PENDIDIKAN INKLUSI
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS
KELOMPOK 3
Azmi Shabira (K4320014)
Illiyin Putuhana (K4320040)
Lintang Prima Cahyani (K4320046)
Rahma Eka Kartika (K4320066)
Siva Aisyah Azzuri (K4320077)
KELAS A
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya,
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata
kuliah “Pendidikan Inklusi”. Shalawat serta salam kita ucapkan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah membawa umat islam menuju jaman yang penuh cahaya islam.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi pada
program studi Pendidikan Bologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret. Penyusun mengucapkan terima kasih yang kepada Bapak Dr. Baskoro Adi
Prayitno, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi dan kepada segenap
pihak yang sudah memberikan bimbingan serta arahan selama proses penulisan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................2
2.1 Tunarungu..........................................................................................2
2.2 Tunanetra............................................................................................4
2.3 Tunagrahita........................................................................................8
2.4 Tunadaksa..........................................................................................12
2.5 Tunalaras............................................................................................15
BAB 3 PERNUTUP.........................................................................................21
3.1 Kesimpulan........................................................................................21
3..2 Saran.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Mengetahui metode pendidikan bagi anak tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunadaksa,
dan tunalaras.
2
Bab 2
Pembahasan
2. 1. Tunarungu
2.1.1. Pengertian
Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya, sehingga mengalami gangguan berkomunikasi verbal . Secara
fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Orang akan
mengetahui bahwa anak menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka
berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya
bahkan terdapat yang hanya menggunakan Bahasa isyarat.
2.1.2. Klasifikasi
2.1.3. Penyebab
3
3. lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan
sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear
implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu
komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh
pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan
dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam.
Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis
cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan
langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton,
1997).
4
3. Belajar Bahasa secara Manual
2.2. Tunanetra
2.2.1. Pengertian
2.2.2. Klasifikasi
5
d. Tunanetra pada usia dewasa
e. Tunanetra dalam usia lajut.
2.2.3. Penyebab
1. Faktor endogen
Faktor endogen atau faktor genetik adalah faktor yang sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam
kandungan. Adapun ciri-ciri tunanetra yang disebabkan oleh faktor keturunan
adalah bola mata yang normal tetapi tidak dapat menerima energi positif sinar
atau cahaya, yang kadang-kadang seluruh bola matanya tertutup oleh selaput
putih atau keruh.
6
degenerasi atau perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan
pandangan mata menjadi mengeruh.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata
juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata
tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.
2. Psikis
a. Mental/Intelektual
Tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak
tunanetra ada pda batas atas sampai batas bawah.
b. Sosial
Kadangkala ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga
yang tuna netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara
keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian
seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan
ketergantungan yang berlebihan.
3. Perilaku
Gejala tingkah laku pada anak yang mengalami gangguan penglihatan dini
antara lain; berkedip lebih banyak dari biasanya. menyipitkan mata, tidak
dapat melihat benda-benda yang agak jauh, kemudian mata gatal, panas,
pusing, kabur atau penglihatan ganda.
7
2.2.5. Metode Pembelajaran
1. Prinsip Individual.
4. Prinsip Totalitas.
8
permukaan. Kamera diletakkan di kening pengguna untuk merekam suara
selama tiga detik yang menjadi petunjuk user untuk mengatur foto.
3. Mesin baca Kurzweil. Mesin ini dapat membaca suatu buku yang tercetak,
hasil huruf-hurufnya dikeluarkan dalam bentuk suara.
6. Mesin ketik braille. Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard khusus
untuk tunanetra.
7. Papan hitung dan sempoa. Untuk belajar menghitung anak tunanetra biasanya
menggunakan papan hitung khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada sempoa
memudahkan indra anak untuk belajar matematika.
2.3. Tunagrahita
2.3.1. Pengertian
Dari sudut bahasa atau istilah tunagrahita berasal dari kata “Tuna” dan
“Grahita” tuna artinya cacat dan grahita artinya berfikir (Mupunarti, 2007:7).
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak atau orang yang
memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan
retardasi mental (Aqila Smart, 2001). Tunagrahita juga mempunyai arti kelainan
yang menliputi fungsi intelektual umum dibawah rata-rata yaitu IQ 84 kebawah
berdasarkan tes dan muncul sebelum usia 16 tahun.
2.3.3. Penyebab
1. Faktor genetik
9
Ketunagrahitaan yang disebabkan oleh faktor genetik yang dikenal
dengan phenylketonuria hal ini merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh
gen orangtua mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses protein
dalam tubuh sehingga terjadinya penumpukan asam yang sebut
asam phenylpyruvic. Penumpukan ini menyebabkan kerusakan otak. Selain itu,
mengakibatkan timbulnya penyakit tay-sochs, yaitu adanya gen yang terpendam
yang diwariskan oleh orangtua yang membawa gen ini.
2. Faktor Prakelahiran
10
2.3.4. Ciri ciri
1. Duduk, merangkak, atau berjalan lebih lambat dari anak-anak lain seusianya.
2. Mengalami kesulitan berbicara.
3. Memiliki kesulitan memahami aturan sosial.
4. Memiliki kesulitan dalam mengendalikan sikap atau gerakannya.
5. Sulit memecahkan masalah.
6. Sulit berpikir logis
Sebagai contoh, anak usia 10 tahun dengan kondisi tuna grahita biasanya
belum dapat berbicara atau menulis. Padahal, pada anak yang normal, menulis
dan berbicara seharusnya sudah bisa dilakukan.
1. Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus
termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah
reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak
lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
3. Pendidikan Terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas
yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika
11
anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat,
pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah
terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan.
5. Pendidikan inklusif
Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler.
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan
guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2
(dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru
khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak
tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan
mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan
pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan.
12
e. Bina diri dan kemampuan social
2.4. Tunadaksa
2.4.1. Pengertian
Istilah tunadaksa berasal dari kata Tuna yang artinya rugi, kurang dan kata
daksa berarti tubuh. Sehingga tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-
orang yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki,
tangan atau bentuk tubuh.
2.4.3. Penyebab
13
yang dapat mengakibatkan terjadinya anoxia dan pemakaian anestasi
yang melebihi ketentuan adalah contoh faktor Neonatal penderita
Tuna Daksa.
3. Postnatal (setelah kelahiran)
Faktor penyebab Tundaksa setelah kelahiran bisa terjadi
akibat Penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis
(radang otak), influenza, diphteria, dan partusis adalah beberapa
penyakit yang dapat berdampak fatal menyebabkan disfungsi otak.
Selain itu, mengalami benturan keras di bagian kepala, dan terjatuh
dari tempat yang tinggi tanpa menggunakan pengaman kepala juga
merupakan faktor penyebab Tuna Daksa.
A. Ciri-ciri fisik :
Anak memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan tubuh.
Misalnya tangannya putus, kakinya lumpuh atau layu, otot atau motoriknya
kurang terkoordinasi dengan baik.
1. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh
2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak terkendali)
3. Terdapat bagian angggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/lebihh kecil dari biasanya
4. Terdapat cacat pada alat gerak
5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap
tubuh tidak normal
7. Hiperaktif/tidak dapat tenang
B. Ciri-ciri mental:
1. Anak memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas.
2. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan
kedengkian dan permusuhan.
3. Penyangkalan dan penerimaan. Ada saat-saat di mana individu
tersebut menolak untuk mengakui realita cacat yang telah terjadi
meskipun lambat laun ia akan menerimanya.
4. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase di
mana individu tersebut mencoba menyesuaikan diri untuk dapat hidup
dengan kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak
bergantung, ada saat-saat ia betul-betul membutuhkan bantuan
sesamanya. Keseimbangan ini kadang-kadang sulit dicapai.
C. Ciri-ciri sosial:
14
Anak kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang anak menampakkan
sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas. Untuk
kegiatan belajar-mengajar disekolah diperlukan alat-alat khusus penopang
tubuh, misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan.
A. Sekolah Khusus
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah
khusus ini diperuntukkan bagi anak yang mempunyai masalah
yang lebih berat , baik dari segi emosional,kemampuan bergerak ,
maupun retradasi mental. Di sekolah khusus ini pelayanan
pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus
bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak
tunadaksa sedang.
B. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan pendidikan diunit tunadaksa ringan atau SLB-D
diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai masalah
penyerta retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang mempunyai
intelektual rata-rata atau bahkan di atas rata-rata intelektual anak
normal. Namun anak kelompok ini belum ditempatkan di sekolah
terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan terapi-
terapi, seperti fisio terapi, speech therapy, occuppational therapy
dan atau terapi yang lain. Dapat juga terjadi anak tunadaksa tidak
ditempatkan di sekolah reguler karena derajad kecacatannya terlalu
berat.
15
C. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi anak
tunadaksa yang mempunyai masalah seperti, emosi, persepsi atau
campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi
mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai
intelektual di bawah rata-rata anak normal.
D. Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema yang relatif ringan,
dan tidak disertai dengan problema penyerta retardasi mental.Kita
dapat memberikan pelayanan Pendidikan mereka ke sekolah
regular sejak dini .Namun walaupun problem yang dihadapi anak
tunadaksa lebih ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk
melayani pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih
dahulu, baik persiapan sarana maupun prasarananya agar tidak
timbul masalah baru yang mereka terima kemudian hari.
2.5. Tunalaras
2.5.1. Pengertian
16
perilaku yang menyimpang baik pada taraf sedang, berat, maupun sangat berat.
gangguan perilaku ini terjadi pada usia-usia anak dan remaja. Dampak dari
gangguan perilakunya dapat merugikan anak itu sendiri maupun lingkungan
masyarakatnya, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus untuk
mengembangkan potensinya.
2.5.2. Klasifikasi
Quay dan Peterson (Dunn & Leitschuh, 2006, dalam Palupi, 2016: 14-16)
mengklasifikasikan anak tunalaras sebagai berikut:
1) Gangguan Perilaku
2) Gangguan Emosi
17
a) Anxiety-Withdrawal, yaitu gangguan kecemasan yang terjadi pada
anak tunalaras sehingga sebagian besar dari mereka menarik diri
dari lingkungan sosial. Misalnya cemas, depresi, mengeluh yang
berlebihan, bahkan kesulitan dalam mengambil keputusan.
b) Psychotic Behavior, yaitu seseorang yang mengalami gangguan
kejiwaan. Seseorang tersebut biasanya memiliki halusinasi yang
cukup kuat, bahkan kesulitan dalam membedakan antara kenyataan
dan khayalan.
2.5.3. Penyebab
1. Internal
a. Memiliki kecerdasan rendah atau kurang mampu mengikuti
tuntutan sekolah
b. Adanya gangguan atau kerusakan pada otak (brain damage)
c. Memiliki gangguan kejiwaan bawaan, serta
d. Rasa frustasi yang terus-menerus
2. Faktor Eksternal
a) Kemampuan sosial dan ekonomi rendah
b) Adanya konflik budaya, yaitu perbedaan pandangan antara
kondisi sekolah dengan kebiasaan keluarga
c) Adanya pengaruh negatif dari geng atau kelompok tertentu
d) Kurangnya kasih sayang orang tua karena kehadirannya
tidak diharapkan, serta
e) Kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home)
18
2.5.4. Ciri ciri
1. Metode pembelajaran
2. Materi pembelajaran
Siswa tunalaras mendapatkan materi pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya, Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Aini
Mahabbati (2011, hlm.3) yang mengungkapkan salah satu prinsip pembelajaran
anak berkebutuan khusus pada sekolah inklusi yaitu, ketika anak-anak
berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi dengan baik, sekolah pun
19
harus siap melaksanakan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP
(individual educational program) dengan memodifikasi materi atau kurikulum
yang ada menjadi sesuai dengan kapasitas anak. Bentuk dari PPI atau IEP ini
disesuaikan dengan kebutuhan yang perlu dikembangkan pada anak.
4. Evaluasi pembelajaran
20
siswa tunalaras. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan soal ujian, waktu
evaluasi, teknik cara
21
BAB 3
Penutup
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kita dapat mengerti bagaimana pengertian, ciri-ciri, penyebab,
serta metode pembelajaran yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus. Pemahaman ini berfungsi
agar kedepannya, kita dapat memperlakukan atau menyikapi anak berkebutuhan khusus sesuai
apa yang mereka butuhkan. Dalam metode pembelajaran, juga ditemukan media yang dapat
membantu para siswa berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran.
Penyebeb seseorang menjadi berkebutuhan khusus, tidak murni dari kesalahan genetis.
Beberapa kasus juga ditemukan behwa kebutuhan khusus dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan dan juga kecelakaan dalam masa hidup penderita. Faktor - faktor yang bukan faktor
genetis dapat kita minimalisasi agar tidak terjadi, sehingga angka anak berkebutuhan khusus
dapat menurun.
3.2. Saran
Dalam perkembangan penemuan media dan metode belajar bagi anak berkebutuhan
khusus, kedepannya juga diperlukan tenaga pengajar yang menguasai ilmu dan bidang tersebut.
Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya dapat memfasilitasi dan juga dapat melakukan sosialisasi
secara berkala pada masyarakat. Dan juga pagi para tenaga pengajar yang nantinya menangani
anak berkebutuhan khusus, harus adaptif dan kreatif dalam mempelajari dan mengembangkan
ilmu yang ada.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24