Anda di halaman 1dari 13

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

STATUS PRODUCTION SHARING CONTRACT DITINJAU DARI


KONVENSI WINA 1969 DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Michael C Mahulette*, Darminto Hartono, FX. Joko Priyono


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : michaelcmahulette@gmail.com

Abstrak

Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) masih menimbulkan perdebatan dapat
digolongkan sebagai perjanjian internasional atau bukan. Perdebatan menegnai status kontrak bagi
hasil (Production Sharing Contract) berlanjut dengan adanya sengketa Uji Materil yang dilakukan
oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang memandang bahwa kontrak bagi hasil (Production
Sharing Contract) digolongkan sebagai perjanjian internasional. Rumusan masalah dalam
penulisan hukum ini, pertama apakah status Production Sharing Contract diklasifikasikan sebagai
Perjanjian Internasional berdasarkan Konvensi Wina 1969 dan Undang-Undang Dasar 1945, kedua
Apa makna hukum dari istilah pemberitahuan kepada DPR dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-
Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta makna dari persetujuan DPR dalam
Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Kata kunci : Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract), Perjanjian Internasional, Kontrak
Internasional

Abstract

Production Sharing Contract is an instrument for the government to perform a cooperation with a
private company on exploration and exploitation in the oil and gas industry which still creates
many controveries and uncertainity between the two parties on the legal standing of the contract
itself. International treaty has already been defined in the Vienna Convention 1969 and in the
Indonesian Law Number 24 Year 2000. This controveries was resloved by having a Judicial
Review by the Indonesia’s House of Representative members which they agreed upon the
conclution that the production sharing contract (Production Sharing Contract) is indeed an
international treaty.

Keywords : Production Sharing Contract, International Treaty, International Contract

I. PENDAHULUAN adalah upaya mewujudkan tujuan


Indonesia yang pada saat ini bangsa Indonesia sesuai dengan yang
merupakan sebuah negara tercantum dalam Alinea 4
berkembang sedang gencar Pembukaan Undang-Undang Dasar
melakukan pembangunan dalam 1945. Dewasa ini perkembangan
berbagai aspek yang ada seperti pembangunan di Indonesia
pendidikan, budaya, politik, meningkat seiring dengan majunya
teknologi, keamanan, perindustrian sistem teknologi dan informasi yang
maupun perekonomian. Aspek-aspek bergerak cepat sesuai dengan
tersebut merupakan suatu kewajiban perkembangan zaman mulai dari
bagi negara dalam melakukan fasilitas umum, sampai sarana
pembangunan yang akan digunakan prasarana penunjang tercapainya
untuk menunjang kehidupan rakyat. kemakmuran bagi penduduk
Pembangunan pada hakikatnya Indonesia.

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pembangunan yang sedang melalui BUMN ataupun bekerja


dilaksanakan oleh Pemerintah diikuti sama dengan pihak lain jika memang
dengan kebutuhan akan pendanaan dirasa belum cukup mampu untuk
yang besar. Indonesia merupakan dilaksanakan oleh instansi
negara yang kaya akan sumber daya pemerintah itu sendiri. Jika
alam terutama dalam bidang pemerintah bekerja sama dengan
pertambangan (bahan galian) seperti pihak swasta maka kedudukan
emas, perak, tembaga, batu bara, pemerintah adalah memberikan izin
minyak, dan gas bumi. Sesuai kepada kontraktor yang
dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) bersangkutan. Izin yang diberikan
Undang-Undang Dasar 1945 setelah berupa kuasa pertambangan, kontrak
amandemen menyebutkan bahwa karya pengusahaan pertambangan,
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang dan Kontrak Bagi Hasil (Production
terkandung di dalamnya dikuasai Sharing Contract).2
oleh Negara dan dipergunakan untuk Pada prakteknya terdapat
sebesar-besarnya untuk kemakmuran beberapa jenis dan bentuk instrumen
rakyat” menjelaskan bahwa dalam melakukan kerjasama dalam
keseluruhan sumber daya alam bidang minyak dan gas bumi.
tersebut adalah dikuasai oleh negara. Berdasarkan kontrak kerjasama
Sebagai suatu jenis usaha negara-negara di dunia yang
yang menuntut modal dan teknologi mengatur pemberian hak
tinggi dengan resiko yang juga pengusahaan pertambangan minyak
tinggi, usaha pertambangan minyak dan gas bumi antara negara dan
dan gas bumi membutuhkan peran perusahaan atau yang disebut juga
serta dari investor dalam operasi sebagai kontraktor, maka bentuk
usahanya. Negara sebagai pemegang perjanjian pengusahaan migas dapat
otoritas wilayah cadangan minyak dikategorikan ke dalam lima jenis,
dan gas bumi, umumnya kurang yaitu :
memiliki kemampuan dari segi 1. Konsesi
pendanaan maupun teknologi untuk 2. Kontrak Production Sharing
melaksanakan kegiatan usaha di 3. Kontrak Jasa Resiko
bidang pertambangan minyak dan 4. Kontrak Jasa
gas bumi. Ketidakmampuan tersebut Bentuk perjanjian kerjasama
disebabkan, lokasi cadangan sumber dalam bidang minyak dan gas bumi
daya minyak dan gas bumi yang yang diakui di Indonesia adalah
pada umumnya berada dalam Kontrak Bagi Hasil (Production
“remote area”1 baik di darat ataupun Sharing Contract). Dalam Undang-
laut sehingga biaya dalam proses Undang Nomor 22 Tahun 2001
pengambilannya membutuhkan tentang Minyak dan Gas Bumi
pendanaan yang besar. Terhadap hal menjelaskan bahwa Kontrak Bagi
ini Pemerintah dapat memilih dalam Hasil (Production Sharing Contract)
melakukan penguasaan bahan galian merupakan suatu kontrak kerjasama
tersebut untuk melaksanakan sendiri dalam kegiatan Eksplorasi dan
Eksplotasi yang lebih
1
Remote Area adalah daerah pertambangan
2
yang lokasinya terpencil dan jauh dari dari H. Salim, HS, Hukum Pertambangan di
jangkauan Indonesia, Revisi III, (Jakarta : PT Raja
berbagai fasilitas dan infrastruktur umum. Grafindo Persada, 2007) hlm. 1-2

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

menguntungkan Negara dan hasilnya pembagian hasil dirasakan kurang


dipergunakan untuk sebesar-besarnya memadai. Kemudian dengan adanya
untuk kemakmuran rakyat. perubahan instrumen kerjasama
Sementara itu, Daniel Johnston dengan menggunakan Kontrak Bagi
mendefinisikan Kontrak Bagi Hasil Hasil (Production Sharing Contract)
(Production Sharing Contract) ini pembagian hasil dinaggap
sebagai “a contractual agreement proporsional dan kepentingan negara
between a contractor and a host didahulukan. Dalam Kontrak Bagi
government whereby the contractor Hasil (Production Sharing Contract)
bears all exploration cost and diatur mengenai mekanisme
development and production cost in operasional, bagi hasil. Finansial,
return for a stipulated of the audit dan penyelesaian sengketa bagi
production resulting from this pihak dalam kontrak tersebut.
effort.” Pengertian tersebut Keuntungan dalam penggunaan
mengandung 3 kharakteristik yang Kontrak Bagi Hasil (Production
teradapat dalam Kontrak Bagi Hasil Sharing Contract) sendiri bagi
(Production Sharing Contract), negara adalah apabila terjadi
yaitu: kerugian dalam kegiatan eksplorasi
1. Merupakan persetujuan atau eksploitasi maka negara tidak
antara kontraktor dan perlu mengganti biaya yang telah
pemerintah, dikeluarkan oleh kontraktor.
2. Kontraktor berkewajiban Sebaliknya, jika kontraktor telah
untuk menyediakan seluruh mendapatkan hasil dalam kegiatan
biaya eksplorasi, eksplorasi atau eksplotasi maka
pengembangan, dan produksi, berhak untuk mendapatkan kembali
3. Pemulihan biaya ditetapkan biaya operasi yang telah dikeluarkan
berdasarkan pembagian hasil dalam bentuk cost recovery. 3
produksi dan hasil usahanya, Kontrak Bagi Hasil
sehingga segala biaya yang (Production Sharing Contract)
timbul akan dipotong dari dianggap merupakan suatu pola
keuntungan dalam kegiatan kerjasama atau aliansi usaha saat ini
eksplorasi ataupun dianggap paling mampu
eksploitasi. menjabarkan falsafah nasional yang
Kontrak bagi hasil menempatkan minyak dan gas bumi
merupakan instrumen kerjasama sebagai sumber kekayaan alam dari
antara SKK Migas dan Pihak swasta. bumi Indonesia. Melalui Kontrak
Penggunaan Kontrak Bagi Hasil Bagi Hasil (Production Sharing
(Production Sharing Contract) Contract), sebuah kerjasama usaha
sendiri dilatarbelakangi karena dapat diselenggarakan, dimana
adanya ketidakpuasan terhadap penguasaan atas hasil usaha tetap
instrumen kerjasama sebelumnya berada negara yang diwakili oleh
yaitu Konsensi dan Kontrak Karya.
Hal tersebut dikarenakan dalam 3
Rumah Opini, Kedudukan Production
penggunaan Konsensi dan Kontrak Sharing Contract dalam Industri Migas¸
Karya pada kenyataannya https://lautanopini.com/2013/09/29/kedudu
menyebabkan negara tidak terlibat kan-production-sharing-contract-dalam
dalam manajemen sehingga porsi industri-migas/, diakses pada tanggal 30
Maret 2016 pukul 12.13

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

sebuah Badan Pelaksana yang Di lain hal, terdapat


berperan dalam unsur perencanaan pemahaman beberapa pihak
dan pengendalian usaha, kemudian mengenai kedudukan Kontrak Bagi
dalam pelaksanaannya sendiri Hasil ( Production Sharing Contract)
sepenuhnya diserahkan kepada mitra sebagai sebuah Perjanjian
usaha yang memiliki kemampuan Internasional antara negara dengan
modal dan teknologi untuk pihak swasta asing. Hal ini akan
melaksanakannya. Apabila dicermati, menjadi pertentangan kewenangan
seluruh unsur dasar dalam sebuah DPR dalam melaksanakan tugasnya.
usaha terpenuhi secara lengkap Dalam Undang-Undang Dasar 1945
dalam kontrak dengan kejelasan secara jelas menyatakan bahwa
pembagian tanggung jawabnya.4 Perjanjian Internasional yang dibuat
Dengan adanya Kontrak Bagi oleh Pemerintah memerlukan
Hasil ( Production Sharing Contract persetujuan dari DPR. Hal ini
) ini membuat kepastian hukum terbukti dengan adanya gugatan DPR
dalam pembagi hasil antara pihak ke Mahkamah Konstitusi untuk
swasta lokal ataupun asing dengan melakukan Uji Materil terhadap
pemerintah sehingga dapat Undang-Undang Nomor 22 Tahun
digunakan sebagai sumber devisa 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
negara. Keberadaan Kontrak Bagi bahwa, Kontrak Bagi Hasil (
Hasil ( Production Sharing Contract Production Sharing Contract) ini
) ini menjadi perdebatan bagi diklasifikasikan sebagai Perjanjian
beberapa kalangan mengenai status Internasional sehingga membutuhkan
Kontrak Bagi Hasil ( Production adanya persetujuan dari DPR.
Sharing Contract ) ini sebagai Dari uraian diatas, maka
perjanjian biasa atau masuk ke dalam permasalahan yang dapat diangkat
Perjanjian Internasional. Mengingat adalah :
pentingnya keberadaan dari Kontrak 1. Apakah status Production
Bagi Hasil (Production Sharing Sharing Contract
Contract) sebagai instrumen diklasifikasikan sebagai
kerjasama pemerintah dengan swasta Perjanjian Internasional
khusus pihak swasta asing yang berdasarkan Konvensi Wina
kemudian diwajibkan dalam 1969 dan Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun Dasar 1945 ?
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, 2. Apa makna hukum dari istilah
bahwa pembuatan Kontrak Bagi pemberitahuan kepada DPR
Hasil ( Production Sharing Contract dalam Pasal 11 ayat (2)
) harus dilaporkan kepada Dewan Undang-Undang 22 Tahun
Perwakilan Rakyat (DPR) selaku 2001 tentang Minyak dan Gas
pengawas pemerintahan. Bumi serta makna dari
persetujuan DPR dalam Pasal
11 Ayat (2) Undang-Undang
4 Dasar 1945 ?
Melli Asriani, Implementasi Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah Atas Impor Barang Untuk II. METODE PENELITIAN
Eksplorasi Minyak Dan Gas Bumi. Metode pendekatan yang
Skripsi. Fakultas Hukum Universitas digunakan dalam penelitian ini ialah
Indonesia. 2008. Hlm. 39

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

yuridis normatif yaitu pendekatan 2000 mejabarkan pengertian


yang bersifat kualitatif. Spesifikasi Perjanjian Internasional sebagai :
penelitian yang digunakan dalam “perjanjian dalam bentuk dan nama
penelitian ini adalah bersifat tertentu, yang diatur dalam hukum
deskriptif analisis yaitu internasional yang dibuat secara
menggambarkan kemudian tertulis serta menimbulkan hak dan
menganalisis permasalahan yang ada. kewajiban di bidang hukum publik.”
Penelitian ini juga menggunakan
interpretasi komparatif dan Penjelasan Undang-Undang
sistematis. Analisis kemudian di ini tidak jauh berbeda dengan
lakukan dengan menggunakan unsur penjabaran Perjanjian Internasional
Para pihak dan Governed by menurut Konvensi Wina 1969,
International Law sesuai dengan namun dalam Undang-Undang ini
pengertian perjajian internasional. lebih menjabarkan mengenai
timbulnya hak dan kewajiban bagi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN para pihak dalam bidang hukum
A. Status Kontrak Bagi Hasil publik.
(Production Sharing Contract) Sementara itu, Pasal 4 Ayat
dinilai Dari Konvensi Wina (1) Undang-Undang Nomor 24
1969 dan Regulasi di Tahun 2000 tentang Perjanjian
Indonesia. Internasional, disebutkan bahwa
Perjanjian Internasional yang elemen-elemen dari Perjanjian
merupakan salah satu instrumen bagi Internasional adalah:
suatu negara untuk melakukan a. dibuat oleh negara, organisasi
hubungan dengan negara lain. Pola internasional, dan subjek hukum
hubungan yang semakin beraneka internasional lain;
ragam kemudian mendorong b. diatur oleh hukum internasional
munculnya Konvensi Wina 1969 (governed by international law
yang mengatur mengenai Perjanjian );
Internasional. Dalam Artikel 2 angka c. menimbulkan hak dan
1 huruf a Konvensi Wina 1969 kewajiban di bidang hukum
berbunyi : publik.
"Treaty" means an international Menurut Damos Dumoli
agreement concluded between States Agusman, terdapat beberapa
in written form and governed by parameter yang harus dipenuhi oleh
international law, whether embodied suatu dokumen perjanjian untuk
in a single instrument or in two or dapat ditetapkan sebagai suatu
more related instruments and Perjanjian Internasional menurut
whatever its particular designation; Konvensi Wina 1969 dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2000
Sementara itu, Indonesia tentang Perjanjian Internasional,
telah mengimplementasikan yaitu :
Konvensi Wina 1969 ke dalam 1. Perjanjian tersebut harus
Undang-Undang Nomor 24 Tahun berkarakter internasional (an
2000 tentang Perjanjian international agreement)
Internasional. Dalam Pasal 1 huruf a sehingga tidak mencangkup
Undang-Undang Nomor 24 Tahun perjanjian antar negara bagian

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

atau antara Pemerintah daerah


dari suatu negara nasional. Bertolak dari pengertian
2. Perjanjian tersebut harus dibuat Perjanjian Internasional berdasarkan
oleh negara dan/atau Konvensi Wina 1969 dan Undang-
organsisasi internasional (by Undang Nomor 24 Tahun 2000,
subject of international law), Perjanjian Internasional yang
sehingga tidak mencangkup biasanya dibuat oleh negara ataupun
perjanjian yang sekalipun subyek hukum internasional lainnya
bersifat internasional namun mengalami perkembangan. Hal ini
dibuat oleh non subyek hukum dikarenakan beberapa Perjanjian
internasional, seperti perjanjian Internasional yang dibuat oleh suatu
antara negara dengan negara tidak selamanya bersifat
perusahaan multinasional. publik. Negara dalam hal ini juga
3. Perjanjian tersebut tunduk pada dapat membuat perjanjian dalam hal
rezim hukum internasional keperdataan atau di bidang hukum
(governed by international law) privat. Hal ini dikarenakan negara
yang oleh Undang-Undang dapat bertindak dalam Perjanjian
Nomor 24 Tahun 2000 disebut Internasional dapat dikatakan negara
dengan “diatur dalam hukum sebagai sebuah privat ataupun
internasional serta negara sebagai publik. Kegiatan
menimbulkan hak dan pemerintah (govermental activity)
kewajiban di bidang hukum dalam melakukan Perjanjian
publik.” Perjanjian-perjanjian Internasional diatur dalam doktrin
yang tunduk pada hukum iure gestiones dan iure empirii.
perdata nasional tidak tercakup Tindakan pemerintahan yang
dalam kriteria ini. dilakukan demi untuk kepentingan
publik dan membuat kekebalan
Berdasarkan pengertian tetap disebut dengan istilah iure
Perjanjian Internasional yang diatur imperii. Sementara itu tindakan
dalam kedua Konvensi Wina pemerintah yang berkaitan dengan
tersebut serta memperhatikan kegiatan komersial disebut dengan
ketentuan dalam Undang-Undang istilah iure gestiones.
Nomor 24 Tahun 2000 yang Perjanjian Internasional publik
menyebutkan mengenai pengertian berdasarkan Konvensi Wina 1969
perjanjian internasional, maka dan Konvensi Wina 1986
secara garis besar ditemukan menyebutkan bahwa subyek dalam
beberapa paramerer dalam pembuatan Perjanjian Internasional
menganalisis suatu Perjanjian adalah negara dan organisasi
Internasional, yaitu : internasional. Sedangkan, dalam
1. Para pihak yang membuat Perjanjian Perdata Internasional
perjanjian atau dalam hal ini dapat disebut
2. Adanya kesepakatan untuk sebagai Kontrak Internasional, para
patuh terhadap ketentuan pihak yang dapat membuatnya
hukum internasional meliputi :
3. Perjanjian Internasional 1. Individu;
tersebut harus bersifat publik, 2. Badan hukum (dalam hal ini
bukan privat. perusahaan);

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

3. Organsisasi Internasional; perusahaan tersebut. Hal ini terbukti


dan dengan adanya beberapa perjanjian
4. Negara atau kontrak yang dibuat antara
negara dan perusahaan multinasional,
Adanya perkembangan dalam sebagai contohnya adalah dalam
dunia Internasional memunculkan bidang pengelolaan minyak dan gas
subyek Hukum Internasional baru. bumi berupa Kontrak Kerja Bagi
Badan hukum asing atau perusahaan Hasil (Production Sharing Contract).
asing (Transnational Corporations). Kontrak Bagi Hasil
Perusahaan transnasional sebagai (Production Sharing Contract)
subyek hukum dalam hukum Perdata mencangkup 2 pihak dalam
Internasional dan ekonomi pembuatannya yaitu SKK Migas dan
internasional sebenarnya dapat pula badan hukum swasta. Hal ini terbukti
digolongkan ke dalam individu dengan adanya Pasal 11 Ayat 1
dengan arti juridical person (badan Undang-Undang Minyak dan Gas
hukum atau perusahaan), namun Bumi yang menyatakan bahwa
kemudian dibedakan karena kegiatan “Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana
dalam kontrak internasional banyak dimaksud dalam Pasal 5 angka 1
dilakukan melalui Perusahaan dilaksanakan oleh Badan Usaha atau
Transnasional dibandingkan dengan Bentuk Usaha Tetap berdasarkan
individu. Oleh karena itu, perlakuan Kontrak Bagi Hasil dengan Badan
hukum terhadapnya perlu pula Pelaksana.”
dibedakan dalam menggali subyek Badan Pelaksana yang dalam
hukum ekonomi internasional ini. hal ini bernama Satuan Kerja Khusus
Perkembangan Perusahaan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Transnasional dewasa ini telah Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
banyak melakukan hubungan dengan yang menggantikan BP Migas sesuai
subyek hukum internasional lain. dengan Perpres No. 95/2012. SKK
Secara umum pengertian Perusahaan Migas adalah institusi yang dibentuk
Transnasional menurut Robert L. oleh pemerintah Republik Indonesia
Hulbroner adalah perusahaan yang melalui Peraturan Presiden (Perpres)
mempunyai cabang dan anak Nomor 9 Tahun 2013 tentang
perusahaan yang terletak di berbagai Penyelenggaraan Pengelolaan
negara. Demikian juga J. Panglaykim Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
menyatakan bahwa perusahaan Gas Bumi. SKK Migas bertugas
transnasional adalah suatu jenis melaksanakan pengelolaan kegiatan
perusahaan yang terdiri dari usaha hulu minyak dan gas bumi
bermacam-macam kelompok berdasarkan Kontrak Bagi Hasil.
perusahaan yang bekerja dan Pembentukan lembaga ini
didirikan di berbagai negara, tetapi dimaksudkan supaya pengambilan
semuanya diawasi oleh suatu pusat sumber daya alam minyak dan gas
perusahaan. bumi milik negara dapat memberikan
Keberadaan perusahaan manfaat dan penerimaan yang
Transnasional sebagai subyek baru maksimal bagi negara untuk sebesar-
dalam hukum keperdataan besar kemakmuran rakyat.
internasional membuat negara dapat
melakukan perjanjian dengan

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Selanjutnya mengenai pihak Negara Kesatuan Republik


kedua yaitu pihak swasta yang Indonesia.”
keberadaan badan hukum swasta ini
kemudian kembali dibagi menjadi 2, Pasal 1 angka 18 :
yaitu badan hukum swasta lokal dan “Bentuk Usaha Tetap adalah badan
badan hukum swasta asing. Dalam usaha yang didirikan dan berbadan
hal ini, kaitannya dengan badan hukum di luar wilayah Negara
hukum swasta asing atau dapat Kesatuan Republik Indonesia yang
dikatakan sebagai (Transnational melakukan kegiatan di wilayah
Corporation) yang secara tidak Negara Kesatuan Republik Indonesia
langsung melakukan kegiatan dan wajib mematuhi peraturan
eksplorasi dan eksplotasi minyak dan Perundang-Undangan yang berlaku
gas bumi. Dikatakan secara tidak di Republik Indonesia.”
langsung melakukan kegiatan
eksplorasi dan eksplotasi migas Dalam bunyi Pasal 1 Angka
dikarenakan dalam Pasal 11 Undang- 17 Undang-Undang Nomor 22 tahun
Undang Nomor 22 tahun 2001 2001 secara garis besar menyebutkan
tentang Minyak dan Gas Bumi yang bahwa Kontrak Bagi Hasil
berlaku mengatur mengenai pihak (Production Sharing Contract)
dalam pembuatan Kontrak Bagi dibuat antara SKK MIGAS dan
Hasil (Production Sharing Contrtact). perusahaan dalam negeri yang
Pasal tersebut berbunyi : berkedudukan di Indonesia dan
tunduk oleh hukum Indonesia.
“Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana Namun berbeda dengan bunyi Pasal
dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 1 Angka 18 yang secara garis besar
dilaksanakan oleh Badan Usaha atau menyebutkan bahwa Kontrak Bagi
Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Hasil (Production Sharing Contract)
Kontrak Kerja Sama dengan Badan dibuat antara SKK MIGAS dan
Pelaksana.” perusahaan asing yang berbadan
hukum asing yang harus mematuhi
Kerjasama dengan pihak peraturan yang ada di Indonesia.
swasta yang dalam hal ini adalah Mengacu pada 1 Angka 17
Badan Usaha atau Bentuk Usaha tersebut maka sebuah Perusahaan
Tetap kemudian diatur lebih lanjut Multinasional dapat melakukan
dalam Pasal 1 angka 17 dan 18 kegiatan yang berhubungan dengan
Undang-Undang Nomor 22 tahun Minyak dan Gas Bumi di Indonesia.
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Kegiatan tersebut kemudian
yang menyebutkan bahwa. berhubungan dengan adanya
Penanaman Modal Asing dari
Pasal 1 angka 17 : Perusahaan Multinasional tersebut.
“Badan Usaha adalah perusahaan Perusahaan Multinasional tersebut
berbentuk badan hukum yang kemudian melakukan kegiatan
menjalankan jenis usaha bersifat eksploitasi dan eksplorasi minyak
tetap, terus-menerus dan didirikan dan gas bumi dengan menananmkan
sesuai dengan peraturan Undang- modalnya ke dalam perusahaan
Undangan yang berlaku serta bekerja dalam negeri. Adanya Penanaman
dan berkedudukan dalam wilayah Modal Asing dari Perusahaan

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Multinasional ini sudah menjadi hal barulah dapat menjalankan kegiatan


biasa dalam prakteknya. Undang- eksplorasi dan eksploitasi Minyak
Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Gas Bumi dengan
tentang Penanaman Modal dalam mengatasnamakan perusahaan
Pasal 1 Angka 3 kemudian berbadan hukum Indonesia tersebut.
menyebutkan bahwa : Perjanjian Internasional yang
dibuat oleh suatu negara dengan
“Penanaman modal asing adalah subyek Hukum Internasional akan
kegiatan menanam modal untuk mengacu pada Konvensi Wina 1969
melakukan suatu usaha di wilayah dan Konvensi Wina 1986. Menilik
negara Republik Indonesia yang Konvensi Wina 1969 dan Konvensi
dilakukan oleh penanam modal Wina 1986 sudah secara jelas
asing, baik yang menggunakan memamparkan bahwa subyek dari
modal asing sepenuhnya maupun konvensi tersebut adalah Negara dan
yang berpatungan dengan penanam Organisasi Internasional. Terkait
modal dalam negeri.” unsur kedua yaitu “Governed by
international law”, Komisi Hukum
Kemudian dalam Pasal 5 ayat 2 Internasional sebagai pihak yang
Undang-Undang tersebut juga merancang Konvensi tersebut
menyebutkan bahwa: kemudian menyatakan bahwa suatu
“Penanaman modal asing wajib dokumen adalah “Governed by
dalam bentuk perseroan terbatas international law” jika memenuhi
berdasarkan hukum Indonesia dan dua elemen, yaitu adanya maksud
berkedudukan di dalam wilayah untuk menciptakan kewajiban dan
negara Republik Indonesia, kecuali hubungan hukum (intend to create
ditentukan lain oleh Undang- obligations and legal relations”) dan
Undang.” tunduk pada rezim hukum
internasional (“under international
Kedua Pasal dalam Undang- law”).
Undang Penanaman Modal tersebut
menjelaskan bahwa sebuah Sebuah negara dalam melakukan
perusahaan multinasional atau Perjanjian Internasional memiliki
Transnational Coorporation dalam kesitimewaan. Keistimewaan yang
melakukan penanaman modal di dimaksudkan adalah mengenai
Indonesia diharuskan kedalam perjanjian yang bersifat hukum
perusahaan yang telah berbadan publik ataupun hukum privat.
hukum Indonesia. Dewasa ini, Negara dalam membuat
sebuah Perjanjian Internasional,
Berdasarkan penjabaran memiliki 2 (dua) kemungkinan
diatas, perusahaan multinasional terhadap status Perjanjian
yang hendak melakukan kegiatan Internasional tersebut. Menurut
ekslploitasi ataupun eksplorasi Damos Dumoli Agusman, 2 (dua)
Minyak dan Gas Bumi di Indonesia kemungkinan terhadap status
dapat melakukan kegiatannya dengan Perjanjian Internasional tersebut
cara menanamkan modalnya ke adalah :
dalam suatu perusahaan berbadan 1. Perjanjian Internasional publik
hukum Indonesia dan kemudian “Governed by International

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Law” seperti yang dimaksud Contract) sebagai kontrak privat


oleh Konvensi Wina 1969 dan yang dibuat oleh para pihaknya
1986 serta Undang-Undang tunduk pada kesepakatan para pihak
Nomor 24 Tahun 2000 tentang dalam pembuatannya. Hal ini
Perjanjian Internaional; dan dikarenkan adanya prinsip
2. Perjanjian Perdata Internasional Kebebasan Berkontrak dalam
biasa yang sifatnya “Governed membuat suatu kontrak.
by other than International Sementara itu Kontrak Bagi
Law” yang tidak membutuhkan Hasil (Production Sharing Contract)
prosedur seperti yang dimaksud jika dikaji berdasarkan hukum
oleh Konvensi Wina dan keperdataan internasional maka akan
Undang-Undang Nomor 24 berhubungan dengan Kontrak
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Keberadaan hukum
Internasional. Perdata Internasional sangat
Berdsasarkan penjelasan di berkaitan dengan hukum Kontrak
atas, Kontrak Bagi Hasil (Production Internasional. Penyusunan Kontrak
Sharing Contract) tidak tergolong Internasional dilakukan berdasarkan
dalam unsur “governed by adanya prinsip kebebasan berkontrak
international law” yang dapat Kontrak Internasional yang
diartikan sebagai “diatur oleh hukum dibuat membebaskan para pihaknya
internasional”. Hal tersebut untuk menentukan hal-hal apa saja
dikarenakan Kontrak Bagi Hasil yang perlu diatur dalam kontrak
(Production Sharing Contract) tidak tersebut.
tunduk pada ketentuan yang diatur Suatu kontrak dapat
dalam Konvensi Wina 1969 ataupun dikatakan sebagai Kontrak
1986. Kontrak Bagi Hasil Internasional apabila mengandung
(Production Sharing Contract) yang unsur asing di dalamnya. Penafsiran
pembuatannya hanya melibatkan Pendapat Damos Dumoli mengenai
negara dan pihak swasta asing perjanjian Perdata Internasional yang
ataupun lokal ini tidak memerlukan mengacu pada “governed by other
prosedur seperti full powers, than international law” dapat
ratification, dan lain-lain seperti dijabarkan melalui beberapa unsur
yang diatur dalam Konvensi Wina kontrak asing di dalamnya seperti
1969. Kontrak Bagi Hasil para pihak, bentuk penyelesaian
(Production Sharing Contract) akan sengketa, kedudukan obyek dalam
menjadi sah apabila telah kontrak, dan lain-lain.
ditandatangani oleh kedua pihak Dikaji dari penjelasan di atas
dalam kontrak tersebut. Perjanjian serta dua unsur dalam penggolongan
Internasional yang diatur dalam perjanjian internasional maka
Konvensi Wina 1969 dan Undang- Kontrak Bagi Hasil (Production
Undang Perjanjian Internasional Sharing Contract) tidak dapat
hanya mengatur mengenai perjanjian dikatakan sebagai Perjanjian
yang bersifat publik. Sementara itu Internasional menurut Konvensi
perjanjian yang sifatnya privat tidak Wina 1969. Hal ini dikarenakan para
diatur dalam Konvensi ataupun pihak di perjanjian internasional
Undang-Undang tersebut. Kontrak dalam Konvensi Wina 1969
Bagi Hasil (Production Sharing merupakan negara dengan negara.

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Kontrak Bagi Hasil (Production Bentuk pengawasan dari DPR


Sharing Contract) juga tidak terhadap kegitan industri minyak dan
memenuhi unsur Governed By gas bumi ini sangat diperlukan,
International Law dikarenakan tidak mengingat sektor migas merupakan
tunduk dalam hukum internasional sumber pemasukan terbesar kedua di
yang berlaku. Indonesia, kemudian resiko dari
B. Makna dari penggunaan istilah kegiatan migas juga besar terhadap
“Pemberitahuan Kepada DPR” lingkungan.
dalam Pasal 11 ayat (2) Adanya fungsi pengawasan
Undang-Undang 22 Tahun DPR terhadap kegiatan minyak dan
2001 tentang Minyak dan Gas gas bumi juga diatur dalam Undang-
Bumi serta makna dari istilah Undang Nomor 22 Tahun 2001
“Persetujuan DPR” dalam tentang Minyak dan Gas Bumi yang
Pasal 11 ayat (2) Undang- menyatakan “Setiap Kontrak Kerja
Undang Dasar 1945 terhadap Sama yang sudah ditandatangani
suatu Kontrak Bagi Hasil harus diberitahukan secara tertulis
(Production Sharing Contract) kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.”
Pengawasan negara dalam Makna hukum dari kata
kegiatan pertambangan minyak dan “Diberitahukan” dalam Pasal 11 ayat
gas bumi ini kemudian (2) Undang-Undang 22 Tahun 2001
ditindaklanjuti salah satunya oleh Makna dari ketentuan dalam
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Keberadaan DPR sebagai lembaga Nomor 22 Tahun 2001 secara garis
yudikatif sendiri memiliki fungsi besar adalah sebagai pemberitahuan
yang diatur dalam Pasal 20 (a) kepada DPR terkait pembuatan
Undang-Undang Dasar 1945 yang Kontrak Bagi Hasil (Production
berbunyi : Sharing Contract) yang telah dibuat.
1. DPR memiliki fungsi legislasi, “Pemberitahuan” ini merupakan
fungsi anggaran, dan fungsi salah satu tugas DPR dalam
pengawasan menjalankan fungsi pengawasannya.
2. Dalam melaksanakan Namun, kata “pemberitahuan”
fungsinya, selain hak yang memiliki batasan terkait Kontrak
diatur dalam Pasal-Pasal lain Bagi Hasil (Production Sharing
Undang-Undang Dasar ini, Contract). Makna kata
DPR mempunyai hak “Pemberitahuan” dalam Pasal 11
interpelasi, hak angket, dan hak ayat (2) Undang-Undang tersebut
menyatakan pendapat. tidak akan mempengaruhi sahnya
3. Selain hak yang diatur dalam perjanjian. Kontrak Bagi Hasil
Pasal-Pasal lain Undang- (Production Sharing Contract)
Undang Dasar ini, setiap sebagai perjanjian antara SKK Migas
anggota DPR mempunyai hak dan pihak swasta yang tunduk pada
mengajukan pertanyaan, hukum Indonesia ini akan sah
menyampaikan usulan dan apabila ada kesepakatan dari para
pendapat serta hak imunitas. pihak pembuatnya, sehingga kata
“Pemberitahuan” tersebut hanya
sebagai peraturan dan syarat

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

administrasi yang diwajibkan dalam dalam kontrak adalah negara dengan


Undang-Undang untuk melakukan badan hukum swasta dimana
pelaporan kepada DPR. substansi dalam isi kontrak mengatur
mengenai hal-hal privat. Unsur
Kemudian makna hukum Governed by International Law
dari kata “Persetujuan” dalam Pasal sesuai dengan Konvensi Wina 1969
11 ayat (2) Undang-Undang Dasar juga tidak didapati dalam Kontrak
1945 adalah syarat mutlak dalam Bagi Hasil (Production Sharing
pembuatan Perjanjian Internasional. Contract), dikarenakan Kontrak ini
Apabila ketentuan dalam Undang- dibuat berdasarkan kesepakatan para
Undan Dasar 1945 tersebut di pihak.
terapkan dalam Kontrak Bagi Hasil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(Production Sharing Contract), maka sebagai lembaga yudikatif negara
tidak memerlukan suatu persetujuan memiliki fungsi yang salah satunya
DPR dalam pembuatannya. Hal ini adalah fungsi pengawasan. Fungsi ini
disebabkan kontrak tersebut bukan bersifat menyeluruh terhadap semua
merupakan suatu perjanjian yang kegiatan pemerintahan terkhusus
dapat dikategorikan sebagai juga kegiatan dalam bidang minyak
Perjanjian Internasional dalam dan gas bumi. Fungsi Pengawasan
konteks hukum publik seperti yang DPR ini juga diwujudkan dalam
diatur dalam Konvensi Wina 1969 kewajiban ‘pemberitahuan’ Kontrak
dan Konvensi Wina 1986. Bagi Hasil (Production Sharing
Pengaturan mengenai Perjanjian Contract) yang telah dibuat kepada
Internasional privat kemudian diatur DPR. Kewajiban ini diatur dalam
sesuai dengan kesepakatan para Pasal 11 Undang-Undang Nomor 22
pihak yang membuat kontrak. Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Fungsi pengawasan DPR Bumi. Namun adanya pemberitahuan
terkait Kontrak Bagi Hasil ini tidak dapat dikatakan sebagai
(Production Sharing Contract) pengesahan dari suatu Kontrak Bagi
antara SKK Migas dan pihak swasta Hasil (Production Sharing Contract).
ini sesuai dengan ketentuan Undang- Hal ini dikarenakan kontrak tersebut
Undang Dasar 1945 dan Undang- akan sah apabila telah disepakati dan
Undang Nomor 22 Tahun 2001 ditandatangai oleh SKK Migas dan
hanya sebagai pengawas. DPR dalam Kontraktor. DPR dalam hal ini hanya
hal ini tidak dapat ikut campur dalam menjalankan tugas sebagai lembaga
proses pembuatan pengesahan yang mengawasi secara administratif
ataupun berlakunya Kontrak Bagi kegiatan di bidang minyak dan gas
Hasil (Production Sharing Contract). bumi.
Saran-saran yang dapat
IV. KESIMPULAN disampaikan berkaitan dengan
penelitian ini adalah:
Kontrak Bagi Hasil (Production 1. Adanya perbedaan
Sharing Contract) tidak dapat pandangan mengenai pemahaman
dikatakan sebagai Perjanjian mengenai perjanjian internasional
Internasional seperti yang dengan kontrak internasional, maka
dimaksudkan dalam Konvensi Wina perlu disusun pengaturan khusus
1969. Hal ini dikarenakan para pihak seperti peraturan pemerintah

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengenai acuan dalam pembuatan Peraturan Perundang-Undangan


perjanjian kerja sama negara dengan 1. Undang – Undang Nomor 25
pihak asing terutama di bidang Tahun 2007 tentang
minyak dan gas bumi. Penanaman Modal
2. Mengingat luasnya 2. Undang-undang Nomor 22
pengertian dari fungsi pengawasan Tahun 2001 tentang Minyak
DPR di masyarakat, maka perlu di dan Gas Bumi
adanya penjelasan lebih lanjut 3. Undang-Undang Nomor 24
mengenai tugas, pokok dan fungsi Tahun 2001 tentang
DPR terutama dalam mengawasi Perjanjian Internasional
kegaitan pertambangan minyak dan 4. Undang-Undang Dasar 1945
gas bumi. hal ini diperlukan karena Ketentuan Internasional
sektor pertambangan minyak dan gas Konvensi Wina 1969
bumi merupakan sektor vital dalam
pemasukan devisa negara sekaligus Laman Internet
juga merupakan sektor yang Rumah Opini, Kedudukan
membutuhkan pengawasan lebih Production Sharing Contract
terutama dalam penanganan dampak dalam Industri Migas¸
lingkungan dari kegiatan https://lautanopini.com/2013/09/2
penambangan tersebut. Hal lain yang 9/kedudukan-production-sharing-
contract-dalam industri-migas/,
dapat menjadi perhatian adalah diakses pada tanggal 30 Maret
apabila terjadi sengketa antara 2016 pukul 12.13
pemerintah dan kontraktor yang
saham mayoritasnya dimiliki oleh
pihak asing, maka sebaiknya
penyelesaian sengketa tidak selalu
menggunakan ketentuan
penyelesaian sengketa melaui ICSID
seperti yang tercantum dalam BIT,
melainkan mengutamakan Prior
Consent.

V. DAFTAR PUSTAKA

Buku Literatur
1. Salim,H.S. Hukum
Pertambangan di Indonesia,
Revisi III, 2007 (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada)
2. Damos Dumoli Agusman,
Hukum Perjanjian
Internasional (Kajian Teoritis
dan Praktik Indonesia),
(Bandung: Refika Aditama,
2010),

13

Anda mungkin juga menyukai