jakarta.
Maimun, A., Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Kansumsi Dengan
Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan dan turn Over Ratio di
Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kendal. Institutional Repository Universitas
Diponegoro, 2008
Maryetty, I.P., Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan, in (Online). fkuii.org/tiki-
download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_rasional_handout ,
diakses tanggal 18 Maret 2008. 2007.
Menkes, RI., Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan mAsyarakat. 2014, Sekretarian Jendral Kemenkes: Jakarta.
Presiden, RI., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
1992, Sekretariat Negara: Jakarta.
Presiden, RI., Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. 2009, Sekretariat
Negara: Jakarta.
Quick dkk, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R.,O‟Connor, R.W., , Managing Drug Supply,
Management Sciences for Health, ed. t. printing. 1997, Boston: Massachussets.
Robbins Stephen and Coutler Mary, Manajemen. 2002, Jakarta: Penerbit; Indeks Group
Garamedia.
Robbins Stephen and Coutler Mary, Manajemen. 2004, Jakarta: Penerbit; Indeks Group
Garamedia.
Stoner James and C. Wankel, Perencanaan dan Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen
(Terjemahan Sahat Simamura). 1993, Jakarta: Rineka Cipta.
Suhadi, Rais M.K. Perencanaan Puskesmas. 2015, Jakarta: Penerbit Trans Info Media.
Syamsuni, Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi. 2005, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
http://dechacare.com/Macam-Macam-Obat-dan-Tujuan-Penggunaannya-I461-1.html
(https://halosehat.com/farmasi/obat/efek-samping-obat-jangka-panjang)
PROFIL PENULIS